MarvelMeira [END]

By selvimeliana

186K 10K 968

Rank #1 in MOS (01/12/2020) Rank #1 in OSIS (21/07/2019) Rank #1 in junior (25/06/2019) Rank #1 in toleransi... More

PROLOG
BAB 01 [Terlambat]
BAB 02 [Hukuman]
BAB 03 [Pesona Korea]
BAB 04 [Pacar Meira]
BAB 05 [Ruang Ketua OSIS]
BAB 06 [Pulang Bersama]
BAB 07 [Dekat]
BAB 08 [Amplop]
BAB 09 [Malam Ini]
BAB 10 [Penginta]
BAB 11 [Hari Pertama]
BAB 12 [Hari Sial]
BAB 13 [Kalung Berbandul]
BAB 14 [Cemburu]
BAB 15 [Tempat yang Salah]
BAB 16 [Setan Kesayangan]
BAB 17 [Ancaman]
BAB 18 [Surat Biru]
BAB 19 [Hampir]
BAB 20 [Teror]
BAB 21 [Kebersamaan Ini]
BAB 22 [Satu Nama]
BAB 23 [Pemilik Hati]
BAB 24 [Backstreet]
BAB 26 [Untuk Meira]
BAB 27 [Lay dan Angel]
BAB 28 [Aku Masih Cinta]
BAB 29 [Beda Kisah]
BAB 30 [Tidak Mungkin]
BAB 31 [Go Public]
TRAILER MarvelMeira
BAB 32 [After]
BAB 33 [Drama]
BAB 35 [Peneror Gila]
BAB 36 [Dia Pelakunya]
BAB 37 [Instagram]
BAB 38 [Akhir Dari Mereka]
CERITA BARU
PEMBERITAHUAN ! ! !

BAB 25 [Teror Lagi]

3.8K 259 66
By selvimeliana

Seluruh pasang mata yang ada di dalam kelas tersebut langsung tertuju kearah pintu kelas, setelah terdengar suara pintu yang terbuka dengan cepat penuh tenaga. Seseorang yang sedang ada di depan kelas, tepatnya di depan papan tulis pun sampai menghentikan kegiatannya yang sedang menulis di papan tulis karena mendengar suara tadi. Ketika dia menengok kearah pintu, terlihatlah seorang gadis dengan wajah merah padam masuk kedalam kelas tanpa mengucapkan salam atau yang lainnya. Gadis itu hanya berjalan masuk dengan tatapan yang fokus ke depan tanpa melihat sekelilingnya yang sebenarnya sedang menatap bingung dirinya.

"Meira!"

Teguran dari seseorang yang berada di depan kelas tersebut membuat Meira menghentikan langkahnya secara mendadak. Lalu sedikit menengok kearah sumber suara yang ternyata berasal dari Angel.

"Lo kenapa?"

Meira segera memasang senyumnya. Senyum yang terlihat begitu di paksakan. "Oke!" dan setelahnya, gadis itu langsung berjalan menuju bangkunya sendiri.

Qia yang juga kebingungan, masih memperhatikan Meira sampai gadis itu duduk tepat di sampingnya. Dia menutup bukunya dengan keras, lalu memasukannya kedalam tas. Qia dapat melihat ada kemarahan dari perilaku Meira kali ini, karena disaat gadis itu mengeluarkan buku pelanjarannya yang lain, gadis itu membantingnya keatas meja sampai beberapa teman sekelasnya memperhatikannya kembali.

Qia memalingkan wajahnya. Menatap kearah papan tulis sampai tatapannya bertemu pandang dengan Angel. Dari sini, Qia bisa melihat Angel yang mengangkat dagunya sambil mengerutkan dahinya. Seolah-olah Angel sedang bertanya kepada Qia mengenai tingkah Meira kali ini.

Melihat gestur tubuh Angel membuat Qia mengedikan bahunya dengan cepat. Lalu, gadis itu kembali menatap kearah Meira yang seolah sedang fokus menyalin kata demi kata yang ada di papan tulis.

"Mei!"

"Hem."

Tangan kanan Qia yang menyangga dagunya terlepas dengan gerakan cepat karena terkejut dengan respon Meira yang cuek. Masih dalam keterdiaman, Qia terus saja memperhatikan Meira yang berwajah kaku. Tidak seperti biasanya yang di bumbui dengan senyuman atau bibir yang mengerucut kesal.

Ekspresi Meira berubah sederatis ini. Dari yang tadi di sapa oleh Angel merespon dengan sedikit senyuman, dan kali ini dengan wajah kaku dan mata tajam. Hal ini membuat Qia kebingungan dan tentunya juga penasaran.

"Ada yang mau lo ceritain ke gue?" Qia bertanya sambil menggeser bangkunya agar lebih dekat dengan Meira.

"Enggak ada."

Qia terdiam dengan punggung yang menegak karena sedikit merasa kecewa dengan jawaban Meira.

Lama mengenal sosok Meira, baru kali ini Qia melihat sikap Meira yang seperti ini. Dan alasan dari semua ini belum bisa Qia dapatkan jika memang Meira tidak ingin mengatakannya.

Dengan anggukan kecil yang tidak di lihat oleh Meira, Qia sedikit memutar duduknya agar menghadap ke papan tulis dengan benar. Sesekali gadis itu melirik Meira yang tidak berubah ekspresi.

"Lo tau? Lo bisa cerita sama gue kapan aja, Mei!" Qia bergumam, namun dia yakin jika Meira masih bisa mendengarnya.

Dari sudut matanya, Qia dapat melihat wajah Meira yang sedikit berpaling kearahnya. Menatapnya untuk beberapa saat sebelum pada akhirnya fokus kembali kearah bukunya tanpa mengucapkan satu kata pun yang sebenarnya di harapkan oleh Qia.

Qia menghela napasnya pelan. Gadis itu juga kembali mengingat saat-saat Meira belum meninggalkan kelasnya tadi. Dan gadis itu teringat jika Meira mengatakan ingin pergi ke toilet.

Qia berpikir mungkin saja Meira bertemu Lay dan bertengkar seperti biasanya. Iya, Qia memganggung pelan meyakinkan argumennya. Namun, di persekian detiknya Qia menggeleng sambil menatap jam tangannya. Meira pergi sudah sejak lama dam baru kembali sekarang, jika memang bertengkar dengan Lay di jalan, Meira akan segera memilih kembali ke kelas dengan cepat. Lalu, apa yang membuat Meira seperti ini? Tanyanya kepada dirinya sendiri.

"Ahh, sial."

Qia menatap Meira yang baru saja berdecak kesal sambil sedikit menggebrak mejanya. Gadis itu terlihat sedang menggoreskan tipe-x diatas kertas putihnya dengan gerakan yang cepat. Setelahnya, meira kembali menulis.

Qia kembali menengok kearah Meira disaat dia mendengar ada suara sobekan kertas yang ternyata pelakunya adalah Meira yang sedang menyobek bukunya dengan penuh emosi.

"Ihhh, pengin nangis."

Setelah mengatakan itu yang membuat teman-teman sekelasnya menatap dirinya dengan bingung, Meira menidurkan kepalanya diatas meja dengan wajah yang menghadap kearah Qia.

"Mei, sebenernya lo kenapa?"

Bukannya menjawab, Qia justru melihat ada air mata yang mengalir di pipi Meira, membuat Qia khawatir.

"Mei, kok nangis, sih?"

Semua pasang mata menatap kearah Qia yang berusara cukup keras. Termasuk pemilik sepasang mata yang baru saja masuk kedalam kelas tersebut.

Sosok itu terdiam di ambang pintu beberapa detik setelah mendengar pertanyaan Qia.

"Permisi!"

Mendengar suara berat itu membuat mata Meira terpejam dengan linangan air mata tanpa isakan.

Sedangkan teman sekelasnya yang lain dengan kompak menatap kearah sosok menjulang tinggi di ambang pintu kelas.

Itu suara Marvel.

•••••

Di lorong panjang dengan jejeran loker di samping kanannya ini, Meira berjalan dengan langkah lemas dan wajah lesu. Gadis itu sejak tadi diam, membuat Qia dan Angel yang berjalan di sampingnya pun terdiam dengan pikirannya masing-masing.

Qia dan Angel sudah mengalah tidak bertanya alasan kenapa Meira menjadi murung seperti ini, setelah gadis itu benar-benar menutup masalahnya. Jika Qia dan Angel memaksa kehendaknya agar Meira menceritakan masalah apa sebenarnya yang membuat Meira seperti ini, rasanya itu tidak lah berguna. Mereka pun juga sadar jika Meira punya privasi yang mungkin tidak untuk di bagi kepada kedua sahabatnya, atau mungkin justru belum, bukannya tidak sama sekali.

Di sisi lain, Meira yang terlihat diam itu sebenarnya sedang memikirkan banyak hal.

Meira teringat dengan kehadiran Marvel di kelasnya tadi. Lelaki itu hanya sekedar memberikan informasi jika di akhir bulan ini akan diadakan lomba tahunan antar kelas. Dan Meira yakin jika sejak Marvel datang ke kelasnya, lelaki itu sudah memperhatikannya sejak awal sampai akhir. Walaupun Meira tidak menatap Marvel, namun Meira bisa merasakan tatapan itu. Tatapan lembut yang selalu Meira sukai.

Selain itu, Meira juga teringat akan permintaan Marvel kala itu. Permintaan yang akan sangat sulit Meira penuhi. Menyudahi backstreet mereka.

Hanya mendengar Marvel mengatakannya saja sudah membuat Meira emosi. Meira tahu jika dirinya ini memang egois, memaksakan kehendakannya sendiri untuk menyembunyikan hubungan ini. Namun, di pikiran Meira memang ini jalan terbaik untuk mereka saat ini. Iya, untuk saat ini saja. Berbeda dengan pendapat Marvel yang berbanding terbalik dengan pemikiran Meira.

"Kamu ingin hubungan ini berakhir begitu aja karena keegoisan kamu itu yang tetep kekeh agar kita jalani hubungan backstreet?"

Meira memejamkan kedua kelopak matanya ketika ucapan Marvel terngiang di otaknya kembali. Ucapan yang membuat emosi Meira semakin meningkat.

Meira tahu jika Marvel mengatakan hal tersebut disaat dirinya juga sudah terbawa emosi karena penolakan Meira. Meskipun dalam kondisi emosi, Meira masih mendengar dengan jelas jika Marvel mengatakannya dengan nada lembut, tanpa ada tekanan ataupun nada tinggi. Tapi tetap saja Meira tahu jika Marvel sudah emosi. Hal iti terlihat dengan jelas di wajah Marvel.

"Mei, lo mau lewatin loker lo!"

Peringatan dari Angel tersebut membuat  Meira segera membuka kedua kelopak matanya, berhenti berjalan, lalu menengok kearah kanannya. Dan benar saja, dia sudah melewati satu loker dari lokernya. Hal ini membuat Meira menghela napas panjang, kemudian mundur beberapa langkah sampai tiba di depan loker bernomor 221.

"Jangan kebanyakan bengong di sekolahan. Bahaya!"

"Gue gak bengong!" Meira mengegas. Membuat Qia yang memperingatinya tadi mendengus kesal.

Kedua mata Meira menyipit disaat Qia menggerutu tidak jelas. Ekspresi Meira tersebut bukan karena gerutuan Qia, namun karena matanya melihat loker miliknya sudah sedikit terbuka. Dan benar saja, loker Meira bisa di buka begitu saja.

"Siapa yang udah buka loker gue?" Meira bertanya. Bertanya yang sebenarnya tertuju kepada dirinya sendiri, namun karena Qia dan Angel yang sedang membuka lokernya masing-masing mendengar gumamam Meira, mereka berdua menengok kearah Meira secara bersamaan.

"Kenapa, Mei?"

"Gak papa."

Bersamaan dengan Meira yang menjawab pertanyaan Angel tadi, tangan kanan Meira masuk kedalam lokernya. Mengambil sebuah surat dan sebuah kotak yang seingat Meira bukan miliknya.

Untuk beberapa detik, Meira hanya menatap kotak dan surat tersebut. Namun, karena dirundung penasaran, Meira meletakan kotak itu di dalam lokernya lagi, sedangkan surat tadi segera dia buka agar tahu apa isinya.

"Qi, lo di cariin Rizky."

Meira menengok kearah sumber suara. Disana ada Daniel yang sudah ada di samping Qia.

"Emang ada apa?"

"Mana gue tau." Daniel menaikan kedua bahunya. "Kalo kepo temuin dia, dia kayanya lagi nyari lo di perpus. Gue aja nyari lo gara-gara di paksa terus sama tuh curut satu. Sampai kesini-sini pula." Daniel mendengus kesal sambil menatap lorong kelas sepuluh ini.

"Kalo gak ikhlas mending gak usah, kak!" Meira berkomentar dengan nada datar yang sampai membuat Daniel menatapnya dengan bingung.

"Kenapa itu muka, kusut bener?"

Dan jawaban Meira hanya sekedar bahunya yang terangkat.

Karena tidak ingin tahu mengenai apa yang sedang mereka bertiga bicarakan, mata Meira beralih menatap kertas putih di tangannya. Membaca sebuah kata demi kata yang tertulis disana.

"Marvel milik gue! Lo, pergi dari hidupnya sebelum semuanya berujung kehancuran!"

Ancaman lagi. Batin Meira sedikit cemas membacanya. Dan sebelum Qia, Angel, dan Daniel yang terlihat sedang berbincang melihat kertas itu, Meira dengan cepat melipatnya secara asal. Lalu, dimasukannya kedalam lokernya kembali.

Meira dapat merasakan bila detak jantungnya berpacu dengan cepat. Matanya pun beralih menatap kotak berwarna hitam di lokernya. Gadis itu tidak yakin akan membukanya karena sudah jelas itu dari peneror yang mengirim surat tadi.


"Eh, apaan nih, Mei?"

Meira terlonjak. Gadis itu segera memutar tubuhnya untuk menatap Daniel yang sudah mengambil kotak tadi.

"Kak, balikin!"

"Gue buka dulu aja, yak!"

"Jangan, kak!" Meira segera menjawab ucapan Daniel yang terdengar bukan seperti pertanyaan.

Dan sebelum Meira berhasil merebut kotak itu, Daniel sudah membukanya lebih dulu. Melihat ekspresi Daniel yang datar, membuat perasaan Meira semakin tidak enak.

"Siapa yang lakuin kaya ginian?"

"Apa sih, kak?" Qia mendekat kearah Meira dan Daniel. Angel yang penasaran juga ikut menghampiri mereka.

"Nih, liat!"

Meira bisa melihat itu. Meira pun melihatnya, membuatnya tiba-tiba mual dengan bibir yang mulai memucat. Merasa tidak tahan melihatnya, Meira memalingkan wajahnya dari isi kotak yang di tunjukan oleh Daniel.

Namun usaha itu ternyata terasa percuma, karena pikiran Meira terus terbayang dengan isi di dalam kotak itu.

"Gila."

"Jijik gue liatnya."

Angel dan Qia berkomentar secara bersamaan sambil bergidig ngeri dan memalingkan wajah.

"Please, buang, kak!"

"Yang lakuin ini harus di kasih pelajaran, Mei!" Daniel menutup kotak berisi burung mati dengan darah bercucuran itu. Lalu menatap raut takut di wajah Meira.

Meira yang memegangi perutnya sejak tadi, kini mulai membekap mulutnya. Menggeleng pelan sebagai jawabannya kepada Daniel, sebelum pada akhirnya gadis itu berlari pergi meninggalkan mereka bertiga.

"Mei!" Qia segera berlari mengejar Meira. Gadis itu tahu jika semenjak mendapat teror darah seperti itu, Meira merasa mual dan ingin muntah. Bahkan waktu itu, Meira juga benar-benar sampai muntah di buatnya.

"Kak, tolong buangin, ya!"

Daniel menatap tidak percaya kearah Angel yang sudah berlari meninggalkannya. Awalnya Daniel melongo, namun akhirnya lelaki itu berdecak kesal. "Sialan, kaya ginian nyuruh gue yang buang."

Daniel memalingkan wajahnya. Namun, dengan tidak sengaja dia menangkap ada sepasang mata yang memperhatikan dirinya dari belakang tembok yang tidak jauh darinya. Untuk sementara waktu, Daniel menyipitkan matanya. Dan di detik selanjutnya, Daniel menyunggingkan senyum miring penuh arti.

Di sisi lain, karena merasa sudah tertanggap basah, pemilik mata tersebut segera memutar tubuhnya. Membuat punggungnya menabrak dinding yang ada di belakangnya dengan cukup keras. Detak jantungnya juga menjadi tidak normal. Dia yakin jika Daniel sempat melihat wajahnya, dan entah kenapa dia menjadi gugup seperti ini.

Seseorang itu menarik napasnya dalam-dalam dengan mata yang terpejam. Dia berpikir untuk segera pergi dari sini, jadi orang itu membuka matanya lalu membalikan badannya hendak pergi meninggalkan tempat tersebut.

Brukkk

Orang itu sedikit meringis karena baru saja menabrak sesuatu. Ketika pandangannya terangkat, betapa terkejutnya dia saat melihat Daniel sudah berdiri di depannya dengan tangan kanan yang berpegangan pada tembok, sedangkan tangan kirinya memegang pinggangnya.

"Da-daniel?"

"Siang, Agatha."

Sapaan lembut dengan sunggingan senyum yang menawan di wajah Daniel justru membuat Agatha cemas dengan detak jantung yang berpacu cepat.

"Hemm." dengan ragu, Agatha membalas sapaan tersebut. "Duluan, Dan." lanjutnya tanpa berani menatap mata Daniel dan segera melangkah pergi meninggalkan Daniel.

"Eitsss." Daniel mencekal tangan Agatha. Tanpa menatap Agatha, Daniel kembali melanjutkan ucapannya. "Ada yang mau gue omongin." katanya serius.

"Peneror!"

Brughhh

Kata yang di ucapkan Daniel terdengar begitu tajam. Lelaki itu bahkan menarik, lalu mendorong tubuh Agatha sampai menghantam tembok di samping mereka. Dan tidak sampai disitu saja, Daniel mengurung tubuh Agatha dengan lengan tangan kirinya. Sementara tangan kanannya mencekal tangan Agatha.

"Kebusukan lo udah kecium sama gue." bisik Daniel yang membuat Agatha semakin tidak karuan. Apalagi merasakan cekalan tangan Daniel yang semakin erat. "Jangan pernah neror Meira lagi, atau lo bakalan nyesel!"

•••••

I'M SORRY KARENA BARU UPDATE LAGI ✌🏻

AKU SEMOGAKAN KALIAN MASIH MAU BERTAHAN. MASIH MAU MENUNGGU CERITA INI YANG UDAH PASTI AKAN NEXT, GAK KAYA NUNGGU DOI YANG GAK PASTI 🥴

JANGAN LUPA VOTE DAN COMMENT-NYA.

SEMOGA KITA DI PERTEMUKAN DI PART SELANJUTNYA ❤

BYE 👋🏻

DAN, HUSTTTT 🤫 AKU ADA PESAN BUAT "BUNGLON KESAYANGAN" 🖤

JANGAN TANYA BUNGLON KESAYANGAN KU ITU SIAPA! INTINYA DIA MANUSIA DENGAN SIKAP YANG BERUBAH-UBAH 🤣

TBC

Continue Reading

You'll Also Like

45.5K 2K 25
Note: hanya cerita random start: 21 maret 2024 Finished: -
9.7K 1.2K 28
Tidak ada yang salah dari mengejar sebuah mimpi dan keinginan bukan?
IGNORANT ✓ By Vebesari

General Fiction

404K 27.6K 42
[TAMAT] lagi repisi, jadi simpan ke perpus dulu aja, ya. Ini tentang RENATA ALEWIES dengan segala kecuekannya. Dia hamidun saja cuek dan tidak peduli...
25.2K 1.1K 42
🕢 COMPLETED🕢 🚨FOLLOW BEFORE READ🚨 Bukan cerita cinta biasa. Bukan cerita keluarga biasa. Bukan cerita yang bisa membuatmu terkejut. Bukan cerita...