I'm Coming [END]

By Maulana707

1M 39.5K 1.6K

(18+) Belakangan ini semua temanku mati secara satu persatu. Apakah aku yang akan menjadi selanjutnya? More

Prologue (Revisi)
#1 (Revisi)
#2 (Revisi)
#3 (Revisi)
#4 (Revisi)
#5 (Revisi)
#6 (Revisi)
#7 (Revisi)
#8 (Revisi)
#9 (Revisi)
#10 (Revisi)
#11
#12
#13
#14
#15
#16
#17
#18
#19
#20
#21
#22
Author lagi kepo
#23
#24
#25
#26
#27
#28
#29
#30
#31
#32
#33
Fool
Chaos
Near
Lost
Devil
Pain
Eye
Genuine
Things
Sign
Risk
Explode
Step
Burn
Time
Limit
Hide
Home
Vague
Red
Zafran
Blood
Rough
Adapt
Circumtances
Stand
Humanity
Shape
Breath
Silence
Runaway
Endless
Intan
Tipping point
Gate
Who?
The Red Code
Trust Issues
Chocolate
Unknown
Delivery
Epilogue

Awake

3K 144 18
By Maulana707

A/N: Jangan lupa vote dan comment :)



 Masih belum berhenti sampai disitu, orang tersebut langsung melesat melangkah maju ke depan dengan niatan yang tentu saja bukan niatan baik namun dengan sigap Zafran langsung menendang tangan yang sedang menggenggam sebuah pisau menggunakan kaki kanan dari arah bawah hingga  membuat benda tersebut terhempas melayang ke atas dan mendarat ke sembarang arah.


"Masih belum."


 Pergerakan Zafran masih berlanjut, sesaat setelah ia  melakukan itu ia Zafran lansung memutar badannya ke arah kiri dan kembali menendang lawan yang ada di hadapannya menggunakan kaki kiri hingga dapat terlihat sedikit melayang jika kalian melihatnya sekilas.


Bughh


"Uhuk"


 Zafran berhasil menendang tepat ke ulu hati sang lawan hingga membuat orang tersebut terjatuh ke arah belakang sakit tak kuatnya menerima tendangan barusan.


"Ga sia-sia dulu belajar taekowondo" mendarat dengan sempurna.


 Memanfaatkan momen itu, Zafran langsung berlari pergi meninggalkannya begitu saja karena ia sudah yakin jika setidaknya ia dapat mengulur waktu dengan tendangan barusan. Satu-satunya patokan pintu keluar bagi Zafran hanyalah tempat yang tak terlalu gelap dan sedikit tersinari oleh sinar bulan.


"Itu dia" tak perlu berlama-lama lagi, Zafran berhasil menemukan pintu yang ia cari dari tadi, terkadang kegelapan memang dapat menipu mata tanpa ada cahaya yang menemani kita.


 Zafran melihat ada beberapa titik api yang sedang menyala dibalik sebuah pintu kaca yang kacanya sudah pecah total entah mengapa.


"Mungkin disana ada orang lagi, aku harus hati-hati kalo gini.." mulai melangkah keluar dari gedung tersebut.


Sedari tadi Zafran juga masih belum menemukan tanda-tanda kehidupan lain di lantai dasar apartemen selain dirinya dan juga orang yang berniat membunuhnya sebelumnya. Ia juga tak melihat keberadaan Devi beserta lainnya, pertanda jika mungkin mereka berhasil keluar dari gedung itu juga, sama sepertinya.


"Ah dia udah berhasil keluar rupanya" 

"Aku tekan ah, hahaha" tukas Intan yang telah melihat Zafran berhasil keluar dari gedung apartemen, maka dari itu disaat yang bersamaan ia juga langsung menekan detonator bom miliknya dan


(Suara rentetan bom meledak)


Duarrr


 Baru lima belas langkah dari pintu keluar gedung, Zafran langsung terhempas puluhan meter ke arah depan. Gedung yang berada di belakangnya meledak dengan hebat. Baik dari lantai dasar hingga lantai teratas juga tak luput dari sebuah ledakan yang disebut sebagai sebuah seni menurut Intan.

Jika dilihat menggunakan kedua mata, maka ledakan yang terjadi di gedung tersebut dapat dikatakan sebuah ledakan hebat, karena efeknya juga cukup terasa dan menggetarkan tanah yang ada.


"Ah, rupanya di depan sama di belakang juga ga ada bedanya.." batin Zafran  sebelum menutup mata yang melihat dua puluh meter dari tempatnya berdiri sebelum terhempas, puluhan gangster bersenjatakan senjata tajam di depannya tadi sedang bersembunyi di balik kegelapan dan tentu  saja, mereka juga ikut terhempas pula oleh ledakan dahsyat barusan.

"Bukan sekarang waktunya" bisik Joseline yang tiba-tiba teleport entah darimana dan langsung menangkap tubuh Zafran dalam posisi sama-sama melayang, lalu menteleport kembali mereka berdua ke tempat yang lain.


***


Di suatu tempat yang berjarak sekitar lima kilometer dari  tempat kejadian, sengaja Joseline memindahkannya cukup jauh agar tak terlalu terkena imbas ledakan tadi meskipun ia sedang pingsan sekarang.


"Hah, Intan merepotkan saja.."

"Dia malah main-main sama Zafran."


 Dalam kasus ini, karena Zafran tadi tidak berada di dalam gedung, maka luka yang ia dapatkan hanyalah luka psikis dan kemungkinan terburuk adalah gegar otak. Tak ada luka bakar sama sekali karena ia terhempas duluan sebelumnya dan Joseline berhasil menyelamatkannya berhasil sebelum membentur apapun dengan keras.


***


"Ini dimana?" tanya Zafran entah kepada siapa ketika pertama kali membuka kedua bola mata miliknya. Ketika ia memandang ke arah jendela, sinar matahari masih bisa masuk ke dalam ruangan, pertanda jika sekarang bukanlah malam


 Agak merasa pusing ketika sedikit menyenderkan punggungnya ke dinding yang ada di belakangnya, Zafran sama sekali tak tahu sedang berada di mana. Terlihat jelas jika tangan kirinya telah dipasangi sebuah infus yang sudah habis entah sejak kapan, Zafran langsung mencabutnya.


"Sus"

"Suster..." panggil Zafran.


 Berulang kali Zafran memanggil suster ataupun dokter, namun sama sekali tak ada yang datang, tidak satu pun. Ia juga telah menekan tombol pemanggil suster dan terasa percuma saja karena sepertinya listrik telah mati.


"Aduh, sshh" agak merasa sedikit nyeri di bagian kepala yang entah sejak kapan sudah dipasangi oleh sebuah perban ketika mencoba turun dari ranjang.


 Meskipun Zafran telah mencabut infus yang sempat menempel di tangan kirinya, ia juga masih membutuhkan tongkat yang menopang infus sebagai penahan karena kakinya juga masih belum terlalu kuat untuk digunakan berjalan.


"Haus..." merasa tenggorokannya sangat kering sekali saat ini.


 Ketika Zafran mencoba mencari apakah ada sesuatu yang bisa diminum, kedua bola matanya sama sekali tak bisa menemukannya. Menggunakan air keran untuk diminum juga merupakan sebuah pilihan yang salah, karena air dari keran negara ini tidak bisa langsung diminum begitu saja, berbeda dengan negara sebelah. Sakit perut yang ada.


"Airnya kotor.." keluhnya yang membatalkan niat untuk mencuci muka ketika membuka keran.


 Karena tak tahu harus melakukan apa lagi Zafran memutuskan untuk keluar dari ruangan pertama kali ia terbangun. Kesan pertama kali sewaktu ia membuka pintu adalah semuanya terlihat berantakan.

 Dari benda-benda yang seharusnya tertata rapi diatas meja hingga banyaknya selebaran kertas yang menyebar memenuhi lantai hingga bekas darah yang entah milik siapa, semuanya terlihat membingungkan bagi Zafran.


"Aneh..."

"Ga ada orang juga" pikirnya ketika melihat ke sekitar.


 Karena merasa prioritasnya kali ini adalah bukan memenuhi rasa penasarannya dan ingin segera menghilangkan rasa hausnya, Zafran lebih memilih untuk mencari apapun yang bisa diminum saat ini dan opsi terbaik adalah mengecek di dekat sebuah meja yang tertulis "Pengaduan layanan"


"Ah, ketemu juga akhirnya"


 Meskipun tertulis seperti itu, nyatanya dibalik meja tersebut juga tak ada sama sekali orang yang berjaga dan untungnya Zafran masih sempat menemukan dua buah botol air mineral yang masih tersegel diantara barang-barang yang berantakan.


"Seger.." tak merasa tenggorokannya kering lagi.


 Setelah puas dengan urusan memenuhi rasa hausnya, Zafran kembali melanjutkan kegiatannya untuk mencari informasi, karena semenjak ia terbangun, ia masih tak tahu apa-apa. Maka dari itu, ia berusaha menyisir sepanjang lorong untuk menemukan pintu untuk keluar.


***


 Menit demi menit telah berlalu namun ia masih belum bisa menemukan pintu keluar. Sejauh yang ia tau pasti, kebanyakan celah untuk kabur telah diblokir dengan paksa dari sisi dalam maupun luar, seakan-akan tempat itu sebelumnya sedang berlindung dari sesuatu.

 Tempat itu memanglah sebuah rumah sakit dilihat dari manapun. Hanya saja yang membuat Zafran merasa janggal adalah ia tak bisa menemukan seseorang bahkan ketika Zafran mencoba untuk memeriksa satu persatu.


"Ada yang ga beres keknya.."


 Listrik tempat itu memang masih menyala dan ia dari tadi sama sekali tak menyadari jika ada sepasang mata yang terus memerhatikannya dibalik layar cctv.


"Dia sepertinya masih hidup."


***


"Hey, kamu yang disana." panggil seseorang melalui alat pengeras suara yang ada disana.

"...." sedangkan Zafran lebih memilih untuk diam karena ia masih belum tau orang asing tersebut sedang berbicara kepada siapa.

"Iya kamu, yang dari tadi mondar-mandir ga jelas.." lebih spesifik sambil mengamati dirinya melalui cctv.


Merasa yang dimaksud adalah dirinya, Zafran langsung siaga di tempat.


"Pintunya ga akan aku buka sebelum kamu siap."

"Siap untuk apa?"

"Cari apapun yang bisa untuk dijadikan senjata, percayalah ini untuk keamanan dirimu sendiri juga."

"Kalo udah siap, jangan lupa kasih tau" lalu langsung mengakhiri percakapannya sepihak begitu saja.


 Mendengar hal itu membuat Zafran cukup kebingungan sebenarnya, apalagi perkataan orang tersebut sangat terdengar meyakinkan sekali tanpa ada keraguan di dalamnya. Entah ia berniat percaya ataupun tidak, Zafran mulai mencari sesuatu yang bisa dijadikan untuk senjata pertahanan dasar.


***


 Dunia kembali menuju abad kegelapan. Semenjak Intan yang tak sengaja merusak segel sesosok makhluk kuno, segel sudah tak begitu efektif lagi menahan makhluk-makhluk lainnya. Makhluk yang dulunya hanya dianggap mitos belaka, kini telah bangkit kembali dari dimensi lain. Makhluk yang seharusnya tidak ada karena sangat berbahaya.

 Zombie, vampire, werewolf, naga, dan makhluk semacamnya kembali muncul ke permukaan setelah tak muncul dalam waktu sekian lama.

 Orang-orang pada zaman dahulu telah berhasil menyegel semua makhluk yang ada dalam waktu bersamaan menggunakan suatu cara khusus dan syarat segel itu akan dapat terus bertahan lama adalah dengan tidak merusak salah satunya karena itu merupakan salah satu syarat utamanya.


Zombie?


 Ini adalah salah satu alasan mengapa makhluk semacam Bohl pada saat itu langsung Joseline pindah tempatkan meskipun sudah terlambat untuk saat ini. Beberapa makhluk kecil yang telah berhasil terbunuh sebelum di teleport oleh Joseline memaparkan suatu zat di udara yang dapat merubah suatu pribadi menjadi makhluk tanpa akal yang bernama zombi.

 Joseline yang mengerti seberbahaya apakah Bohl jika dibiarkan begitu lama sebenarnya sudah mengambil langkah yang tepat. Hanya saja orang-orang seperti Zafran sempat membunuh salah satu dari mereka.


"Sepertinya ada celah dikit buat ngeliat keluar" batin Zafran yang kini mulai mendekati ke salah satu jendela yang ada di dekatnya.


 Karena sedari tadi ia hanya mencari keberadaan orang lain tanpa memeriksa secara menyeluruh, Zafran sempat lupa untuk memeriksa apa yang sedang terjadi sebenarnya di luar lewat jendela.


"Mending aku cek aja"


 Ketika ia mendekati ke jendela, Zafran tak melihat sesuatu yang aneh di atas sana, namun ketika ia melihat ke arah bawah, Zafran melihat ada banyak orang berkerumun dan berjalan-jalan layaknya tak memiliki tujuan satu pun.

 Sejauh yang ia tahu pasti ada banyak keanehan ketika melihat mereka. Karena selain jarangnya ia melihat jumlah kendaraan yang lewat, banyaknya orang yang lebih memilih untuk berjalan kaki ketimbang menggunakan kendaraan pribadi adalah sebuah pemandangan langka, tidak seperti car free day yang hanya berjalan di daerah tertentu, bisa dibilang untuk kali ini rata secara kesuluruhan.


"Aneh, diluar kayak semut lagi ngumpul semua hari ini.."


 Selain menemukan beberapa fakta baru, Zafran juga sedikit menyadari jika tempat ia berdiri saat ini adalah sebuah gedung rumah sakit yang mungkin juga memiliki beberapa lantai diatas yang tidak ia ketahui jumlahnya. Untuk letak lebih tepatnya Zafran memperkirakan jika ia sedang berada diantara lantai 7-9 sesuai ketinggian dari tanah sebagai patokan.


***


"Senjata"


 Bicara mengenai senjata, Zafran sebenarnya juga kebingungan mengenai hal itu. Karena ia tak tahu sedang berhadapan dengan siapa, ia tak dapat memilih dengan pasti akan mengambil yang mana.

 Hanya saja, tidak terlalu banyak benda di rumah sakit yang dapat dijadikan senjata yang benar-benar ampuh kecuali


"Nih kapak boleh juga keknya" pikir Zafran ketika melihat sebuah kapak yang digantung di dalam sebuah kotak kaca darurat yang menempel di dinding.


 Tak perlu berpikir panjang akan memecahkan caranya dengan apa, Zafran memanfaatkan tongkat infus yang sedari tadi ia bawa kemana-mana untuk menopang dirinya berjalan untuk memecahkan kaca.


(Suara kaca pecah)


 Setelah sedikit membersihkan kaca-kaca yang tersisa agar tangannya tak ikut terkena bekas pecahan kaca, Zafran langsung mengambil kapak yang sedang tergantung di dalamnya. Tidak terlalu berat tapi juga tidak enteng, itu yang ia rasakan ketika menggenggamnya.


"Dalam kondisi ini, sebisa mungkin aku harus menghindari hal-hal berbahaya..." yang menyadari kondisi tubuhnya saat ini juga masih belum stabil dan tak ingin memaksakan diri.

"Aku lihat kamu sudah mendapatkan senjata..." tukas suara orang itu lagi secara tiba-tiba.

"Mau keluar sekarang? kalo mau, angkat senjatamu sebagai jawabannya." dan langsung Zafran angkat karena ia tak ingin berlama-lama berada disana.

"Oke, ikuti arahanku setelah ini."


 Zafran tak terlalu banyak berkomentar ketika mengikuti arahan suara tersebut, ia mengarahkan dirinya ke sebuah pintu yang berada di paling ujung lorong. Sebuah pintu berwarna coklat yang terbuat dari besi dan sama sekali tak bisa terbuka dari tadi.

 Selain tak bisa dibuka dengan paksa, pintu itu juga didesain agar tidak ada kaca ataupun celah untuk melihat apa yang ada dibaliknya, maka dari itu Zafran sebenarnya masih penasaran ketika ingin membukanya.


(Suara pengaman kunci pintu dibuka)


 Berbeda dengan metode kunci pintu biasa, pintu ini sengaja di desain agar bisa dibuka dengan dua cara yaitu dibuka dari pusat kontrol dan yang kedua adalah memakai cara manual yaitu kunci biasa.


"Buka, jangan gegabah setelah ini..." nasehatnya yang langsung dibalas dengan acungan jempol pertanda mengerti.

"Shit" rutuknya karena apa yang berada di balik pintu saat ini sangat berada diluar ekspetasinya ketika ia mengintipnya sedikit.


***


#flashback 3 jam yang lalu...


 Terlihat seorang pria berumur genap dua puluh tahun sedang mempersiapkan barang-barang yang diperlukan untuk menunjang presentase bertahan hidupnya ketika berada di luar sana. Ia sedang tak sendiri karena masih ada beberapa orang lain yang juga berada di tempat yang sama dengannya.


"Namaku Pandu Mahendra"

"Dan dunia semakin menggila."

"Kita perlu antibiotik" ucap salah seorang pria lain disana yang bernama Oka. Terlihat jelas sekali jika dirinya sedang resah dengan apa yang terjadi.


 Salah satu diantara mereka terkena sebuah demam dan semakin lama suhu badannya semakin panas. Hal ini tentu saja sangat mengkhawatirkan. Entah hanya demam biasa, demam berdarah ataupun yang lainnya sama sekali tak ada yang bisa memastikan karena disitu tidak ada seorang dokter untuk memberi pertolongan.


"Di toko buku ini sama sekali ga ada antibiotik"

"Kita udah nyari dari tadi" tambah Vera yang bolak-balik mengganti kompres handuk untuk Devi (masih orang yang sama ketika berada di apartemen)


Solusinya memang sudah terlihat jelas di depan mata, namun kenyataannya untuk mengambil juga tak semudah itu, apalagi dengan apa yang berada di luar sana.


***


"Mereka ada dimana-mana..." sahut Pandu yang kini sedang mengintip dibalik jendela semuanya memang sengaja ditutupi oleh tirai agar tidak terlihat dari luar.

"Ini ide buruk.."

"Kita ga punya pilihan lain, Sa"

"Kalian semua tahu harus berbuat apa, kita udah ngebahas ini sebelumnya. Tetap jalankan sesuai rencana"


 Enam, mereka hanya ada berenam di dalam sana, termasuk Devi. Terjebak di salah satu toko buku yang berada di daerah pusat kota (dulunya) merupakan ide bagus dan ide buruk disaat yang bersamaan.

 Ide bagusnya adalah mereka aman berada disana karena sebelumnya toko tersebut belum terbuka dan masih tersegel rapat sebelum di masuki secara paksa. Namun ide buruknya adalah disekitar tempat itu telah dipenuhi oleh mereka.


"Inget, nanti komunikasi kita bergantung pada ini." sambil menunjukkan kembali sebuah handy talkie di salah satu genggaman tangannya.

"Chanel lima, jangan lupa."

"Jangan hubungi kalo aku belum menghubungi kalian duluan. Terlalu berbahaya. Suara dapat memancing perhatian mereka." tambah Pandu yang sengaja menjelaskan secara panjang lebar agar mereka semua dapat mengerti.

"Hati-hati pan, jangan lengah kalo lagi di luar" tukas Anisa yang merasa khawatir dengan Pandu.

"Iya aku tau ko."

"Ayo Pan" ajak Ian yang sedari tadi memang sudah terlihat siap dengan tas ransel miliknya

"Oke."


 Meskipun rasanya berat, mereka berdua tetap melanjutkan misi yang sedang mereka emban kali ini. Karena berada di luar sana sendirian adalah hal yang berbahaya, maka dari itu Pandu mengajak Ian untuk ikut keluar bersamanya. Menurutnya, dari mereka berlima, yang bisa diandalkan untuk bertarung nanti adalah Ian, karena ia juga berpengalaman dengan kekerasan.


Cara keluar dari tempat itu tanpa harus melewati pintu depan?


 Itulah gunanya pintu belakang dibuat. Yah selain mereka berdua harus lewat belakang untuk alasan keamana bersama, peluang bertemu dengan zombi mungkin tidak sebanyak ketika langsung melewati pintu depan.


"Hitungan ke 1" ucapnya pelan sambil mengambil ancang-ancang untuk membuka pintu dan bersiap dengan apapun yang terjadi setelah ini dan langsung dibalas dengan anggukan.

"4"

"3"

"2"


 Dengan cepat pintu langsung dibuka oleh Pandu dan terlihat ada beberapa makhluk tak jelas sedang uring-uringan dan hanya diam jika tak dapat rangsangan akan sesuatu, bau dan suara misalnya.


"Jangan terlalu banyak buang tenaga, cukup serang yang akan menghalangi jalan kita saja" bisik Ian yang telah kembali menutup pintu hingga berhasil tertutup rapat.


 Sejauh ini mereka berdua telah melihat 3 tipe dari mereka semenjak hari pertama. Tipe yang berjalan lambat, tipe yang dapat berjalan dengan agak sedikit berlari, dan mereka yang dapat berlari. Entah apa alasannya namun yang jelas mereka yang dapat berlari cukup menyusahkan juga jika bertemu dengan mereka. Dan yang kali ini mereka temui adalah tipe kedua.


"Pemanasan, Pan" tersenyum gila.

"Kuylaa" sembari mengeluarkan kedua buah pisau panjang miliknya.


 Karena sudah tahu harus berbuat apa, Pandu dan Ian memang sengaja memperlebar jarak agar mereka tidak terpojok dengan dinding yang dapat mempersempit pergerakan mereka. Karena bertarung saja tidak hanya sekedar mengandalkan otot tapi harus diimbangi juga dengan otak.

 Saling melindungi punggung masing-masing adalah hal yang penting jika sedang bertarung denga patner.


"Mari berdansa"


 Dalam hitungan detik berikutnya, mereka berdua langsung melesat maju ke sasaran masing-masing. Tak langsung bergerak dengan asal karena telah mengetahui titik kelemahan makhluk-makhluk itu, yaitu kepala merupakan sebuah informasi yang sangat penting, karena mereka dapat menghemat tenaga dengan langsung menyerang titik vital.



#TBC


Continue Reading

You'll Also Like

384K 23.5K 43
Keluarga kecil yang tinggal di rumah sewa tepat di sudut kota besar. Dengan kesederhanaan membawa mereka untuk tetap terus bertahan di dalam keprihat...
1.4K 316 21
✎ 🖇 . . ⇢ ˗ˏˋ welcome to ˎˊ˗ ꒰ 🥀 ꒱ ╭────────────────── ✦ ╮ ✎ 𝐪𝐮𝐨𝐭𝐞𝐬 𝐢𝐧𝐢 𝐦𝐮𝐫𝐧𝐢 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐩𝐞𝐦𝐢𝐤𝐢𝐫𝐚𝐧 𝐬𝐚𝐲𝐚 𝐬𝐞𝐧𝐝𝐢𝐫𝐢 ✎ �...
120K 9.3K 58
Sebelum baca harap follow dulu ya☺️ Tinggalin komentar kamu di setiap part nya🙏 ~~~~~~~ Enjoyed Reading ~~~~~~~ Seorang anak bernama Nirmala, yang...
19.4K 4.6K 100
Selaksa Noktah. Tolong tetap tinggal, saya tak terbiasa dengan orang baru. Kumpulan sajak sepuluh dasa seri pertama. Tentang ribuan noktah, yang saya...