DEVANO [TERBIT]

Door Flowersbyy

22.5M 223K 8.4K

[JANGAN DIBACA KALAU GA MAU NYESEL. CERITA TIDAK LENGKAP.] Devano adalah cowok playboy kalangan atas yang mam... Meer

1. DEVANO [REPOST]
3. DEVANO [REPOST]
4. DEVANO [REPOST]
5. DEVANO [REPOST]
6. DEVANO [REPOST]
7. DEVANO [REPOST]
8. DEVANO [REPOST]
9. DEVANO [REPOST]
11. DEVANO [REPOST]
12. DEVANO [REPOST]
13. DEVANO [REPOST]
14. DEVANO [REPOST]
New Story

10. DEVANO [REPOST]

418K 14.9K 642
Door Flowersbyy

"Kata orang, status itu penting. Untuk mengikat sebuah hubungan. Namun, bagaimana jika rasa tidak nyaman berasal dari status itu sendiri?"

Viona Clarisa.

•••••••🥀🥀••••••••

Viona berjalan tergesa-gesa dengan membawa setumpuk buku menuju perpustakaan. Ruangan perpustakaan nampak sunyi dan hanya diisi satu sampai dua orang siswa saja. Viona memelankan langkahnya ketika sampai di pintu perpustakaan. Senyumnya terukir kala melihat penjaga perpustakaan yang kebetulan ada di dalam.

Dug!!

"Maaf, gue nggak sengaja," Viona memunguti buku-buku di tanganya yang terjatuh akibat menabrak seseorang yang memunggunginya.

"Vio?"

"Kak Gavin?"

Viona duduk diikuti Gavin yang juga ikut duduk di sebelahnya, Gavin memulai pembicaraan terlebih dahulu untuk membuat topik.

"Lo sama Devan, jadian?" tanya Gavin lirih tanpa menatap mata Viona.

"Enggak," jawab Viona dengan nada sewot, setiap kali ada yang membicarakan Devan, Viona akan selalu sensi duluan.

Gavin mengusap lengan Viona lembut, Gavin tersenyum kecut mengingat Devan yang begitu agresif dan viona yang hanya pasrah di perlakukan Devan seperti itu.

"By the way, lo ngapain, di sini kak?"

"Gue disuruh cari novel Bu Naya buat tugas bahasa Indonesia,"

Viona mengangguk angguk paham, kemudian mengambil novel di tangan Gavin lalu membalikkan sampul buku dibelakangnya dan membaca sinopsis novel tersebut.

"Keluarga," kata Viona setelah membaca sampul belakang novel tersebut.

"Gue anti novel sebenernya," sela Gavin lalu berdiri memilah-milah buku novel yang ada di hadapannya.

"Yah, kok gitu? Gak suka baca berarti," kata Viona disusul dengan tawa renyah gadis itu.

Sejenak Gavin terpana dengan tawa yang viona barusan, terpesona dengan tawa alami yang terdengar begitu merdu di telinganya. Rasanya Gavin ingin menghentikan waktu agar lebih lama dengan gadis di sampingnya ini.

Seketika Gavin menepis pemikiran konyolnya yang tak masuk akal itu dengan memutuskan untuk kembali kelas.

"Gue duluan Vi, kalau lo diapa-apain sama Devan bilang sama gua ya?"

Viona terkekeh kemudian mengangguk membiarkan Gavin keluar dari perpustakaan setelah menemukan buku yang ia cari. Viona menata kembali buku-buku yang ia bawa dari kelas.

"Asik banget kayaknya," Seketika Viona berhenti menata buku-buku dirak buku. Jantungnya mencelos mendengar suara berat dibelakangnya.

Belum sempat Viona mengahadap ke belakang, tanganya sudah genggam dan bahunya didorong hingga menubruk rak buku.

Perpustakaan sudah sepi, tidak ada Siswa atau guru lain. Viona menunjukkan raut waspada kepada Devan, gadis itu menelan ludahnya merasa takut dan terancam karena Devan tepat berada dihadapannya.

"Lepasin!!" Viona menghempaskan tangan Devan dengan kasar yang sukses membuat Devan terkekeh geli.

"Tadi ngapain aja, hmm?" Devan mencengkram kedua bahu mungil Viona, membuat Viona meringis menahan sakit diarea bahunya.

"Maksud lo apa sih!! Gue nggak ngerti, sumpah!" Viona menatap garang kearah Devan.

"Tadi dua-duan, itu apa? Emang gue nggak liat?"

Apa dua-duan? Hei! Terserah dong mau dua-duan! Toh sama-sama Free dan mereka tidak berbuat yang macam-macam, hanya sebatas mengobrol. Tidak lebih.

"Kenapa? Mau dua-duaan kek, mesra Mesraan, emang lo tuh siapa?" tantang Viona seraya menajamkan matanya.

Nafas Devan memburu. Darahnya mendidih hingga keubun-ubun, Viona sungguh menguji kesabaranya.

"Jomblo, lo?" tanya Devan dengan seringaian tajamanya lalu menarik tangan Viona menuju kantin sekolah yang terlihat ramai lantaran sedang istirahat.

"PERHATIAN SEMUANYA!"

Devan berseru lantang kepada semua penjuru kantin. Ia menarik tangan Viona hingga Viona menubruk dada bidangnya kemudian Ia memeluk pinggang gadis itu penuh kepemilikan.

"DENGERIN, MULAI HARI INI, PUKUL SEPULUH MENIT KEDUAPULUH, DETIK INI JUGA, VIONA CLARISA ANAK KELAS X IPS 1 JADI MILIK GUA!"

"Ha? Nggak salah?" Siswi yang sedang meminum air mineral tiba-tiba tersedak.

"Astaga!!"

"Astagfirullah,"

"Kok, bisa?"

Semua Siswa dan Siswi dibuat terkejut dadakan oleh Devan yang terang terangan mengklaim Viona sebagai miliknya. Cewek-cewek merasa tidak suka dan perlahan-lahan timbul kebencian.

Para Siswi yang sekelas dengan Devan yang sejak kemarin sudah tidak suka dengan Viona, jadi tambah tidak suka, bahkan mereka terang-terangan mengejek Viona.

Sementara cowok-cowok di situ hanya menatap datar tanpa berniat bersuara. Kecuali ke tiga sahabat Devan yang memang otak dan mulutnya di desain untuk menghujat Devan.

"Yah, mulai lagi tuh Pak Boy cap tikus," Gilang berdecak malas.

"Emang demen cari masalah, ntar paling gada seminggu juga putus, ya nggak Rick?" seru Reza kepada Ricky.

"Yo' i,"

Gavin berjalan tanpa menatap kedua sejoli yang tengah ramai diperbincangkan itu, ia berjalan dengan tatapan dingin tanpa berniat mengucapakan apa-apa untuk Devan,

Sedari tadi, Viona diam menahan malu dengan pipi yang bersemu merah dan semakin merah. Pasokan oksigen di sekitarnya seakan-akan menipis dan mulai menghilang. Beruntung bel istirahat berakhir, mejadikanya bisa terhindar dari Devan cowok kecakepan itu.

•••••🥀🥀•••••

Pelajaran matematika telah berkahir. Viona memasukan semua buku- bukunya kedalam tas. Dan tak lupa ia masih menenteng buku yang nantinya berada di tanganya.

"Cie-cie yang barusan di milikin, dimilikin siapa sih?" seru Qila seraya mengedipkan matanya jahil.

"Qila, Devan itu gila, jangan di dengerin!"

"Tapi suka kan?"

"Enggak, sama sekali!"

"WOY!"

Qila dan Viona kompak menoleh ke arah pintu yang terdapat Boni di ambang pintu. Gadis itu tersenyum jahil kearah Viona.

Sementara Viona hanya memutar bola matanya jengah melihat Bonita yang mulai Somplak seperti Qila.

"Pj dong," ujar Boni dengan senyum jahilnya setelah masuk kedalam kelas Viona dan Qila.

Belum selesai mengambil buku-buku di mejanya, tangannya tiba-tiba di tarik dengan lembut keluar dari kelas.

"Apaan sih!" Viona menghempaskan tangan Devan dengan kasar.

"Balik bareng gue," titah Devan tanpa bantahan. Tanganya masih setia mencengkram pergelangan tangan Viona.

"Apa? Gue nggak mau!! Gue balik bareng Qila dan Boni, jadi gak usah narik-narik tangan gue! Paham?"

"Vi, kayaknya kita nggak bisa nebengin lo deh, gue sama Boni mau ke sesuatu tempat dulu, lo bareng Devan aja ya?" Viona hampir saja mengeluarkan umpatanya pada Kedua sahabatnya yang tak bisa diajak berkerja sama saat ini.

"Kok gitu? Gue balik bareng siapa dong?"

"Bareng gua Vi," Bukan Qila dan Bonita yang menjawab ucapan Viona, namun Cowok yang menarik tangan Viona.

"Bay-bay Piooo, kita duluan ya?" Qila menarik tangan Bonita keluar dari kelas meninggalkan Viona dan Devan.

"Yuk, pulang,"

Devan kembali menarik Viona masuk kedalam parkiran tempat motornya berada. Devan mengambil Helm Scoopy merah yang berada di jok belakang motor dan memakaikannya kepada Viona.

Namun Viona berusaha berontak, dengan menghempaskan tangan Devan, tetapi tanganya di tahan oleh Cowok itu yang tenaganya jauh lebih besar darinya.

"Diem!!" titah Devan mutlak dengan suara berubah dingin. Tatapan matanya pun tajam dan tak seperti biasanya yang petakilan. Nyali Viona menciut mendengar nada suara Devan yang tak seperti biasa. Sementara Devan menyeringai tipis melihat Viona yang menjadi penurut dan diam hanya dengan tatapan tajamnya. Tanpa Viona sadari, Devan menaikan sudut bibirnya hingga senyuman tipis tercetak jelas di bibir tebalnya.

"Naik," Viona tetap diam seraya mencerna kata-kata Devan dan Sesekali mengerjabkan matanya lucu, membuat Devan gemas sendiri.

"Sayang, naik," Devan berujar lembut dibalik Helm gaharnya. Viona melongo, kenapa tiba-tiba Devan berubah lembut dan hangat? Dan apa yang cowok itu ucapakan? Sayang? Astaga!! Viona berusaha tidak melibatkan perasaan kali ini. Pesona Devan memang benar-benar berbahaya.

••••🥀🥀••••••

Motor Devan melaju di tengah keramaian kota Jakarta. Cowok itu mengendarai motornya dengan kecepatan sedang. Namun ada yang aneh, semakin lama laju motor Devan semakin kencang seiring lurusnya jalanan.

"DEVAN, PELAN-PELAN!" teriak Viona dengan tangan yang memeluk erat pinggang ramping Devan seraya memejamkan matanya guna menetralisir rasa takut dan mual- mual nya. Devan sungguh menguji nyalinya dengan semakin melajukan motornya. Rasanya Viona ingin sekali meloncat dari motor Devan saat ini juga.

Setelah sampai di rumah, Viona berlari menuju pojokan rumah dan memuntahkan isi perutnya namun tak ada yang keluar, hanya cairan putih yang mendominasi. Kepalanya seperti di putar-putar, jalanya hampir limbung jika tak ada yang menyangga pinggangnya.

"Lo mau bunuh gue? Mentang mentang badan gue kecil, mentang mentang lo lebih tua dari gue, seenak nya aja, iya!" Viona mencak-mencak dengan tangan yang berada di kedua pinggang.

"Dasar lemah, gitu aja lebay," Mata Viona memicing menatap Devan. Nafasnya memburu naik turun tak beraturan. Apa katanya? Lemah? Hei, siapa yang tahan dengan laju motor seperti kilat barusan? Orang lain pun akan sama sepertinya.

"Udah?" tanya Devan setelah nafas Viona berangsur-angsur normal kembali.

Raut wajah Viona berubah bingung. Matanya berkedip lucu

"Sayang, marahnya udah?"

Viona menganga dengan mulut terbuka lebar, apa tadi katanya? Sayang? Nggak salah?

Setelah membawa motor ugal-ugalan dan membuat jantungnya bekerja dua kali lipat, dengan mudahnya ia bicara seperti itu? Astaga!

Merasa tak ada tanggapan, dengan santainya, Devan mencubit lembut pipi tembam Viona. Lalu berpaling dari hadapan Viona dan menyalakan motornya menjauhi pekarangan rumah Viona, tidak mempedulikan sikap Cengo Viona karena ulahnya.

Kok, dia tau rumah gue si?

Viona kembali berkedip, memang seperti itu, matanya akan reflek berkedip dua kali dikala bingung dan ketakutan, tanpa pikir panjang, Viona langsung memasuki rumahnya dengan pikiran yang bercabang.

"Hayo, di anterin siapa?" Viona terperanjat mendengar suara ibunya yang tiba-tiba ada di hadapannya.

"Astaga Mamah! Ngagetin tau nggak,"
Santi tersenyum lalu menghampiri putrinya dengan langkah pelan.

"Tadi itu temen, Mah," jawab Viona sebelum ibunya mencercanya dengan pertanyaan-pertanyaan konyol yang nantinya akan menjurus ke hal-hal yang aneh.

"Papah mana?" tanya Viona berusaha mengalihkan perhatian Mamahnya.

"Papa kan kerja, Sayang, gausah pura-pura lupa deh,"

"Tau aja Mamah,"

"Yaudah Vio mandi dulu Mah, Bubay," Viona berlari-lari kecil menuju tangga yang menghubungkanya dengan kamarnya yang berada di lantai atas.

Selang beberapa menit, Mamahnya kembali memanggil untuk makam bersama, meskipun baru pukul Empat, Viona tetap saja makan.

"Sayang, makan sini, Papah udah pulang nih, katanya kamu kangen," teriak Santi dari arah bawah.

Viona bergegas turun dari kamarnya menuju ruang makan. Viona mendengar ada ayahnya ikut makan bersama. Ayahnya ini memang jarang sekali ikut makan bersamanya dan ibundanya. Ayahnya lebih mementingkan tumpukan berkas yang menggunung itu dari pada ia dan ibundanya.

Viona menghambur ke pelukan hangat ayahnya. Ia menenggelamkan kepalanya di dada bidang sang ayah yang paling nyaman sedunia.

"Papah, Vio kangen, Papah suka banget keluar kota tapi nggak- ngajakin Vio sama Mamah," Viona merengek dengan suara imutnya.

"Anak Papah manja banget sih, uluh- uluh," Ferdi mengelus pucuk kepala Viona penuh sayang.

Santi tersenyum melihat ke harmonisan ayah dan anak di hadapanya. Sisi manja Viona membuat siapapun tersentuh untuk menyayangi dan melindunginya dari dunia luar yang jahat. Sikapnya yang mudah menurut kian membuat ia dan suaminya khawatir.

"Papah bawa sesuatu buat Vio," kata Ferdi sembari merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah kotak hitam yang diyakini didalamnya berisi jam tangan dengan harga fantastis.

Dibukanya kotak hitam itu, dan tampaklah jam tangan keluaran terbaru dengan lapisan berlian di tepi lingkarannya.

"Aaaa, Papah, makasih, makin sayang deh, Vio sama Papah," Viona kembali memeluk tubuh besar ayahnya.

"Sama-sama, sayang," balas Ferdi dengan mencium pucuk kepala Viona penuh cinta.

•••••🥀🥀•••••

Terimakasih sudah meluangkan waktu untuk membaca cerita ini,


Repost, Minggu 25 Oktober 2020

Ga verder met lezen

Dit interesseert je vast

994K 14.9K 26
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
14.7K 2.5K 59
Awal yang buruk menjadi bagian dari ujian hidup yang begitu berat ia rasakan. Dervin yang dibesarkan disebuah keluarga yang tak sehat, hal itu tak me...
3.3M 168K 25
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...
3M 45.9K 8
Angkasa Arslan Melviano, Ketua Gennaios. Laki-laki dengan tatapan dingin juga tajam dan rahang yang tegas. Angkasa yang mempunyai sifat seperti bungl...