SHIT HAPPENS [RE-PUBLISH]

By DesyMiladiana

775K 12.1K 189

~ Keira Tan ~ Benjamin Orlando, begitu katanya setahun yang lalu. Ben adalah sahabat terbaik dari Calista, s... More

BAB 1 - When it Start
BAB 2 -- Unexpected Night
BAB 3
BAB 4
BAB 5 - Kenzo
BAB 6
BAB 7
BAB 8
BAB 9
BAB 10
BAB 12
BAB 13
BAB 14
BAB 15
BAB 16
BAB 17
BAB 18
BAB 19
BAB 20
EPILOG

BAB 11

5K 548 11
By DesyMiladiana

BEN

Sebuah suara berhasil mengalihkan perhatianku dari wanita di depanku. Kepalaku menoleh, mendapati Kenzo di dalam gendongan Keira. Tanpa pikir panjang lagi, aku segera meraih tas kerjaku untuk menghampiri mereka. Tanganku yang bebas meraih pinggang Keira dan memeluknya. Memberikannya sebuah pelukan dan juga sebuah ciuman padanya. Aku berdecak kesal saat menyadari bahwa bibir rasa stawberrynya ini selalu membuatku ingin menciumnya terus dan terus, sayangnya aku belum berani berbuat lebih lanjut dari sebuah ciuman kilat ini.

Rasanya aku ingin terbahak ketika merasakan tubuh yang kupeluk tiba-tiba menegang hanya karena ciuman kilat dariku. Wanita ini tiba-tiba saja berubah menjadi wanita pemalu dengan kedua pipi merona, begitu menggemaskan. Tunggu, apa yang tadi aku pikirkan tentang Keira? Sepertinya otakku tidak beres, pasti karena efek hari pertama residenku.

"How's your day, kiddo?" Aku mengalihkan perhatianku kembali pada Kenzo seraya meraihnya ke dalam gendonganku.

"Wonderful, Dad."

"Kenzo tadi nggak nakal, kan? Nggak ngerepotin Mommy, kan?" tanyaku yang hanya dibalas gelengan penuh semangat Kenzo. "Good boy."

"Mana hadiah untukku, Dad?"

Pertanyaannya membuatku terdiam sebentar. Lalu, sebuah ide terlintas di kepalaku. "Bagaimana kalau kita makan es krim ?"

Anakku bertepuk tangan gembira, lalu memeluk leherku. "Thank you, Daddy."

"You're welcome." Aku meraih tangan Keira. "Come on, Kei."

Keira tiba-tiba menahan tanganku. Alisku mengernyit sembari menatapnya, sementara dia hanya membalas tatapanku dengan sebuah senyuman diikuti lirikan di balik punggungku. Saking penasaran dengan maksudnya, kepalaku kembali menoleh, ternyata wanita yang tadi berbicara denganku tengah berdiri tepat di hadapanku.

Seketia aku tertegun. Wanita di depanku ini berhasil memutar kenangan masa laluku. Bagaimana bisa ada dua orang yang nampak begitu serupa? Rasanya aku ingin berteriak. Aku mengira tugasku yang tersisa hanyalah melupakan Calista yang kini berjarak ribuan mill jauhnya dari Paris, lalu selanjutnya adalah jatuh cinta pada Keira. Nyatanya aku malah bertemu dengan wanita yang bahkan setiap gerak-geriknya, postur tubuhnya, caranya tertawa membuatku mengingat Calista. Sayangnya, rambut pirang milik wanita ini membuatku sadar bahwa dia bukan Calista. Tapi, bukan hanya itu saja yang membuatku merana dalam proses move on ini. Selama ini aku selalu memanggil Calista dengan sebutan Angel dan sialnya adalah wanita-yang-sangat-mirip-Calista-ini bernama Angel. Dunia benar-benar membuatku semakin susah untuk melupakan Calista.

Hal inilah yang sebenarnya cukup membuatku canggung berada di dekat Angel. Mungkin segala hal benar-benar mengingatkanku pada Calista, sayangnya tidak kelakuannya. Calistaku sangat angun, sedangkan wanita ini begitu agresif, bahkan aku saja menyadari bahwa dia menaruh perasaannya kepadaku di hari pertama kami berkenalan. Tapi, hal itu membuatku bersyukur karenanya aku jadi sadar bahwa Angel bukanlah Calista.

Namun, demi kesopananku padanya, Aku tetap menyungingkan sebuah senyuman. "Angel, aku mengira kau sudah pulang."

"Aku mengira kau akan memperkenalkanku kepada mereka," balasnya. Dia menyunggingkan sebuah senyuman dan lagi-lagi aku harus bersyukur karena senyuman Calista selalu nampak tulus, bukan senyuman judes yang Angel tunjukan.

Tanganku meraih kembali pinggang Keira dan memeluknya erat. "Pria kecil dan tampan ini adalah anakku, Kenzo. Kenzo, say hi to Angel."

"Hi, Angel," sapanya sembari memamerkan deretan giginya.

"Hi, Kenzo." Angel meraih salah satu pipi Kenzo untuk dicubitnya.

"Lalu, wanita di dalam pelukanku ini adalah istriku, Keira."

Lagi-lagi aku merasa tubuh di sampingku menegang. Mataku melirik Keira dan mendapati dia tengah menatapku dengan tatapan terkejut miliknya. Tapi, aku butuh perlindungan, Keira. Aku merasa Angel wanita berbahaya, dan jika aku hanya mengatakan Keira sebagai kekasihku, mungkin Angel masih gencar mengincarku karena status kekasih kami.

"Hi. Je suis Angel." Dia mengulurkan tangannya pada Keira.

"Keira," balas Keira sembari berjabat tangan dengan Angel.

"Senang bertemu kalian. Kalau begitu aku pamit dulu, Ben. See you tomorrow."

Angel kemudian berbalik dan meninggalkan kami. Rasanya aku benar-benar bersyukur wanita itu akhirnya tidak berada di sekitarku lagi. Jujur saja, Aku sedikit gerah melihat wanita yang begitu mirip Calista, namun sifatnya yang berlawanan membuatku ilfeel padanya. Aku kembali meraih tangan Keira dan menggiringnya menuju ke parkiran dengan keheningan yang menyelimuti kami. Tidak biasanya, Keira menurut saja denganku, biasanya dia akan menggurutu atau berbicara sepatah dua patah kata padaku.

"Biar aku saja yang menyetir," ucapku tepat di samping mobil audi merah miliknya.

Tanpa perlawanan Keira langsung melemparkan kunci kepadaku. Dia sama sekali tidak berbicara sama sekali.

"Mengapa, Ben?" Pada akhirnya Keira kembali bersuara tepat saat mobil sudah melaju melaju meninggalkan parkiran rumah sakit.

Aku melirik Keira bingung. Keira tengah menatapku meminta penjelasan yang hanya kubalas dengan tatapan bingung. Memangnya apa yang baru saja aku perbuat padanya hingga dia menuntuk penjelasan dariku?

"Kita tahu bahwa kita belum menikah, bertunangan, ataupun menjalin kasih dalam bentuk apapun. Tapi, kenapa kau memperkenalkanku sebagai istri kepada wanita itu, Benjamin?"

Astaga aku kira apa. Tanpa bisa aku menahan diri, seketika aku terbahak kencang mendengar omelan Keira. Aku mengira ada sesuatu yang buruk yang mengganggu pikirannya. "Kau kekasihku, Kei. Calon istriku."

"Sepertinya aku tidak ingat kau pernah memintaku menjadi kekasihmu? Aku bahkan tidak pernah mendengar kau berkata 'Kei, maukah kau jadi kekasihku?' atau pertanyaan lain semacam itu?" sindirnya.

Keira terlihat kesal. Tanpa sadar aku meneliti wajahnya dari sudut mataku. Wajah asianya yang khas, nampak sangat cantik, walaupun aku tahu dia terlihat sangat lelah dan sedikit berantakan dengan riasan yang nyaris menghilang dari wajahnya. "Oh, come on, Kei. Sudah tidak zamannya berkata seperti itu." Aku berusaha bercanda dengannya, namun sayangnya yang aku dapatkan malah ekspresi kesalnya yang semakin menjadi-jadi.

Aku meraih tangannya, lalu mencium punggung tangannya. "Keira," panggilku.

Dia dengan wajah cemberutnya menoleh padaku untuk memberiku seluruh perhatiannya. "Maukah kau menjadi kekasihku, Kei?"

Seketika keheningan menyelimuti kami. Keira tertegun, sedangkan aku berusaha untuk fokus menyetir dengan satu tangan di jalanan kota paris yang cukup padat sore ini. Aku benar-benar tidak menyangka akan ada hari di mana, dia menanyakan hal ini kepadaku. Seolah-olah aku melupakan fakta bahwa sebenarnya status ini adalah status yang aku putuskan secara sepihak.

"Keira," panggilku lagi. "Setidaknya, kita bisa menjadi sepasang kekasih lebih dulu. Ditahap inilah kita bisa saling mengenal. Aku bisa belajar mencintaimu, begitu juga denganmu. Kau mau kan Keira?" Aku meremas tangannya pelan, berusaha untuk menyakinkan dirinya.

"Oke, Ben," ucapnya pada akhirnya.

Aku kembali mencium punggung tangannya. "Thank you, baby."

"Wanita tadi cantik ya, Ben?"

Memang sih, wanita tadi cantik. Tapi, sekali lagi aku menegaskan walaupun dia cantik dan begitu mirip dengan Calista, dia jelas bukan Calista. Angel itu tidak bisa membuatku luluh dengan sifatnya yang terlalu agresif seperti itu. Hanya saja, ketika wanita diam dan sibuk dengan kegiatannya, mungkin aku bisa teringat kembali dengan Calista dan itu akan membahayakan diriku dan juga Keira.

Selama aku belum bisa berdamai dengan perasaanku pada Calista, selama itu pula aku tidak bisa mencintai Keira setulus hatiku. Seharusnya aku fokus pada Keira, bukan terus terjebak masa lalu, bukan?

"Biasa saja," jawabku bosan.

"Wanita tadi mengingatkanku pada Calista. Aku jadi merindukannya."

"I miss her, too," tiba-tiba saja ucapan itu meluncur begitu saja dari mulutku.

Kei, rindu kita berbeda. Kau merindukannya, karena dia sahabat kita. Sedangkan aku, aku hanya bisa tersenyum miris saat menyadari bahwa aku merindukannya karena mungkin aku masih mencintai Calista.

*****

Tepat pukul dua belas siang, aku sudah dalam perjalanan bersama dengan seorang dokter muda bernama Christian untuk menuju cafeteria. Pria berumur dua-puluh-dua tahun ini terlihat bersemangat sekali saat bertemu denganku ketika menangani pasien yang sama di UGD. Kebetulan sekali Christian adalah pria yang cepat akrab dan ternyata kami memiliki banyak kesamaan.

Selama perjalanan aku selalu tergelak mendengar pertanyaan-pertanyaan polos pria asli perancis ini. Dia terlalu to the point. Bagaimana aku tidak tertawa mendengarnya bertanya pertanyaan yang sangat intim padaku dengan polosnya? Sepertinya pertanyaan yang baru dilontarkannya padaku ini.

"Memangnya kau tidak horny melihat 'itu'-nya cewek?" bisiknya.

"Kami kan sudah disumpah," jawabku santai dan berusaha menahan gelak tawaku.

"Disumpah? Siapa tahu khilaf."

"Begini saja, apa kau akan bernafsu melihat lubang itu berlumurah darah, sobek, dan berbentuk tidak jela? Kalau kau masih juga penasaran setelah ini kau ambil kuliah spesialis dan coba sendiri rasanya." Aku memukul lengannya gemas.

"Maafkan aku senior."

Ternyata cafetaria siang terlihat sangat penuh oleh para dokter dan juga para penjenguk yang menghabiskan waktu makan siang mereka di sini. Christian melangkahkan kakinya menuju ke antrian panjang yang tidak jauh dari kami. "Mau pesan apa, senior?"

Belum sempat aku menjawab pertanyaannya, tiba-tiba seseorang telah memanggilku. Membuat kami berdua serentak menoleh dan mendapati Angel berjalan menuju ke arah kami dengan tangannya yang memegang sebuah nampan kayu yang penuh dengan makanan di atasnya.

"Ben, aku sudah memesankan makanan untukmu. Karena aku tidak tahu kau suka apa, jadi aku memilihkan makanan ini. Makanan ini mengandung serat serta vitamin, jadi aku menjamin makanan ini sehat dan bagus untuk tubuhmu," ucap Angel sembari mengulurkan nampan tersebut padaku.

Aku menghela nafas dalam. Sebagai bentuk sopanku, aku terpaksa mengambil nampan tersebut. Wanita ini benar-benar membuatku kesal dengan caranya yang terlalu berlebihan mendekatiku. Coba dia menunjukkan dengan cara yang malu-malu, mungkin Keira akan terlupakan. Astaga, apa yang sedang aku pikirkan?

"Merci, Angel. But, I think you don't have to do this."

"Never mind. Sekalian menemaniku makan siang, makan siang sendirian itu benar-benar tidak menyenangkan." Angel tiba-tiba meraih tanganku dan menarikku begitu saja menuju ke sebuah meja di tengah ruangan. Bahkan, dia tidak bersusah payah untuk mengajak Christian, yang notabene orang yang sejak tadi berdiri di sebelahku. Aku hanya bisa pasrah saja ketika dia menarikku, mau membentak pun aku juga tidak bisa melakukannya. Bukan pria namanya, jika menyakiti wanita baik secara verbal maupun non-verbal.

Angel duduk di hadapanku, matanya lurus menatapku dengan kedua tangannya yang menumpu di kepalanya. Rasanya aku jengah diperlakukan seperti ini olehnya. Sebuah ide terlintas begitu saja di kepalaku. Buru-buru Aku bangkit, membuat wanita itu terkejut. Senyumku tersungging di wajah seraya mengeluarkan ponsel dari celana kain yang kukenakan. "Aku harus menghubungi istriku. Aku akan segera kembali."

Tanpa menunggu respon Angel, aku pergi begitu saja menuju taman yang berada tepat di samping cafetaria untuk mencari tempat yang aku rasa tidak akan terlihat dari tempat Angel berada. Segera aku menghubungi Keira dan tepat pada dering ketiga wanita itu mengangkat panggilanku.

"Halo."

"Kei," tanpa sadar aku tersenyum tatkala aku merasa hatiku mulai menghangat mendengar suara Keira. Rasanya, seperti aku benar-benar memiliki seseorang istri yang bisa aku hubungi kapapun aku membutuhkannya.

"Benjamin, ada apa?"

"I'm just wondering, what's my girlfriend doing right now?"

"Hanya sedang makan siang bersama dengan Kenzo dan Josh. Ben, kau baik-baik saja?" jawabnya setelah beberapa menit keheningan.

"Kenapa harus dengan Josh, Keira?" Aku menggerutu tidak suka mendengar jawabnnya. Sepertinya aku sudah mengatakan bahwa aku tidak suka dia bersama Josh, tapi kenapa Keira masih saja tidak mendengarkanku?

"Kau bukannya tadi menyuruhku untuk tidak masak hari ini? Jadi, aku memutuskan untuk makan siang di luar bersama Ken, kemudian Josh datang. Jadi sekalian saja aku mengajaknya. Kau aneh sekali?"

Kata-kata Keira berhasil membuatku merenung. Iya aku aneh dan aku menyadarinya. Aku merasa kesal setengah mati mengetahui pria yang bernama Josh itu masih menghantui kami. Perasaan tidak Aku tidak rela jika pria itu masih saja melakukan segala cara untuk mendekati Keira, mengambil hati wanita itu dan pada akhirnya memilihnya untuk menjadi ayah Kenzo. Tunggu, ini bukan cemburu kan? Tidak, aku rasa tidak. Aku hanya merasa bahwa karena saat ini kami adalah sepasang kekasih dan pastinya aku tidak ingin kekasihku bersama dengan pria lain. Aku berdeham pelan. "Harusnya kau memberitahuku bahwa kalian pergi bersama. Aku juga tidak suka kalian sering pergi bersama."

"Benjamin, kau ingin memulai pertengkaran lagi?" bisiknya.

Kenapa dia berbisik-bisik seperti itu? "Tidak. Aku hanya ingin jujur, bahwa aku tidak menyukai pria itu."

Terdengar helaan nafas di ujung sana. "Kita akhiri saja obrolan ini. Aku sedang tidak ingin berdebat denganmu karena sekarang aku sedang makan di depan Kenzo dan juga Josh."

"Baiklah, maafkan aku." Aku menunggunya untuk mengakhiri obrolan kami, tapi nyatanya dia tidak juga mengakhiri obrolannya.

"Benjamin," panggilnya.

Aku tersenyum mendengarnya memanggil namaku dengan lengkap. Selama di Indonesia, orang-orang lebih sering memanggil namaku dengan tidak benar, jadi aku menyingkatnya menjadi Ben. Tapi, wanita ini memanggil namaku dengan benar dan terasa sangat pas sekali.

"Ya," jawabku pada akhirnya.

"Jangan lupa makan siangmu. Aku tutup panggilannya," bisiknya.

Setelah itu terdengar sambungan telpon ditutup. Aku menghela nafas, lalu menatap layar ponsel atau lebih tepatnya aku menatap wallpaper-nya. Di sana terpampang jelas foto kami bertiga saat mengunjungi Place de la Concorde pada malam hari.

Aku benar-benar tidak menyangka bahwa waktu bisa mengubah segalanya. Dulu, ketika aku mengenal Keira sebagai sahabat Calista, aku tidak pernah menganggap wanita itu ada karena yang aku tatap hanya Calista. Tapi, hanya karena satu malam, segalanya berubah dan di sinilah aku berada sekarang. Di Paris dan berusaha mencintai Keira. Dunia sudah gila atau segalanya sudah terbalik?

*****

Mungkin sekitar hampir setengah jam aku melamun sendirian, akhirnya aku memutuskan kembali ke cafetaria dan menyempatkan diri untuk makan siang. Setidaknya waktu beberapa menit bisa membantuku mengisi perut yang lumayan lapar. Tapi, ketika melihat Angel masih setia berada di tempatnya, menungguku tanpa menyentuh makanannya sama sekali membuatku sedikit bersalah kepadanya. Anehnya, kaki ini malah melangkah ke arah lain saat melihat Christian duduk sendirian di dekat jendela.

"Hi, senior. Kau ke mana saja?" Wajahnya nampak kaget saat menemukanku mendekat. Aku mengambil duduk di hadapannya dan akhirnya memutuskan untuk membatalkan makan siangku.

"Ada perlu," bohongku.

"Angel sepertinya menyukaimu, Ben. Dia benar-benar menunggumu hingga tidak menyentuh makanannya."

"Kelihatannya seperti itu." Aku melirik Angel, sepertinya dia belum sadar bahwa aku sudah kembali ke cafetaria.

"Kenapa kau tidak ambil saja kesempatan ini? Dia wanita cantik, seksi, smart, dan benar-benar sempurna. Jika aku jadi kau, aku akan mengambil kesempatan ini."

"Nope! Wanita berpendidikan tahu kodratnya sebagai seorang wanita. Wanita tidak seharusnya mengejar pria secara terang-terangan seperti itu. Wanita seharusnya membuat pria penasaran dengan sikap malu-malunya, lalu pria lah yang mengejarnya. Jika wanita dengan mudahnya menyodorkan dirinya seperti itu, dia sama sekali tidak layak untuk diperjuangkan dan pria yang menyukai wanita seperti itu, menurutku sangat amat bodoh," jelasku.

"You must be kidding, right? Perumpaannya ya, kita ini adalah ikan dan wanita adalah cacing-cacing gemuknya. Kalau kita disodori cacing-cacing gemuk, tentu saja kita sebagai ikan akan memakannya dan—" Aku memotong ucapan Christian untuk melanjutkannya dengan pemikiranku sendiri. Semoga pria satu ini bisa diam dan tidak memaksaku untuk mengambil kesempatan apapun dengan Angel.

"Dan pada akhirnya kita dijadikan lauk makan malam. Jangan beranggapan bahwa kita adalah ikan. Intinya seperti ini saja, kalau kau wanita, berperilakulah sebagai wanita terhormat. Apakah menyodorkan diri seperti umpan dan dengan mudahnya merayu pria secara terang-terangan termasuk terhormat di matamu?"

"Tidak juga sih. Sejujurnya, aku lebih menyukai wanita yang manis dan manja ketika kami bersama." Pria itu menyeringai pelan. Tiba-tiba aku merasa ponselku bergetar di dalam saku celanaku. Buru-buru Aku meraihnya dan mendapati sebuah pesan dari Keira, tanpa aku sadari aku tersenyum saat membaca pesan yang dia kirim.

From : Keira

Sejak tadi aku punya perasaan bahwa kau belum makan siang. Dokter juga manusia, Benjamin, makanlah. Keira.

"Kenapa kau senyum-senyum sendiri, senior?" Christian menatapku heran yang kubalas dengan cengiran bodoh.

"Istriku," jawabku pada akhirnya dengan bibir melengkung ke atas. "Dia menyuruhku makan. Kau tahu, wanitaku ini orangnya sangat cuek. Tapi, baru saja dia juga mengatakan bahwa dia merasa aku belum makan siang. Bukankah ini lucu?"

"Kau memiliki istri?" Christian menatapku dengan kedua matanya yang melebar sempurna.

"Dan seorang putra."

"Wow. Pantas saja kau tidak tertarik pada Angel. Ternyata kau sudah memiliki wanita yang kau cintai dan sedang menunggumu di rumah. Mungkin tentang tadi, karena kalian suami istri pasti pikiran kalian sudah terhubung. Tanpa perlu berbicara, kalian sudah mengerti satu sama lain. Kalian pasti saling mencintai."

Kalimat terakhir yang Christian ucapkan padaku seolah menohokku. Kalian pasti saling mencintai, benarkah kami saling mencintai? Aku hanya bisa terdiam dan mencoba mencerna ucapannya dengan perasaan dan juga otakku. Mencintai? Apakah aku mencintai wanita bernama Keira itu? Bukankah, aku mencintai Calista saat ini? Tapi, aku tidak bisa memungkiri bahwa akhir-akhir ini aku sering memikirkan Keira dan selalu menanti-nanti setiap paginya untuk menatap Keira di dapur apartemennya, memasak.

"Kenapa kau bisa duduk di sini, Ben? Aku sudah menunggumu hampir satu jam, tapi ketika kau kembali kau malah duduk di sini bersama dengan pria ini?" sebuah suara nyaris seperti teriakan berhasil membuyarkan lamunanku.

Kepalaku menoleh, mendapati Angel sudah berdiri di sampingku dengan kedua tangannya yang terlipat di depan dada. Ekspresinya terlihat kesal dan aku tahu bahwa aku lah yang membuatnya seperti itu. Tanpa membalas ucapannya. Aku segera beranjak dari kursiku dan duduk di seberang kursi yang Angel duduki sejak tadi. Angel langsung mengikutiku dan duduk tepat di seberang mejaku, terlihat jelas ada seulas senyum yang dia tunjukkan. Kesal juga lama-lama dengan wanita ini. Tanganku segera meraih nampan makananku dan memakannya dalam diam. Setidaknya biarkan aku mengisi perutku sebelum aku berbicara serius pada wanita ini.

"Kau... menyukaiku, Angel?" tanyaku setelah kami berdua sudah menyelesaikan makanan kami. Aku melirik jam, bagus, masih sisa sepuluh menit. Wanita itu masih terdiam setelah semenit berlalu, oh ayolah setidaknya mengangguk atau menggeleng saja.

Pada menit kedua, akhirnya Angel mengangguk juga. Aku menghela nafas dalam, lalu mulai berbicara baik-baik padanya. "Angel, kau itu sangat cantik, kau juga cerdas, bahkan kau mendekati sempurna. Tapi, maaf sekali aku tidak bisa membalas perasaanmu. Kau tahu jelas bahwa aku memiliki seorang istri dan juga putra. Jadi, aku berharap kau bisa menghentikan semua ini. Carilah pria yang benar-benar kau cintai dan aku sarankan bersikaplah lebih malu-malu." Aku mengatakan padanya sepatah demi sepatah katanya secara perlahan, agar dia tidak tersinggung. Aku harap begitu. "Banyak pria yang menyukaimu. Mereka masih single dan lebih baik daripada aku. Aku bukan pilihan terbaik untukmu, Angel. Terima kasih atas makan siangnya."

Aku hendak beranjak dari dudukku, namun akhirnya wanita itu berbicara juga. "Kenapa?" tanyanya dan tiba-tiba saja Angel terisak pelan.

"Angel." Aku mengacak-acak rambutku dengan frustasi. Kenapa wanita harus menangis jika masalah datang padanya? Mereka benar-benar tahu, bagaimana caranya membuat pria bingung dan juga merasa bersalah. "Aku sudah memiliki istri dan juga anak, bahkan kau sudah bertemu mereka kemarin. Angel, wanita yang mendekati sempurna sepertimu, seharusnya tidak mendekati pria beristri sepertiku."

"Kau, benar-benar mencintainya, Ben?"

Pertanyaan yang Angel lontarkan sekali lagi menohokku. Lagi-lagi aku dibingungkan dengan perasaanku sendiri. Mencintainya? Apa aku mencintai Keira? Aku benar-benar tidak tahu dan sekarang aku kehabisan kata-kata untuk membalas pertanyaan Angel padaku. Seketika aku merasa ponselku bergetar di dalam kantong celanaku. Aku bisa melihat sebuah nama menghubungiku yang efeknya adalah aku tersenyum lebar dan sangat bersemangat ketika mengangkat telponnya.

"Hello, baby." Aku menyapanya.

"Daddy!" Seketika aku merasa tidak enak saat mendengar teriakan panik dari Kenzo di ujung sana.

"Hi, kiddo. What's wrong?"

"Daddy, Mommy pingsan. Sekarang Mommy dibawa ke rumah sakit." Kenzo terisak hebat, sedangkan aku membeku di tempatku. Ada apa dengan Keira? Tuhan, ada apa dengan dia.

"Ken, tenanglah, son. Katakan perlahan ke mana Mommy dibawa. Daddy akan segera ke sana," ucapku dengan suara setenang mungkin.

Kenzo berbicara perlahan. Dia memberikan informasi tentang Keira diselingi isakannya. Tuhan, aku benar-benar tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Rasanya, ketika mendengar Keira pingsan dan anakku menangis hebat, semua sel ditubuhku seolah membeku dan aku tidak bisa berfikir dengan benar. Yang jelas saat ini, tubuhku sudah bergerak sendiri, berlari menuju ke mana Keira akan di rawat, tanpa memedulikan hal lain. Tuhan, jaga wanitaku.

*****

Continue Reading

You'll Also Like

181K 23K 35
Baru setahun menjabat sebagai walikota, Rajendra Sastranegara, paham dia belum memberikan yang terbaik untuk warganya. Namun, pria itu berusaha keras...
581K 1K 5
Kumpulan Cerita Pendek, penuh gairah yang akan menemani kalian semua. 🔥🔥🔥
357K 54.5K 39
Xaveer kira menikah dan bercerai adalah perkara mudah karena wanita yang ia nikahi bahkan bukan siapapun yang istimewa di hatinya. Namun ketika semua...
253K 6.9K 6
"Pernikahan. Hubungan paling rumit antara sepasang manusia. Mau berawal dari cinta ataupun tidak, kalau jodoh ya bahagia, tapi kalau enggak ya pasti...