You'll Always Be My Hero

By Mirazels01

27.1K 2.7K 287

iKON #binhwan Kisah tentang Kim Jinhwan dan Kim Hanbin yang sama sama memiliki penyakit psikologi. Kim Hanbi... More

You'll Always Be My Hero
part 1
part 2
part 3
part 4
Part 5
part 6
part 7
part 8
part 9
part 10
part 11
12
13
14
15
17
18

16

508 71 11
By Mirazels01

Flashback (part 11)

Radio di mobil Junhoe berbunyi, "Iterjadi ledakan di pemukiman yang telah dicurigai, diharapkan semua personil segera ke tempat kejadian dan mengamankanya." Mendengar informasi tersebut dari radionya, Junhoe segera mencari celah di kemacetan untuk pergi ke tempat itu.

Junhoe hendak mengemudikan mobilnya ke jalan masuk yang pernah ia masuki, namun terhalang oleh banyaknya orang yang berkerumun paska ledakan untuk melihat kondisi tempat itu. Dengan cepat, Junhoe memutar mobilnya untuk mencari jalan lain. Dan tepat beberapa ratus meter dari sana, Junhoe menemukan pintu masuk lain berupa gang sempit yang sudah tertimbun oleh reruntuhan dinding rumah sebelah kanan dan kirinya. Tepat sebelum ia melewatinya, ia melihat pergerakan pada gundukan reruntuhan bangunan itu. Dengan cepat ia memundurkan mobilnya secara perlahan.

Dia melihat sesuatu yang berbeda, seperti ada pakaian yang tertimbun di dalamnya. Sejenak ia perhatikan, dia merasa bahwa ada orang disana. Dengan cepat Junhoe keluar dari mobilnya dan mendekati gundukan itu. Berharap dia bisa menangkap seseorang yang mungkin akan bermanfaat. Junhoe mendekat dan berusaha melihat apakahj pakaian itu ada orang didalamnya. Ia menyisihkan reruntuhan yang menimpa dan getcha, itu memang seseorang.

Dengan cepat Junhoe mengeluarkan orang tersebut, 'Semoga kau bukan orang yang aku pikirkan" Junhoe telah berhasil mengeluarkan orang itu dan berusaha membaringkanya. Ia membersihkan debu – debu yang m,enemp[el pada wajah orang itu dan berusaha mengenalinya.

Deg. Jantung Junhoe berhenti berdetak selama beberapa detik. Dia kenal orang ini. Wajah ini. Dia mengenaliny dengan sangat jelas. Wajahnya sangatlah jelas terukir diingatan Junhoe. Dengan panik ia mulai berpikir. "Kim Jinhwan. Sial, kenapa bisa begini? Apa yang harus aku lakukan dengan ini?" Tanpa banyak melakukan pemikiran yang berarti, Junhoe segera mengangkat tubuh Jinhwan menuju ke mobilnya. Ia hendak membuka pintu di kursi penumpang, namun sejenak ia berpikir kembali. "Tidak, aku harus menyembunyikanya." Ucapnya dalam hati. Ia segera manaruh tubuh Jinhwan di bagasi mobilnya.

Setelah menutup bagasi mobilnya ia mengedarkan pandanganya berharap tidak ada orang yang melihat aksinya. Untung saja gang ini termasuk sangat sepi, sehingga tidak ada orang yang melihatnya. Beberapa detik kemudian, dia mendengar sirine mobil polisi sedang mendekat.

Mobil itu menuju kerumunan warga tepat dimana ia putar balik tadi, Junhoe yang hanya melihat dari celah gang tiba – tiba teringat akan satu hal. Dengan cepat ia mendongakkan kealanya mencari kamera cctv yang terpasang. Bahkan ia sampai berlari dengan kepala yang terus melihat kemungkinan – kemungkinan terdapat kamera hingga sampai pada kerumunan warga yang juga telah tiba personil – personil dari kepolisian.

"Ko Junhoe" teriak seorang polisi yang tengah berdiri di belakang kerumunan warga. Ia bisa melihat beberapa polisi menyuruh warga mundur dan beberapa dinataranya memasang police line disepanjang pintu masuk. Suasananya sangat bising, banyak mobil polisi berdatangan lagi mengingat area yang meledak sangatlah luas, pasti mereka mengerahkan seluruh anggota kepolisian kota itu untuk mengamankanya.

Junhoe segera berlari menemuinya, ketika tepat didekatnya Junhoe membungkukkan badan untuk memberi penghormatan.

"Kau cepat sekali sampainya." Tanya orang itu

"Hmm, tadi sebenarnya saya sedang menuju ke suatu tempat. Saat radio berbunyi kebetulan saya cukup dekat dengan daerah ini. Jadi saya langsung ke sini." Jelas Junhoe.

"Sebelum kejadian ini, kita mendapat laporan bahwa tiba – tiba banyak mobil berdatangan dan kemudian pergi. Kurasa mereka semua sudah pergi. Dan kau lihat? Kawasan ini sama sekali tidak terdeteksi. Kau menemukan sesuatu?"

"Sampai saat ini masih belum."

.

.

.

.

.

Junhoe mondar – mondir di lobi rumah sakit. Dengan perasaan yang tergesa – gesa, is kembali menelpon ke nomor yang sama secara berulang – ulang.

"Tuan, jika tidak ada walinya, mungkin anda bisa menjadi walinya dan segera mengisi datanya sehingga kami bisa segera memprosesnya." Ucap seorang suster kepada Junhoe yang membuiatnya menghentikan aktivitasnya.

"Bisa tunggu sebentar? Dia sedang dalam perjalan." Jawab Junhoe sambil tersenyum.

Beberapa detik kemudian, tampak seorang perempuan dengan rambut berwarna coklat ternag yang panjang berlari dengan tergesa – gesa.

"Oppa! Apa yang terjadi?" tanyanya ketika sudah berada di depan Junhoe. Dia tampak khawatir dan segera memegang tangan Junhoe dan mengecek keadanya. "kau tidak apa – apa? Bagian mana ynag terluka?"

"Tidak, bukan aku yang terluka." Ucap Junhoe enteng. Mendengar jawaban Junhoe, wanita itu membanting pelan tangan Junhoe yang ia pegang tadi dan mendengus kesal.

"Lalu siapa yang sakit? Kenapa kau menyuruhku kesini?" ucap wanita itu setengah marah.

"Chaeyoung-ah, bisakah kau membantuku?" Junhoe mengatakanya dengan nada yang memelas bak seseorang yang sangat membutuhkan bantuan.

"Ada apa oppa?" tanyanya lembut. Karena ini baru pertama kalinya ia mendengar kalimat yang penuh penghayatan dari seoranmg Koo Junhoe. Biasanya Junhoe memang terkesan dingin dan keras, namun tiba – tiba berubah saat meminta bantuan.

"Bisakah kau menjadi walinya? Dan menjaganya selama beberapa hari?"

Flashback off

.

.

.

.

.

Donghyuk berada di dalam ruang kepala panti. Ya, biarawati itu adalah kepala pantinya. Biarawati itu tengah sibuk mencari sesuatu didalam ruangan yang pintunya tepat berada didepan mejanya meninggalkan Donghyuk sendirian di ruang kepala panti. Sambil menunggu, Donghyuk menjelajahi seisi ruangan yang berukuran 6x7 meter itu. Ya seperti ruang kepala panti pada umumnya, banyak piala – piala, hiasan – hiasan, dan juga buku, tidak- mungkin itu adalah koleksi kitab.

"Dia menitipkan ini untukmu," ucap biarawati yang telah berada tepat dibelakang Donghyuk.

Donghyuk yang dikejutkan dengan suara biarawati itu segera menoleh, dan biarawati itu memberikan kotak kecil padanya. "Siapa?" tanya Donghyuk sambil menerima kotak yang diberikan biarawati itu.

"Chanwoo, Jung Chanwoo. Dia sudah diadopsi, tapi.." biarawati itu menggantungkan kalimatnya dan merubah ekspresinya menjadi sedikit khawatir.

"Kenapa? Apa yang kau sembunyikan?" tanya Donghyuk yang menyadari perubahan ekspresi pada biarawati itu.

"Entahlah. Kupikir dia tidak senang. Adopsi adalah hal yang paling ditunggu – tunggu oleh anak – anak disini. Tapi entah kenapa aku melihatnya, tersirat bahwa dia tidak senang, seakan dia tidak menginginkanya." Biarawati itu terlihat sangat risau dan khawatir.

"Perlu kau ketahui Donghyuk, sebenarnya aku sedikit khawatir. Dia bukan orang yang pernah kesini. Dan dia menyebutkan ciri fisik Chanwoo saat akan mengadopsinya. Sebenarnya aku merasa ragu, namun Chanwoo menginginkanya. Aku sungguh sangat khawatir."

"Tunggu." Donghyuk berpikir sejenak. "Ciri fisik? Apa mereka pernah bertemu sebelumnya?"

"Mungkin. Mungkin Chanwoo sudah diincar. Tapi aku tidak tahu untuk apakah itu. Aku hanya bisa berdoa untuk keselamatanya." Jelas biarawati itu.

"Tidak apa – apa. Aku akan melihatnya." Ucap Donghyuk. Tidak ada kata lain yang dapat menenangkan biarawati itu.

Flashback on

Pada suatu hari, seorang anak yaitu Jung Chanwoo sedang dalam perjalanan menuju gereja. Dia berjalan kaki melewati jalan aspal sempit yang menembus hutan. Dengan memakan buah apel yang ia petik ditengah perjalanan tadi, Chanwoo berjalan sambil bersenandung mendengarkan music dari headphone yang bertengger dikepalanya. Namun, tiba – tiba ia mendengar suara yang tidak dapat diredam oleh headphone di telinganya.

Dorr Dorr Dorr

Terdengar beberapa suara tembakan. Ia melepas headphonenya dan melihat kea rah suara. Mungkin itu seseorang yang sedang berburu, ucapnya dalam hati. Kemudian, ia mendengar suara pukulan dan seseorang berteriak memarah rang lainya. "Bukankah sudah aku ajarkan? Kenapa kau sama sekali tidak dapat menembak tepat sasaran? Kau bahkan meleset sangat jauh."

Mendengar hal itu, Chanwoo semakin penasaran dan mulai berjalan kea rah hutan mendekati oorang – orang yang ia dengarkan. Terdengar suara anak yang memohon ampun, seperti. "Maaf ayah, akan kulakukan lagi." Dan suara teriakan orang dewasa, "Apa kau pikir kau bisa melakukanya? Kau hanya bisa berkelahi tapi tidak bisa menembak, apa gunanya?" ditutup dengan suara tamparan keras. Kemudian suara berbeda yang lebih halus, "Sudahlah Janghyun, biarkan dia berlatih. Pasti dia akan bisa. Jangan terlalu menekanya. Semangat anakku."

Chanwoo sudah berada tepat dibelakang beberapa orang. Dia melihat tiga pria dewasa yang yang berbicara itu pergi meninggalkan seorang anak yang membawa senapan. Anak itu hanya tersenyum kecut dan kemudian berlajan membelakangi ketiga orang dewasa itu. Chanwoo mengikutinya dalam diam. Anak itu berhenti dan duduk dibawah pohon dekat sungai yang mengalir. Die meletakkan senapanya dan termenung melihat aliran sungai sambil tanganya mencabuti rumput disebelahnya.

Chanwoo datang mendekat dan melemparkan buah apel pada anak itu. Dengan terkejut, anak itu menoleh pada Chanwoo. Tanpa kata, dia mengambil apel itu dan memakanya.

"Terimakasih." Ucapnya kemudian.

"Gagal dalam menembak?" tanya Chanwoo yang sudah duduk disebelahnya.

"Kupikir kau sudah mendengar semuanya." Jawab anak itu tanpa melihat ke arah Chanwoo.

"Entahlah, orang dewasa itu memang menyebalkan. Selalu menuntut anak seperti kita untuk melakukan hal yang mereka inginkan tanpa peduli kita suka atau tidak. Orang dewasa mana tau perasaan kita." Ucap Chanwoo menghibur anak itu.

"Walaupun begitu, mereka ayahku. Walaupun orang lain mengatakan mereka kasar, kejam, aku tidak perlu berkata demikian. Karena aku anaknya." Jawab anak itu sambil menghela nafas. "Tidak ada yang bisa aku lakukan."

"Bisa pinjamkan senapan mu?" tanya Chanwoo kemudian.

"Untuk apa? Kau bahkan tidak terlihat seperti seseorang yang bisa berburu."

"Oh benarkah?" ucap Chanwoo yang sudah berdiri dan mengambil senapan itu sebelum anak itu mengijinkanya dan kemudian dia dengan cepat mengisi peluru ke pelatuknya. "Mungkin aku terlihat seperti itu karena aku tidak pernah berburu hewan."

"Ikut aku." Kata Chanwoo kemudian.

Chanwoo berjalan menyusuri hutan untuk mencari hewan buruan, sambil diikuti anak itu. Sambil mengendap – endap agar keberadaanya tidak dirasakan oleh hewan – hewan didekatnya, ia berusaha berjalan tanpa suara.

"Kau lihat itu? Rusa yang disana?" Chanwoo menunjuk rusa yang sedang makan rumput.

Chanwoo mengarahkan senapanya kearah rusa itu. "Terlalu jauh." Ucapnya. Kemudian ia berjalan mengendap endap mencari spot yang tepat untuk menembak. "Kau membutuhkan spot yang memudahkanmu untuk menembak. Usahakan bahwa kau menemukan spot yang sesuai, agar keu bisa menembak dengan mudah. Perhitungkan juga arah pergerakan rusa setelah ia mendengar tembakan. Untuk berjaga – jaga saat kau meleset, kau masih bisa mengejarnya."

Chanwoo mulai membidik rusa itu. "Tenang. Kau harus tenang. Ini lebih mudah karena hewan tidak dapat berpikir seperti manusia. Walaupun dia sudah melihat kita, selama kita tidak melakukan pergerakan yang tiba – tiba atau mengancam, dia tidak akan tau. Ini mirip seperti di video game. Kau pernah bermain? Kau harus merasakanya, dan menunggu waktu yang paling tepat untuk menembak. Lengah sedikit saja, kau bisa meleset hingga beberapa cm."

Dorr

Chanwoo menembakkan senapanya yang tepat mengenai kepala rusa itu. "Inti dalam menembak adalah, jangan takut dan yakinlah kau akanmmengenainya. Ambil rusa itu dan katakana kepada ayhmu kau yang menemkanya."

Belum sempat Chanwoo akan berkata lagi, datang dua orang dari belakang mereka. "Kau mengenainya Yunhyeong?" mendengar bahwa suara itu adalah suara orang dewasa yang tadi, Chanwoo segera melemparkan senapan itu ke tangan Yunhyeong.

"Dia ayahku." Bisik Yunhyeong.

Dengan cepat Chanwoo menyapa dengan membungkukkan badanya, kemudian berlari menuju jalan aspal.

"Siapa dia?" tanyanya kepada Yunhyeong. "Hei nak, siapa namamu?" teriaknya. Namun, Chanwoo sama sekali tidak peduli. Dia tetap berlari.

.

.

.

.

.

Beberapa hari keudian, tiba – tiba datang mobil ke dalam gereja itu. Dua orang pria dewasa dan satu orang wanita dewasa keluar dari sana. Dengan gembira biarawati atau kepala panti menyaambut mereka, kemungkinan mereka adalah orang yang akan mengadopsi atau mungkin akan memberi sumbangan.

Mereka saat ini sedang berbincang – bincang di dalam ruang kepala panti.

"Maksud kedatangan kami kemari adalah, kami ingin mengadopsi seorang anak laki – laki." Ucap seorang pria. Dilihat dari penampilan dan wajahnya dia adalah orang yang tegas dan keras, bisa termasuk kedalam seorang ayah yang akan ditakuti oleh anak – anak.

"Iya, saya sangat ingin memiliki seorang anak laki – laki, karena saya akan sangat senang melihat suami saya melakukan banyak hal dengan seorang anak." Ucap wanita itu sambil menunduk. Wanita itu tetap menunduk walaupun sedang berbicara, sehingga kepala panti itu tidak pdapat melihat dengan jelas wajahnya.

"Oh benarkah? Baiklah, mungkin anda bisa melihat kedalam panti terlebih dahulu." ucap kepala panti sambil tersenyum.

"Tidak, mungkin tidak perlu. Karena saya tau dia ada disini. Seorang anak yang tinggi kira – kira 180 cm, bahunya lebar, dia juga tidak terlalu kurus, kurasa pipinya tembam. Apa ada anak yang seperti itu?"

Mendengar penuturan orang tersebut mengenai ciri – ciri fisik yang disebutkan, kepala panti nampak sedikit berpikir. Siapakah anak itu kira – kira? Dan dia datang dengan sebuah nama. "Jung Chanwoo." Ucapnya kemudian. " hanya anak itu yang memiliki tinggi diatas rata – rata anak seumuranya." Kemudian kepala panti sibuk membalik – balik berkas yang diatas meja, dan menunjukkan berkas Chanwoo kepada orang itu. "Apa benar ini sesuai dengan yang anda sebutkan tadi?"

Orang itu menerima berkasnya dan langsung menjawab. "Iya, ini anaknya." Tanpa melihat tulisan – tulisan dibawahnya, ia hanya melihat fotoya. Dan benar itu adalah foto dari anak yang selama ini ia cari.

Chanwoo berjalan menuju ruang panti dengan seorang biarawati muda yang mangatakan bahwa dia akan diadopsi. Chanwoo sedang bimbang sekarang, apakah dia senang atau tidak. Dalam sepanjang jalan menuju ruang kepala panti, ia menunduk sambil terus berusaha menentukan pilihan pada perasaanya.

Sampai akhirnya dia dia berada di dalam ruang panti. Ia melihat orang yang akan menjadi orang tuanya. Dan betapa tterkejutnya Chanwoo bahwa salah satu pria dewasa disana adalah orang asing yang pernah ia temui. Tepatnya beberapa hari yang lalu di dalam hutan. Orang itu adalah ayah dari anak yang ia ajarkan cara menembak beberapa hari yang lalu. Tapi bagaimana dia bisa menemukanya disini? Apa ini takdir? Tidak, dia pasti sengaja, pikir Chanwoo.

Dengan tidak menunjukkan ekspresi sama sekali, Chanwoo duduk tepat di depan orang itu dan kepala panti mulai membuka percakapan dan mengatakan bahwa Chanwoo akan diadopsi. Chanwoo hanya menunduk, dan beberapa kali melihat ke arah calon orang tuanya. Namun, ketika diajak bicara atau ditanya, dia hanya akan menjawab seperlunya. Dia terlihat seakan tidak senang dengan keadaan ini.

Tepat ketika Chanwoo sedang berkemas, memasukkan semua pakaiannya kedalam tas, kepala panti itu masuk ke dalam kamarnya dan duduk di kasurnya.

"Chan," panggilnya sambil mengelus – elus surai hitam Chanwoo yang sedang sibuk memasukkan semua barangnya ke tas. "Kau terlihat sedang menyembunyikan sesuatu, ada apa? Jika kau tidak mau, kau bisa menolaknya." Ucapnya lembut.

Mendengar penuturan itu, Chanwoo menghentikan aktivitasnya sejenak dan tersenyum kepada kepala panti. "Tidak, aku suka. Namun kurasa ini adalah waktu yang tidak tepat karena aku tidak bisa berpamitan dengan Donghyuk hyung. Aku tidak tau kapan dia akan datang. Lagipula kesempatan tidak akan datang dua kali kan? Dan aku tidak ingin terlalu lama menjadi beban panti ini."

Flashback off

.

.

.

.

.

Saat ini Donghyuk telah berada di taman belakang panti. Tempat anak – anak bermain. Beberapa kali ia menerima sapaan dari anak – anak panti, beberapa dari mereka memberikan buah yang mereka petik dari lading mereka, dan beberpa anak perempuan memberinya bunga. Sangat menyenangkan. Dia merindukan masa – masa ini. Masa – masa ketika ia masih merasakan senang, ketika ibunya masih hidup.

Tidak mau berlama lama dengan pikiran yang tidak mungkin bisa terwujud itu, Donghyuk membuka kotak yang diberikan kepala panti tadi. Di dalamnya terdapat kalung salib yang sama seperti yang Donghyuk kenakan dan dua carik kertas yang berbeda. Donghyuk membuka salah satunya.

Kerta itu bertuliskan :

Ketika kau hidup dengan mengenakan topeng (berpura – pura) walaupun kau menjadi manusia yang lebih baik, kau tetap tidak akan bahagia. Kupikir aku sudah lelah hyung.

Dan satu kertas lainya bertuliskan :

Jika kau sudah menerima ini, itu artinya aku sudah tidak disini hyung. Temui aku di pom bensin depan minimarket langganan kita mencuri dulu. Aku akan menunggumu.

Donghyuk tertawa kecil membaca tulisan itu. Ya, dia memang suka mencuri disana, sedikit lucu menyadari bahwa dia adalah diakon yang merupakan kriminal kecil.


tbc:/

Continue Reading

You'll Also Like

62.9K 4.6K 29
Love and Enemy hah? cinta dan musuh? Dua insan yang dipertemukan oleh alur SEMESTA.
84.3K 7.9K 21
Romance story🤍 Ada moment ada cerita GxG
71.7K 13.9K 15
[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] 21+ ‼️ Apa jadinya jika si berandal Jasper Ryker yang dijuluki sebagai raja jalanan, tiap malam selalu ugal-ugalan dan babak...
320K 24.2K 109
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...