Sartika tidak baik-baik saja dengan semua keadaan ini. Nitya bukanlah anak kecil lagi, ini bukan kali pertama juga Nitya pergi tanpa kabar dan tidak bisa dihubungi. Seharusnya Sartika sudah biasa dengan perangai menghilang tiba-tiba putri sulungnya. Tapi, orang tua tetaplah orang tua, sudah sebesar apa pun anaknya, bagi mereka tetaplah anak-anak. Kekhawatiran akan hilangnya Nitya masih bergelayutan dihatinya. Tapi, dia kesampingkan itu karena keadaan putri bungsunya lebih penting sekarang.
Sebagai ibu, melihat Navya yang pada akhirnya harus menikah menggantikan Nitya agar keluarga tidak menanggung malu, tentu saja membuat Sartika tidak terima. Navya masih terlalu muda untuk menikah, apalagi Kalandra yang menjadi pasangan Navya juga masih sama mudanya. Sebagai ibu tentu saja Sartika takut terjadi sesuatu yang buruk pada pernikahan putrinya. Dialah yang menyeret putrinya ke pernikahan tak biasa ini, akan sangat merasa bersalah jika pernikahan ini berakhir menjadi kegagalan. Melihat selama tiga hari setelah menikah, baik Navya maupun Kalandra belum memperlihatkan sikap welas asih antara sesama, membuat Sartika khawatir.
Tinggal serumah dengan orang tua saja masih membuat mereka berseteru, apalagi jika mereka tinggal tanpa orang tua, pikirnya. Salahnya para orang tua yang memaksakan mereka untuk bersama, padahal dua bungsu disatukan pastilah sulit untuk membuat salah satu mengalah. Apalagi ditambah ada Nattan yang menjadi kompor di antara mereka, tambah ramailah hubungan mereka. Sayangnya, bukan ramai dalam hal positif, tapi justru ramai berdebat sampai saling pukul.
"Ma, adek tuh sibuk ... banyak event dari klien yang harus adek sama temen-temen handle," bujuk Navya pada sang mama. Pasangan suami istri baru itu berusaha meyakinkan orang tua untuk kembali ke segala aktivitas mereka.
"Kan ada temen-temen kamu yang lain, orang kalau cuti nikahan, kan, biasanya juga minimal seminggu."
"Andra gak ambil cuti sebelum acara nikahan, jadi udah seminggu cutinya. Kalau Mama gak izinin Navya gak apa-apa, Andra aja yang pulang. Andrakan kerja sama orang lain jadi gak mungkin bolos," ucap Andra membujuk mertuanya. Anehnya bersama Navya yang jelas berstatus istrinya, Andra masih saja merasa kaku, tapi dengan papa dan mama mertuanya, Andra sudah akrab dengan mudah.
"Sembarangan kamu ... aku mau ikut pulang juga ... aku orang sibuk tahu," bantah Navya dengan pelototan tajamnya ke arah Kalandra.
"Kalau kalian maksa, ya sudah, tapi kalian harus tinggal bareng, biar Papa dan Mama anterin ke rumah baru kalian. Ayah dan bunda kamu juga telepon Ndra, kita kumpul di rumah baru kalian sekalian sukuran pindah rumah," ucap papa lebih bijak.
Baik Kalandra maupun Navya melotot tidak setuju. Mereka sudah mengatur rencana jika mereka kembali ke ibu kota, mereka akan kembali ke kehidupan mereka masing-masing. Navya akan kembali ke kostnya dan melakukan aktivitas seperti saat masih lajang, begitu pun dengan Kalandra. Bahkan mereka sudah menyusun siasat, jika mereka hanya akan bertemu saat para tetua meminta bertemu. Keduanya akan kembali berstatus single di luaran dan menikah di hadapan orang tua saja. Layaknya cerita novel perjodohan ala ala, keduanya juga berpikiran se-mainstream itu.
"Biar Mama telepon Jeng Dewi, papamu benar sekalian saja kalian pindah rumah kalau begitu," ucap Sartika menyetujui ucapan suaminya, setelah melihat ekspresi keberatan dari pasangan baru itu.
"Tapi, Ma, Andra sama Navya gak akan tinggal bareng dalam waktu dekat," ucap Andra setelah Navya memelototinya dan memberikan isyarat supaya Andra membantah. Melihat kedekatan Andra dengan orang tuanya, Navya berpikir mungkin bantahan Andra akan lebih didengar ketimbang dirinya. Hukum orang tua selalu benar dan anak yang salah, masih berlaku jika berhubungan dengan nyonya Sartika yang terhormat.
"Loh, kenapa? Kalian sudah suami istri, tentu saja harus tinggal bersama, Nak," ucap Sartika.
"Perumahan Paradise Garden jauh dari tempat kerja Andra. Jauh juga dari tempat kuliahnya Navya. Sampai kontrak kerja Andra habis, Andra akan tinggal di rumah Andra dan Bang Ganes yang lama. Begitu pun Navya, dia akan tetap tinggal di kostannya," ucap Andra menjelaskan.
"Dulu tinggal bareng Ganes?" tanya Sartika tiba-tiba mengalihkan pembicaraan.
"Iya," jawab Andra dengan polosnya, dia tidak tahu jika jawabannya adalah jebakan yang Sartika siapkan.
"Jauh dari rumahmu ke tempat kerja?" tanya Sartika lagi.
"Tidak, hanya sepuluh menit kalau pake motor," jawab Andra lagi-lagi jujur.
"Itu berarti tempat kerjamu gak jauh dari Paradise Garden, paling lama tiga puluh sampai empat puluh lima menitan," ucap Sartika menghapus alasan yang dikarang oleh dua pasangan muda itu.
"Hah?" tanya Andra melongo tidak mengerti.
Navya memijit pelipisnya kesal karena ternyata mamanya lebih pintar dari Kalandra.
"Kalau masalah wisuda Adek bulan depan, om kamu sudah mengurus semua surat-suratnya. Om kamu tuh perhatian bangetkan, tahu keponakannya nikah, dia urusin semua hal yang berhubungan dengan masalah kampus. Jadi, gak ada alasan buat Adek tetap harus tinggal di deket kampus. Lagian palingan cuma satu setengah jam aja, kok, dari Paradise Garden ke kampus kamu. Yah, kalau macet dua jaman ada," ucap Sartika sebelum Navya menjadikan alasan jarak dengan kampusnya.
"Mama, sih, seneng kalian tinggal lama di sini, jadi gimana pilihan kalian tinggal bareng di rumah baru atau tinggal bareng Mama dan Papa di sini," ucap Sartika tanpa bantahan.
**************
"Gila ... ini perumahan mewah bener," komentar Navya ketika memasuki gerbang bertuliskan Paradise Garden. Navya dan Kalandra ditugaskan untuk datang ke rumah baru terlebih dahulu untuk bersih-bersih. Sebenarnya bukan mereka berdua, ada si bibi dan keponakannya yang ikut dengan mereka. Hanya saja, dua asisten rumah tangga pinjaman dari ibunya sudah terlelap sejak mobil memasuki tol antar kota.
"Namanya juga udah Paradise, masa iya kagak mewah," komentar Kalandra yang berhasil membuat Navya jengkel. Empat hari bersama-sama, tidak membuat Navya mengenal sebenarnya seperti apa kepribadian Kalandra. Kadang, pria itu berpikiran sama dengannya. Kadang, juga menyebalkan bukan main.
"Tapi, perumahan semewah ini, kenapa pos satpamnya kosong?" tanya Navya melihat kearah pos satpam yang tidak ada orangnya.
"Mungkin satpamnya sedang keliling atau istirahat. Lagian tiap rumah juga sudah ada satpamnya. Lihat saja ke sana," ucap Kalandra menunjuk ke arah rumah-rumah yang berjejer berjauhan satu sama lain. Dan memang di beberapa rumah sudah ada pria berpakaian ala pengawal dengan setelan hitam-hitamnya.
"Yang tinggal di sini kebanyakan dokter, pengacara, pengusaha, ada juga artis sama politisi. Beberapa kali aku pernah meliput berita ke sini. Jadi, mungkin mereka butuh privasi masing-masing. Sejarah pembentukan perumahan ini juga, cukup menarik perhatian untuk dibahas. Bahkan ada seniorku yang mencoba menggali secara detail sejarah tempat ini, meskipun artikelnya tidak terkenal.," ucap Kalandra membelokan mobil yang dikendarainya menuju blok C, tempat rumah yang mereka tuju berada.
"Harusnya Kak Nitya seneng banget dibeliin rumah di sini. Orang tetangga-tetangganya sama berkelasnya dengan dia," ucap Navya tidak habis pikir kenapa kakaknya meninggalkan kesempatan sebesar ini.
"Itu juga yang menjadi pertanyaanku. Hubungan Ganes dan Nitya terlalu rapat untuk ukuran orang yang membatalkan pernikahan menjelang hari H. Ganes itu sudah seperti budak cinta jika berhubungan dengan Nitya. Tengah malam saja jika Nitya yang telepon dia langsung ngacir menjemput kekasihnya itu. Bahkan tak jarang aku dilarang pulang jika mereka sedang mengadakan acara romantis di rumah," ucap Kalandra bercerita.
Navya tidak tahu harus berekspresi apa mendengar cerita Kalandra. Hubungan kakak beradik antara Nitya dan Navya tidaklah terlalu dekat, hingga bisa berbagi cerita masalah pribadi dan percintaan. Jangankan berbagi cerita bertemu juga jarang, terkadang mereka hanya bertemu sebulan sekali ketika mereka berkumpul bersama Nattan di rumah lama mereka yang ditinggali Nattan. Ajang berkumpul seperti itu juga kebanyakan membicarakan hal remeh atau mengenang masa kecil, yang berakhir pem-bully-an pada Navya si bungsu.
"Yang itu rumahnya, atau yang sebelah sana?" tanya Kalandra bingung karena bangunan rumah di tempat itu terlihat sama satu sama lain. Dan kondisi sekeliling yang sepi membuatnya berpikir jika rumah-rumah itu mungkin tidak berpenghuni.
"Coba aja pake kuncinya, cocoknya yang mana," jawab Navya enteng.
Pasangan muda itu turun dari mobil dan melihat sekeliling yang terlalu sepi. Rumah-rumah itu cukup mewah meskipun tidak semewah yang berada di blok A dan B yang mereka lewati tadi. Keadaan sekitar juga bersih dan asri, tapi melihat sekeliling yang sepi, membuat bulu kuduk Navya meremang.
"Ini perumahan atau pemakaman, sepi amat," komentar Kalandra berjalan menuju pagar rumah di hadapannya.
"Siapa kalian?" tanya seseorang membuat pasangan muda itu menjerit kaget.
"Kami penghuni baru di sini," ucap Kalandra setelah pulih dari kagetnya dan menghadap pada pria berperawakan besar yang tadi bertanya pada mereka. Perawakan pria berpakaian hitam-hitam ala pengawal pribadi itu cukup besar dan kekar. Anehnya baik Kalandra maupun Navya tidak mendengar langkah kaki pria itu mendekati mereka tadi.
"Maaf jika saya mengagetkan kalian," ucap pria berperawakan besar itu dengan raut datar.
"Bisa lihat kunci kalian, saya akan antarkan ke rumah baru kalian," ucap pria itu lagi tetap dengan nada datar meskipun tidak menunjukan raut permusuhan.
Pria itu memeriksa kunci yang diserahkan Kalandra, lalu berbicara pada seseorang dari earphone yang berada di telinganya. Setelah beberapa menit, pria itu memberikan senyum kaku dan menunjukan jika rumah di hadapan mereka sekarang, memang rumah yang dicari.
"Kalian memilih rumah yang tepat. Semoga betah tinggal di sini," ucap pria itu lalu berlalu, dan lagi-lagi derap langkahnya tidak terdengar.
"Serem banget sumpah," komentar Navya setelah pria itu pergi.
"Namanya juga penjaga keamanan, yah, pasti seremlah," komentar Kalandra, tangannya mulai membuka kunci gerbang yang berada di hadapannya.
Satu langkah memasuki pelataran rumah itu membuat Navya langsung mematung. Entah kenapa dia tiba-tiba merasa tidak nyaman.