Takdir Dua Hati | END ✓

By Nina_noona

1.2M 59.5K 875

⛔Nggak perlu baca cerita ini kalau menurutmu cuma buang-buang waktu⛔ SINOPSIS: "Allah, sebenarnya skenario ap... More

Prolog
1 [Panggilan dari Ayah]
2 [Tangisan Mama Renata]
3 [Tentang Fahmi]
4 [Sahabat Nami]
5 [Sebab]
6 [Siapa Fahmi?]
7 [Ternyata Fahmi]
8 [Pernikahan]
9 [Hari Ketujuh]
10 [Satu Hari yang Melelahkan Hati]
11 [Pria Bersweeter Coklat]
12 [De javu]
13 [Sebuah Permintaan]
14 [Bingkai Lama]
15 [Balkon]
16 [Rahasia dari Angga]
17 [David Yantoro]
18 [Dahulu]
19 [Pertemuan]
20 [Tamu tak Terduga]
21 [Cerita dari Mita]
22 [Mencoba]
23 [Belanja Bulanan]
24 [Bakso Pinggir Jalan]
25 [The First...]
26 [Percakapan Malam Itu]
27 [Sementara Pergi]
28 [Pertama Merindu]
29 [Malam Panjang]
30 [Acara Keluarga]
31 [Memori yang Hilang]
32 [Pengakuan]
33 [Heboh?]
34 [Menjadi Ragu]
35 [Hamil]
36 [Menyelimuti Lara]
37 [Perasaan Bersalah Fahmi]
39 [Rahasia Hati]
40 [Ego dalam Diri]
41 [Puncak Kekecewaan]
42 [Perkara Masalalu]
43 [Ingin Sendiri]
44 [Mencari]
45 [Mengemis Rindu]
46 [Bersabar]
47 [Usaha Raelisha]
48 [Lembar Usang dalam Kenangan]
49 [Lembar Usang dalam Kenangan 2]
50 [Cacat yang tak Nampak]
51 [Takdir Dua Hati]-END-
Epilog
PROMOSI CERITA BARU :))
Extra Part

38 [Kembali tak Tersentuh]

20.4K 1K 16
By Nina_noona

Usai menumpahkan segala kesedihannya, Fahmi kembali bersikap biasa. Ia menemani Nami pulang, namun tak menjawab pertanyaan Nami barang sedikitpun.

"Suaminya sedang dalam perjalanan." Hanya itu yang Fahmi katakan ketika Nami bertanya mengapa tak seorangpun datang untuk melihat kondisi Rae saat ini?

Nami terdiam di atas tempat tidur, meringkuk, bergulung di dalam selimut tebalnya. Ruangan tak seberapa besar itu begitu lengang, hanya terdengar sayup-sayup suara angin yang menyingkap tirai, aroma dari sisa hujan menguar di udara.

Nami sampai di rumah pukul satu dini hari, bersama dengan Fahmi yang tak bicara sepatah katapun. Usai membersihkan diri dan berganti pakaian, pria itu memilih untuk masuk ke dalam selimut dan beristirahat. Sedang Nami, matanya tak bisa terpejam barang sebentar, rasa ingin tau serta perasaan was-was selalu mengganggunya.

Keingintahuannya tentang apa yang sebenarnya terjadi pada Rae, sampai Fahmi menyalahkan dirinya seperti tadi. Juga rasa was-was akan perubahan sikap Fahmi padanya, padahal hubungan mereka sudah sampai sejauh ini.

Tangannya mengusap perutnya yang rata, apa yang akan terjadi pada mereka nanti? Akankah hubungan ini terus berlanjut? Atau terhenti? Lalu bagaimana nasib anaknya nanti? Apakah tega ia melihat anaknya tumbuh tanpa orang tua yang lengkap, bahkan sebelum ia melihat bagaimana indahnya dunia.

Setetes yang bening jatuh membasahi pipi, namun secepat mungkin ia hapus air mata itu, Nami mencoba menahan isaknya agar Fahmi tak terusik, padahal dadanya sesak sekali saat ini.

Allah, kuatkan hamba..
Kamu harus kuat Nami, demi anak ini, demi anakmu.

🍂🍂🍂


Pagi-pagi sekali Nami sudah bangun dari pembaringan, sudah sibuk berkutat di dapur, sudah rapi dengan gamis panjang berwarna salem dan pasminah senadanya.

Melihat itu, Fahmi yang baru pulang dari kegiatan rutinnya shalat subuh berjamaah mengernyitkan kening.
"Kamu mau kemana?" Tanya Fahmi.

Nami yang tengah memasukkan beberapa buah segar dari kulkas ke dalam sebuah totebag kanvas itu menoleh ke arah Fahmi, ia mengulas senyum tipis, beralih menghampiri pria itu.

"Sudah pulang, Kak?" Ujarnya, mengecup penuh khidmat punggung tangan sang suami.

Fahmi mengangguk, memberikan kecupan singkat pada kening Nami. Lagi-lagi ia bertanya hal yang sama. "Kamu mau kemana sudah rapi begini?"

"Ah, itu.. aku mau besuk Kak Rae, boleh?"

Mendengarnya Fahmi tak langsung menjawab, ia diam beberapa saat. Melihat perubahan sikap Fahmi membuat Nami hatinya tercubit, sebesar itukah perasaan Fahmi pada Rae? Sampai ketika melihat wanita berparas ayu itu terbaring lemahpun Fahmi bisa seterpuruk ini.

Ah... ayolah, berhenti berasumsi seenaknya, jangan terus menerus menyakiti hati dengan pikiran-pikiran yang belum tentu benar itu!

Batinnya mengingatkan.

Tak lama, terlihat Fahmi mengangguk kecil, "Ya, tentu." Katanya.

Nami tersenyum lebar, "Bagaimana keadaannya sekarang?"

"Sudah mulai membaik."

"A..aku berangkat sama Kak Fahmi boleh?"

"Ya," kembali Fahmi mengangguk, mulai berjalan menuju kamar mandi, "Aku mandi dulu." Ujarnya.

Dan Nami hanya bisa diam di tempatnya, memperhatikan punggung besar pria itu sampai akhirnya menghilang di balik pintu.
Ia menghela napas.

Kembali, pria itu kembali tak tersentuh.

🍂🍂🍂


Mereka sampai di pelataran rumah sakit. Nami langsung berjalan menuju ruangan Rae saat ini setelah Fahmi mengarahkannya, sedang pria itu memilih pergi ke ruangannya dahulu, beralibi kalau ada pekerjaan yang harus ia kerjakan.

Nami mengetuk pintu dengan perasaan berdebar, mengucap salam sebelum masuk ke dalam.
"Assalamualaikum.."

"Waalaikumsalam.." suara yang begitu lemah itu menjawab, membuat hati Nami bergetar.

Hampir Nami menumpahkan tangisnya ketika melihat keadaan Rae saat ini. Luka memar memenuhi wajah dan beberapa bagian tubuhnya, perban menutup lengan, kaki, serta kepalanya. Namu wanita itu masih bersikap tegar dengan mengulas senyum manis pada Nami yang sekarang mulai berjalan mendekat padanya.

"Kak, gimana kondisi Kakak sekarang?" Nami bertanya sambil mati-matian menahan tangis. Tak tega melihat wanita cantik itu berbaring tak berdaya di ranjang pesakitan itu.

Pantas Fahmi nampak sedih, dilihat dari luka yang Rae terima, mungkin saja kecelakaan itu bukanlah kecelakaan kecil.

"Alhamdulillah, aku baik-baik aja kok."

Dan ia masih bisa mengatakan baik-baik saja saat kondisinya seperti ini?

Hah... kini ia tahu mengapa Fahmi bisa sampai jatuh hati sedemikian dalam pada wanita ini, ia tegar, kuat dan tabah. Siapa yang takkan jatuh hati pada wanita luar biasa sepertinya?

Diletakannya buah tangan yang Nami bawa di atas nakas, lantas ia mengambil duduk di kursi dekat ranjang yang Rae tempati.

"Kakak sendiri aja?" Nami melihat sekeliling, baru sadar kalau wanita itu tengah sendiri di ruangan ini.

"Ada Mas Hendra, dia lagi keluar sebentar."
Jawaban itu bagai bisikan di telinga Nami, saking lemahnya kondiri Rae saat ini.

Nami manggut-manggut. Ini kali pertama mereka bercakap-capak bersama.

Namun, bukan hanya untuk menjenguk Rae saja ia kemari. Nami sebenarnya memiliki beberapa pertanyaan, namun ragu untuk mengutarakan, takut mengganggu Rae dan membuat kondisi wanita itu malah memburuk.

Tapi sepertinya Rae mengerti akan kegelisahan yang Nami alami saat ini, tangan lembahnya terangkat perlahan, mengusap punggung tangan Nami yang berada di atas tempat tidurnya.

"Ada apa? Kamu pasti mau tanya tentang apa yang terjadi sama aku 'kan?"

Terkejut? Tentu saja.
Nami sampai menjengit dibuatnya.
Bagaimana Rae tahu tentang hal itu?

"Tenang aja, ini cuma kecelakaan kecil Kok. Kamu nggak usah khawatir ya?"

"Kecil? Keadaan Kakak yang kayak gini Kakak bilang itu cuma kecelakaan kecil? Masa sih? Aku nggak percaya, Kak."

Terdengar Rae terkekeh kecil, "Aku nggak apa-apa, makasih sudah khawatir sama aku. Dan untuk masalah Fahmi.."

Lagi-lagi Nami menjengit, kenapa wanita itu juga tahu mengenai Fahmi?

"Kamu tenang aja, nggak ada apa-apa di antara kami, sama sekali. Kamu milik Fahmi, dan selamanya akan seperti itu."

🍂🍂🍂


Saat Nami sampai di ruangan Fahmi, ia menemukan pria itu tengah memeriksa beberapa berkas, sepertinya tengah membaca data-data pasien yang sedang ia tangani.

"Assalamualaikum,"

Uruk salam dari Nami berhasil membuat Fahmi mengangkat wajahnya, "Waalaikumsalam."

"Kak, a..aku mau izin pulang."

"Sudah selesai menjenguknya?" Fahmi bertanya seraya kembali memfokuskan pandangan pada kertas yang ada dalam genggamannya.

Nami mengangguk. "Iya, sudah."

"Kalau gitu hati-hati."

"Iya."

Wanita bermata bulat itu menghela napasnya, berbalik kembali menghadap pintu. Baru hendak memutar gagang pintu, suara Fahmi membuatnya berhenti sejenak.

"Kamu melupakan sesuatu." Katanya.

Ah, Nami langsung teringat.

Ia kembali berjalan menuju Fahmi, pria itu sudah berdiri si samping meja besarnya.
Nami mengulas senyum, meraih tangan besar Fahmi dan menciumnya penuh khidmat.

Namun, bukannya memberikan kecupan singkat seperti biasanya, Fahmi malah menariknya dalam sebuah dekapan hangat.
Pria itu menyembunyikan wajah di ceruk leher Nami yang tertutup pasminah, mengirup dalam-dalam aroma vanilla dari tubuh wanita itu.

Dan Nami hanya bisa terdiam, apa sebenarnya yang diinginkan pria itu?



24 Agustus 2019

Continue Reading

You'll Also Like

2.5M 288K 68
ZINNIA : CINTA TANPA KOMA Novelnya masih bisa dipesan📌 ≪•◦ ❈ ◦•≫ Fyi: alurnya masih berantakan, yang rapi versi novelnya. Gak maksa kamu buat baca...
10K 587 4
bagaimana kisah kelanjutan mereka?come on read my story 📘 Bahasa ga baku yaww 😂
BLACKMOON. By blu

Teen Fiction

836 81 4
( SHORT STORY ) [ 18+ ] Adeline bersumpah akan membalaskan dendam kembaran nya kepada Blackmoon. Blackmoon adalah nama geng motor yang di kuasai oleh...
518K 44.2K 50
Avasa sangat membenci kehidupannya, gadis itu memutuskan keluar dari rumah dan memulai kehidupannya sendiri. Dia ingin membuktikan pada sang papa bah...