Forever Mine

By 23gwen

4.7M 208K 10.8K

"Apa kau selalu seperti ini?, memerintah orang untuk melakukan apa yang kau mau?" lanjutku sambil menatapnya... More

prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50
Tolonggg yaaa
Chapter 51

Chapter 52

14.6K 803 405
By 23gwen

"Lakukan dengan perlahan Ash" Ujar Sean saat aku memakan makananku. Aku bersyukur ketika Sean memesankan sarapan untukku, dia bahkan tidak menunggu ijin dari Dr Mallory sebelum meletakkan sarapan di depanku. Perawat yang masuk untuk memeriksaku terkejut ketika melihat makanan tapi mereka tahu lebih baik untuk tidak berkata apapun pada Sean.

"Ashley, aku bilang perlahan lahan" kini Sean meraih garpuku dan beralih menyuapkan telur orak arik dengan perlahan.

"Aku tahu kau lapar, tapi kau akan tersedak sayang, tolong berhati hatilah" dia kembali menyuapkan beberapa potong telur lagi hingga tidak ada sisa lagi di piring.

"Apa kau masih merasa lapar sayang?, aku bisa memesankannya lagi jika kau mau" tanyanya sambil menyelipkan beberapa helai rambut ke telingaku, aku menggeleng lalu kembali berbaring di tempat tidur.

"Kau tetap tidak akan bicara padaku?" dia menghela nafas panjang saat tidak mendapatkan respon dariku.

"Maafkan aku Ashley, katakan padaku apa yang harus kulakukan dan aku akan melakukannya" tatapannya terlihat sangat menyedihkan saat dia membungkuk untuk mencium pelipisku.

"Sampai kapan kau akan menghukumku Ash?" aku kembali merasakan kelembaban di wajahnya dan menemukan air matanya lagi, jadi aku mengusap airmata dari pipinya dengan telapak tanganku.

"Aku menanyakan hal ini lagi padamu Sean, dan ini akan jadi terakhir kalinya aku akan bertanya" aku tidak bisa mencegah getaran suaraku ketika aku mengatakannya, kini perhatian Sean terarah kepadaku, kedua tangannya meraih tanganku dan menggengamnya dengan erat.

"Satu pertanyaan lagi dan kau akan mengakhiri penderitaanku?"

"Ya Sean, hanya satu pertanyaan dan kita akan mengakhiri semuanya"

"Baiklah sayang" Sean tersenyum lalu mengecup puncak kepalaku beberapa kali, aku menjauhkan diri dari Sean untuk menjernihkan pikiranku, karena apa yang akan aku tanyakan akan menentukan jalan hidup kita.

"Apa kau akan melakukan tes DNA anak itu?" saat aku menanyakan hal itu, mata Sean dipenuhi kilat amarah, dia balas menatap kedua mataku dan meraih daguku.

"Tidak, kenapa aku mau melakukan hal yang membuatmu memiliki lebih banyak alasan untuk tidak menginginkanku" Dia mengatakan hal itu seolah bukan masalah besar, seolah itu tidak menyangkut kehidupan orang lain, bagi Sean kehidupan hanyalah hitam dan putih dan mungkin bagi ibuku juga seperti itu. Tapi bagiku semua tidaklah sesederhana itu, bagiku pemikiran seperti Sean dan Ibuku akan menghancurkan hidup beberapa orang, dan mereka bahkan tidak menyadari hal itu, atau mungkin menolak untuk perduli.

"Ashley, lihat aku" cengeraman Sean di daguku mulai terasa mengganggu, sentuhannya tidak lagi terasa hangat, tindakannya juga tidak lagi membuatku merasa aman, semuanya terasa asing untukku. Aku bahkan tidak tahu lagi siapa yang harus ku benci, apakah aku harus membenci diriku sendiri karena telah mencintai Sean, ataukah aku harus membenci Sean karena telah membuatku mencintainya. Kurasa kini semuanya tidak lagi penting karena satu hal yang aku tahu pasti adalah kita berdua sudah jatuh cinta.

"Tidak masalah apa yang wanita itu katakan, karena bagiku satu satunya anak yang kumiliki akan berasal darimu, saat itulah aku akan menyebutnya anakku, anak kita"

"Baiklah Sean" aku hanya mengatakan dua kata itu karena aku tahu berapa kalipun kita berdebat tidak akan pernah mengubah jalan pikirannya, satu hal yang masih tidak dia mengerti adalah bahwa aku mengerti bagaimana rasanya tidak diinginkan oleh orang tuaku. Sean tersenyum tangannya beralih menangkup sisi wajahku dan mengecup bibirku dengan lembut.

"Terasa hampir selamanya sejak terakhir kali kau membiarkanku mengecup bibirmu, aku sangat merindukanmu Ashley" Sean menyandarkan dahinya pada bibirku dan menahannya tetap seperti itu selama beberapa saat.

"Aku juga merindukanmu" bisikku sambil memejamkan mataku, sesaat kemudian aku mendengar ketukan pintu dan Sean menghela nafas panjang tapi tidak melepaskan lengannya yg melilit tubuhku.

"Aku meminta Richard untuk membawakan beberapa barang dan pakaianmu" Sean berujar sambil mengecup pelipisku.

"Masuk!" pintu terbuka segera setelah Sean mengijinkannya, saat itu aku melirik kearah Richard yang sedang membawa beberapa tas dan meletakkannya di meja.

"Mr Blackstone, aku membawa apa yang kau minta" Richard berkata singkat, dan dengan wajah datarnya dia melihat kearah Sean, dia bahkan tidak tampak terganggu saat melihat Sean melingkarkan lengannya di tubuhku. Tentu saja dia tidak lagi aneh dengan hal itu karena dia mungkin telah melibatnya jutaan kali, ini aneh kenapa aku harus penasaran dengan hal itu.

"Bagus, tutup pintunya saat kau keluar"

"Tentu Mr Blackstone, dan selamat datang kembali Mrs Blackstone, aku harap kau merasa lebih baik saat ini" aku tersenyum mendengar kata kata Richard dan mengangguk padanya.

"Terima kasih Richard"

"Tentu Ma'am"

"Oww Richard, bolehkah aku meminta sedikit bantuan darimu?" aku bertanya sambil membelai rambut Sean yang terasa sedikit berminyak di telapak tanganku, kemeja yang sedang dikenakannya saat itu juga sangat kusut, jelas dia tidak merawat dirinya selama beberapa hari ini.

"Tentu Mrs Blackstone"

"Aku ingin kau membawakan beberapa baju untuk Sean, dan pastikan kau membawa pisau cukurnya juga" Richard mengangguk lalu keluar dari kamar rumah sakit dan meninggalkanku sendiri bersama Sean.

"Kau perlu mandi Sean" aku berujar sambil berjuang melepaskan pelukannya padaku.

"Jangan mendorongku pergi Ash, kau memiliki pertanyaanmu dan aku sudah melewatinya, sekarang biarkan aku memeluk istriku"

"Sean, kau memang perlu mandi, dan setelah itu kau bisa memelukku sampai aku tertidur, kupikir obat obatannya membuatku mengantuk" kami sedikit bedebat tapi seperti biasa Sean akan melakukan apa yang kuminta, dia melakukan beberapa panggilan untuk pekerjaannya, meminta Dr Mallory untuk pemindahanku ke kamar rumah sakit yang lebih besar mengingat aku akan tinggal disini selama beberapa hari atas anjuran dokter.

Beberapa saat kemudian aku telah dipindahkan ke dalam kamar rumah sakit yang jauh lebih besar, dengan ranjang dan perlengkapan yang menakjubkan, aku bahkan tidak tahu rumah sakit menyediakan semua kemewahan ini untuk orang yang memiliki uang. Sean masih tinggal di sampingku membelai rambutku sementara dia membaca beberapa email dari ponselnya.

"Sean, aku sungguh sangat mengantuk saat ini, dan jika kau tidak segera masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan dirimu, maka aku tidak akan membiarkanmu menyentuhku" seketika itu juga Sean meletakkan ponselnya diatas nakas dan mengecup puncak kepalaku.

"Baiklah, maafkan aku sayang" dia bergegas kearah kamar mandi dan aku mulai mendengar suara air mengalir, aku kembali merebahkan tubuhku dan memutuskan untuk memejamkan mataku sesaat untuk menenangkan diriku terlalu banyak hal yang terjadi dalam satu hari, semakin hari semakin berat untuk dijalani.

Aku setengah terbangun saat merasakan gerakan di sisi tempat tidur, aku menangkap Sean sedang membenahi selimutku mungkin dia mencoba untuk melakukannya dengan pelan tapi tetap saja itu membangunkanku. Raut wajahnya tampak khawatir saat aku sepenuhnya membuka mataku, aku merasakan punggung tangannya didahiku mencoba untuk mengukur suhu tubuhku.

"Aku baik baik saja, hanya mengantuk" ujarku meyakinkannya sambil kembali menutup mataku, beberapa saat kemudian rasa kantukku kembali mengambil alih dan aku tertidur untuk yang kesekian kalinya.

Aku terbangun dan melihat sekeliling saat aku merasa asing dengan tempat tidur dan ruangan yang kutempati saat ini, butuh beberapa saat untuk memproses dan menyadari bahwa aku sedang berada dirumah sakit, tentu saja masih dengan Sean yang saat ini tertidur disampingku, lengan dan kakinya melingakariku seperti tanaman merambat, bahkan dalam tidurnyapun dia takut bahwa aku akan menyelinap pergi darinya. Suara ketukan pintu terdengar lirih dan aku mengenali Dr Mallory yang masuk kedalam ruangan.

"Selamat malam Mrs Blackstone, bagaimana keadaanmu?" tanya Dr Mallory sambil berjalan lebih dekat kearahku, dia melihat kearah Sean yang masih tertidur sambil melilitku kemudian tersenyum penuh perhatian kearahku.

"Aku merasa lebih baik Dr Mallory, terima kasih" jawabku sambil mengulurkan lenganku yang terluka padanya, aku mengira karena inilah dia datang, untuk memeriksa lukaku, Sean sedikit bergerak ketika aku sedikit menarik lenganku darinya, kerutan didahinya terbentuk dan dia sedikit berguman dalam tidurnya tapi syukurlah dia tetap tertidur.

"Maaf"

"Itu tidak diperlukan Mrs Blackstone, aku yakin Mr Blackstone sudah sangat lelah"

"Ya, telah terjadi hal hal belakangan ini" Aku berujar sambil melihat Dr Mallory merawat lukaku, tangannya bergitu cepat tapi disaat yang sama dia juga berhati hati.

"Baik Mrs Blackstone, aku akan kembali memerikasa lukamu dipagi hari"

"Terimakasih Dr Mallory" aku bergumam, dia menatapku seolah ingin mengatakan sesuatu tapi begitu dia melihat kearah Sean semua keberaniannya seolah menguap begitu saja.

"Dr Mallory, kuharap kau bisa memberitahuku apa yang terjadi karena aku adalah pasien disini, bukan Sean, dan jika itu menyangkut keadaanku aku lebih menghargainya jika kau berbicara padaku juga"

"Tentu saja Mrs Blackstone" dia membuka pintu dan melangkah keluar begitu saja, aku menghela nafas lalu kembali memikirkan kata kata ibuku dan memikirkan keadaanku saat ini, entah kenapa aku sangat terkejut ketika mendapati lebih sedikit alasan untuk aku tinggal bersama Sean.

***

Pagi harinya aku bahkan tidak merasakan saat Dr Mallory datang dan memeriksa lukaku seperti yang dia janjikan ketika malam hari, tampaknya aku telah tidur seperti bayi. Aku mencoba bangun untuk pergi kekamar mandi dan aku tidak bisa mengabaikan bunga bunga yang hampir ada diseluruh ruangan, aku tau itu adalah bunga yang berbeda dengan kemarin, karena aku melihat bunga Peony berwarna merah muda didekatku, aku menyentuh kelopaknya, saat itu aku mendengar pintu terbuka dan melihat Sean yang terlihat jauh lebih muda karena dia baru saja bercukur. Dia juga terlihat santai karena hanya mengenakan kaus abu abu dan celana jins.

"Apakah aku mengatakan kau boleh turun dari tempat tidur?" aku melihat kerutan di dahinya saat dia berjalan kearahku.

"Aku merasa lebih baik, dan aku bukan penderita penyakit yang mematikan, jadi aku tidak menemukan alasan kenapa aku tidak boleh bangun dari tempat tidur" Sean tersenyum lalu mengecup bibirku dengan lembut mengabaikan fakta bahwa aku belum menggosok gigiku.

"Kau perlu bantuan kekamar mandi sayangku?" dia berbisik dan ciumannya turun kedarah leherku, aku merasakan desiran hangat di dadaku dan berapa kalipun aku menyangkalnya perasaan itu akan selalu ada saat Sean disampingku, saat dia menciumku seolah tidak ada lagi hal berharga didunia ini kecuali diriku. Aku sedikit mendorong dada bidangnya karena dia terus menyerang ruang pribadiku, setelah akhirnya dia berpikir tidak ada masalah apapun diantara kita berdua, dia kembali menjadi dirinya yang sebelumnya.

"Aku membawakanmu waffle untuk sarapan, kenapa kau tidak mandi dan aku akan menyiapkannya" Sean berujar sambil mengecup puncak kepalaku dan membiarkanku pergi kekamar mandi.

Saat aku berada dikamar mandi aku mulai memikirkan bagaimana aku bisa keluar dari sini, keamanan Sean masih berjaga tepat didepan pintu kamar dan aku yakin Sean juga tidak akan meninggalkanku sendiri. Aku berpikir untuk meminta bantuan Dr Mallory tapi segera pemikiran itu tampak tidak masuk akal mengingat sampai saat ini dia tidak ingin membahas masalah kesehatanku padaku meskipun aku memintanya, itu tidak akan berhasil karena dia terlalu memihak Sean.

"Ashley, kau baik baik saja sayang?" suara Sean terdengar dari balik pintu diiringi dengan ketukan dipintu kamar mandi.

"Beri aku waktu Sean" aku bergegas mencuci wajahku dan saat itu aku mendengar Sean mencoba membuka pintu kamar mandi. Aku mengumpat dalam hati karena secara tidak sengaja aku mengunci pintunya, aku lupa betapa kesalnya Sean jika aku mengunci pintu darinya. Aku bergegas membuka pintu kamar mandi dan menemukan Sean bersandar disamping pintu, aku bisa mengatakan dia tidak senang karena aku mengunci pintunya karena dia tidak berkata apapun padaku dia hanya menatapku dengan pandangan tidak senang.

"Maaf, aku tidak menyadari bahwa aku menguncinya" beberapa kemudian Sean tetap diam, dia berdiri disana dan hanya menatapku, dia tidak memarahiku dan menggerutu seperti yang sebelumnya dia pernah lakukan, tapi dia hanya disana memgacuhkanku.

"Aku bilang aku minta maaf" aku berbisik sambil berjalan kearahnya dan melingkarkan lenganku disekeliling pinggangnya. Sesaat kemudian dia menghela nafas dan mengangkatku dalam pelukannya, dia berjalan arah tempat tidur dan menempatkanku disana.

"Makan sarapanmu, aku akan segera kembali" tanpa melihatku dia berjalan keluar dan aku dibuat terkejut dengan sikapnya yang aneh, sungguh aneh dia tidak berusaha untuk berdebat denganku.

Aku memilih untuk mengabaikan sikap aneh Sean dan memakan sarapanku, setelah beberapa saat aku memutuskan tidak bisa menghabiskan waffle ini lagi, Sean gila jika berpikir aku bisa menghabiskan potongan besar waffle ini, dia boleh memarahiku sesuka hatinya karena hal ini, aku tidak akan perduli lagi.

Sean kembali beberapa saat kemudian dengan ponsel di tangannya, wajahnya tampak terganggu.

"Apakah ada masalah?" tanyaku sambil berusaha menyingkirkan baki makanan yang ada dihadapanku, Sean bergegas maju dan merebutnya dari tanganku.

"Tidak sayang, semua baik baik saja" Sean berkata dengan lembut lalu mengecup lembut bibirku. Dia berjalan kearah tas ransel hitamnya yang berada diujung sofa mengeluarkan laptopnya dan berjalan kearahku. Aku tahu apa yang akan terjadi disini, dia akan mengubah ruang perawatan ini sebagai kantor pribadinya untuk sementara waktu, dan itu berarti dia akan ada disampingku sepanjang waktu. Tidak ada kesempatan bagiku untuk keluar dari tempat ini, tidak dengan semua keamanan dan Sean disampingku.

"Sean..." aku mencoba untuk membujuknya, tapi dia bahkan tidak membiarkanku menyelesaikan kata kataku.

"Jangan memulainya Ash, kita akhirnya memulai sesuatu disini, kau akhirnya mulai bicara denganku setelah terasa selamanya bagiku, aku tidak akan membiarkanmu memulai argumen disini" Sean berkata sambil mengambil tempat disampingku, satu lengannya terentang, matanya mengisyaratkan padaku untuk datang lebih dekat kesisinya diranjang raksasa rumah sakit itu.

Aku mendekat kearah Sean dan tanpa menunggu lebih lama lagi di segera menarikku ke sisi tubuhnya. Lengannya terentang disepanjang pundakku kemudian dia mengarahkan kepalaku untuk bersandar didadanya, setelah dia yakin aku dalam posisi yang nyaman terbungkus dengan satu lengannya, dia kembali fokus pada laptop di pangkuannya.

"Setidaknya biarkan aku bertanya sesuatu" aku kembali mencoba keberuntunganku.

"Tentu sayang" dia mengecup kepalaku, memusatkan perhatiannya padaku.

"Apakah semua keamanan itu perlu?" Sean menghela nafas dengan berat, aku tahu hanya beberapa saat lagi sampai Sean akan kehilangan kesabarannya, tapi aku tidak akan membiarkannya terjadi.

"Ashley, bagaimana kau bahkan bisa tau tentang keamanannya?, kau bahkan belum pernah keluar dari ruang perawatan ini. Aku menggigit bibirku menyadari bahwa rencanaku tidak berjalan sesuai dengan keinginaku.

"Para perawat mulai bicara Sean, mereka berpikir itu aneh" aku berkelit.

"Tidak ada yang aneh dengan menjaga istriku tetap aman" Sean tampak tersinggung.

"Sean kumohon, aku tidak ingin orang lain membicarakan hal buruk tentang kita, buat saja keamanannya pergi, lagipula aku punya kau disampingku jadi aku akan tetap aman"

"Ash.... "

"Kumohon, mereka akan menganggapku aneh" rengekku padanya, Sean mengusap wajahnya dengan lelah kemudian tatapannya kembali padaku. Aku tau aku terdengar seperti wanita menjengkelkan saat ini, tapi jika hanya ini satu-satunya cara agar aku bisa keluar dari sini maka aku akan melakukannya.

"Baiklah, tapi hanya jika kau bersikap baik dan melakukan apa yang kukatakan" Sean berkata dan aku hanya bisa mengangguk menuruti apa tang dia katakan, akan lebih banyak peluang jika keamanan Sean pergi dari sini, bahkan jika hanya dengan sedikit kemungkinan aku bisa keluar dari sini, aku tetap harus mencoba keberuntunganku.

***

Hari ini adalah hari aku pergi dari Sean untuk selamanya, pikiranku benar benar kosong dan aku hampir tidak bisa berpikir jernih, akhirnya aku akan pergi setelah hampir delapan tahun aku bergantung hidup pada Sean, sebelumnya aku tidak pernah benar benar membuat penghasilanku sendiri, akan selalu ada nama Sean atau keluarga Blacktone yang terlibat disetiap pekerjaan yang kulakukan. Aku tidak bangga mengakui hal ini tapi seperti itulah adanya, aku mulai memikirkan kembali apa yang akan kulakukan setelah ini semua berakhir, aku ingin membuka lembaran baru, hanya dengan diriku sendiri. Aku menghargai Gabriella Maxwell karena dia ingin membantuku keluar dari sini tapi aku tidak ingin mengharapkan lebih dari itu, setelah ini semua berakhir aku hanya ingin fokus dengan diriku sendiri, aku akan memulai semua dari awal, dan aku harap aku bisa mengubur masa laluku dalam dalam.

Sebuah ketukan di pintu tampaknya mengganggu Sean yang ada disampingku saat ini, dia mengerutkan dahinya lalu dengan cepat menarik selimut sampai sebatas dadaku.

"Aku mengatakan tidak ada gangguan, tapi mereka bahkan tidak bisa memahami hal sederhana itu" Sean mengerutu sambil turun dari tempat tidur rumah sakitku lalu berjalan ke arah pintu dan membukanya.

"Selamat pagi Mr Blackstone, aku membawa beberapa barang yang dibutuhkan Mrs Blackstone" aku mendengar sayup sayup suara Richard dari balik pintu.

"Ohh terimakasih banyak Richard" aku segera duduk tegak sambil sedikit menengok ke arah pintu karena Sean berdiri tepat didepan pintu, menutupi pandanganku dari Richard.

"Tentu saja Mrs Blackstone" Richard berujar kaku sambil mengulurkan ranselku pada Sean, lalu menganguk pada Sean dan segera pergi.

Aku sedikit gugup ketika dahi Sean berkerut saat merasakan betapa berat ransel yang ada ditangannya saat ini, seharusnya Richard langsung memberikan ransel itu padaku, tapi karena Sean benar benar tidak melepaskan pandangannya padaku maka aku tidak bisa berbuat apapun lagi.

"Kenapa kau membutuhkan barang sebanyak ini hanya untuk beberapa hari lagi sayang?" tanyanya curiga sambil meletakkan ransel di dekat kaki ranjang.

"Karena aku seorang wanita Sean, aku tidak bisa hanya memakai kausmu setiap saat" aku menjawab dengan santai, dan berusaha menutupi rasa curiganya dengan mengulurkan tanganku padanya diam diam memintanya untuk berbaring di tempat tidur denganku. Sean menurutiku dan kembali berbaring ditempat tidur menarikku lebih dekat di dadanya hingga sebagian besar tubuhku berbaring diatasnya. Beberapa saat kemudian seorang perawat yang sama saat kedatangan ibuku masuk kedalam ruang perawatanku dan mengatakan jika dia akan memeriksa lukaku, Sean mengerutkan dahinya saat mengetahuinya.

"Dimana Dr Mallory?" Tanya Sean tajam, raut wajahnya serius dan tegang saat melihat perawat itu mendekat ke tempat tidur.

"Kami sangat menyesal Mr Blackstone tapi saat ini Dr Mallory sedang melakukan operasi besar, jadi sementara aku akan menggantikannya" Perawat itu menjawab dengan sedikit tegang tapi lancar mengucapkan setiap katanya.

"Aku menginginkan perawatan terbaik untuk istriku, dan kau sebaiknya cukup kompeten dalam hal ini, karena jika tidak maka aku akan membawa bola penghancur ke rumah sakit ini dan meruntuhkan semuanya" Ancam Sean, aku melihat wajah perawat itu berubah pucat tapi dia mencoba untuk tetap tenang dalam menghadapi Sean.

"Sean ada apa denganmu!" aku mencelanya tapi dia hanya menatapku lalu mengecup bibirku sebelum memberi ruang untuk perawat itu memeriksa lenganku.

"Maaf tentang itu" aku menatap perawat itu dengan pandangan menyesal tapi dia hanya mengangguk menenangkan, aku menatap Sean yang saat ini sedang duduk di sofa ujung ruangan.

"Bisakah kau setidaknya memberi kami waktu, perawat ini akan merawat lukaku"

"Aku tetap tinggal Ash" Sean berkata tanpa mengalihkan pandangannya padaku.

"Baiklah" aku menghela nafas ketika kupikir Sean tidak akan berubah pikiran tentang membiarkanku sendiri, aku cukup beruntung ketika ponsel Sean berdering karena setidaknya itu mengalihkan perhatiannya, aku mendengar dia mengumpat lalu mengangkat ponselnya, aku tidak bisa tidak menaruh perhatian pada Sean karena bisa jadi ini adalah satu satunya kesempatanku untuk pergi. Aku pikir itu adalah hal yang penting karena aku mendengar tentang api dan perusahaannya, dia mengumpat lalu menatapku sejenak sebelum bergumam diponselnya lalu menutup panggilannya.

Berjalan kearahku dia menunggu perawat itu untuk menyelesaikan pekerjaannya, setelah beberapa saat kemudian setelah perawat itu keluar dari kamar perawatanku, Sean memelukku dan mencium dahiku segera aku merasakan kegelisahannya.

"Ada apa?" aku bertanya sambil meraih wajahnya agar aku bisa melihatnya, dia diam beberapa saat sebelum kemudian menggelengkan wajahnya, seketika itu juga aku merasakan penolakannya, dia tidak ingin berbagi hal hal denganku. Aku mengangguk mengerti lalu melepaskannya, aku tau lebih baik untuk tidak berdebat dengannya, karena jika aku melakukannya dia akan semakin keras kepala dan tidak akan mengalah.

"Kumohon jangan lakukan itu" ujar Sean sambil menarikku kembali kedalam pelukannya.

"Tidak masalah Sean, setelah apa yang terjadi, aku mengerti mengapa kau tidak bisa mempercayaiku" aku menarik lenggannya agar dia bisa melepaskanku lalu kembali bersandar ditempat tidurku.

"Tidak pernah sekalipun aku tidak mempercayaimu Ash"

"Lalu katakan padaku" aku berbisik padanya, dia mengulurkan lengannya padaku mengisyaratkanku untuk datang padanya. Aku melakukan apa yang dia inginkan sebelum kemudian dia menenggelamkanku dalam pelukannya.

"Ada kebakaran di perusahaan, mereka mengatakan itu cukup serius" Sean berujar sambil tetap mendekapku, aku menatapnya tidak percaya lalu memeluknya.

"Ohh sayang, bagaimana bisa terjadi" aku berusaha untuk tetap tenang tapi mengetahui bahwa perusahannya terbakar membuatku tidak bisa berkata apapun.

"Masih belum mengetahui apa yang sebenarnya terjadi" dia mengusap rambutnya lalu melepaskanku.

"Pergilah Sean, lakukan apa yang perlu kau lakukan" dia melihatku sebentar, kemudian kembali memelukku seperti enggan untuk melepaskankanku. Setelah beberapa saat kemudian barulah dia melepaskanku hanya untuk memberiku kecupan dikeningku.

"Aku akan kembali dalam dua jam, tetaplah didalam kamar dan tidur" dia berkata, aku mengangguk lalu memberinya pelukan lagi, aku cukup menyadari bahwa ini akan jadi saat terakhir kami bersama.

"Sampai jumpa dalam dua jam" aku tersenyum lalu mencium bibirnya dengan lembut, tanpa sadar airmataku terjatuh, berpisah dengan Sean adalah sesuatu yang sudah kuputuskan, tapi bertahun tahun kita bersama menjadikannya tidak mudah. Apa yang akan kulakukan tanpanya?, Bagaimana aku menjalani kehidupanku tanpanya?, Apa yang akan kulakukan jika aku sangat merindukkan, tetapi mengetahui jika aku tidak akan bisa menemuinya. Pertanyaan itu terus muncul dipikiranku, Tuhan tahu aku mencintainya tapi aku tidak bisa tetap bersamanya setelah aku mengetahui kebenarannya, hatiku menolaknya.

"Hei, ada apa dengan air mata ini" Sean bertanya sambil mengusap air mata dipipiku, semakin dia berusaha untuk menghiburku maka semakin deras air mataku, aku benar benar harus mengendalikan diriku karena jika aku terus menangis dipelukannya seperti ini, maka dia akan memutuskan untuk tidak pergi. Aku tidak bisa melewatkan kesempatan ini, karena bisa jadi ini adalah satu satunya kesempatanku untuk pergi dari tempat ini.

"Aku mencintaimu Sean" aku berkata lalu menciumnya sekali lagi.

"Kenapa kau mengatakannya seperti perpisahan manisku" dia tersenyum lembut lalu mengusap ujung hidungku yang berair dengan ujung lengan kemejanya.

"Richard akan pergi bersamamu bukan?" aku bertanya dan dia menatapku sejenak lalu menggelengkan kepala.

"Richard tetap disini bersamamu"

"Sean, ini cukup berbahaya diluar sana!"

"Semua akan baik baik saja sayang, aku akan kembali sebelum kau menyadarinya"

"Bagaimana kau bisa tahu kau akan baik baik saja, gedungmu terbakar Sean dan ada banyak kemungkinan bagaimana itu bisa terjadi, bagaimana jika ada seseorang yang ingin mencelakaimu"

"Ashley, kupikir kau harus tenang" Sean berusaha untuk menenangkanku tapi aku menepis uluran tangannya, aku memang ingin pergi darinya tapi aku juga ingin dia tetap aman.

"Kumohon Sean, bawa saja Richard bersamamu, setidaknya aku akan tenang"

"Baiklah sayang, hanya saja berhentilah menangis" Sekali lagi Sean mengusap air mataku yang terasa percuma karena aku tetap meneteskan air mataku.

"Ashley, kumohon berhentilah menangis, bagaimana aku bisa meninggalkanmu seperti ini"

"Aku baik baik saja"

"Kau yakin?"

"Ya Sean" aku mengusap air mataku hanya untuk meneteskan air mata lagi, aku benar benar harus berhenti menangis sebelum Sean berubah pikiran untuk pergi. Setelah beberapa saat kemudian aku mulai berhenti menangis, Sean mengangkat daguku lalu mengecup singkat bibirku.

"Aku hanya butuh dua jam, lalu aku akan kembali padamu, oke?" aku mengganguk lalu memeluknya sekali lagi sebelum membiarkannya pergi.

"Berhati hatilah Sean" aku berbisik pada saat dia keluar dari pintu kamarku, jika rencanaku ini akan berhasil maka ini adalah saat terakhir aku melihat Sean.

***

Aku sedang berusaha untuk memakai bajuku tanpa menyakiti lenganku yang belum sepenuhnya sembuh saat terdengar suara ketukan pintu, aku segera menyembunyikan tas ranselku dan berbaring di ranjang dan meneyebarkan selimut sampai batas leherku. Tak lama kemudian pintu terbuka dan aku mendapati perawat perempuan yang datang merawatku masuk, keringat terbentuk di dahinya, matanya terlihat waspada dan ketakutan saat melihatku.

"Mrs Maxwell mengirimku" dia berkata, dan aku tidak pernah begitu lega sebelumnya. Saat ibuku datang kesini dan berkata dia ingin membantuku, aku tidak berharap banyak darinya, tapi dengan dia datang kepadaku semakin membuatku yakin bahwa aku harus pergi dari Sean.

"Kita harus cepat Mrs Blackstone" dia berujar.

"Aku Ashley, aku bukan lagi Mrs Blackstone" aku berujar sambil melepaskan cincin pernikahanku dan meletakkan diatas meja.

***

Continue Reading

You'll Also Like

4.7M 174K 39
Akibat perjodohan gila yang sudah direncakan oleh kedua orang tua, membuat dean dan alea terjerat status menjadi pasangan suami dan istri. Bisa menik...
2M 17.2K 43
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
221K 7.3K 46
"Suruh anak nggak jelas itu keluar dari rumah kita! " "Ardi!! Andrea itu adekku! " Pertengkaran demi pertengkaran kakaknya membuat Andrea memilih unt...
1.2M 41.1K 55
Sial bagi Sava Orlin setelah melihat lembar penetapan pembimbing skripsinya. Di sana tertulis nama sang mantan calon suaminya, membuat gadis itu akan...