JADED - Wild Liar III

By minaneles

10.2K 1.3K 258

Seulgi selalu berpikir akan baik-baik saja. Tanpa penglihatan pun ia masih mampu untuk menatap dunia melalui... More

Prologue
1
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

2

814 122 5
By minaneles

"Pertemuan yang membosankan," keluh Seulgi ketika ia dan Jada tidak dapat pulang karena hujan yang turun deras. Jada yang tersenyum menanggapi keluhan yang sering ia dengar dari gadis itu. "Tapi senang rasanya mengetahui bahwa masih ada orang baik diluar sana," sahut Jada dengan senyum tulus seraya memandangi hujan sebagai berkah dari langit. Seulgi menyunggingkan senyum sinis, mengandaikan jika saja gadis itu tahu masa lalunya pasti dia tidak akan memperlakukannya dengan sama.

"Kang Seulgi, bolehkah aku bertanya padamu sebagi sesama wanita?" tanya Jada tiba-tiba. Seulgi tidak menjawab dan hanya berdehem setuju. "Bagaimana kau bisa bertemu lelaki seperti Park Jimin? Setiap kali kulihat ia menatapku, terpancar kasih sayang yang luar biasa. Aku... juga ingin bertemu dengan lelaki seperti itu," ujarnya agak malu-malu, akan tetapi Seulgi tidak menangkap perasaan malu tersebut sebagai kelembutan hati wanita yang polos. Dengan lantangnya ia menjawab, "Percayalah Park Jimin yang kau lihat tidak sebagus dengan Park Jimin yang kukenal. Apa bagusnya lelaki itu? Banyak mengancam saja!" rutuk Seulgi seakan ia memiliki dendam tersembunyi. Jada menangkap jawaban tersebut dengan sebuah senyum tipis, "Benarkah?" Hanya itu yang bisa ia katakan setelah harapannya akan jawaban yang akan ia terima dihancurkan.

Bohong kalau Seulgi tidak mengetahui hati seorang wanita polos seperti Jada. Ia hanya sengaja mengucapkan kalimat tersebut untuk mengerjainya, namun malah membuatnya merasa sedikit tidak enak. "Setidaknya dia tampan," celetuk Seulgi untuk menenangkan perasaannya.

"Kau... pernah melihat wajahnya?" Mendadak pertanyaan itu keluar dari mulut Jada yang langsung menutup mulutnya kaget. Hal itu juga membuat Seulgi sedikit terkejut. "Kurasa Jimin tidak menceritakannya padamu, kan?" tebak Seulgi dan dibalas gelengan kecil oleh Jada yang tidak ia ketahui. "Aku terlahir dengan sempurna sampai suatu hari kecelakaan mengambil penglihatanku. Ini belum lama sejak terakhir aku melihat dunia namun aku sudah merasa dunia berubah drastis. Apa aku saja yang berlebihan?" Seulgi bercerita sambil menghadap pada luar gedung yang masih diguyur hujan deras. Ia memang tidak bisa melihat bagaimana wujud hujan hari ini, namun ia bisa merasakan kesejukannya. Dan itu sedikit mendamaikan hatinya.

Kedua mata Jada menyayu. Tangannya merangkul Seulgi dan menyandarkan ringan kepalanya pada bahu gadis itu. "Maafkan aku karena membuatmu mengatakan hal tersebut..." rintihnya.

"Aku tidak bisa membayangkan jika berada diposisimu, mendadak tidak bisa menatap dunia..." lanjut Jada lagi seakan berusaha memancing Seulgi untuk terus menceritakan hidupnya. Atau itu hanya pikiran negatif Seulgi saja karena selama ini ia memang belum menaruh hati pada Jada walaupun gadis itu kelewat baik pada dirinya. Tetapi Seulgi juga sedikit rindu ingin berkeluh kesah pada orang lain terkait hidupnya. Biasanya ia melakukan itu dengan Namjoon, tapi ini sudah berbulan-bulan lamanya ia berpisah dengan lelaki yang tidak terdengar kabarnya lagi. "Menakutkan. Seakan hidupmu jatuh ke jurang terdalam dan tidak ada jalan keluar. Aku seperti hidup dalam kematian," sahut Seulgi pelan, menanggapi perkataan Jada. Sekali lagi gadis itu mengucapkan maafnya pada Seulgi.

Tidak ingin terlarut dalam suasana yang kelam, Seulgi berceletuk, "Hujan membuatku ingin makan ramen."

Jada pun dibuat kembali dalam atmosfer yang normal. "Seharusnya aku memanggil taksi sedari tadi daripada menunggu hujan yang tak pasti." Jada langsung mengeluarkan ponsel dan menjauh sebentar dari Seulgi.

"Benar juga. Aku juga tidak bisa membayangkan aku berada diposisi seperti ini," gumam Seulgi pada diri sendiri. Entah mengapa.

Tak lama Jada kembali dengan membawa kabar bahwa taksi yang dipesan akan datang dalam sepuluh menit. Mendengar hal tersebut membuat Seulgi lega karena sejujurnya ia kurang nyaman berlama-lama di tempat yang biasanya mereka jadikan ruang pertemuan ini. Banyak hawa aneh yang selalu ia rasakan walaupun ia bukan bagian dari manusia indigo di muka bumi.

Seperti yang dijanjikan, taksi datang sepuluh menit kemudian. Dibantu oleh supir taksi, Seulgi berhasil masuk ke dalam taksi dengan pakaian yang sedikit basah. Tidak perlu menunggu lama untuk sampai di restoran ramen yang mereka inginkan, yang Jada inginkan sebenarnya karena Seulgi tidak tahu menahu tentang restoran enak di kota.

Dua mangkuk ramen tersedia di atas meja, Jada yang mengambil duduk di samping Seulgi menunutun gadis itu untuk memegang garpu dan menyendok mie ramen. Sikap yang juga setiap pagi selalu Jimin lakukan untuknya.

"Jam berapa ini, Jada?"

"Lima sore. Kenapa?"

"Bisakah kau menyuruh Jimin untuk menjemputku disini? Setelah itu kau bisa bersenang-senang dengan temanmu."

"Bagaimana kau tahu jika aku akan pergi dengan temanku malam ini?" Jada terdengar senang ketika Seulgi berhasil menebak kegiatannya setelah ini walaupun hal itu merupakan sebuah kebetulan. Gadis itu berpikir bahwa ia berhasil mendapatkan sedikit perhatian dari Seulgi.

Sambil menyeruput ramennya, Seulgi mengatakan dengan datar, "Aku hanya menebak. Jangan berlebihan." Tetap saja itu membuah Jada senang.

Cukup lama mereka berbincang setelah makan ramen, yang sebenarnya didominasi oleh Jada yang menceritakan kehidupan kampusnya. Dimulai dengan asrama yang berhantu, kemudian tugas kuliah yang membuat pusing, dosen yang tidak kompeten dalam mengajar sampai professor yang tertarik dengan penelitian yang ia ajukan. Waktu menunjukkan pukul tujuh dan matahari sudah terbenam. Dari kejauhan, mobil hitam terparkir kemudian muncul Park Jimin dari balik kemudi. Wajah lelah dari lelaki tersebut tidak bisa tertutupi lagi bahkan begitu ia memasuk restoran.

"Hei, maaf aku terlambat. Jalanan macet sekali." Begitu kalimat yang Jimin ucapkan begitu menghadap Seulgi dan Jada.

"Tidak apa-apa, kami berbincang cukup seru juga. Karena kau sudah disini maka kau akan pergi dulu, temanku sudah menunggu." Jada mengundurkan diri dengan sopan lalu meninggalkan restoran.

Jimin mengambil kursi di hadapan Seulgi, kemudian memanggil pelayan untuk memesan. "Kau ingin makan lagi?" tawar Jimin yang membolak-balik buku menu. "Aku tidak ingin menjadi babi," balas Seulgi sarkas yang hanya disambut kekehan lucu oleh Jimin.

"Aku ingin nonton film."

"Ha?"

Jimin berhenti menyumpit mie ramennya begitu mendengar pernyataan aneh Seulgi.

"Kau ingin nonton film?" Jimin mengulangi lagi kalimat tersebut dengan kaget.

Seulgi yang merasa diejek langsung cemberut. "Kenapa? Kau meremehkanku karena aku buta?"

"Maaf, bukan maksudku begitu, Sayang. Kau ingin nonton film? Baiklah kudengar ada bioskop mobil yang beroperasi disekitar sini. Tidak apa, kan?" Jimin merasa bersalah karena sudah menyindir Seulgi namun tidak bisa menyembunyikan kegemasannya pada permintaan aneh gadis itu. Terkadang ia tidak dapat menebak apa isi pikiran Seulgi, bahkan sejak dulu ia memang tidak bisa.












###






Mobil memasuki pintu besar area bioskop. Hanya tinggal menunggu satu antrian mobil, maka mereka akan bisa membeli tiket. Dari arah lapangan terdengar gemuruh riuh suara dari film. Sepertinya mereka terlambat, namun tidak ada yang peduli. Jimin terlalu lelah untuk mematungi sepanjang film dan Seulgi tidak ambil pusing toh ia juga tidak bisa melihatnya.

"Sepuluh dolar per mobil dan lima dolar per orang," ucap penjaga loket. Jimin langsung menyerahkan sejumlah uang dan mendapatkan tiket mereka. Beruntung sekali mereka merupakan penonton terakhir karena tidak ada lagi ruang untuk parkir mobil. Dengan cekatan Jimin memarkirkan mobil di tempat yang sesuai, memundurkan kursi dan menurunkan sandaran.

"Aku tidak mengerti mengapa kau bersikeras ingin menonton film," buka Jimin dalam posisi nyaman yang berhasil ia dapatkan.

"Aku disini tidak untuk menonton," jawab Seulgi cuek, lalu menurunkan sandaran kursinya juga. Jimin sedikit terperanjat ketika kaca mobil diketuk secara tiba-tiba dari luar dan sahutan terdengar, "Popcorn?"

"Aku disini untuk popcorn," lanjut Seulgi dengan wajah sumringah. "Belikan aku ukuran yang besar!"

Jimin terpaksa menurunkan kaca mobil dan menerima tawaran penjaja popcorn. "Kembaliannya lima dolar. Terima kasih." Dan sang penjaja pun pergi. Jimin meletakkan buket besar popcorn diatas paha Seulgi. "Kenapa tidak dimakan? Bukankah kau disini untuk popcorn?" ejek Jimin ketika Seulgi tidak menyentuh popcornya cukup lama. Gadis itu malah termenung.

"Apa yang kau pikirkan?" tanya Jimin lagi dengan santai.

"Kemana penjual popcorn tadi?" Seulgi balik bertanya.

"Sudah pergi. Kenapa memangnya?"

"Ah... tidak apa-apa. Hanya salah dengar..." kilah Seulgi.

"Memangnya apa yang kau dengar sih?" gumam Jimin tak tertarik, justru lelaki itu sibuk mengatur letak kakinya diatas kemudi sambil mengunyah segenggam popcorn.

Padahal jelas yang Seulgi dengar tadi persis seperti suara Jonas, lelaki yang Namjoon temukan tergantung kaku di toilet stasiun akhir.

Continue Reading

You'll Also Like

42.3K 3.1K 47
"Jika ada yang harus berkorban dalam cinta ini, maka itu cintaku yang bertepuk sebelah tangan" - Dziya Idzes "Sekat-sekat ruang yang tertutup layakn...
41.3K 5.8K 36
Cerita tentang perjodohan konyol antara christian dan chika. mereka saling mengenal tapi tidak akrab, bahkan mereka tidak saling sapa, jangankan sali...
123K 8.8K 56
cerita fiksi jangan dibawa kedunia nyata yaaa,jangan lupa vote
47.3K 4K 84
#taekook #GS #enkook "Huwaaaa,,,Sean ingin daddy mommy. Kenapa Sean tidak punya daddy??" Hampir setiap hari Jeon dibuat pusing oleh sang putra yang...