I'm Coming [END]

Door Maulana707

1M 39.5K 1.6K

(18+) Belakangan ini semua temanku mati secara satu persatu. Apakah aku yang akan menjadi selanjutnya? Meer

Prologue (Revisi)
#1 (Revisi)
#2 (Revisi)
#3 (Revisi)
#4 (Revisi)
#5 (Revisi)
#6 (Revisi)
#7 (Revisi)
#8 (Revisi)
#9 (Revisi)
#10 (Revisi)
#11
#12
#13
#14
#15
#16
#17
#18
#19
#20
#21
#22
Author lagi kepo
#23
#24
#25
#26
#27
#28
#29
#30
#31
#32
#33
Fool
Chaos
Near
Lost
Devil
Pain
Eye
Genuine
Things
Sign
Risk
Awake
Step
Burn
Time
Limit
Hide
Home
Vague
Red
Zafran
Blood
Rough
Adapt
Circumtances
Stand
Humanity
Shape
Breath
Silence
Runaway
Endless
Intan
Tipping point
Gate
Who?
The Red Code
Trust Issues
Chocolate
Unknown
Delivery
Epilogue

Explode

2.6K 128 0
Door Maulana707

A/N: Jangan lupa vote dan comment :)



 Jangan sampai tergigit adalah motivasi utama mereka berdua, karena jika iya, masa depan akan langsung terlihat suram di depan mata.


"Pan"

"Iya" langsung mengerti arti panggilan barusan.


 Masih waspada dengan apa yang ada di sekitar, Pandu menatap tajam dua orang makhluk yang sedang berada di hadapannya saat ini. Tak perlu pikir panjang dengan apa yang harus ia lakukan selanjutnya, ia langsung merangsek maju ke depan untuk membuka celah.


Kletak


Terdengar sebuah tendangan cukup keras yang dilancarkan oleh Pandu terhadap lawannya barusan. Ia memang sengaja menerjang ke arah salah satu lawan di daerah dada sebagai permulaan.

 Belum berhenti sampai disitu saja, Pandu memanfaatkan momen gravitasi ketika makhluk itu terjengkang jatuh ke belakang dengan menaikinya dan tak lupa menancapkan sebuah pisau ke arah kepala dan langsung dicabut bersamaan dalam kejapan mata berikutnya.


"Hampir.." batin Ian sedikit menarik nafas lega yang melihat Pandu akan segera tergigit zombi yang ada di sebelahnya kalau saja ia tak langsung melempar salah satu pisau panjang yang sedang ia genggam ke arahnya.

"Thanks" dengan nada agak terkejut karena ia sempat melihat sebuah pisau melayang ke arahnya dan berhasil menancap di kepala tepat sebelum makhluk itu berniat menggigit punggung Pandu.

"Yoi" dan melihat sebuah celah untuk kabur berhasil terbuka disaat yang bersamaan.


Karena keselamatan adalah hal yang harus menjadi utama, Pandu langsung mencabut kembali pisau yang barusan dilemparkan oleh Ian dan langsung ia simpan di salah satu kantong pisau miliknya, membawa senjata itu hukumnya wajib untuk saat ini.


"Ayo"

Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang ada, Ian langsung mengikuti Pandu untuk segera pergi dari tempat itu secepatnya.


"Hmmm" sambil mengamati pemandangan di sekitarnya.


 Pandu, dalam pelariannya tidak sekedar berlari tak tentu arah saja, namun ia juga memikirkan kemungkinan-kemungkinan terbaik agar mereka berdua dapat sampai dengan selamat tanpa harus keluar banyak tenaga.

 Ia sempat melihat ada banyak motor yang bergelimpangan dimana-mana, termasuk di jalan. Meskipun kebanyakan kunci masih tergantung di lubang kendaraan masing-masing semenjak awal wabah, namun memakai motor sangatlah tidak menjamin keselamatan mereka berdua ketika berkendara di jalan.


"Di depan sana ada mobil hitam yang dua pintu depannya sedang terbuka?" batin Pandu yang malah semakin ragu, bukannya senang ketika melihat sebuah kesempatan kabur.


 Yah, tanpa harus melihat ke dalam mobil pun, Pandu sudah bisa langsung tau apa yang akan ia lihat di dalamnya. Antara bensin yang habis dan sesuatu yang tertinggal di dalam sana, kemungkinan besar.


 "Lagipula udah ga ada pilihan lain.."


 Tanpa perlu pikir panjang, Pandu langsung berlari ke arah mobil tersebut diikuti dengan Ian yang sedang dikejar-kejar pula oleh makhluk yang ada di sekitarnya, namun masih dapat menghindar dari mereka.

Mulai mempercepat intensitas kecepatannya, Pandu langsung berlari menuju pintu tengah, bukannya pintu depan karena ia ingin memastikan sesuatu. 


(Suara pintu mobil terbuka)


 Dengan nafas sedikit terengah-engah dirinya membuka pintu dan langsung memberi jarak untuk bersiap-siap dengan apapun yang berada di dalamnya saat ini.


"Udah kuduga.." dan disaat yang sama ia melihat ada sepasang zombi dewasa yang masih memakai sabuk pengaman dan sepertinya baru berubah hari ini, terlihat dari bentuk perubahan mereka berdua yang masih baru.


Merasa dalam keadaan yang menguntungkan, Pandu langsung saja menancapkan pisau miliknya ke arah kepala mereka berdua, karena dari apa yang telah ia pelajari, kepala adalah titik kelemahan mereka (zombie)


***


 Tak sempat mengeluarkan dua mayat mereka berdua yang ada di dalam, Pandu langsung melanjutkan langkahnya ke pintu depan sebelah kiri sembari menghindari beberapa zombi yang berniat untuk menggigit dirinya.


"Gimana?" tanya Pandu sambil menutup pintu dan melihat ke arah Ian yang telah berada di sampingnya saat ini.

"Disini ga ada kuncinya." sambil menunjuk ke arah lubang kunci.

"Hah? coba kita cari dulu"

"O oke"


 Masih berusaha agar tidak panik, mereka berdua mencoba untuk mencari kunci mobil dimulai dari bagian depan. Bisa dibilang mereka berdua juga terjebak karena sekitar belasan zombi telah mengepung keberadaan mereka berdua yang sempat memancing perhatian. Harus bertindak sekarang atau tidak sama sekali adalah pilihan mereka berdua.


"Mungkin salah satu dari mereka berdua ada yang ngebawa kunci" batin Ian sambil melirik ke arah mayat tak bernyawa yang ada di kursi tengah.


 Sembari membiarkanIan mencari-cari disekitar situ, Pandu langsung berinisiatif untuk meraba-raba kantung mereka berdua, berharap jika kunci yang sedang dicari-cari ada disitu.


"Hmm" masih berusaha mencari satu demi satu di dalam kantung yang ada namun ia tak dapat menemukannya. Menaruh di kantung belakang juga tidaklah mungkin karena sangat jarang orang menaruh kunci di kantung yang seperti itu.


 Dalam pencariannya, meskipun ia tak dapat menemukan kunci mobil yang dicari, Pandu sempat menemukan sebuah pistol yang berada beberapa inci di dekat salah satu sepatu yang digunakan mayat pria, mungkin sempat digunakan untuk menembak sesuatu, entahlah, tak ada yang tahu.


"Ah, masuk akal juga"

"Mungkin dia sempat ingin bunuh diri setelah sadar terinfeksi" batinnya.


 Ketika ia memeriksa amunisi yang masih tersisa di dalamnya, hanya tinggal tujuh peluru yang tersisa dari isi slot penuh.


"Aku harus manfaatin ini kalo lagi darurat"


(Suara mobil menyala)


 Ian terpaksa harus membongkar area dibawah kendali setir secara paksa karena ia harus menyalakan mesin mobil secara manual atau para zombi akan berhasil menerobos masuk ke dalam.


"Ayo kita pergi dari sini"

"Iya lah, aku juga gamau lama-lama, Pan" langsung tancap gas dan sempat menabraki beberapa zombi yang ada di depan mereka berdua karena menghalangi jalan.

(Suara deru mobil)

"Btw, ko bisa nyalain sendiri tanpa kunci?" masih agak penasaran.

"Dulu mobil kakek sering ga bisa dinyalain tanpa kunci karena macet, jadi ya terpaksa dinyalain secara manual"

"Pistol darimana tadi?" sambil fokus menyetir.

"Gatau juga ini" sambil memerhatikan bentuk pistol yang sedang ia genggam dan ketika ia mengamati lebih serius, Pandu baru menyadari jika pistol tersebut masih milik salah satu instansi keamanan negara, antara milik petugas dan hasil jarahan, mungkin.

"Itu senjata api langka, jangan boros peluru Pan"


Note:

Yah, seperti yang telah kalian semua ketahui bahwa peredaran senjata api di negara ini juga dilarang dan kepemilikan senjata pribadi juga aturannya di perketat untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Jadi ya jika terjadi hal semacam wabah zombi seperti ini cukup merepotkan sebenarnya dalam urusan mencari senjata yang dapat menopang tingkat persentase bertahan hidup.


"Iya, ngerti" kembali menyimpan benda tersebut ke salah satu kantong miliknya


 Masih belum selesai dalam menyisir benda-benda yang ada di dalam mobil, Pandu mencoba meraba-raba kantung yang ada di belakang masing-masing kursi depan, berharap jika ia dapat menemukan hal-hal yang dapat berguna seperti peluru misalnya.


"I ini" tak percaya dengan apa yang ia lihat dalam genggamannya.


***


 Pandu tak sengaja menemukan sebungkus coklat dibalik kursinya sendiri, masih utuh dan belum dibuka sama sekali. Kali ini ia sedang beruntung.


"Coklat?"

"Iya"

"Sini bagi"

"Ok, sabar."


***


 Sebenarnya jarak lokasi awal mereka dengan rumah sakit terdekat sekitar sepuluh kilometer ke depan, namun karena kebanyakan rute perjalanan sangat berbahaya untuk dilewati, mereka berdua berusaha memutar otak untuk memikirkan jalan pintas lain.

 Ada alasan mengapa mereka berdua lebih memilih untuk pergi ke rumah sakit dan bukannya harus pergi ke apotek terdekat.

 Selain karena kebanyakan persediaan obat sudah dijarah habis-habisan pada hari pertama, kemungkinan untuk menemukan orang-orang yang masih selamat dan memiliki bidang keahlian di bidang medis juga bertambah. Dokter atau perawat, jika beruntung. Demi teman mereka yang sedang sakit di belakang sana.


"Ini dia tempatnya" pungkas Ian sambil memberhentikan kendaraan mereka berdua tepat di depan tulisan "Rumah Sakit Abdi Bangsa"

"Yakin ini? jumlah mereka ada banyak.."

"Ga ada pilihan lain."

"Sejak awal, emang kita punya pilihan? haha"


 Pandu mengamati keadaan yang ada di sekitar mereka, berharap ia segera dapat menemukan sedikit celah untuk melewati mereka tanpa harus bersusah payah mengeluarkan tenaga. Jalanan cukup ramai oleh mereka yang telah mati. Berjalan-jalan kesana kemari layaknya tak memiliki tujuan dan dengan memasang tatapan kosong.

 Untuk keadaan rumah sakit sendiri juga belum dapat dipastikan sebelum diperika. Gerbang yang sedang sepenuhnya terbuka membuat yang mati dapat leluasa masuk ke dalam wilayah luar rumah sakit.


"Kita butuh rencana.." ungkap Ian sambil sedikit mengintip ke arah kaca tengah.

"Oh, shit"

"Kita har-" belum selesai Pandu menjawab, Ian langsung berteriak agar mereka berdua langsung keluar dari dalam mobil karena ada sebuah truk gandeng yang akan menabrak mereka dari belakang.


 Reflek, mereka berdua langsung membuka pintu mobil masing-masing dan melompat menuju keluar dengan cepat. Belum berhenti sampai disitu, dua detik setelah mereka berdua berhasil keluar dari mobil, sebuah truk gandeng berukuran besar langsung menabrak mobil yang sempat mereka tumpangi secara lurus dari arah belakang.


(Suara tabrakan dua buah kendaraan)


 Semuanya terjadi dengan sangat cepat, satu-satunya alasan mengapa mereka berdua bisa selamat kali ini adalah dengan menekuk kaki masing-masing atau mereka akan kehilangan kaki tersebut akibat tabrakan barusan karena jarak truk dan tempat mereka melompat juga sangat dekat.


"Tadi itu nyaris"

"Jangan lengah, Pan."

"Kita masih belum aman." peringat Ian yang kini sudah bangun dari tempatnya sebelumnya, tak ingin menjadi sasaran empuk para zombi yang berada disana.

"Iya tau"

"Shit, apa-apaan tadi" sambil memandang ke arah truk.


(Suara dentuman keras)


 Truk tersebut masih belum berhenti bergerak bahkan setelah sempat menabraki banyak zombi yang ada di hadapan body truk. Terlihat menguntungkan memang, namun sepertinya siapapun yang sedang mengendalikan setir di dalam sana sedang tidak stabil karena beberapa detik setelah itu truk akhirnya berhenti setelah menabrak sebuah bangunan dengan keras. Cukup untuk menarik perhatian para zombi yang ada disana.

 Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang ada, Pandu dan Ian langsung bergerak menuju kawasan rumah sakit memanfaatkan situasi mereka yang sedang teralihkan perhatiannnya. Meskipun masih harus berhadapan dengan mereka yang sedikit menyusahkan di depan, tapi itu lebih baik ketimbang harus menghadapi mereka dengan jumlah banyak. Jelas kalah jumlah.


"Pintu depan udah di segel."


***


 Seperti tampilan desain awal setiap rumah sakit pada umumnya, sisi depan kebanyakan mengambil kaca sebagai pengganti dinding. Hal ini tentu saja sangat berbahaya karena kaca itu rapuh, lebih rapuh daripada dinding. Dan dapat ditembus oleh para zombi dengan sangat mudah.


Namun seseorang sepertinya telah mengakali hal itu terlebih dahulu.


 Pintu kaca depan telah dikunci serta setiap sisi yang memakai kaca sebagai pengganti dinding telah ditutupi oleh sebuah kain berwarna puti polos yang memiliki diameter sangat lebar. Cukup lebar untuk menutupi seluruh penjuru kaca hingga berhasil mencegah para zombi untuk mencoba menerobos masuk ke dalam lewat situ karena mereka tak mendapat rangsangan penglihatan akibat kaca yang telah ditutupi oleh kain.


"Kita coba cari jalan lain."

"Ayo"

"Oke" sambil mengangguk-anggukkan kepala.


 Belum berputus asa dalam upaya mencari jalan masuk yang lain, mereka berdua juga masih harus menghadapi beberapa zombi yang harus segera disingkirkan karena akan berbahaya jika terus dibiarkan begitu saja atau mereka akan semakin bertambah lagi.


"Fokus nyari celah masuk Ian, biar aku yang lawan mereka." untuk lebih menghemat waktu tentunya.

"Oke"

"Tetap berdekatan, jangan terlalu jauh" tambahnya.


 Sementara Ian masih mengamati sekaligus cara mereka bisa masuk ke dalam, Pandu mulai menghadapi mereka. Jangan lupakan pistol yang sempat ia dapatkan di mobil sebelumnya, namun ia tak akan menggunakannya untuk kali ini.


Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, hanya gunakan itu ketika situasi darurat.


(Suara ledakan)


 Tiba-tiba terdengar sebuah ledakan yang cukup keras sekitar beberapa ratus meter dari rumah sakit tersebut. Cukup dekat memang. Jika didengar dari arah suara ledakan barusan, juga merupakan arah yang sama dimana truk tersebut akhirnya berhenti setelah menabrak sebuah bangunan hingga jebol ke dalam.


"Arahnya dari tempat truk tadi..."

"Meledak mungkin?"

"Mungkin kalau bensinnya bocor ke bawah dan ada percikan."

"Untung kita udah ga di deket situ, bahaya.." sambil menyiapkan pisau miliknya.


 Pandu langsung melesat maju ke arah mereka terlebih dahulu sebagai permulaan. Karena yang sedang ia hadapi adalah tipe yang berjalan lambat, maka kecepatan mereka juga segitu-gitu aja. Namun meskipun begitu, mereka akan terasa berbahaya jika bergerak dalam jumlah yang besar, dan berkelompok untuk paling sedikit.


"Formasi mereka ga teratur, ini kesempatan."


 Dengan cepat Pandu menendang keras lutut kedua zombi yang ada sedang berada di hadapannya hingga berhasil membuat mereka terjatuh ke tanah sejenak. Ia melakukannya untuk memperlebar jarak diantara diantara mereka.

 Memanfaatkan sebilah pisau lancip yang sedang ia genggam, Pandu tak langsung membunuh mereka di tempat dalam keadaan seperti itu. Karena kunci utama di dalam sebuah pertarungan adalah mengendalikan emosi, termasuk nafsu yang menjerumuskan.


"Akan lebih repot menghadapi mereka yang terlalu saling berdekatan." untuk menghindari resiko digigit dari belakang oleh mereka tentunya.


 Masih belum kehabisan ia akal, tentunya ia juga berusaha memutar otak untuk mencari solusi seefektif mungkin.

 Melihat ada kesempatan untuk menyerang, Pandu langsung kembali melesat maju dengan sebuah ide. Tidak seperti sebelumnya yang hanya berniat untuk memperlebar jarak saja, Pandu kini kembali menendang salah satu lutut zombi yang berada di sisi kanan dengan keras hingga terjatuh dan disaat yang bersamaan ia juga menusuk kepala zombi yang berada disisi kiri.


Jleb.


 Belum berhenti sampai disitu, ia memanfaatkan momentum rotasi perputaran badan miliknya untuk langsung berputar ke arah kanan untuk kembali mencabut pisau miliknya dan menusuk kepala zombi yang barusan sempat ia tendang dalam seperkian detik selanjutnya.


***


 Semua itu langsung ia lakukan dengan gesit dan berusaha untuk tak meninggalkan celah bagi para zombi untuk menggigitnya.


"Masih ada tiga lagi yang sekiranya bakal menganggu kalau tidak segera dibasmi." sambil melirik ke arah tiga sosok yang berada di dekatnya saat ini.


 Karena yang ia pakai untuk menyerang saat ini adalah sebuah pisau, maka hal tersebut juga sedikit memengaruhi gaya menyerangnya, karena beda alat juga beda teknik pemakaian. Menyerang dalam jarak dekat lebih menekankan kepekaan dalam menghadapi situasi dan bagaimana cara kita dapat memutuskan sebuah keputusan dengan cepat.


"Huh.."


Untuk menyelesaikan ini dengan cepat, Pandu kembali bergerak.


 Ia melangkahkan kedua kakinya ke arah mereka dengan santai. Tepat sebelum mereka berhasil mengigit tubuh Pandu, ia langsung menghindar ke arah kiridengan sigap. Masih berusaha untuk tetap menjaga agar irama nafas tetap stabil, Pandu langsung menembak salah dua yang berada di antara mereka yang berada di posisi yang segaris lurus tepat di kepala.

 Peluru tersebut langsung meluncur mengenai salah kepala yang ada di depan terlebih dahulu lalu diikuti dengan beberapa serpihan peluru yang menembus tengkorak kepala makhluk tersebut yang rapuh menuju kepala lain.


"Yes, Headshot."


 Belum berhenti sampai disitu, Pandu tetap memposisikan kakinya agar tidak salah mendarat dan kembali bergerak untuk menusuk satu zombi yang tersisa dihadapannya kali ini.


Jleb.


 Tentu saja, Pandu langsung mencabut pisau miliknya yang sempat menancap di kepala karena ia masih membutuhkannya dan sempat mundur beberapa langkah untuk menjaga jarak dari mereka.

 Ketika Pandu melirik ke arah Ian, ia sudah memberi kode agar dirinya segera mundur dari situ, sepertinya ia menemukan sesuatu yang penting, mungkin. Tentu saja setelah itu ia langsung menghampiri ke arah Ian.


"Gimana?"

"Aku udah nemuin satu-satunya jalan masuk, tapi cuma untuk satu orang."

"Satu orang?"

"Harus ada yang ngalihin perhatian mereka setelah ini, langsung tutup pake dua kasur yang ada disana nanti."


 Sebenarnya Pandu juga masih bingung dengan maksud Ian barusan, namun ia langsung mengisyaratkan agar tetap diam dan segera mengikutinya sekarang. Ian terus memimpin jalan hingga mereka berdua berhasil sampai di sisi lain gedung rumah sakit tersebut.

 Meskipun jumlah zombi yang ada disana juga tidak terlalu banyak, namun akan sangat berbahaya jika mereka terkepung dan tidak ada jalan lain untuk kabur.


"Itu?" sambil menunjuk ke sebuah ruangan UGD yang salah satu pintu kacanya terbuka lebar namun disisi pintu satunya ada bekas lumuran darah sesuatu. Entah apa yang ada di dalamnya.

"Iya, kamu aja yang masuk duluan, nanti aku nyusul" ingin mengalihkan perhatian mereka.


 Sebenarnya Ian sudah sempat memikirkan beberapa cara masuk lain ke dalam rumah sakit selain harus melewati pintu UGD.

 Alasan mengapa ia ingin melakukan hal itu karena selain ia tidak harus memecahkan salah satu kaca dan dapat membiarkan mereka(para zombi) masuk begitu saja tanpa adanya sesuatu yang bisa menahan, itu akan sangat berbahaya jika mereka memenuhi rumah sakit dan tidak ada jalan keluar sama sekali. Yaitu agar para zombi juga tidak mengikuti mereka berdua ke dalam.

 Jika salah satu dianta mereka berusaha mengalihkan perhatian para zombi, maka salah satu yang lainnya akan dapat memblokir jalan masuk tersebut dan tidak akan ada penambahan jumlah zombi di dalam sana meskipun situasi belum juga dapat dikatakan sebagai aman.


#TBC


Ga verder met lezen

Dit interesseert je vast

698K 43.9K 54
⚠️DILARANG KERAS MENGCOPY CERITA SAYA⚠️ BELUM MEMASUKI TAHAP REVISI‼️ Namaku Ella. Aku mempunyai kakak bernama Jessie. Kerjaan kami di rumah hanya b...
56.4K 6.7K 176
"Lin Shi adalah pendosa seluruh industri film!" "Lin Shi, aku ingin meminta maaf kepada seluruh penonton jaringan!" "Lin adalah pencuri tua, aku ti...
19.4K 4.6K 100
Selaksa Noktah. Tolong tetap tinggal, saya tak terbiasa dengan orang baru. Kumpulan sajak sepuluh dasa seri pertama. Tentang ribuan noktah, yang saya...
32K 787 137
Antologi Cerpen Dan Puisi berisikan kumpulan puisi dan cerpen dan terkadang berisi kumpulan catatan yang murni dibuat sendiri oleh author sebagai pen...