Boyfriend In My Dream

By basocihuy_

24.6K 1.9K 316

MIMPI. Semua orang menganggap apa yang ada di dunia mimpi tak akan terjadi di dunia nyata. Tapi sepertinya i... More

Prolog
1. Kenyataan
2. Si Ganteng Datang
3. Sosok Misterius Dalam Gelap
4. Tragedi Bakso Neraka
5. Zoo and First Love
6. Amnesia?
7. Si Culun Introvert
8. Antara Cinta dan Sahabat
9. Gabriel Terkedjoed
10. Vania Bucin!
11. Zilva Minta Putus?!
12. Gabriel Marah-Marah
13. Bos atau Iblis, sih?
15. Zilva Perusak Mood
16. Tragedi Wisuda (1)
17. Tragedi Wisuda (2)
18. Cinta atau Cita-cita?
19. Gak Romantis Sama Sekali
20. Levi si Kulkas Berjalan
21. Dunia Kerja
22. Gadis Tak Tahu Diri
23. Sikap Levi yang Aneh
24. Pertengkaran di Apotek
25. Keinginan Seorang Gabriel
26. Marah Tanpa Alasan
27. Kabar Mengejutkan
28. Ruth yang Malang
29. Ada Apa dengan Gabe?
30. Pemicu
31. Donat Kentang dan Bubur Ayam
32. Tentang Vania (1)
33. Tentang Vania (2)
34. Tiga Kotak Bekal
35. Phili dan Davina
36. Godaan Skincare
37. Fakta Baru
38. Masa Lalu Alex
39. Wisuda yang Hampa
40. Over Thinking
41. Gak Berubah, kok
42. Masih Lanjut, 'kan?
43. PDKT
44. Demam yang Meresahkan
45. Menuju Wisuda Sang Tampan
46. Wisuda yang Dinanti
47. Penantian yang Sia-Sia
48. Pertengkaran
49. Kakak yang Tangguh (1)
50. Kakak yang Tangguh (2)
51. Kakak yang Tangguh (3)
52. Kerapuhan Jiwa Zilva
53. Aku Dimana? Dia Siapa?
54. Tentang Kita
55. Harus Jadi Pacarku!
56. Gabriel dan Masa Kelamnya
57. Kamu Kenapa, Zilva?
58. Semuanya Jahat Termasuk Kamu Kakaknya
59. Maaf untuk Apa?
60. Kenapa Kamu Sembunyikan?
61. Gabriel Sudah Tak Kuat
62. Mantanmu, Kak?
63. Mantan Pacar Levi
64. Mana Maafmu?
65. Manja Banget Kamu!

14. Pelukan

446 33 7
By basocihuy_

Nyatanya, walau memeluk seribu laki-laki lain pun, tak mampu menghilangkan rinduku padanya.

-Zilva 🐽

♫~♥~♫

Hari terus berganti hari. Empat puluh hari sudah Zilva menjalani magang di rumah sakit luar kota.

Selain sibuknya Zilva dengan magang, ia juga disibukkan dengan pengerjaan laporan magang, hingga membuat gadis itu jarang berkomunikasi dengan kekasihnya.

Saat Zilva berusaha menyempatkan waktu untuk berbicara dengan kekasihnya walau hanya sebentar, namun nyatanya sang kekasih juga sibuk dengan urusan sekolah.

Begitu juga sebaliknya, saat Gabriel berusaha untuk menghubungi Zilva, yang terdengar hanyalah nada tunggu yang paling ia benci, lalu tak lama dijawab oleh operator.

Hari ini magang Zilva libur. Awalnya, gadis itu disuruh oleh teman sekelompoknya untuk mengetik laporan magang, tapi ia menolak dengan keras agar ia bisa beristirahat dengan damai walau cuma sehari.

Ia mengutak-atik ponselnya, berusaha untuk menghubungi Gabriel. Tapi ia begitu bodoh, jam dinding masih menunjukkan pukul empat pagi, itu artinya sang kekasih masih bergelung di balik selimut hangat.

Sudah berulang kali ia menelpon Gabriel, tapi hanya sang operator yang menjawab panggilannya.

Ia memutuskan pergi ke dapur dan memasak air untuk ia pakai mandi di pagi ini. Gadis itu ingin me-rilex-kan tubuhnya.

Setelah air yang dimasak mendidih, dengan segera ia mandi dan membersihkan diri sambil konser di kamar mandi.

Zilva membuka pintu kamar mandi setelah beberapa menit melakukan kegiatan. Ponsel yang tergeletak manis di atas ranjang bergetar dan berdering dengan keras.

Tanpa basa-basi Zilva berlari kembali ke kamarnya dengan keadaan tubuh yang masih terbalut handuk.

Brukk

Bagus, dia tersungkur dengan keadaan hidung terbentur ubin dingin. Bahkan tangannya belum menyentuh ponsel. Untung saja lilitan handuknya tidak terlepas.

"Halo, Gabriel. Kamu gimana? Sehat, 'kan? Gimana sekolahmu? Baik-baik aja, 'kan? Boleh jujur gak, sih? Aku kangen, hehe," seru Zilva dengan cepat.

"Apaan, sih, Vania." Sang penelpon tertawa. "Kamu nggak pulang? Besok libur gak?"

"Ah ..., Kak Christ kampret!" teriak Zilva. "Aku hari ini libur. Nanti siang aku pulang, deh. Bawain apaan? Tapi uangnya ganti, ya. Hehe."

"Terserah kamu aja, deh."

Christ menutup panggilannya.
Zilva mengedikkan bahu dan segera berganti baju untuk ia pakai pulang ke rumah. Setelah itu ia merapikan kamarnya yang tampak berantakan.
Perutnya bergejolak merasakan lapar. Ia ingat belum memakan apa pun sejak bangun tidur.

Dengan segera ia mengambil dompet yang ia simpan di tas selempang dan berjalan ke warung terdekat untuk membeli sebungkus nasi.

♫~♥~♫

Panas matahari menyengat kulit gadis gendut yang sedang mengendarai motor menuju jalan pulang. Walau tubuhnya sudah terlapisi dengan jaket yang cukup tebal, tetap saja sang surya berhasil masuk.

Polusi kendaraan yang menyesakkan dada hingga macet kendaraan, sungguh membuat Zilva ingin mengumpat berulang kali.

Disaat rasa putus asa sudah berada di ujung tanduk, matanya menangkap penjual es kelapa muda. Ia menengguk salivanya. Kesialan hari ini sungguh membuatnya dehidrasi.

Zilva memutuskan untuk rehat sejenak di kursi milik pedagang es kelapa muda. Lokasinya sangat strategis: tepat di bawah pohon mangga yang rimbun.

"Pak, es-nya satu minum sini, ya." Ia mengambil kipas tangan yang ada di tasnya. "Oh iya, bungkus tiga juga, Pak."

"Baik, Mbak," jawab pedagang es kelapa muda sambil memberikan segelas es yang sudah siap diminum ke Zilva.

"Es-nya satu minum sini, Pak."
Seorang laki-laki datang dan duduk tepat di sebelah kiri Zilva. Bibirnya tersenyum manis ke arah gadis itu.

Zilva tersenyum canggung dan menenggak es-nya lagi.

"Hai," sapa laki-laki itu dengan tiba-tiba.

Gadis itu menoleh ke kanan kiri memastikan ia tidak salah dengar. Ia hanya membalas dengan senyum canggung.

Ia memutar otak, dengan jelas ia tak mengenal manusia di depannya. Apakah Zilva se-terkenal itu?

"Udah lama?"

Kepala Zilva sontak menoleh dengan cepat dan menunjuk wajahnya; saya?
Laki-laki itu mengangguk dengan cepat.

"Ah, baru aja minum." Gadis itu menunjuk gelas yang isinya tersisa setengah. "Maaf, kamu siapa, ya?"
Kedua alis laki-laki berambut sedikit pirang itu menyatu, pertanda bingung dengan pertanyaan Zilva.

"Aku? Gabe."

Zilva seketika menatap ke atas; berpikir dengan keras. Berusaha untuk mengingat seseorang bernama Gabe. "Maaf, kamu kenal aku?"

"Pasti, dong, Vania." Laki-laki yang mengaku bernama Gabe itu tersenyum manis. Tangannya mengangkat gelas yang berisi es kelapa muda dan menenggak isinya.

"Ini, Mbak," ucap pedagang paruh baya itu sambil menaruh sebungkus plastik berukuran sedang yang berisi beberapa bungkus es kelapa muda.

"Maaf, bukannya saya sombong. Tapi, saya gak kenal kamu sebelumnya. Hmm ... kalau gitu, mulai sekarang kita teman, oke?" Zilva mengulurkan tangan kanannya, mengajak laki-laki di depannya untuk bersalaman.

Gabe tersenyum getir, ia ulurkan tangan menyalaminya.

"Aku duluan, ya." Zilva beranjak dari duduknya, mengambil beberapa lembar uang dari dompetnya untuk membayar minuman, dan kembali mengendarai motor.

"Ini baru yang namanya sakit tapi tak berdarah," gumam Gabe yang sudah tak bisa didengar Zilva karena gadis itu sudah hilang dari pandangan.

♫~♥~♫

"Sambutlah saudara-saudara, Zilva yang imut sudah datang dengan membawa keceriaan dan kebahagiaan!" teriak Zilva ketika baru saja memasuki rumah. Tangannya ia angkat ke atas dan juga bibirnya tersenyum bahagia.

"Lama banget perjalannya, heran," sahut Christ yang baru saja keluar dari kamar mandi.

"Tadi mampir beli es dulu, eh terus ada cowok yang namanya Gabe. Gak tau kenapa, dia bisa kenal aku, padahal sebelumnya aku gak kenal dia sama sekali."

"Gabe siapa?"

Zilva menoleh dengan cepat ke arah sofa di samping kanannya dan mendapati Gabriel sedang duduk dengan alis yang menyatu. Gadis itu bingung, kenapa kekasihnya bisa ada di sini, padahal dia belum mengabari sama sekali.

"Kamu siapa?" candanya. Zilva terkekeh pelan.

"Jahat banget aku dilupain." Gabriel beranjak dari duduknya dan mengambil es yang ada di tangan Zilva, kemudian meminumnya. "Gabe siapa?"

" 'Kan aku udah bilang, aku gak kenal sama dia."

"Ciri-ciri fisiknya gimana?"

"Ganteng, tingginya gak jauh kek kamu, terus rambutnya sedikit pirang di atasnya." Zilva membuka jaket yang sebelumnya melekat di tubuh.

Gabriel tiba-tiba mengambil ponsel dengan kasar dan mengutak-atiknya. Ia mencari foto Gabe saat bersamanya, jangan-jangan orang yang disebutkan Zilva adalah sahabat karibnya sendiri.

"Ini orangnya bukan?"

"Hah, iya bener banget!" ucap Zilva semangat. "Lah, kamu kenal dia?"
Gabriel terdiam.

Zilva hanya menyatukan alisnya. Kemudian mengedikkan bahu. Ia tak mau kepo berlebihan ke Gabriel.

Kenapa Gabe bisa kenal sama Zilva? batin Gabriel berteriak penasaran.

♫~♥~♫

"Aku harus semangat! Ini shift terakhir aku magang disini."

Gadis berfisik gendut itu masih sibuk di dalam gudang obat. Ruth yang melihat semangatnya, juga ikut tersenyum dan menyemangati dirinya sendiri.

"Eh, Felix. Hari ini hari terakhir kita ketemu, ya? Astaga, takut rindu, nih," celetuk Zilva yang diakhiri dengan tawa.

Felix memutar bola mata jengah. "Aelah, gue sama Ruth itu tetanggan. Kalau main ke Ruth, mampir dulu 'kan bisa?"

"Ogah banget!" balas Zilva yang diakhiri dengan tawa kecil.

Ruth menggelengkan kepalanya. Netranya menangkap Alex sedang sibuk dengan benda kotak bernama ponsel. Kakinya melangkah mendekati laki-laki itu dan menepuk pundaknya pelan.

"Lex, diem diem bae! Habis diputusin pacarmu? Hahaha .... "

"Enggak, bukan gitu. Mood-ku jadi gak enak gara-gara lihat si Felix. Kayaknya dia suka sama Zilva, deh, ketara banget." Alex menolehkan kepalanya ke dua manusia yang berada tak jauh.

Gadis berwajah imut yang duduk tepat di depannya ikut menoleh ke arah pandangan Alex. Ia merasa cemburu. Ruth ingin Alex menatapnya, bukan Zilva yang sudah jelas-jelas memiliki kekasih.

"Hoi, Lex, sadar!"―ia menampar pelan pipi laki-laki yang selama ini ia sukai dalam diam―"Zilva itu udah punya Gabriel. Kamu gak boleh ngerusak hubungan mereka!"

"Memang benar, cinta itu buta, ya?" Bibirnya mengulas senyum, lebih tepatnya senyum miris. Ia tak berharap banyak cintanya akan terbalas.

Sedangkan di sisi lain, Zilva dan Felix masih asyik berbisik ria.

"Hoi, kampret! Kamu kapan nembak si Ruth, sih? Lama banget, keburu diambil orang, tuh." Zilva menoyor kepala Alex tak kira-kira, hingga laki-laki itu meringis kesakitan.

"Santai, dong ..., " ucap Felix sambil mengusap kepalanya. "Dengerin, ya. lo gak pernah tau gimana rasanya jadi gue―"

"Ih, ogah banget jadi kamu, pengecut!" sela Zilva cepat.

Felix menoyor balik kepala gadis di depannya. "Jangan disela. Gue bunuh lo lama-lama."

"Ampun."

"Dari kecil, gue udah suka sama Ruth, cuma dianya gak peka-peka. Pengen gue tembak tapi gue takut." Ia mengembuskan napas kasar. "Dia itu imut, blak-blakan, kadang malu-malu, dan apa pun tentang dia, semuanya gue suka."

Zilva menatap Felix yang netranya tak menatap balik, Felix menatap Ruth dengan senyuman tulus. Ia juga ikut menatap sahabat terbaiknya yang sedang bercanda gurau dengan sahabatnya, Alex.

"Felix, pikirin ini baik-baik sebelum kamu nembak dia. Kalau kamu ungkapin semua, maka kamu harus tanggung resiko jika ditolak, bisa jadi kamu akan kehilangan status sebagai sahabat Ruth. Tapi, kalau kamu gak ungkapin, dia bisa jadi milik orang lain. Coba dulu, dari pada menyesal karena tak melakukan apa pun. Pikir dulu yang matang, tapi, jangan terlalu lama. Kamu lihat si Alex, takutnya,"―ia mendekatkan wajahnya―"mereka berdua saling suka."

"Ish, lo, mah, nakutin-nakutin aja."

Zilva malah terbahak melihat ekspresi laki-laki di depannya. Ia mengembuskan napasnya pelan, tersenyum bahagia dipertemukan dengan teman-teman yang baik dan humoris.

Sialnya, sekarang ia malah rindu kekasihnya, Gabriel. Sudah seminggu laki-laki itu tak mengabari. Ia berniat untuk mengambil ponsel dan menghubunginya, namun, ia ingat jika ia masih di waktu kerja.

"Lo kenapa? Laper?" tanya Felix yang melihat raut Zilva tiba-tiba berubah.

"Enggak, aku kangen sama Gabriel."

"Hm ..., mau gue peluk? Anggap aja gue si Gabriel." Felix merentangkan kedua tangan bersiap untuk dipeluk gadis di depannya.

Zilva menatap aneh ke arah Felix. Otaknya berpikir dua kali sebelum bertindak. Mungkin tidak ada salahnya, lagipula Felix hanya ia anggap sebagai sahabat. Ia menghambur ke pelukan Felix dan menghirup aroma wangi khas laki-laki itu.

"Zilva!"

🍃🍃🍃

Bersambung:)
Vote dan komen? ❤

Gimana-gimana? Masih ngikutin mereka, 'kan? 👉👈
Duh, si Gabe ama Zilva ada apaan, yak? Kasihan si Zilva, hidupnya terlalu banyak masalah, dan aku pun juga ikut pusing :v

Continue Reading

You'll Also Like

498K 53.8K 23
Louise Wang -- Bocah manja nan polos berusia 13 tahun. Si bungsu pecinta susu strawberry, dan akan mengaum layaknya bayi beruang saat ia sedang marah...
4.1M 319K 52
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY β€’β€’β€’β€’β€’β€’β€’β€’β€’β€’β€’β€’ "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...
1.5M 130K 61
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
299K 13.7K 18
Level tertinggi dalam cinta adalah ketika kamu melihat seseorang dengan keadaan terburuknya dan tetap memutuskan untuk mencintainya. -𝓽𝓾𝓡𝓲𝓼π“ͺ𝓷�...