Takdir Dua Hati | END ✓

By Nina_noona

1.2M 59.5K 875

⛔Nggak perlu baca cerita ini kalau menurutmu cuma buang-buang waktu⛔ SINOPSIS: "Allah, sebenarnya skenario ap... More

Prolog
1 [Panggilan dari Ayah]
2 [Tangisan Mama Renata]
3 [Tentang Fahmi]
4 [Sahabat Nami]
5 [Sebab]
6 [Siapa Fahmi?]
7 [Ternyata Fahmi]
8 [Pernikahan]
9 [Hari Ketujuh]
10 [Satu Hari yang Melelahkan Hati]
11 [Pria Bersweeter Coklat]
12 [De javu]
13 [Sebuah Permintaan]
14 [Bingkai Lama]
15 [Balkon]
16 [Rahasia dari Angga]
17 [David Yantoro]
19 [Pertemuan]
20 [Tamu tak Terduga]
21 [Cerita dari Mita]
22 [Mencoba]
23 [Belanja Bulanan]
24 [Bakso Pinggir Jalan]
25 [The First...]
26 [Percakapan Malam Itu]
27 [Sementara Pergi]
28 [Pertama Merindu]
29 [Malam Panjang]
30 [Acara Keluarga]
31 [Memori yang Hilang]
32 [Pengakuan]
33 [Heboh?]
34 [Menjadi Ragu]
35 [Hamil]
36 [Menyelimuti Lara]
37 [Perasaan Bersalah Fahmi]
38 [Kembali tak Tersentuh]
39 [Rahasia Hati]
40 [Ego dalam Diri]
41 [Puncak Kekecewaan]
42 [Perkara Masalalu]
43 [Ingin Sendiri]
44 [Mencari]
45 [Mengemis Rindu]
46 [Bersabar]
47 [Usaha Raelisha]
48 [Lembar Usang dalam Kenangan]
49 [Lembar Usang dalam Kenangan 2]
50 [Cacat yang tak Nampak]
51 [Takdir Dua Hati]-END-
Epilog
PROMOSI CERITA BARU :))
Extra Part

18 [Dahulu]

17K 957 4
By Nina_noona

Jangan anggap remeh semua perasaan yang singgah dalam hatimu. Bisa jadi, itu awal mula setan memperdayakanmu. Jangan biarkan Imanmu lemah saat rasa dalam hatimu mulai berubah, karena tipu daya setan akan lebih mudah masuk dan mengendalikan pikiranmu.

Saat itu, Iman Nami sedang goyah. Dan setan dengan senang hati membuatnya lengah. Tak sadar kalau arus yang membawanya adalah sebuah jalan menuju kesengsaraan.

Entah bagaimana, Nami dan pria bernama David itu menjadi dekat. Awal mulanya saat Nami kembali lagi keesokan harinya untuk mengembalikan jaket pria itu.
Namun ajakan minun teh bersama di meja dekat jendela membuat Nami riskan bila harus menolak. Akhirnya, mereka duduk di meja pagi itu, menyesap teh hangat yang disajikan.

Berbincang dengan David ternyata tak semembosankan yang Nami duga. Percakapan mereka mengalir begitu saja. David pandai mencari topik pembicaraan, dari berita hangat tentang pejabat yang korupsi, sampai makanan kesukaan kucing peliharaannya pun tak luput dari pembahasan mereka.
Jujur saja, percakapan mereka pagi itu sedikit mengangkat lelah dipundak Nami. Gadis itu sebenarnya sedang luntang-lantung mencari pekerjaan, usai resign dari pekerjaan lamanya karena masalah dengan rekan kerja.

"Kenapa nggak kerja di sini saja? Kebetulan kami kekurangan pegawai. Gajinya memang nggak besar, tapi setidaknya kamu boleh menjadikan ini sebagai pengisi waktu luang, sementara kamu cari pekerjaan yang lain."

"Beneran boleh?" Nami menatap tak percaya ketika David mengatakan hal itu.

Pria itu mengangguk mantap, "Ya, kenapa nggak?"

Dan tak pelak, hal itu membuat senyum Nami merekah.
Sebulan menjadi pengangguran, tiba-tiba ditawari pekerjaan sepert ini, siapa yang tidak mau?

Hari itu juga, Nami resmi menjadi pegawai baru di caffe tersebut.

Banyak hal terjadi setelahnya. Nami sering bertemu David sejak saat itu. Ketika waktu istirahat tiba, mereka bercengkrama bersama. Saat waktu pulang tiba, David tak segan mengantar Nami pulang dengan motor maticnya.

Semua mengalir begitu saja. Tiba-tiba mereka jadi akrab.
Namun, saat itu Nami belum menyadari, kalau ia sudah melangkah terlalu jauh dari batas-batas antara yang benar dan bukan.

Pikirannya mengira, "Tak masalah, lagipula kami hanya berteman." Tanpa tau, kalau ada yang masuk lewat cela hati yang sengaja dibuka itu.
Benaknya mengatakan, "Kami tidak melanggar batas, interaksi kami hanya sekadar berbincang bersama saja." Tanpa tau, ada yang ikut berbincang di sana. Membuat suasana nyaman, membuat hati senang, membuat pikirannya selalu menganggap semua yang terjadi "Bukanlah apa-apa." 

"Namira," panggil David satu malam, seusai pulang dari pekerjaan mereka.

Nami yang hendak membuka pintu gerbang tempat kosnya berhenti sejenak, menoleh menatap David yang berdiri di samping motor maticnya.

"Ya? Kenapa Mas?"

David nampak gugup, pria itu menggaruk tengkuknya. "Kayaknya aku suka sama kamu."

"Eh?"

🍂🍂🍂


Suara dering ponsel dari dalam tas kecilnya membuat Nami terbangun dari tidur siangnya.
Nami merasa matanya berat ketika dibuka, dan wajahnya terasa sembab saat ia bangun. Ia melirik ke arah jam dinding, waktu sudah menunjukan pukul empat sore.
Gadis itu menghela napas, sepertinya ia ketiduran siang tadi. Ia mengusap wajahnya dengan kasar, mengangkat tubuhnya duduk di atas tempat tidur.

Kenapa mimpi buruk itu kembali mengganggunya? Tidak. Dia bukannya senang dengan kenangan bertahun lalu itu, yang ada sakit dihatinya kembali menyeruak dalam dada. Merobek luka lama yang belum mengering. Perih.

Pikirannya teralihkan pada suara dering ponsel yang tak juga berhenti. Nami meraih tasnya yang gergeletak begitu saja di atas lantai. Merogoh isinya, mencari dimana kira-kira keberadaan benda pipih berwarna rose gold itu?

Tertera nama kontak 'Ayah' saat Nami berhasil menemukan ponselnya.
Menarik napas dalam, Nami mengusap layar benda pipih itu, membawanya ke dekat telinga, menjawab panggilan.

Ini kali pertama Ayahnya mengabari setelah dua minggu pernikahannya. Nami sangat merindukan suara sang Ayah. Apalagi ketika suasana hatinya yang sedang gundah gulana seperti sekarang, Ayahnya selalu hadir di saat yang tepat.

"Assalamualaikum, Ayah?"

"Waalaikumsalam, Nak. Gimana kabar kamu?"

Nami tersenyum, betapa ia merindukan suara menenangkan dari sang Ayah ini. "Nami, baik Ayah. Ayah gimana? Kenapa baru ngabarin sekarang? Nami kangen..."

Di sana Ayah terkekeh. "Maaf, maaf. Ayah cuma nggak mau ganggu waktu kamu sama Fahmi ajah. Jadi Ayah baru ngabarin sekarang. Gimana hubungan kalian?"

Naik turun seperti roler coster, ingin Nami menjawab seperti itu. Tapi tidak mungkin 'kan? Itu hanya akan membuat Ayahnya khawatir.
"Baik-baik ajah kok Ayah.."

"Alhamdulillah, kalau gitu. Kamu lagi apa sekarang? Fahmi dimana?"

"Lagi duduk ajah di kamar. Kak Fahmi, masih di rumah sakit."

Nami sibuk memainkan jari-jari kakinya, hatinya meringis sebab telah berbohong tentang keberadaan Fahmi dari sang Ayah.

Namun Nami bersyukur, karena dapat mendengarkan suara Ayahnya saja sudah bisa membuat beban dipundak Nami terangkat meski sedikit. Suara Ayahnya yang menenangkan membuat Nami merasa lebih lega.

Mereka berbincang bersama. Ayah bertanya banyak hal, dari bagaimana kehidupan Nami setelah menikah, sampai bagaimana keadaan Fahmi saat ini.
Semua Nami jawab dengan apa adanya. Ia jujur tentang keadaan Fahmi yang masih sering terlihat murung, dan kehidupannya yang lebih terasa nyaman. Sebab, tak usah lagi pusing memikirkan lain sebagai hal. Semua sudah Fahmi yang tanggung. Dan ia amat bersyukur akan hal itu.

Dan percakapan mereka sore itu harus terhenti saat Nami ingat bahwa ia belum melaksanakan shalat ashar.

Nami pamit lalu menutup sambungan telepon. Gadis itu beranjak, menyimpan ponselnya ke sembarang tempat di atas kasur, berjalan menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu.

Ia butuh tempat mengadu, akan segala kegundahan hatinya saat ini. Dan hanya kepada Allah lah, tempat terbaiknya untuknya bekeluh kesah.

🍂🍂🍂


Kak Fahmi: Assalamualaikum. Aku ada tugas keluar kota. Maaf baru mengabari. Ponselku tadi habis baterai, dan aku baru ingat siang tadi kalau ada tugas hari ini.

Kak Fahmi: Hati-hati di rumah. Kemungkinan dua tiga hari aku nggak pulang. Kunci pintu selalu walau nggak keluar rumah.

Nami menatap pesan yang ia terima dari Fahmi. Pria itu baru mengabari ketika malam tiba. Nami menghela napas, syukurlah Fahmi masih mau memberinya kabar dan tidak membuat Nami berlarut-larut dalam perasaan khawatir dan bingung.

Jarinya mulai bergerak, mengetikkan sebuah jawaban.

Nami: Waalaikumsalam. Iya, Kak. Baik-baik di sana.

Nami: Aku juga mau minta maaf, karena udah bikin suasana nggak enak tadi pagi..

Kak Fahmi: Bukan apa-apa. Kamu juga baik-baik di sana.

Nami: Ya..

Dan setelahnya, Fahmi resmi meninggalkan aplikasi pesan tersebut.

Gadis itu menengadah ke atas langit. Ia tengah berada di balkon, duduk di atas sofa berwarna abu ini, ditemani segelas coklat hangat yang uapnya mengepul ke udara.
Sisa hujan siang itu masih terasa, airnya menetes dari dedaunan bunga-bunga yang sengaja diletakkan di sana. Wangi khas dari hujan menguar ke dalam indera penciuman. Membuat hatinya merasa tentram.

Walau memiliki alergi dingin, namun Nami suka hujan. Suka dengan suasana tenang yang tercipta, suka dengan harumnya, suka dengan suara rintiknya yang membuat perasaan damai.

Nami merapatkan selimutnya, menatap langit gelap tanpa bintang malam itu.
Kepergian Fahmi tak berpengaruh banyak bagi Nami. Selama mereka menikah, intensitas pertemuan mereka memang sudah jarang. Jadi ketika Fahmi pergi seperti saat ini, rasanya Nami sudah terbiasa.

Terbiasa akan kesendirian. Walau memuakkan.

Akankah seperti ini sampai seterusnya?
Aku yang masih menyimpan sakit dari masalalu.
Dia yang masih menyimpan kenangan yang telah usai.
Aku yang masih membawa masalah yang tak jua selesai
Dia yang masih menutup hati dan sulit berbagi cerita

Akan sampai kapan?

Ya Allah, ku serahkan semua padaMu.
Aku percaya, semua ini adalah yang terbaik dariMu.
Maka hamba mohon, selalu kuatkan hati hamba, ikhlaskan hati hamba dalam menerima semua takdirMu.
Jangan biarkan setan kembali memperdayakan hamba, dan malah membuat hamba terjatuh dalam lubang yang sama.

Laa hawla wa la quwwata illa billaah..

1 Juli 2019

Continue Reading

You'll Also Like

2.5M 288K 68
ZINNIA : CINTA TANPA KOMA Novelnya masih bisa dipesan📌 ≪•◦ ❈ ◦•≫ Fyi: alurnya masih berantakan, yang rapi versi novelnya. Gak maksa kamu buat baca...
199K 11K 29
Spin off: Imam untuk Ara cover by pinterest follow dulu sebelum membaca.... ** Hari pernikahan adalah hari yang membahagiakan bagi orang banyak,namun...
332K 28.8K 35
"1000 wanita cantik dapat dikalahkan oleh 1 wanita beruntung." Ishara Zaya Leonard, gadis 20 tahun yang memiliki paras cantik, rambut pirang dan yang...
201K 7.7K 8
Ayana gadis berhijab yang menggantikan Ayahnya mengurus perusahaan, karena Ayahnya yang sedang koma dirawat di rumah sakit. Tapi setelah Ayahnya sada...