[ NOVEL ] setelah dapat kerj...

By Aku-UMI

1.6M 131K 18.5K

sejak kecil, kita terbiasa diajari untuk berlomba. ngeyel siapa yang paling benar antara kakak-adik. hingga m... More

0. | hai, it's me: prologue!
1. | the man who wants to keep me down
2. | which one would you like to choose: ego or pride?
3. | a big fight always begins with a prologue
4. | you could break my heart in two. but when it heals, it beats for you
5. | it's time to get to know me first!
6. | the man I want to kill
7. | i know that he's an old-fashioned man
9. | let's focus on communicating!
10. | a trick to keep your heart alive.
11. | do you have an immortal soul?
12. | it's not the pain, it's a tryout!
13. | it's a mood, it's a vibe, it's a look, it's a match!
14. | people come and go.
15. | a sweet healer
16. | a healer who needs some healing
17. | i've trained myself to be less stupid
18. | no more awkward conversations!
19.1 | things will be easier if you shout it out.
19.2
20. | do not be fooled by a man, fellas!
Njul Panjul!
numpang dolo ya, Njul.
numpang lagi ya, Njul!
OPEM PO SWEET-TALK & SMLA
woro-woro
PO LAPANDAN

8. | i don't need nothing else but ... him.

32.2K 5.5K 895
By Aku-UMI

challenge of the day:
komen pake singkatan ala pandan, bisa?🌚)










"Makasih, karena udah kasih aku kesempatan."

"Lagi."

Dia ketawa, aku mendengus.

"Tapi janji, saat aku bilang jangan datang ke apartemen, berarti jangan datang."

"Tapi---"

"Sayang ... nggak cuma kamu yang selalu punya alasan buat nyuruh aku ini-itu, tapi kali ini aku pun sama. Ngerti kan? Demi kebaikan kamu juga, kalau para abang masih tahu kamu sering ke sini, habis kamu dijadiin santapan tengah malam."

Dia bergidik ngeri, lalu mengangguk meski kelihatan nggak ikhlas. Ya gimana mau ikhlas, seorang Hago mana pernah disuruh oleh Lapia gitu kan. Secara, dia melulu yang selalu memintaku melakukan ini-itu-sana-sini-begini-dan-begitu!

Hah, aku ngomong kayak seolah-olah yang dijadikan objek bukan diriku sendiri.

Sekali lagi, kutatap wajah Hago yang bekas lebamnya belum sepenuhnya hilang. Cowok ini ... entah punya magnet apa sampai bisa membuatku tanpa jaminan lain bisa dengan begitu saja memaafkannya. Dia sebetulnya manusia biasa. Maksudnya, bukan pula anak uang seperti anak ketua DPR, misalnya. Atau, anak ketua direktur PLN, bisa. Terlebih, dia bukan Rafi Ahmad yang bisa seenak udel jual-beli mobil sport.

Dia ... memang cuma Hago Abdhika. Mulai mendekatiku di detik-detik menjelang semester-semester akhir. Juga, membantuku dalam penyelesaian proses tugas akhir. Hago yang selalu ada di malam-malam lemburku sebelum akhirnya dia bisa bekerja di kantor perpajakan.

Basically, I think I can't be without him. Maksudnya, ya gitu, sometimes, I feel like I don't need nothing else but ... him.

Duh, dangdut abis tapi aku senyum-senyum sendiri saat sekarang tubuhnya mendekat, tangannya mengelus pipiku, lalu ia berbisik lirih, "Aku kangen kamu banget, Sayang." sebelum akhirnya menciumku.

"Aku juga kangen."








***








"Kamu baik-baik aja?"

Menggeleng, tapi dengan cepat aku mengangguk. Napasku masih ngos-ngosan karena berlari dari halaman depan, menaiki tangga hanya karena takut sang monster semakin mengeluarkan racun besi.

"Abang tadi tanya, dia juga cuma bilang 'ya biasalah, kan biasanya juga kelar satu series dia harus ngajuin yang baru' gitu. Ini nggak biasanya sih dia kacrut begini."

"Udah, Abang ... aku nggak apa."

Tapi bohong. Otakku rasanya sudah mau menggelinding. Atau, harusnya nggak apa, biar sekalian aku sodorkan untuk menjadi sarapan buat mas Dhana. Lumayan kan dia makan otak cewek, biar hatinya yang selalu panas itu sedikit lebih mengimbangi Sprite.

"Abang mau ikut ke dalam, tapi dia udah ngewanti editannya ini harus cepat kelar dengan alasan dia ke Malang biar nggak diteleponin."

"Iya, Abang ...."

"Kang Denny juga malah sibuk mau buka outlet baru buat baksonya lagi."

"Abang ...."

"Uda Aldi harus mantau barang-barang yang baru datang di butiknya."

"Abang!" jeritku, saking kesalnya. Ini kenapa dia yang malah jadi bawel kebangetan! "Aku panik, tahu! Jangan bikin makin panik! Abang yang belahan jiwa mas Dhana aja keliatan clueless begini apalagi aku? Mati aku! Mati! Bisa-bisa disemur badanku ini dan aku yakin bagian favoritnya dari dagingku adalah otak, karena keliatan banget dia mau bikin aku nggak berotak. Nggak bisa mikir tahu! Kesel! Sebel!"

Baru dia diam, melongo bego. Beberapa detik selanjutnya, dia maju satu langkah, menyentuh kedua pundakku. "Abang memang duduk di sana nanti, ngedit episode keparat ini, tapi apa pun yang terjadi, teriak aja. Walaupun kedap suara tuh ruangan, Abang pasti denger. Tahu kan caranya teriak?"

Aku melengos.

"La ... ini serius. Kamu caranya bahagian diri sendiri aja nggak bisa, makanya abang sangsi bisa nggak kamu teriak nanti."

"BISA!"

"Good. Sana. Bismillah dulu."

Ngapain nangis sih, La?! Memalukan harkat-jiwa-raga-dan-martabat sebagai cewek aja!

Setelah memandangi punggung abang yang mulai kembali ke meja kebesarannya, aku langsung berbalik buat mengelap air mata nggak berguna ini! Jangan nangis setakut apa pun kamu saat ini!

Jangan cengeng! Cukup jadi cantik aja udah, ngapain cengeng segala. Enak juga enggak.

Tapi nggak bisa, aku harus menahan isakan dulu sebentar sebelum masuk ke ruangan yang sudah tampak seperti neraka itu. Ini bukan selalu begini, maksudnya, aku nggak akan sekalut ini sebelum-sebelumnya karena mas Dhana memang tidak permah bertingkah semenyebalkan sekarang!

Oke, sorry, dia memang cukup menyebalkan dengan semua dunia persingkatannya itu, tetapi, ternyata, yang kali ini, jauh lebih dahsyat. Aku lebih memilih disuruh menerjemahkan tanpa upah soal isi chat-nya meski kemungkinan baru rampung saat tahun baru tiba.

"Tarik napas, La. Tarik napas, jangan lupa embusin lagi. Biar lo nggak mati di sini."

Ah, masih dag-dig-dug!
Siapa yang nggak keget bukan kepalang coba, ketika malamnya habis memadu kasih semanis cokelat Belgia, lalu pagi-pagi, membuka WhatsApp dan menemukan VN mas Dhana di grup yang berisi, "La, ke sini bawa judul baru. Presentasi depan gue."

Bayangkan.

Bayangkan!

BAYANGKAN!

Aku pikir dia bercanda, dan aku masih menunggu balasan dari para abangku yang dengan kemuliaan hati mengingatkan mas Dhana bahwa lelaki itu mengizinkan kami semua libur setelah judul ini tamat. Dan, Uda dengan bijaksananya, membuat mas Dhana agar tak lupa kalau dia akan pergi ke Malang juga aku yang masih dalam keadaan hati tak bagus.

Namun, semuanya nggak mempan saat VN baru muncul yang berisi, "Dia dulu ngelamar kerja kan di sini? Bukan ngelamar sebagai bayi? Samalah kayak kalian, gue juga nggak mau nanti pas di Malang ditanya-tanyain. Jadi, sebelum berangkat beresin aja dulu draft-nya. Ke sini, La."

Rasanya campur aduk banget.
Sakit, iya. Deg-degan, iya. Panik, apalagi. Karena masalah terbesarnya adalah ... AKU BELUM PUNYA BAHAN APA PUN, PANJUL!

"La.... semuanya akan baik-baik aja."

Astaga dragon ball!
Dengan tangan-kaki-dan-seluruh-tubuh yang gemetar, aku berjalan mendekati ruangan terkhusus untuk orang yang merasa dirinya khusus diciptakan di bumi itu, lalu memegang gagang pintu ... dan apa-apaan ini kenapa beberapa kali aku gagal membukanya!

Tolong dong tangan, jangan manja di saat genting begini. Kita harus jadi koalisi yang hebat, demi melawan penjajahan yang setara dengan khayalan babu. Tinggi banget!

"Pe-pe-pe." APA-APAAN INI, SAUDARI LAPIA ADWINKA?! "Pe-permisi, Mas."

Ya Allah.
Aku menelan ludah ketika kepalanya mendongak dan tatapan kami bertemu. Begini jadinya, kalau selama ini aku selalu dienakin sama para abang, jadi begitu mas Dhana keluar jati dirinya, aku kalang kabut.

Dia juga, kenapa nggak menunjukkan sifat aslinya ini sejak dahulu kala? Kenapa dulu-dulu selalu memudahkahku dalam membuat judul-alur-dan segala tentang drama? Kenapa baru sekarang?

Kenapa?

Kenapa?!

KENAPA???!!!

"Mana?"

Mau nangis kencang rasanya, Mama....! Aku harus jawab apa supaya aku nggak ditendang sampai melanting keluar jendela dan tembus tembok China, lalu tiba-tiba terkubur di tanah Eropa.

Gimana caranya?!

"La ... gue mau liat draft kasar lo. Mana?"

"Mas ...." Aku meraih kursi, duduk dan tidak berani meletakkan tangan di atas meja. "Aku ... aku pikir aku punya waktu libur satu minggu."

"Tapi gue mau lihat kasarannya dulu. Mana?"

"Aku ..."

"Belum bikin?" Tepat sasaran! "Ngegampangin karena dikasih waktu sebanyak itu buat libur? Mana, katanya kompeten soal ngedrama? Meski dikasih waktu libur, harusnya kalau memang lo ngerasa uda kredibel, di otak lo itu paling enggak udah ada bayangan setelah tahu series kemarin tamat. Atau karena selalu dibelain sama anak-anak? Jadi merasa besar? Merasa bisa ngelakuin apa pun yang lo mau?"

Ini kebanyakan.

Aku tidak mendengar semuanya. Dia terlalu banyak dan fasih dalam menghinaku. Ini sudah kelewat batas. Dia nggak tahu kalau aku ini manusia bukan robot yang bisa mikir tanpa berusaha.

"Mau manggil Alan? Siapa tahu dia bisa bantu?" Tawanya meluncur, penuh ejekan. "Oh jelaslah, bisa bantu. Apa yang nggak buat La-nya ini kan. Tapi dia lagi sibuk ngurusin editannya. Atau mau gue teleponin Denny dan Aldi? Mereka meski sibuk juga pasti langsung ke sini kan kalau lo dalam keadaan butuh pertolongan?"

"Mas...."

Mungkin uang DP-ku kurang, jadi dia marah-marah tanpa alasan jelas. Ya, nanti aku harus segera mengambil uang dari ATM dan memberinya tambahan.

"Biar gimanapun mereka itu orang asing. Nggak usah ngegantungin hidup sama mereka. Jadi nggak usah kepedeanlah kalau mereka bakalan selalu ada. Sekarang buktinya gimana? Lo boleh panggil mereka kalau dengan itu otak lo bisa kerja saat ini---"

Oke, sorry, cukup. Aku berdiri dan dengarkan ini. "Mas Dhana nggak tahu apa pun soal perasaanku ke para abang! Aku memang bukan siapa-siapanya mereka tapi aku tahu mereka orang baik! Kalau memang mas Dhana nggak bisa baik sama aku, itu juga nggak penting! Aku tahu orang kayak mas Dhana nggak mau buang-buang waktu buat mengasihi orang kayak aku! Karena yang ada di pikiran mas Dhana cuma dunia mas Dhana sendiri! Cuma apa yang mas Dhana anggap bener dan penting! Mas Dhana nggak pernah mikirin perasaan orang lain! Selalu main perintah dan ngomong jahat! Mas Dhana nggak peduli aku sakit hati atau enggak!" Habiskan, La! Jangan kasih sisa.

Setelahnya, badanku langsung lemas ... dan kembali terduduk, tapi kali ini di lantai. Menahan tangis pun sekarang sudah nggak guna, maka biarkanlah suaraku memenuhi ruangan kedap suara ini.

Aku terus menunduk, memeluk lulutku sendiri sambil terisak kencang. Rasanya sakit, tapi senggaknya sesaknya berkurang. Pada akhirnya aku bisa membentak dia dengan cara yang ... aku meringis dalam tangis, itu brutal sekali, La.

Biarin aja.
Kalaupun selesai ini aku langsung dipecat, maka aku akan pergi tentu aja. Hago pasti bisa membantuku untuk mencari pekerjaan lain.

Biarkan si mulut api itu menemukan orang tolol lainnya yang mau bekerja dengan dia.

"Jadi, itu yang ada di otak lo tentang gue?" Suaranya terdengar, tapi aku nggak bisa melihat wajahnya karena terhalang kursi dan meja. "Kok gue jelek banget?"

Memang lo jelek, panjul!
Kenapa kalau sama dia omongan kasar langsung muncul di kepala sih!

"Kalau Alan ... gimana lo bakal deskripsiin dia?"

He?!

Aku mengelap air mataku dengan tangan begitu saja dengan harapan kondisi wajah masih nggak mengalahkan korban ditinggal nikah. Bangkit berdiri, aku mencondongkan tubuh ke mejanya. Sudah kepalang tanggung, kurang ajar-kurang ajar sekalian.

Dia mau dengar soal abang kan? Ini! Aku kasih sekalian bonusnya! "Abang ganteng. Baik. Dewasa. Bijak. Dia tahu batasan ngomong sama siapa. Sejahat-jahatnya mulut abang, dia masih mikirin apa La bakalan sakit atau enggak. Dan yang pasti, dia nggak pernah terang-terangan ngatain kalau aku nggak punya otak! Intinya dia cooool!" Kuikuti gaya anaknya kalau ngomong. "Smart dan ganteng tentu aja. Banyak duit pula."

"Keren banget."

"MEMANG!" jeritku sampai tenggorokan sakit. "Mas Dhana mau tahu soal kang Denny dan Uda sekalian?" Mumpung aku sudah nggak tahu malu di depan dia ... dan setelah ini aku bakalan minggat!

"Enggak usahlah. Nggak penting." Dia memintaku duduk lagi dengan gerakan dagu. Lalu, menyodorkan tisu ke hadapan.

Hei, Malu, jangan muncul ke permukaan dulu! Awas kamu!

"Umur lo berapa sih, La?"

"He? U-umur? Aku?"

Dia mengelus pinggiran meja, "Ja, Meja, umur lo berapa? Ohya lupa, lo kan nggak punya otak dan mulut makanya nggak bisa jawab."

"Aku punya!" Sialan banget Panjul satu ini! Aku disamain sama benda mati! "Aku udah dua puluh tiga tahun. Aku udah besar dan aku bisa mikir dan bisa bedain dan tahu soal bergantung enggaknya sama orang. Sekian dan per---"

"Emang umur segitu seneng dibela-belain kayak gitu?"

"Sorry?"

"Diperhatiin terang-terangan sampe bikin mual yang lihat. Dimanja kayak Bee dan dibelain udah kayak presiden. Suka digituin?"

"IYA!"

"Okay sip. Lo boleh keluar."

"Oke. Fine! Makasih banyak buat gajiannya selama ini, mas Raden Randaru Sadhana." Aku berdiri, menepuk-nepuk celanaku, sebelum kukasih dia dengusan sambil aku melengos. "Permisi."

"Jangan lupa nanti pas liburan seminggu sambil mikirin judul baru. Kirim email ke gue aja nggak perlu ke anak-anak juga. Kabari gue lewat WhatsApp pribadi, bukan grup kalau udah kirim email. Gue sendiri yang bakal kasih tahu mereka kalau udah gue acc. Ngerti enggak?"

Selama dia ngomong, selama itu pula aku cuma menganga. Ini kan ... aku mau minggat dan berhenti kerja, kok dia malah meminta dikirim email?

"Mas ... kamu nggak marah? Nggak pecat aku karena udah aku bentak dan katain?"

"Nggak apalah. Sesekali gue butuh kritikan." Kritikan?! Dia salah makan tadi pagi ya? "Lagipula, lo mendingan kayak gitu, berekspresi ketimbang kalau depan gue pasang muka sok cantik terus kan."

Baik.

Baiklah.

BAIKLAH!

Aku keluar dengan tak lupa menutup pintu kencang-kencang. Rusaklah kau pintu, aku tak peduli! Hari ini, aku mau merayakan betapa kerennya Lapia yang akhirnya bisa berani di hadapan mas Dhana.

Ah, ke salon dululah, mengikuti jejak Nagita Slavina. Siapa tahu berjodoh dengan Glen Alinskie kan.













to be continued ...

geleng-geleng kepala gue sama mereka ini. kadang sama-sama tolol, tapi gamau dikatain goblok.

thank you komen-komen terbaiknya. kusenang!







Salam😌,
Mamanya sekala bumi.

Continue Reading

You'll Also Like

993K 2.7K 6
Kisah Perselingkuhan penuh gairah, dari berbagai latar belakang Publish ulang di wattpad!
6.4M 947K 54
Prahara rumah tangga si cowok spek malaikat dan cewek spek iblis. PART MASIH LENGKAP! TIDAK DI HAPUS SAMA SEKALI ❣️ Novel tersedia di seluruh Gramedi...
786K 5K 151
Ini adalah cerita-cerita wattpad terbaik, terkeren, terbaper yang pernah aku baca. So, Happy Reading 😊 Rank 29 in #ceritawattpad (20102019) Rank 21...
4.7M 556K 34
Setiap orang pasti pernah melakukan satu kesalahan besar. Kesalahan yang membuatnya menyesal bahkan sampai bertahun-tahun kemudian. Bagi Gadis, kesal...