PRIVILEGE [On-going]

By Depth_etc

684 453 1K

⚠️ Update tiap minggu ⚠️ Privilege atau Hak Istimewa merupakan hak yang diberikan oleh sistem pada kalangan t... More

Privilege || 01
Privilege || 02
Privilege || 04
Privilege || 05
Privilege || 06
Privilege || 07
Privilege || 08
Privilege || 09
Privilege || 10

Privilege || 03

81 68 152
By Depth_etc

Hak Istimewa | Chapter 03
Jumlah kata: 1600 kata

♠️▫️♠️▫️♠️▫️♠️▫️♠️

"Mana Zaviero Raven?"

Pertanyaan yang pertama diluncurkan dan terakhir dijawab. Tidak ada yang buka suara, bahkan murid teladan sekali pun. Arthur melirik Liam, si kakak kelas dan kawanannya sudah tidak bisa berbuat apa-apa di depan pak Satria. Arthur murni tak tahu, dan kalau ia tahu pun ia memilih diam tidak berkutip karena ini hari terakhirnya memiliki urusan dengan anak blazer.

Harusnya anak OSIS nih yang mendisiplinkan murid seperti itu. Technically, Arthur juga anak OSIS tapi dia kan murid teladan, jadi dia bagian memerintah, bukan diperintahkan.

"Shh!" Lelaki itu mendesis, merasakan perih di lengannya akibat terlalu dipaksakan melawan Raven. Lengannya terasa berdenyut, tapi ia tergolong beruntung karena bisa bebas dari Raven dengan satu memar kecil. Normalnya Raven kalau berkelahi barbar, apalagi dengan Liam. Tapi, beruntungnya tidak ada darah berceceran seperti biasa. Ini berkat Arthur.

Ini pertama kalinya Arthur melawan Raven dan ia mengakui, seharusnya ia tak meremehkan pemilik blazer itu. Terbukti Raven mendapat blazer itu karena terlibat perkelahian satu bulan penuh, dengan korban berbeda dan tanpa alasan jelas. Sepertinya latihan privat bela diri Arthur belum cukup menghentikkan seorang Zaviero Raven yang latihan dari pengalaman.

"Bukannya tadi lo yang tameng si kelas bawah?"

Suara familiar itu membuat Arthur menoleh dan refleks menahan tangan yang hendak menepuk pundaknya. Menyadari luka biru itu, si lawan bicara menarik kembali tangannya. "Sewaktu dia lihat pak Satria, langsung hilang." Menurut perkiraan Arthur, pasti Raven sudah bolos. Lelaki itu cari masalah di kantin, tapi urusan bersembunyi tidak ada yang tahu di mana.

Kenapa kantin? Karena hanya kantin di mana semua orang berkumpul, tak seperti kamar mandi yang sepi. Di kantin juga tak ada penjaga seperti di tempat parkir, lapangan, atau perpustakaan. Lalu, di kantin juga ada banyak benda yang bisa Raven pakai untuk menyerang, contohnya mangkok kaca.

"Arthur!"

Dua lelaki itu mengarahkan wajah mereka pada sosok gadis cantik yang mereka kenal. Saga langsung pamit pergi, tak ingin mengangguk keduanya. Tadinya Arthur ingin menahan, tapi telat. Lelaki berjulukan murid teladan itu memutar tubuh. Sepasang mata antusias sudah menyambutnya dengan kain berisikan es untuk diterapkan di memar. Tangan Arthur terangkat.

"Apa?" Xeevara bertanya, bingung gerakan itu maknanya apa. Lantas, ia berinisiatif memasangkan kain berisi es itu pada luka memar Arthur. Sempat ada penolakan, makanya Xeevara melanjutkan, "jangan lupa, setelah ini kita ada postes Fisika. Lo engga bisa nulis jawaban dengan tangan seperti ini."

Fair point. "Terus ngapain lo masih di sini? Gue nomor satu dan lo kedua, harusnya ini jadi kesempatan buat lo ngejatuhin gue." Bukannya nilai dari murid teladan dilihat dari peringkat, tapi pada angkatan kali ini pemilik julukan murid teladan lelaki dan perempuan jatuh pada pemegang ranking satu dan dua, Xavianno Arthur dan Xeevara Adistia.

"Rasanya gak adil gue ngelakuin itu." Xeevara menahan diri agar tidak terlalu menekan luka memar itu, walau ia tahu luka kecil ini bukan apa-apa bagi seorang Arthur. "Gue sempet ke kelas dan lihat pelajaran dimulai, tapi kita balik ke sananya berbarengan aja," tawarnya manis. Jika bukan satu hal yang janggal, pasti Arthur termakan omongan itu, apalagi ini menyentuh.

Xeevara mengaku ingin berbarengan, tapi ia melupakan Saga.

"Fisika udah jadi keahlian gue." Tangan Arthur menyentuh Xeevara, pelan tapi pasti membuat pegangan gadis itu pada kain terlepas dan Arthur ambil alih untuk mengobati dirinya sendiri. "Beda sama lo dan Saga, makanya ada baiknya lo samperin Saga dan suruh dia ke kelas. Gue males ingetin tuh anak setiap kali kena remedial Fisika. Lo juga sebagai teman harusnya bantu."

Walau mendapat tatapan mengecewakan dari orang yang dimaksud, Arthur memilih pura-pura tak tahu. Lelaki itu melangkah pergi mendapati Xeevara yang hanya mengangguk dan menutup mulut rapat. Satu tangannya menahan kompresan di lengan, tidak begitu sakit tapi akan menganggu saat menulis catatan. Arthur harus cepat sambuh, jangan sampai kena bentur—

BRUK!

Baru juga ditekadkan. Niatnya membentak langsung hilang, lantas Arthur beralih menatap lawan yang tak sengaja menabraknya dari atas ke bawah. Tak ada kata maaf atau sebagainya malah fokus membawa kotak P3K yang jatuh. Normalnya mereka langsung menunduk minta maaf, bukan tak tahu diri seperti yang satu ini. Tapi lagi, Arthur sepertinya kenal orang ini.

"Gimana hasil technical meeting tadi?"

DEG!

Tangan Raquel yang membersihkan isi P3K terhenti, ia menengadah dan menemukan sepasang mata sayup mengarah padanya. Dari sekian manusia berseragam normal layaknya pelajar, malah harus bertemu pemilik jas abu—mana langsung ke murid teladan lagi. Tidak ada sapa atau lain-lain, Raquel pun memutuskan menyapa duluan. "Oh, hai Thur. Ya, namanya technical meet, paling ngebahas tata cara lomba. Buat lo ini pasti udah biasa."

Tak sepenuhnya salah, paling isinya begituan. Arthur berdeham, menatap gadis itu dari posisinya berdiri. SMA Orchid mengirimkan banyak individu untuk mengikuti kontes nasional yang diadakan universitas negeri favorit di daerah mereka. Arthur memilih ikut, toh lomba eksperimen ini favoritnya. Tapi, sepertinya lelaki itu mengingat satu hal, lantas ia tersenyum miring.

"Gue denger lo ambil mapel Inggris, kenapa? Nyerah lawan gue di Kimia?"

JLEB!

Wow, baru bertukar kata satu kali dan Raquel sudah dibuat tersinggung. Raquel mengeratkan pegangannya pada kotak P3K, menatap malas lelaki itu sebelum menyadari sedari tadi Arthur menutup lengan kiri atasnya dengan kain. "Oh, si robot punya emosi juga ternyata?" tunjuknya pada memar. "Ah, dan gue kira selama ini saingan gue AI, ternyata masih manusia biasa."

Tadinya Arthur ingin menyembunyikan luka itu, tapi ia urungkan. Es di kain ini perlahan mencair dan tak terpakai. "Dengan tangan seperti ini, gue masih jauh-jauh unggul di atas lo, inget." Lantas ia memberikan kain itu ke petugas UKS. "Ambil, bekas gue. Ke mana aja rasa tanggung jawab lo sebagai penjaga UKS kalau ternyata gue ngurusin luka gue sendiri?"

Raquella Devaney, murid dari kelas reguler—bukan kelas unggulan layak Arthur. Namun, herannya gadis itu mendapat peringkat kelima, di mana dari ranking 1-Arthur, hingga ranking 50 selalu diisi oleh kelas unggulan. Lalu, untuk rank 1-4 diambil oleh satu kelas yang sama, yaitu kelas Arthur. Hanya si perempuan ini nih, yang seenaknya mengklaim peringkat kelima.

"Oh, gitu? Jadi lo butuh bantuan ngurusin luka lo, ceritanya?"

Bukannya tersindir, Arthur tertawa ringan. Memang beda saat berbicara dengan Raquel, biasanya dengan gadis lain ia harus bersikap rasional atau lembut. Tapi dengan Raquel, mereka berlomba-lomba sarkas. Gadis itu hanya salah satu dari yang menunjukkan sikap kompetitif dan ketidaksukaannya secara langsung, salah satu tapi satu-satunya jikalau dibandingkan dengan perempuan yang Arthur hadapi.

"Butuh bantuan orang gak guna macam lo?" tanya Arthur. "Gak."

How dare heRaquel mengeram. Sebelum membalas, Arthur telah berbalik datang ke kelasnya, kelas unggulan. Cacian yang akan keluar dari mulut gadis itu seolah mati, apalagi menyadari beberapa orang mengekor Arthur dengan harapan menjadi orang terpilih untuk menyembuhkan lelaki itu.

'Ck, apa cuman gue yang seleranya tinggi di sekolah ini?'

♠️▫️♠️▫️♠️▫️♠️▫️♠️

Desas-desus siswa-siswi SMA Orchid riuh memenuhi koridor. Selang beberapa lama setelah bel pulang berbunyi, mereka berjelajah memenuhi sudut sekolah. Arthur merogoh saku celana, tangannya mengambil benda pipih kemudian memainkan jemarinya di sana. Tanpa disadari, ada tangan yang tiba-tiba merangkul pundaknya, otomatis perhatian Arthur teralihkan.

"Thur, hari ini ada kumpulan?" tanya Saga sambil mengangkat dagu.

"Kumpulan apa?" Arthur bertanya balik.

"OSIS." Mereka melewati mading yang di sebelahnya terdapat foto ketua OSIS sekaligus murid teladan kakak kelas mereka, Austin. Tak berarti ketua OSIS selalu murid teladan, tapi kebanyakan seperti itu. Plus, Austin adalah sosok lelaki yang memiliki sikap kepemimpinan baik diakui oleh banyak siswa. Arthur tak iri, toh ia pun mengakui hal itu. "Waktunya si senior mundur, bukan?" Saga melayangkan tatapan pada foto ketua OSIS.

"Oh." Arthur terdiam sesaat, mencoba mengingat rapat terakhir dalam organisasi. "Kandidatnya pun belum ditentuin, mungkin nanti."

"Sip." Saga mengacungkan jempol, lelaki itu berjalan lebih dulu di depan Arthur. "Intinya sekarang bisa langsung pulang karena gak ada kumpulan. Duluan, Thur!" Setelah melambaikan tangannya, Saga langsung beranjak ke parkiran sekolah, sementara Arthur mengambil jalan menuju ruang guru.

Arthur bersiap mengambil buku latihannya, ia sudah menyelesaikan latihan yang ada, tinggal meminta penilaian dari sang guru. Sesampainya di pintu ruang guru, kebetulan sekali ia bertemu dengan sang ketua OSIS itu. Arthur melayangkan senyum formalitas, begitu juga sang kakak kelas.

"Sebentar."

Pundak Arthur tertahan, ia melirik sekilas sebelum membalikkan tubuh.

Lelaki pemakai jas abu itu membenarkan posisi kancing pergelangannya. "Gue lupa menginformasikan ini ke lo, tapi tadi gue ngadain rapat kebaktian OSIS untuk angkatan selanjutnya. Sebentar lagi gue lengser, dan besok kita akan rapat dengan OSIS angkatan lo membahas program kerja terakhir."

'Rapat?' Arthur bukan tipe semudah itu kelewatan informasi. Makanya, ia sedikit kaget menyadari dirinya melewatkan rapat itu. "Gue gak tahu ada—"

"Iya." Sepertinya Austin sudah membaca pertanyaan itu. "Memang karena rapat ini dikhususkan untuk angkatan gue. Gue mau minta tolong, jangan lupa informasikan ke OSIS angkatan lo kalau besok kita bakal mengadakan rapat terkait pemilihan OSIS baru. Ini waktunya gue mundur, dan gue harap lo yang menggantikan gue." Lelaki itu mengakhiri kalimat dengan senyum.

Jelaslah. Arthur sendiri tak tahu alasan kenapa ia tak akan terpilih—Mata Arthur berubah mengernyit. "Saingan gue Gilbert."

"Exactly." Austin mengangguk, justru itu yang mau ia sampaikan secara tersirat. "Kayaknya dia udah mempersiapkan diri, gue sempet denger dia cari muka di depan pertunjukkan lo sama murid blazer, mengatasnamakan satu anak yang disebut murid teladan ini engga pantas dengan julukannya." Tak ada maksud memprovokasi, niat Austin hanya memperingatkan.

Pesan itu ditangkap jelas Arthur. Gilbert sudah menjadi saingannya sejak mereka memperebutkan julukan murid teladan. Lantas lelaki itu tak henti sampai di sana, kini mereka harus memperebutkan kursi ketua OSIS. Cih, masih belum menyerah rupanya. Namun Arthur tak bisa menyalahkan, pada dasarnya nama Arthur dan Gilbert menyaingi satu sama lain.

Ini akan menjadi rebutan ketat, kesempatan murid teladan 50:50.

♠️▫️♠️▫️♠️▫️♠️▫️♠️

Author's note

Barangkali ada yang engga tau, peluang itu awalnya memang selalu 50:50, tapi ada kok cara untuk memperbesar peluang. Kayak peluang kita masih bisa hidup 5 tahun ke depan itu 50:50, tapi kalau kita jaga kesehatan dan engga melakukan aktivitas berbahaya maka peluang hidupnya tuh meningkat. Sementara kalau kita sakit-sakitan dengan mengonsumsi yang berbahaya, peluang hidupnya menurun. Itu contoh simpelnya..

Jadi overthinking masalah peluang karena cek peluang masuk PTN hahha, jadi deh ketemu hal beginian :") anyway, ini masih story pertama dan baru juga 3 chapter tapi gatel pengen bikin cerita baru :") padahal cerita ini juga belum beres hueheuhe

See ya in the next chapter~!

Continue Reading

You'll Also Like

236K 36.5K 106
Maran and Maya, two independent individuals hate each other out of their family background but destiny has some other plans by bringing them together...
68.7K 3.4K 45
A girl got isekaid into her favourite webtoon called Lookism.She tries to help her favourite characters by disgusing herself as a guy so she can figh...
391K 15.5K 48
Vikram, a senior officer, prioritizes his duty above all else, much like his father, ACP Rajendra. He has three siblings: one is an officer, and the...
Alina By ihidethisapp

General Fiction

1.5M 37.6K 75
The Lombardi family is the most notorious group in the crime world. They rule both the American and Italian mafias and have many others bowing at the...