Dancing With A Stranger

By realrahina

10.3K 1.2K 662

Pernikahan bunda dengan seorang pria Amerika bernama Richard cukup membuat hidup Aulia Wijaya seperti sedang... More

Prologue: To the Northwest
1. A Very Unusual Jet Lag
3. The New Cassidies
4. O-li-ya
5. The Calls and Night
6. Highland Park
7. Tips and Advices
8. Society's Crush
9. Outrunning Me
10. Contact, Impact
11. Patriots
12. South = Youth
13. Raise a Glass

2. Minnesota, Baby

960 131 97
By realrahina

AULIA WIJAYA

Richard membawa kami terus melaju. Aku bisa melihat jalanan semakin ramai dan hutan-hutan mulai renggang, digantikan dengan pemandangan tepian kota pada umumnya. Kami menyaksikan kelap-kelip lampu rumah-rumah penduduk di tepi danau serta lalu lintas yang mulai ramai. Aku juga sudah menemukan pom bensin dan 7-eleven di sini. Ada banyak sekali pohon seperti pinus dan cemara, dari balik gelapnya malam aku bisa melihat semuanya mempertahankan dedaunan hijaunya yang menjarum.

Kami keluar dari jalan dua jalur dan melesat menyusuri jalan raya. Aku tak tahu apa-apa tentang Minnesota, kecuali bagian lain Amerika Serikat yang sering kulihat di film-film seperti New York, Washington ataupun Los Angeles. Tapi aku sering mendengar tentang sungai Mississippi yang membelah kota ini.

Kurasa aku cukup percaya bahwa St. Paul merupakan ibukota yang tenang. Populasinya sekitar tiga ratus ribu orang, dua kali lebih kecil dibandingkan kota ayahku lahir: Pontianak. Richard mengatakan kota ini sangat aman jadi dia tak pernah tampak khawatir jika aku berkeliaran di kota.

"Richard," panggilku.

"Yes, sweetheart?" sahutnya, pandang matanya bertemu dengan mataku lagi melalui kaca spion tengah.

"What does high school life look like?"

Sebagian masa kecil dan remajaku di Indonesia diisi dengan maraton film dan series yang menunjukan budaya remaja SMA di barat. The Duff, Easy A, Paper Towns, Riverdale, Sex Education, The Perks of Being a Wallflower, dan Gossip Girl adalah hal yang cukup dikenal untuk anak-anak seumurku dan aku tahu hal yang sama juga terjadi di SMA-SMA Indonesia. Kadang aku juga sering 'nakal' dengan teman-temanku, tapi kalau tebakanku benar mengenai lebih banyak hal negatif di sini, tak aneh jika aku merasa khawatir dengan masa SMA-ku nanti.

Hening sebentar. Richard sedang berpikir dan ternyata Bunda dan Tina juga menyimak pembicaraan kami. "It's not too bad," jawabannya seperti tahu apa maksudku.

Kemudian dia melanjutkan setelah melihat bahwa aku tidak menjawabnya, malah menunggunya menjelaskan lebih lanjut. "Aku mungkin bukan orang yang tepat untuk memberimu informasi mengenai ini, masa-masa SMA-ku sudah lewat sangaaat lama. Tapi aku yakin Robb pasti punya banyak sekali cerita dan jawaban untukmu mengingat kalian pergi ke sekolah yang sama nantinya."

Oh ya, aku hampir lupa bahwa aku punya kakak di keluarga baruku ini. Kakak tiri yang lebih tua sepuluh bulan dariku, namun Robb berada di kelas sebelas sedangkan aku melanjutkan kelas sepuluhku disini.

Sebelumnya aku sudah pernah bertemu dengan Robb musim panas lalu di Bali sewaktu kami menyelenggarakan pernikahan Bunda dan Richard. Dia sering mengajakku berbicara dan aku tahu effort-nya yang sama seperti Richard dalam mendekatiku dan Tina.

Aku ingat ada pesannya yang masuk beberapa jam yang lalu berisi "WELCOME HOME WELCOME TO MINNESOTA, LIL SISTERS LIA AND TINA🎉" yang belum sempat kubalas layaknya pesan-pesan yang lain.

Tanpa sadar aku ingin cepat-cepat bertemu dengannya.

Aku menyimak apa yang Richard katakan setelahnya. "Aku tahu aku harus memberitahu kamu semuanya tapi aku sadar bahwa it is incredibly difficult to frame the life of an American high schooler in a few sentences, Sweetheart."

Dia melanjutkan, "But, you know tidak setipikal seperti film Mean Girls, tapi pasti ada beberapa kemiripan yang jelas."

"Wah kamu juga menontonnya?" tanyaku tak percaya setelah meledak tertawa.

Richard memberikan anggukan penuh semangat padaku dan aku masih belum percaya. "I used to be an old fan of Lindsay, so..." Aku melihat dia memberikan senyum jahilnya dari kaca spion padaku seraya mengangkat kedua bahunya.

"Oh my god," responku masih tak habis pikir.

"Tina mau nonton itu!" teriak Tina dari sebelahku. Dia memang selalu begitu, tipikal adik yang selalu ingin tahu. Meskipun menggemaskan tapi kadang membuatku kesal juga. Pengecualian kali ini permintaannya justru membuatku ikut tertawa dengan Bunda. "Bunda, can I? Richard? Please..."

"Ngapain tiba-tiba pengen nonton film buat orang gede sih, Na?" tanya Bunda.

"Oh ini filmnya orang gede, Bun?" Aku bisa melihat sorot kekecawaan dari mata adikku. Aku memeluknya gemas, hal yang selalu aku lakukan ditambah dengan menekan kedua pipinya yang kenyal hanya dengan satu telapak tanganku tangan.

"Boleh nonton tapi berdua dengan aku ya, gimana?" tanya Richard kepalanya menoleh sebentar untuk menatap Tina yang membuat si manusia kecil itu tersenyum senang, dia mengangguk dengan cepat mengiyakan. Bunda hanya menggeleng melihat keduanya.

"Richard mau nostalgia dengan idolanya tuh, Bun." Aku menembak iseng dan melayangkan cengiranku ke Richard.

"Eh, Bunda kalian kan lebiiiiiih cantik daripada Lindsay Lohan," godanya menggunakan bahasa Indonesia yang lucu dan aku yakin membuat pipi putih Bunda merona merah.

"God. Just drive on the road, Richard Cassidy." Bunda mengomel.

"Sure, Mrs. Cassidy," cengir Richard sebelum kembali memfokuskan perhatiannya pada jalanan dan Bunda kembali mengobrol dengannya di kursi depan, sementara di sebelahku Tina mulai asyik menikmati gemerlapnya pemandangan saat kami memasuki pusat kota St. Paul. Tangannya tak lepas menggenggam boneka karakter Sherrif Woody kesayangannya.

Aku mencoba mengikuti cara Tina dengan menghargai kota ini karena tak lama bangunan-bangunan lokal kecil bermunculan di jalan raya yang sudah ramai, kemudian muncul lebih besar. Kami berkendara di pertokoan yang panjang, penuh showroom mobil bekas dan bar lalu masuk ke jalan berikutnya yang penuh butik pakaian dan restoran. Semakin lama kami menemukan bangunan tinggi dan gedung yang berdempetan. Di ujung jalanan yang padat aku bisa melihat bukit-bukit dengan bangunan di atasnya menurun ke bawah dengan curam.

Tapi semakin besar usahaku mencoba bersemangat telah berada di pusat kota, tetap saja tidak bisa mengusik hal kecil yang barusan mengangguku.

Mrs. Cassidy

Mrs. Cassidy

Mrs. Cassidy

Mrs. Cassidy

Agh sial. Aku memaki.

Padahal aku sudah lupa dan seharusnya aku ingat waktu-waktu dimana Bunda sudah membiasakan diri memakainya setelah pernikahan. Tapi secuil dari perasaanku membencinya.

Hatiku sedikit teriris mengingat kenyataan bahwa nama belakangku dan Tina sekarang sudah tidak lagi sama dengannya. Bunda bukan lagi seorang wanita keturunan Jawa dengan nama ayahku: Natalia Ayu Wijaya melainkan sudah menjadi Natalia Ayu Cassidy.

Aku bahkan tak sadar bahwa aku larut dalam pikiranku sendiri begitu Richard berbelok masuk ke sebuah cluster perumahan yang terpetak-petak dan tertata rapi berhiaskan lekukan lembah dan danau yang menyemut serta bukit-bukit yang memanjakan mata. Kami melintas di tengahnya yang merupakan jalan beraspal dengan lebar kira-kira lima sampai enam meter.

Seperti banyaknya perumahan ber-cluster, rumah-rumah di sini cenderung sama bertingkat dua. Yang membedakan rumah-rumahnya adalah warna rumah, bentuk taman dan tanaman. Ada yang punya taman serba hijau dengan batu kecil sebagai jalan setapak di tengahnya ataupun taman rumah tropis dengan beraneka ragam jenis tanaman yang terhias diantara rerimbunan pohon berbagai jenis. Ada juga taman yang bergaya Edwardian dengan semak yang tergunting sempurna dan aneka topiari, seperti rumah Richard yang sekarang akan kupanggil dengan 'rumahku' contohnya.

"Seneng banget nih Bunda nemu halaman yang beginian," celetukku begitu mobil berhenti di carport rumah Richard—eh, rumahku.

Aku membiarkan mataku untuk mengamati setiap inci bangunannya. Berkat pemilihan warna cat dan warna batu alam yang mengisi sebagian sisi dinding rumah, membuat rumah tersebut tampil lebih anggun. Rumah berlantai dua, cerobong asap, dan atap miring nan tinggi sepertinya sudah menjadi khas paling utama di Amerika. Terdapat dua buah pilar di teras dan berada di sebelah kanan dan kiri akses masuk ke dalam rumah. Jendela-jendela pada rumahnya memiliki ukuran yang besar dengan bentuk persegi panjang. Kenyamanan juga mengisi rumah ini, karena adanya taman yang hampir mengelilingi seluruh bangunan rumah.

Sebelum Bunda meresponku pintu rumah terbanting terbuka menunjukkan sosok Robb Cassidy yang memakai kaos putih dipadu dengan senyum lebarnya, seperti sudah siap menyerbu dia berlari menuju mobil kami.

Kami turun dari mobil tapi si manusia kecil Tina langsung bergegas memeluk Robb setelah kakak tiriku itu memanggilnya dengan berteriak, "HELLO PACARNYA SHERIFF WOODY!"

Aku mau tak mau tertawa dengan tingkah mereka. Tidak ada yang berubah dari Robb sejak tiga bulan yang lalu. Seperti yang kukatakan sebelumnya dia mengenakan kaos putih dan jins hitam. Kaosnya sangat pas dengan pundaknya yang amat lebar. Penampilannya selalu mempesona dengan rambut acak-acakan, mata hijau dan hidung mancung yang kutahu banyak perpaduan dari Richard di sana. Bangga banget gue sekarang punya kakak ganteng gilaaa.

"Honey, could you help me with those other boxes?" pinta Bunda setelah Robb beralih memeluknya tak kalah erat. Aku sudah tahu dia begitu senang punya keluarga baru, menjadi seorang anak piatu sejak kecil secara naluriah merupakan suatu kebutuhan dasar yang hilang dari dirinya. Robb sudah sangat lama kehilangan sosok ibu.

"Siap, Bunda." Robb menjawab dengan salah satu dari sedikit kata dari bahasa Indonesia yang dia tahu. Dia beralih kepadaku dan aku melihat senyumnya melebar. "But I miss my pretty lil sister soooo much."

"Hi, Robb." Aku menyapa sebelum dia meraih tubuhku ke dalam pelukannya. Terlebih aku merasa begitu mungil ketika dia mulai mengayun-ayunkanku disana, aku tertawa dan memintanya berhenti.

"Son," panggil Richard pada Robb dari bagasi belakang mobil, tangannya membawa dua kotak barang pindahan kami dengan sekali tumpuk, lengan kemejanya sudah dia gulung ke atas sampai siku. "Kau masih punya banyak waktu dengan mereka sekarang bantu aku pindahkan ini ke dalam."

Aku bergabung dengan Richard dan Bunda dengan mengambil salah satu koper untuk kubawa ke dalam. Tina juga ikut menyumbang bantuan dengan membawa kantong cemilan kami dan mini backpack-nya dari dalam mobil.

Kudengar Robb berkata sebelum aku sadar ada sepasang tangan yang meraih koper dariku. Aroma kayu cedar bercampur mint samar-samar menyapa hidungku, "Aku membawa tenaga lebih, Dad."

Aku mendongak untuk melihat figur baru tersebut karena kukira awalnya dia Robb. Dia berdiri di hadapanku dengan pandangan yang tajam. Sepasang mata biru kelamnya menatap mata hitam kecoklatanku. Rambut berantakan berwarna coklat yang sama dengan Robb namun lebih gelap dan dipotong lebih pendek. Tubuh bidangnya dibalut dengan sweater polos berwarna abu-abu.

"Guys, this boy right here is my friend. Sebastian Riley."

Dia tersenyum padaku dan aku balas tersenyum. Ada sesuatu yang kulihat dari matanya saat dia menjulurkan tangan dan kami saling bersalaman. Kami menyentuh kulit masing-masing dan aku bisa merasakan kulitnya yang dingin seperti sedang menyentrumku.

Di sana, aku dapat melihat senyumnya yang berubah menjadi sebuah seringai.

— RAHINA —

Komentar, kritik, saran, dan vote kalian sangat berarti buat aku. Jadi, tolong tinggalkan jejak sekecil apapun itu setelah kalian baca "Dancing With A Stranger" yaa :)

Continue Reading

You'll Also Like

639K 34.4K 75
The end✓ [ Jangan lupa follow sebelum membaca!!!! ] ••• Cerita tentang seorang gadis bar-bar dan absurd yang dijodohkan oleh anak dari sahabat kedua...
711K 33.9K 40
Menjadi istri antagonis tidaklah buruk bukan? Namun apa jadinya jika ternyata tubuh yang ia tepati adalah seorang perusak hubungan rumah tangga sese...
4.8M 258K 58
Dia, gadis culun yang dibully oleh salah satu teman seangkatannya sampai hamil karena sebuah taruhan. Keluarganya yang tahu pun langsung mengusirnya...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

3.7M 224K 28
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...