Jodohku Om-Om!! [TAMAT]

By Sitinuratika07

4.1M 319K 22.6K

Prolog langsung baca di bagian satu. Hanya cerita mainstream bertema age-gap perjodohan Copas from @gadisbape... More

Prolog
Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua Belas
Empat Belas
Lima Belas
Enam Belas
Tujuh Belas
Delapan Belas
Sembilan Belas
Dua Puluh
Dua Puluh Satu
Dua Puluh Dua
Dua Puluh Tiga (17+)
Dua Puluh Empat
Dua Puluh Lima
Ebook JOO ada di Play Store & Karyakarsa

Tiga Belas

126K 11.4K 1K
By Sitinuratika07

"Gak apa-apa tuh?"

"Apanya?"

"Si Tiana pulang duluan sambil seret paksa Bima dan Bimo. Kasian mereka, emaknya ngambek gak jelas," ucap Diandra seraya melihat punggung Tiana yang masuk ke dalam mobil Aiila di parkiran.

Guntur menaikkan bahu seolah tak peduli, "saya juga tidak menyangka responnya bakal semarah itu. Tapi ya sudah biarkan saja."

Diandra membersihkan remah-remah ditangan dan mengambil tisu untuk membersihkan sisa minyak dibibir. Sebenarnya, Diandra hanya pura-pura jutek dan bersikap santai setelah mendengar pengakuan Guntur soal 'mencintai' itu. Nyatanya yang terjadi sekarang adalah jantungnya ingin meledak dan seluruh bulu roma berdiri karena merinding.

Apakah benar Guntur mencintainya? Ahh gak mungkin kan. Kalau memang Guntur cinta, dia pasti gak nyebelin dan perhatian sama aku.

Tapi jika tujuannya untuk membuat Tiana cemburu, seharusnya Guntur juga tak boleh berlebihan begitu. Astaga, Guntur bilang pernikahan mereka nanti karena murni perasaan cinta?! Diandra masih tidak percaya. Pasti itu cuma akal-akalan Guntur saja buat Tiana kicep, dan kebetulan, dia berhasil.

"Kamu sih bercandanya keterlaluan. Nenek-nenek aja tau kalau Tiana suka sama kamu Mas." Diandra mulai berdiri dan berjalan ke westafel, meninggalkan Guntur yang kebingungan.

Keterlaluan bagaimana? Padahal dia bicara jujur, kenapa Diandra justru menganggap pengakuan itu sebagai candaan?

Seraya menunggu Diandra mencuci tangan sambil berkaca-kaca cantik, Guntur melihat sisa makanan di atas meja yang sangat banyak seolah habis pesta. Potongan ayam yang belum habis, es krim yang mencair sampai tumpah-tumpah, kentang goreng masih setengah, puding hanya diminum vla coklatnya saja, dan minuman warna-warni penuh kalori itu tidak ada yang ludes. Semua menu yang dipesan memang dimakan Diandra, tapi semuanya juga masih bersisa.

Guntur menduga kalau Diandra khilaf memesan demi menutupi kekesalannya pada Tiana. Gadis itu sedang cemburu buta. Jika benar seperti itu, bukankah dia sangat menggemaskan?

"Kenapa senyum-senyum mesum gitu? Serem tau." Diandra akhirnya kembali sambil mengusap tangan dengan tisu.

Guntur meraih satu lengan Diandra dan menuntunnya untuk duduk kembali, "siapa yang mesum? Duduk dulu sini," jelas Guntur saat Diandra bertanya  melalui kode mata.

"Apa? Kita kan mau pulang, Mas. Katanya mau cari makan buat kamu dulu baru ketemu sama makelar. Iya kan?"

Selama mereka berada di restoran siap saji ini, Guntur sama sekali tak memakan apapun. Dia hanya minum air mineral saja. Ternyata badan bagus dan perut kotak-kotak yang dimilikinya itu memerlukan pengorbanan besar. Atau jangan-jangan Guntur adalah seorang freak kesehatan? Bisa jadi.

"Kenapa kamu mengira saya bercanda, Diandra?" tanya Guntur.

Tanpa disadari Diandra, pahanya mengapit paha gadis itu karena posisi duduk mereka benar-benar sangat dekat. Dilihat sekali saja, orang mengira mereka adalah suami istri yang terpaut usia jauh. Walaupun begitu, Guntur memang cocok sebagai visual suami idaman. Wanita mana yang menolak?

Diandra membeku, sudah lama Guntur tidak memanggil namanya langsung. Akhir-akhir ini, dia selalu memanggilnya dengan sebutan sayang atau hon—singkatan dari honey.

"Apanya?" Diandra balik bertanya membuat Guntur geram. Dia kan benci sekali kalau orang menjawab pertanyaan dengan pertanyaan.

"Saya mencintai kamu. Itu. Kamu kira saya hanya bercanda sama Tiana?"

"Ih apaan sih." Diandra tak peduli lagi dengan detak jantungnya yang menggila. Dia ingin pergi dari sini—membebaskan diri dari suasana canggung. Namun sayang, Guntur menjepit pahanya supaya diam. Duh, Diandra jadi ingat salah satu adegan di drama Korea.

"Jangan lari terus. Saya sudah capek kejar kamu sebelas tahun," kata Guntur yang semakin membuat Diandra mati kutu.

"Duh yang sebelas tahun itu tolong skip aja deh! Aku kan nambah malu!" batin Diandra.

Baiklah. Kalau tidak dihadapi sekarang, Guntur bakal membuatnya lebih malu dari ini.

"Ya aku kira Mas main-main. Masa' bilang mencintai ditempat kayak gini? Gak romantis banget," timpal Diandra sambil memainkan rambut ikal tebalnya. Dia tidak tahu jika Guntur sedang menahan diri sekuat tenaga untuk tidak menciumnya sekarang juga. Kasihan Guntur.

"Jadi kamu pengen saya romantis? Kamu juga ingin dibawakan bunga mawar dan cincin?" Guntur menggenggam tangan Diandra.

"Gak juga ah, siapa bilang? Sudah yok Mas, kita pergi. Kamu tau gak sih kalau kita ditonton orang?" Diandra hendak berdiri, tetapi ditahan lagi oleh Guntur. "Apa lagi?"

"Sekarang kamu percaya kalau saya serius?" tanya Guntur dengan mimik serius. Ia ingin memastikan perasaannya tersampaikan, bukan sebaliknya.

Diandra menatap mata Guntur sesaat dan mengangguk malu-malu, "iya aku percaya." Ia pun bergerak cepat dan berjalan gesit menuju pintu keluar, menyisakan Guntur yang tampak merona mendengar hal itu.

*****

"Guntur bilang sama Papa, pernikahan kalian harus diadakan sebelum puasa. Makanya mulai dari sekarang, si Ajeng lagi sibuk cari WO yang bagus."

"Apa?" Diandra sontak memalingkan wajahnya saat suara Papanya, Giga, berkumandang di ruang keluarga padahal baru saja datang.

Diandra sedang asyik menonton animasi Upin-Ipin bersama Kirana dan Cecilian. Itu kegiatan mereka setiap sore menjelang maghrib.

Giga yang segar dan wangi shampo karena habis mandi itu menghempaskan tubuhnya ke sofa dan mengambil tablet di atas meja, "antara besok atau lusa, mereka akan datang ke rumah kita buat bicarain ini. Papa kira kamu sudah tau dari Guntur."

"Heh?!! Mana ada!" Diandra berteriak saking kagetnya.

Kirana dan Cecilia sontak menutup telinga mereka saat mendengar teriakan kakaknya yang mampu membunuh gendang telinga.

"Ih berisik deh kak. Jadi gak kedengeran kan si Mael ngomong apa," protes Kirana sambil membesarkan volume TV. Walaupun ekonomi keluarga mereka diatas rata-rata, tapi Giga tidak mengizinkan untuk menaruh televisi di setiap kamar anaknya. Kalau mereka ingin nonton, ya harus ke ruang keluarga.

"Iya kakak nih lebay banget," imbuh Cecilia. Anak zaman now memang mulutnya bagus banget. Padahal baru kelas empat SD juga.

Diandra mengabaikan aksi protes itu, dan merangkak cepat menuju Papanya, "Pa, itu kecepatan banget gak sih. Ini aja udah awal April. Berarti sebulan lagi dong masa-masa kebebasan Di?" Diandra memasang wajah melas di paha Giga seolah minta dikasihani.

"Bukannya akhir-akhir ini kamu sudah nyaman sama Guntur? Kemarin malam, Papa lihat pipi kamu dicubit-cubit sama dia di depan pintu," ucap Giga sambil menyentil dahi anaknya.

Diandra memberengut, "Papa gak tau aja sih kenapa Guntur bisa cubit-cubit begitu! Dia lagi marah tau sama Di!"

"Marah kenapa?"

"Marah karena Di gak angkat-angkat telepon hehehe," jawab Diandra sambil cengingisan.

Salah sendiri sih Guntur meneleponnya saat dia sedang sibuk baper saat membaca novel. Namun yang Diandra tidak sangka adalah Guntur langsung datang ke rumah setelah tiga kali teleponnya tidak diangkat! Cuma tiga kali! Tiga kali lho. Lebay kan?

"Itu kan memang salah kamu." Sekali lagi, dahi Diandra kena sentil Papanya.

Diandra mendengus kesal sambil memeluk lututnya, "Papa gak sedih apa kalau Diandra nikah cepet? Bukannya Papa gak rela ya?"

Giga tertawa pelan mendengar itu. Dia pun memanggil Kirana dan Cecilia untuk mendekat, dan kedua putrinya segera menuruti perintahnya.

"Untuk apa Papa sedih? Masih ada dua anak gadis lagi yang harus Papa urus." Giga mencium pipi Kirana dan Cecilia secara bergantian. Kirana menjulurkan lidah pada Diandra dan Cecilia cuma cekikikan gak jelas. Dia juga meminta uang lebih untuk beli kuota. Duh dasar anak zaman now!

"Papa nyebelin! Di don't like! Di kan mau kuliah dulu baru nikah. Ini malah menyalahkan prosedur kehidupan tau!" Diandra semakin gencar berkoar. Aksi protesnya itu pun terdengar oleh Heni yang baru memasuki ruangan sambil membawa kopi susu buat suami tercinta.

"Diandra gak kasihan sama Papa?" Heni tiba-tiba bicara seperti itu setelah dia duduk di samping Giga.

"Apa maksud Mama?"

"Kamu gak tau kan kalau hampir setiap hari Guntur menelepon Papa? Apakah Diandra baik-baik saja? Apakah Diandra sudah siap menerima lamarannya? Apakah dia bisa datang sekarang? Semacam itulah." Heni menyentuh pundak Giga, sementara suaminya sedang nikmat meminum kopi. Tapi kepala Giga ikut manggut-manggut mendengar ucapan itu.

"Kapan?" tanya Diandra.

"Sebelum keluarga kita ketemu sama keluarga Pranaja. Selama bertahun-tahun, Guntur tidak pernah melepas komunikasinya dengan Papa," kata Heni.

"Papa sampai ingin gila," tambah Giga mendramatisir keadaan dengan meringis tersedu-sedu, "waktu itu Papa pernah mengganti nomor hp saking kesalnya. Tapi entah darimana Guntur selalu tau. Dia seperti agen mata-mata."

"Serius?" Diandra terperangah.

"Keren!" ucap Kirana menimbrung.

"Ya keren beuds!" kata Cecilia.

Heni mengangguk, "iya serius. Makanya Papa nyerah. Sebenernya Guntur baru ngomong sama Papa untuk nikahin kamu saat kamu berumur sepuluh tahun. Tapi dia jujur ya Pa kalau dia suka sama Diandra sejak tiga tahun sebelumnya?"

"Iya, sejak kita dateng ke pesta perayaan ulang tahun pernikahan Rega dan Ajeng," ucap Giga menimpali.

Kirana dan Cecilia sudah tidak sudi menonton, mereka berdua ikut-ikutan Diandra mendengar cerita orang tuanya.

"Di gak ingat tuh," ucap Diandra. Berarti benar dong kalau Guntur sudah menunggunya selama sebelas tahun?

"Cecil sudah lahir belum Ma?" tanya Cecilia.

"Belum Sayang. Umur kakakmu aja waktu itu baru tujuh tahun. Kalau Kiran dulu baru tiga tahun, iya kan Pa?" Heni melempar pertanyaaan ke suaminya lagi.

"Sekitar itulah. Papa juga gak terlalu ingat. Dulu kita sibuk menjaga Kiran di pesta itu jadi kamu—Diandra gak tau main kemana. Tiba-tiba aja kamu masuk ke aula sambil gandengan tangan sama Guntur dari pintu belakang."

Giga mengingat-ingat kejadian sebelas tahun yang lalu. Dia menghilangkan bagian saat Guntur mencium pipi kanan Diandra sebelum meninggalkannya bersama mereka. Giga mengira saat itu, Guntur hanya gemas pada anaknya yang lucu dan chubby. Ya, waktu kecil Diandra masih gendut. Banyak sekali teman kolega yang mencubit pipi Diandra setiap Giga mengajaknya pergi ke pesta kantor.

Entah kenapa, Diandra bersemangat mendengarkan cerita masa lalu. Tak bisa dipungkiri, dia tidak ingat sama sekali bagian itu. Meski otaknya dipaksa kerja rodi sekalipun, tetap saja Diandra tak bisa mengingatnya. Sama seperti jika dia disuruh mengingat masa bayi atau balita. Begitulah keadaannya.

"Di gak inget lho. Itu beneran ada ya Pa?" tanya Diandra.

"Iyalah! Makanya Papa penasaran, kamu sama Guntur ngapain aja di taman sampai dia nekat ngelamar kamu yang bocil ini." Giga mencubit pipi kanan kiri Diandra sampai anaknya mengeluh kesakitan.

Heni spontan tertawa sambil memukul lengan suaminya, "duh Pa, inget gak waktu itu kamu marah-marahin Guntur sampai sebut dia gila?"

"Heh? Kapan itu?" Diandra mengusap pipinya yang kemerahan habis kena siksa sang Papa.

"Dulu, sudah lama. Waktu dia bilang mau nikahin kamu kalo kamu udah lulus SMP. Makanya Papa maki-maki dia, berani-beraninya mau nikahin anak di bawah umur." Giga mengepalkan tangannya saat mengingat kenangan itu. Dia juga hampir memukul wajah Guntur saat itu.

Diandra melototkan matanya, "demi apa? Duh kok Di jadi merinding."

"Jadi gimana Pa?" tanya Kirana penasaran.

"Ya Papa larang lah. Gak waras dia mau nikahin anak Papa yang masih kecil," kata Giga sambil mengusap kepala Diandra, "tapi memang dasar si Guntur gak pantang menyerah. Dia gangguin Papa terus, teleponin Papa terus setiap hari, sampai Papa akhirnya janji buat nikahin kalian setelah kamu lulus SMA. Setelah itu, baru Guntur gak gangguin Papa lagi."

Diandra sudah tahu kalau Guntur adalah orang yang menyebalkan. Tapi dia tidak tahu kalau Guntur separah itu mengganggu Papanya. Pasti Guntur membuat Papa tidak nyaman setiap hari demi mewujudkan tujuannya sendiri. Dia memang sinting!

"Kenapa Papa gak ngomong habis Di lulus kuliah aja?"

Giga menggeleng-geleng heran, "kasitau deh Ma." Dia melemparkan jawabannya pada Heni.

"Kalau Guntur harus menunggu kamu lebih lama lagi, kamu mau menikahi pria berumur empat puluhan Nak?" Heni memberikan pengertian sambil memegang pundak Diandra yang duduk di karpet bawah bersama Kirana dan Cecilia.

"Gak mau!" jawab Diandra langsung, "sekarang aja sudah banyak temen-temen yang gosipin Di."

"Gosipin apa?" tanya Giga dan Heni secara bersamaan.

"Gosipin....." Diandra menoleh pada Kirana dan Cecilia. Sepertinya tidak baik di dengar oleh mereka, "gitu deh. Di baru delapan belas tahun Ma, tapi udah nikah. Pikiran orang macem-macem ngomongin Di."

Heni menaruh kepalanya di pundak Giga, "lho gimana dengan Mama yang nikah sama Papa dulu?"

"Mama, itu kan beda." Diandra memeluk kaki ibunya.

Jika Kirana dan Cecilia tidak tahu, namun Diandra tahu persis cerita masa lalu orang tuanya. Heni menikah dengan Giga saat Heni berulang tahun ke lima belas. Heni bahkan tidak tamat SMP saat itu. Sedangkan Giga masih berumur dua puluh tiga tahun dan bekerja serabutan.

Namun ada alasannya kenapa Heni dan Giga menikah cepat waktu itu. Orang tua Heni bercerai dan Heni tidak mau ikut dengan siapapun. Saat itu, Heni sudah pacaran selama tiga bulan bersama Giga. Salah satu faktor terbesar kenapa Giga berani menikahi Heni walaupun dia belum mendapatkan pekerjaan tetap adalah ucapan Heni yang berhasil menggetarkan jiwanya.

"Daripada aku hancur lihat orang tuaku cerai, lebih baik Mas nikahin aku sekarang. Aku mau hidup sama Mas, meskipun kita setiap hari makan nasi sama garam aja."

Giga akhirnya luluh dan bertekad untuk membahagiakan Heni. Setelah Diandra lahir, kehidupan mereka mulai berjalan dengan baik. Giga diterima kerja diperusahaan Pranaja sebagai admin junior dan terus naik jabatan selama dua tahun sekali.

Heni mengusap kepala Diandra dengan sayang, "baiklah itu memang beda. Tapi sekarang Mama mau tanya, kamu masih keberatan nikah sama Guntur? Kalau iya, Mama mau telepon Bu Ajeng dan membatalkan pernikahan itu."

"Iya masih bisa kalau kamu mau. Tapi siap-siap aja misalnya kamu diteror Guntur habis ini," ujar Giga menambahkan. Dia juga memberikan tablet pada Heni yang sudah menampilkan nomor telepon Ajeng—ibu Guntur.

"Eh jangan Ma!" Tanpa sadar, Diandra merebut tablet itu dan menjauhkannya dari jangkauan Giga maupun Heni.

"Lho katanya kamu gak mau nikah?"

Diandra menggeleng, "emang Di gak mau kalau nikahnya sebelum puasa." Dia berdiri dan menggeleng lagi, "nanti Di aja yang bilang sama Guntur kalau nikahnya diundur habis lebaran." Ia pun pergi menuju kamarnya dengan pipi merona.

Heni dan Giga tertawa senang. Anak ABG memang labil. Tadi bilang tidak mau, sekarang mau. Tapi kalau Diandra memang membatalkan pernikahan, Giga yang kewalahan menghadapi Guntur. Pria gigih itu pasti akan menerornya lagi setiap hari seperti dulu.








****

Bersambung






Jadwal update JOO adalah Senin dan Kamis ya😍

Terima kasih sudah membaca😘

Guntur versi 2D

Guntur versi 3D

Pilih mana? 👌👌

Continue Reading

You'll Also Like

658K 4.6K 20
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) Hati-hati dalam memilih bacaan. follow akun ini biar lebih nyaman baca nya. •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan sa...
522K 44K 51
[18+ ] Tidak pernah terbayangkan dalam hidup Amanda, bisa menjadi seorang kekasih dari Presiden Direktur di perusahaannya sendiri. Sedangkan ia sendi...
5.6M 295K 56
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...
572K 14.1K 55
Renata Glori James berasal dari sebuah pedesaan kecil di pinggiran kota New York berniat ke kota dengan harapan bisa membiayai kehidupannya dan ibuny...