STALKER - Beside Me [REVISI] ✔

By smileracle

103K 13.8K 13.3K

Bagaimana jika setiap aktivitasmu diawasi oleh seseorang yang tak dikenal? Hidup Ruwi menjadi lebih tidak ten... More

Prolog
1 - Arti Nama
2 - New Friends
3 - Seseorang yang Peduli
4 - xxxx is Calling
5 - What I Feel (1)
6 - What I Feel (2)
7 - Preman dan Bunga
8 - Sebuah Surat
9 - The Incident
11 - Kecurigaan
12 - Benang Merah
13 - Hidden Person
14. Chandra's Side Story
15 - Serpihan
16 - Serpihan 2
17 - Lindungi Ruwi!
18 - Save Me!
19 - Rumah Sakit
20 - Pengakuan
21 - Maaf...
22 - Happy Ending?
23 - 1004
24 - Siapa Mr. R?
CAST
25 - Pria itu...
26 - Belum Usai
27 - Sebuah Janji
28 - Ketemu
29 - Dua Perisai
30 - Memori Masa Lalu
31 - It's Okay not to be Okay
32 - Kembali pada Kenyataan
33 - H-1
34 - D-Day
35 - His Face
36 - Kepingan Rahasia
37 - Serious Talk
38 - Stalker Baru
39 - Laporan Terakhir
40 - Ayah Idaman
41 - Face to Face
42.a - Hari Yang Dinantikan
42.b - Hari Yang Dinantikan
43 - Black Memories
44 - Fakta Lain
45 - Untitled
46 - Sebuah Keputusan
47 - Kalimat yang Membunuh
48 - Kabar Buruk
49 - An Apology
50 - Lembaran Baru
51.a - (Stalker) Beside Me
51.b - (Stalker) Beside Me
52 - R, Si Baik
53 - Love You Goodbye
54 - Untitled
55 - Love to Love
56 - One Fine Day
EPILOG
Special Part - Mr. R's Side Story

10 - It's okay, But...

2.4K 441 301
By smileracle

Klik bintang sebelum membaca.
Vote yang kalian berikan sangat berharga bagi penulis. Jangan lupa komentar juga ngehehe. Terima kasih 😘

________________________________

👣👣👣

07.30

Esok hari. Ruwi terbangun dengan napas terengah-engah. Kejadian semalam rupanya terus menghantuinya lewat mimpi. Mimpi itu tak hanya datang sekali, tetapi berkali-kali hingga membuat Ruwi tidak bisa merasakan tidur nyenyak.

Ruwi kembali meneteskan air mata saat mencoba mengingat kejadian semalam. Membayangkannya saja sudah membuat tubuhnya gemetaran. Suara pria misterius yang memanggil namanya masih teringat jelas diingatan Ruwi. Entah kenapa suara bariton dari pria itu terasa familier di telinganya.

Ruwi berlari sekencang mungkin. Seluruh kekuatan yang tersisa ia kumpulkan di bagian kaki agar kakinya lebih cepat berlari menghindari orang itu. Ia tidak bisa menoleh. Tidak. Lebih tepatnya, ia tidak mau menoleh ke belakang untuk memastikan siapa orang itu. Yang ada di pikirannya saat itu hanya berlari dan berlari.

Tok...tok...tok...

Tiba-tiba suara ketukan pintu mengagetkan Ruwi. "Ruwi, bangun. Lo gak siap-siap kuliah?" Kata Mila dari balik pintu.

"Lo gak apa-apa 'kan? Semalam gue kayak dengar lo nangis, apa ada masalah?"

Beberapa detik masih hening. Ruwi berusaha menghentikan tangisnya yang tak terbendung. Ia berusaha menjawab 'tidak apa-apa', namun bibirnya yang bergetar membuatnya kesulitan mengucapkan kata itu.

"Ruwi?" Mila kembali memanggil dengan nada keraguan karena tak kunjung mendapat jawaban.

Mila semakin khawatir karena masih tak ada jawaban dari dalam kamar. "Ruwi?" Mila kembali mengetuk pintu. Tak hanya sekali, tapi berkali-kali seiring dengan pikirannya yang menjalar kemana-mana.

"Apa jangan-jangan dia pingsan di dalam?" Gumam Mila dengan nada khawatir.

"Ruwi kenapa?" Tanya salah satu penghuni kamar di kos itu.

"Gak tau, dari tadi gue gedor gak ada jawaban." Mila kembali mengetuk pintu. "Ruwi, plis dong jawab. Gue khawatir lo kenapa-kenapa."

Ruwi berusaha mengatur napasnya. "Kenapa Mil?"

"Lo gak apa-apa?"

"Gue baru bangun." Katanya senatural mungkin meski dengan bibir yang bergetar.

"Beneran?" Mila memastikan lagi.

"Hm."

"Oke. Emang lo gak kuliah? Ini udah jam setengah delapan loh."

"Gue skip hari ini, badan gue demam." Dusta Ruwi.

"Oh, perlu ke klinik gak? Gue bisa kok anterin lo."

"Gak usah Mil, makasih. Nanti juga bakalan turun demamnya."

"Yaudah kalo gitu. Jangan lupa sarapan, terus minum obat. Kalo nanti sore masih demam, gue anter lo ke rumah sakit. Oke?"

"Hm. Makasih, Mil."

"Oke. Kalo gitu gue berangkat kuliah dulu. Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam."

Ruwi menghela napas lega saat mendengar suara langkah kaki yang menjauh dari pintu kamarnya. Ia pun langsung memeluk erat kedua kakinya yang tertekuk, lalu menenggelamkan wajahnya dalam-dalam.

Suara getaran hape di atas nakas membuat Ruwi mengangkat kepalanya. Notifikasi SMS masuk sebanyak tiga kali itu dikirim oleh secret admirer-nya.

+62 811-xxxx-9111
Semalam jam 22.00 kamu gak datang. Jadi aku mengikutimu.

+62 811-xxxx-9111
Aku mengikutimu karena aku ingin ngomong sesuatu. Kenapa kamu lari?

+62 811-xxxx-9111
Gara-gara cowok itu, kita gak jadi ngobrol...

Ruwi mengusap wajahnya frustasi saat membaca pesan itu. Ia mencoba mengendalikan jantungnya yang berdegup tak karuan. Setelah mulai tenang, ia mengetikkan sesuatu di hapenya.

Apa maumu?!

Kenapa aku?!

Jangan menggangguku lagi. Atau aku akan membuat laporan di kantor polisi atas kasus percobaan penyerangan tadi malam!

👣👣👣

12.00

Di ruang kelas yang sepi, Risti dikejutkan dengan kedatangan Zaidan yang tiba-tiba duduk di bangku sebelahnya. Zaidan terus menatapnya, membuat Risti kesulitan bergerak karena mendapat tatapan tajam.

"Apa?! Mau apa lo?!" Risti akhirnya bertanya karena sudah tak tahan ditatap preman kampus itu.

"Teman lo gak berangkat?" Tanya Zaidan dengan wajah datar khasnya.

Risti kaget setengah mati saat diberi pertanyaan itu. Ia tidak akan seterkejut itu jika bukan Zaidan yang bertanya. Tapi, itu adalah Zaidan ---Cowok yang memiliki imej preman, bengis, dan cuek bebek dengan sekitarnya.

"Siapa? Ruwi?" Tebak Risti.

"Ya, itulah. Kenapa cewek itu gak berangkat?"

Risti menatap penuh curiga. "Kenapa nanyain Ruwi?! Lo suka sama dia?"

Zaid mendengus kesal saat dituduh hal itu. "Gue tanya karena dia sekelompok sama gue buat tugas dari prof. Husein. Kalo lo gak mau jawab juga gak papa. Gue gak peduli," ucapnya panjang, tapi itu semua hanyalah dusta. Sejujurnya, dia ingin tahu keadaan Ruwi setelah mengalami kejadian semalam.

"Kayaknya sih dia sakit." Risti akhirnya memberitahu. "Tapi, gak tau sakit apaan. Waktu gue coba telpon, hapenya udah gak aktif, terus chat gue juga gak dibales."

Zaidan tersenyum miring. "Bego! Kalo udah tau hapenya gak aktif ngapain di chat goblok! Kagak bakal dibalaslah. Bego dipelihara." Kata Zaid nge-gas. Ia langsung pergi seolah menghindar dari umpatan yang dilontarkan Risti untuknya.

"Ihhh! Zaidaaannn!!!" Teriak Risti seolah tak terima dikatai. "Masih untung gue kasih tau, ya! Ngeselin banget sih jadi cowok!"

Risti mencoba mengendalikan emosinya dengan mengambil napas dalam-dalam, lalu dihembuskan secara perlahan. "Tahan, Ris. Lo bisa keriputan kalo marah-marah." Gumamnya sambil memegangi pipi untuk memastikan kulitnya itu masih kencang.

Kemudian, ia bangkit hendak keluar dari ruangan. Namun, hal itu tertahan dengan kedatangan seseorang yang ragu-ragu berjalan mendekatinya.

"Risti, boleh tanya sesuatu?" Kata Chandra dengan wajah menatap lantai.

"Boleh, mau nanya apa?" Risti menjawab dengan ekspresi bingung.

"Apa Ruwi gak berangkat kuliah?"

Risti kembali terkejut saat diberi pertanyaan itu lagi. "Iya, Ruwi gak berangkat. Kayaknya sih dia sakit. Kenapa emangnya? Kamu juga sekelompok sama dia buat tugasnya prof. Husein?" Risti menebak. Karena mungkin alasan Chandra sama dengan alasan yang diberikan Zaidan.

"Gak kok, aku cuma penasaran aja kenapa dia gak berangkat." Kata Chandra dengan nada tidak percaya diri.

"Yaudah, kalo gitu makasih, ya. Aku pergi dulu." Ia buru-buru mengucapkan kalimat itu, sebelum akhirnya berjalan keluar kelas. Meninggalkan Risti dengan berbagai pertanyaan yang muncul di benaknya.

"Tadi Zaidan, sekarang si culun Chandra. Kenapa cowok-cowok aneh itu kepo sama keadaan Ruwi?" Risti diam sambil memutar otaknya untuk memikirkan hal itu.

"Aish, mungkin cuma kebetulan doang." Risti akhirnya menyerah setelah otaknya menemukan jalan buntu.

Risti langsung melangkahkan kakinya keluar dari kelas. Ia berjalan sendirian di sepanjang koridor. Kebetulan ia berada di lantai satu, jadi ia tinggal berjalan lurus untuk keluar dari gedung itu. Selama itu, belum ada orang aneh yang menghampirinya untuk bertanya tentang Ruwi. Sampai akhirnya...

"Risti!"

Pemilik nama itu menoleh. Bibirnya langsung tersenyum lebar saat tahu bahwa orang yang memanggilnya adalah Vano. Ia dengan centil menyibak rambutnya sambil berdeham.

"Hai, Vano. Ngapain di sini?" Tanya Risti.

"Ruwi mana?" Tanya Vano sambil celingukan.

Risti menutup matanya sekilas sambil menghela napas kesal. "Gak berangkat." Jawabnya dengan judes. Senyumnya hilang seketika.

Kenapa semua orang menanyakan Ruwi! Kesal Risti dalam hati.

"Kenapa? Dia sakit?" Vano kembali bertanya. Kali ini, Risti hanya mengedikkan bahunya, mulutnya malas menjawab.

"Oh iya, kenapa lo gak dateng ke Shine tadi malam? Lo gak mungkin lupa kalo Shine ngadain pesta 'kan?" Tanya Risti saat teringat hal itu.

"Semalam gue ada janji ketemuan sama seseorang jam sepuluh. Jadi, gue gak jadi pergi ke Shine."

"Ketemuan sama siapa?" Tanya Risti penasaran.

"Kepo banget jadi orang." Kata Vano. Lalu, ia berjalan meninggalkan Risti.

"Kalo gitu, lo mau kemana sekarang? Beberapa hari ini gue sering liat lo datang ke fakultas Hukum, sebenarnya lo ngapain sih?"

"Apelin Dekan fakultas lo." Jawab Vano yang tetap berjalan tanpa menoleh kearah Risti.

👣👣👣

22.33

Zaidan keluar dari toko Indomaret dengan sebungkus rokok ditangannya. Ia langsung duduk di kursi yang tersedia, lalu menyulut ujung rokok dengan pematik yang ia keluarkan dari saku jeans. Setelah ujung rokok berhasil terbakar, ia menyesapnya kuat dan asap langsung mengepul keluar dari mulutnya.

Di isapan keempat, Zaidan berhenti sejenak. Ia biarkan asap rokok menyebar terbawa angin, membuat orang lain merasa tak nyaman dengan asap rokoknya itu. Ia tak peduli. Matanya fokus memperhatikan gang Arjuna yang ada di sebelah kanannya.

Zaidan menggeleng kencang saat tiba-tiba memikirkan Ruwi. "Kenapa gue jadi mikirin dia, sih?!" batinnya.

"Lo cuma merasa bersalah karena udah ambil surat itu. Gak usah peduliin dia, itu bukan urusan lo!" gumam Zaidan berusaha menyadarkan diri.

Pikirannya yang sudah tak beres itu membuatnya ingin cepat-cepat pulang. Zaidan pun bangkit dari kursi, hendak berjalan menuju mobil. Namun, sebuah taksi tiba-tiba berhenti tepat di belakang mobilnya.

Zaidan sedikit terkejut saat melihat orang yang turun dari taksi itu adalah Ruwi. Begitu turun, gadis itu langsung berjalan memasuki gang Arjuna. Tak berselang lama, taksi lain berhenti di tempat yang sama. Kali ini, seorang pria bertopi hitam turun dari taksi itu. Pria itu kemudian berdiri di depan gapura, menatap lurus ke dalam gang seperti sedang mengamati sesuatu. Zaidan yang sedari tadi diam-diam memperhatikan semakin curiga.

Apa pria itu sedang mengamati Ruwi?

Zaidan langsung mengalihkan pandangannya dan pura-pura sibuk menyesap rokok saat pria itu menoleh kearahnya. Selang beberapa detik, Zaidan melihat pria itu sudah berjalan menjauh. Zaidan langsung membuang rokoknya ke tanah dan menginjaknya. Kemudian, berjalan mengikuti pria misterius itu diam-diam.

Memberi jarak lumayan jauh, Zaidan dengan hati-hati terus membuntuti pria itu. Setelah beberapa meter berjalan lurus, pria itu berbelok memasuki gang kecil. Zaidan kemudian menyusul dengan cepat karena takut kehilangan jejaknya.

"Shit!" Zaidan mendesis kesal saat pria itu sudah hilang dari pandangannya.

Zaidan memberanikan diri berjalan memasuki gang, melewati jejeran ruko-ruko yang sudah tutup. Merasa tak ada seorangpun di sana, ia pun memutuskan kembali.

👣👣👣

Pria itu sengaja berjalan lurus. Ia merasa seseorang mengikutinya. Jadi, saat berada di tikungan, ia mencoba memastikan dengan melihat kaca cembung yang terpasang di kelokan jalan itu. Feeling-nya benar. Pria yang sempat ia lihat di Indomaret tadi terlihat mengikutinya. Dengan tenang, ia berjalan beberapa meter sampai akhirnya berbelok ke arah gang kecil. Ia memutuskan bersembunyi di antara dua ruko yang berdiri berdampingan.

Dengan tarikan napas ringan, dia diam mematung saat melihat pria yang mengikutinya itu berjalan melewati tempat persembunyiannya. Tempatnya bersembunyi sangat kecil dan gelap, jadi wajar jika ia tak ketahuan.

Ia pun keluar dari sana setelah memastikan bahwa orang itu sudah pergi. Di bawah lampu oranye, ia perlahan-lahan membuka topi hitamnya. Sebulir keringat yang mengalir di pelipisnya berhasil ia seka.

VANO menengok sisi kanan dan kirinya sebelum berjalan keluar dari gang itu.

.
.
.
.
.

Love,
Arama 🐾

Continue Reading

You'll Also Like

120K 11.5K 61
❝ Sekalipun tentangmu adalah luka, aku tetap tak ingin lupa. ❞ --- Atilla Solana, Sang Cephalotus. Cewek tak berhati dengan segala aksi gilanya yan...
21.8K 1.2K 52
[COMPLETED] ⚠️Harsh words, violence or threat of violence. Beberapa bagian mungkin tidak sesuai untuk anak di bawah 13 tahun⚠️ Disaat takdir terlalu...
369K 24.1K 45
Hidup Naomi awalnya baik-baik saja namun semua berubah ketika sang Papa mengenalkan calon Mama barunya. Banyak pertentangan yang dialami diumurnya ya...
37.7K 4.7K 6
Ketika memperjuangkan cinta terasa sia-sia, maka pergi adalah pilihan terbaik.