AMBISIUS : My Brother's Enemy...

By Karanaga

1.7K 53 2

Suatu hari, kelas Malta kedatangan seorang murid baru super tampan dari San Fransisco yang bernama Austin. Da... More

Book Cover
Tokoh
Prolog
Aku dan Jason yang Menyebalkan
Austin si Anak Baru yang Tampan
Jason Menghilang
Orang Tuaku Menghilang
Rahasia Jason
Pertemuan Austin dan Jason
Kencan dengan Austin?
Aku Membenci Larry
Wanita Berkumis dengan Senyuman Manis
Menonton Film dengan Austin
Rumah Berhantu
Catherine Hamlin
Pertandingan Basket Austin
Hari Sial Jack
Hoax
Miami
Larry Holmes (Part 1)
Larry Holmes (Part 2)
Allison James
Pesta Dansa Sekolah
Perpisahan
Surat dari Austin
Epilog

Aku Menyukai Malta

99 2 0
By Karanaga

[LARRY]

Apa yang terjadi dengan Malta? Mengapa hari ini dia tidak datang ke sekolah?

Tunggu! Mengapa aku harus memikirkan dia? Dia juga tidak peduli padaku! Dia tahu aku menyukainya. Mengapa malah duduk bersama dengan si bocah tengil itu? Apa dia sengaja ingin membuatku cemburu padanya? Tentu saja aku tidak akan cemburu!

Semenjak kedatangan si anak ingusan, tidak tahu malu, tengil, dan apapun yang menyebalkan itu, aku jadi semakin jauh dari Malta. Dahulu kami tidak pernah terpisahkan. Bahkan bumi dan langit pun tidak sedekat kami berdua. Tapi sepertinya, semenjak bocah itu ada, semuanya hancur berantakan. Benar apa yang Branton katakan. Posisiku sepertinya sudah diambil alih.

Bagaimanapun, dia adalah sahabat baikku. Tidak semestinya aku memperlakukannya seperti ini hanya karena cemburu bukan? Kalau begitu, lebih baik aku menghubunginya saja. Lagi pula, aku juga penasaran kenapa hari ini dia tidak masuk ke sekolah. Malta adalah anak yang sangat rajin. Dia tidak mungkin bolos sekolah. Selain itu, dia juga jarang sekali sakit. Semoga saja tidak terjadi hal yang buruk padanya.

Aku membuka ransel untuk mencari ponselku di dalamnya. Aku memasukkan tanganku ke dalam dan meraba-raba isinya. Tetapi, aku sama sekali tidak dapat menemukan ponselku.

Sejenak aku berpikir.

"Aduh! Ponselku sepertinya tertinggal." Aku hanya bisa pasrah.

Bel berbunyi. Jam istirahat telah selesai.

Aku membuka loker untuk mengambil buku catatanku. Saat aku menutupnya kembali, aku merasa ada yang menyentuh pundakku dari arah belakang.

Dengan segera aku membalikkan badan.

"Leticia?" Kataku heran.

Leticia adalah teman seangkatanku. Dia seorang imigran dari Mexico. Sudah 6 tahun dia tinggal di Chicago. Orang tuanya mengajak dia dan kedua adiknya yang masih kecil untuk tinggal di AS untuk memperbaiki perekonomian keluarga mereka. Mendapatkan kehidupan yang lebih layak. Tetapi sayang, 2 tahun yang lalu ayahnya mengidap penyakit keras. Orang-orang bilang penyakitnya menular. Oleh karena itu ia banyak dibuli dan dijauhi. Sebab, orang-orang berpikir ia bisa menularkan penyakit yang diderita oleh ayahnya kepada orang-orang di sekitarnya.

Tentu saja aku tidak percaya! Padahal menurutku, dia adalah anak yang cukup baik dan manis. Aku tidak berani menjauhinya. Walaupun begitu, kami juga tidak terlalu dekat dan jarang sekali berbicara di luar pelajaran sekolah. Aku juga mengetahui cerita ini hanya dari gosip-gosip yang berseliweran dan sebagian lagi dari Malta. Jadi, aku tidak terlalu yakin bahwa berita penyakit menular itu benar adanya.

"Larry, apa aku...bisa pinjam buku catatan sejarahmu? Ada yang tidak aku mengerti di pembahasan sebelumnya dan aku lupa untuk mencatat selama jam pelajaran," pintanya.

Aku sedikit heran. Mengapa ia memilihku dari sekian banyak teman kelas sejarahnya. Lagi pula, catatan pelajaran sejarahku juga tidak terlalu lengkap dan tulisanku tidak terlalu bagus.

"Oh, boleh saja. Tapi tulisanku kurang bagus," kataku.

"Oh, itu bukan masalah, kok!"

"Ya sudah kalau begitu. Aku ambil dulu bukunya, ya!"

Aku membuka lokerku kembali untuk mencari buku catatan sejarahku. Kemudian memberikannya kepada Leticia.

"Terimakasih! Akan aku kembalikan besok," katanya sambil tersenyum.

"Tidak harus terburu-buru! Lagipula pelajaran sejarah masih beberapa hari lagi."

"Tidak apa-apa. Siapa tahu mau kau baca," katanya memberi alasan. "Kalau begitu, aku pergi dulu. Sampai jumpa!" Dia pergi setengah berlari menjauhiku.

"Sampai jumpa!"

Aku segera berlari ke kelas sebelum guru datang.

Aku masuk ke ruang kelas Fisika dan memilih tempat untuk duduk. Aku dapat melihat Branton yang berjalan menghampiriku dan kemudian memutuskan untuk duduk di sampingku.

"Dimana Malta?" Tanya Branton sambil mengeluarkan buku dari dalam tasnya.

"Tidak tahu. Memang aku ibunya?" Jawabku.

"Kau bahkan lebih dekat dari ibunya."

"Diamlah!"

"Ya sudah..." kata Branton yang kemudian memutuskan untuk mengurusi hidupnya sendiri.

"Apa kau lihat Austin?" Tanyaku. Aku sedikit penasaran karena belum melihatnya dari pagi.

"Mana aku tahu. Memang aku ibunya?" Jawab Branton meledekku.

"Huh..."

Percuma saja menanyakan hal ini padanya.

Aku merasa aneh. Jika seandainya Austin benar-benar tidak masuk sekolah hari ini, mengapa bisa ia tidak masuk di waktu yang bersamaan dengan Malta? Apakah ini suatu kebetulan? Atau memang benar-benar direncanakan? Apakah mereka pergi ke suatu tempat bersama?

"Ahhh!!!" Kataku sedikit berteriak sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Mana mungkin."

Semua mata tertuju padaku. Seakan-akan mata mereka berbicara: Ada apa dengan bocah gila satu ini?

"Larry? Ada apa denganmu?" Tanya Branton.

Aku meliriknya sebentar. "Bukan apa-apa."

Tak lama guru Fisika kami datang memasuki kelas.

"Tutup buku kalian! Kita adakan Pre-test!" Suruh Mr. Jacob sambil nyengir sebelah. Rasanya dia memang sudah lama merencanakan rencana jahat ini.

"Tidak!!!" Kata anak-anak di kelas menandakan ketidaksetujuan.

Aku belum membaca sedikitpun mengenai materi hari ini. Tadi malam aku sibuk memikirkan cara untuk menjauhkan Austin dari Malta. Semua ini hanya berakhir sia-sia.

Saat pulang nanti, aku akan segera menelepon Malta untuk mencari tahu keadaannya. Semoga dia benar-benar tidak bersama dengan Austin.


***


[MRS. ARMCHAIR]

Perutku terasa mual sekali. Aku sudah lupa ini hari apa. Badanku juga sudah sangat bau. Kapan terakhir kali aku mandi? Aku benar-benar tidak tahu.

Tempat ini bau amis ikan. Aku tidak tahu ini dimana. Mataku ditutup dengan kain. Aku hanya bisa melihat secercah cahaya dari balik kain ini. Namun, menurut analisisku, sepertinya aku sedang berada di atas kapal. Sebab tempat ini bergoyang-goyang. Hembusan angin yang kencang mengibaskan rambutku. Suara deburan ombak terdengar di telingaku. Kepakan sayap burung pelikan ikut meramaikan suasana. Sepertinya mereka sedang mencari ikan di laut ini.

"Buka penutup mata mereka!" Perintah seseorang di depan kami.

Seseorang melepaskan penutup mataku. Akhirnya aku bisa kembali melihat langit biru yang cerah. Aku mengambil nafas dalam-dalam melalui kedua hidungku kemudian menghembuskannya.

Di hadapanku, berdiri seorang pria bertubuh kurus tinggi dengan jubah hitam dan tudung yang menutupi seluruh wajahnya. Aku kira orang-orang seperti ini hanya ada di dalam buku cerita. Sebab, bukankah itu terlalu jelas, jika menggunakan jubah serba hitam dan tudung yang menutupi wajahnya, membuat ia terlihat mencolok dan lebih seperti penjahat?

Dia memegang sebatang rokok murahan di tangannya, sambil mondar mandir ke kanan dan ke kiri. Aku sampai pusing melihatnya. Ditambah dengan perutku yang mual, membuatku ingin muntah tepat di wajahnya.

Bernard berada di sampingku. Sama-sama terikat dan tidak bisa berkata apa-apa.

"Jelas sekali kalian tahu mengapa kalian berdua bisa berada di sini, bukan?" Kata orang tersebut. "Aku tidak akan banyak berbasa-basi. Langsung saja ke poinnya. Dimana benda itu sekarang?!" Tanyanya sambil mendekatkan wajahnya kepadaku.

Aku tidak tahu apakah dia bodoh atau gila. Bagaimana mungkin aku menjawab pertanyaannya dengan keadaan mulutku yang disumpal kain.

Aku mendorong badanku ke depan dan berusaha berbicara dengan kain yang masih menghalangi suaraku.

"Oh, tentu saja. Aku lupa dengan itu. Cepat keluarkan kain itu dari mulut mereka!" Perintahnya.

"Apa mereka berdua, Jack?" Kata salah satu dari mereka.

"Apa kau bodoh!" Ucap jack sambil melemparkan rokok yang ia pegang ke tubuh orang itu. "Mereka jadi tahu namaku!" Lanjutnya.

"Maaf, Bos! Maaf! Tadi aku keceplosan." Jelas anak buahnya, memohon untuk diampuni.

"Sudahlah! Cepat keluarkan kain itu dari keduanya!"

"Baik."

Ternyata benar, mereka sedikit bodoh.

Akhirnya mereka melepaskan kain itu dari dalam mulutku. Aku meludah.

"Siapa kau?! Apa yang kau mau?!" Tanyaku dengan kesal.

"Kau tidak perlu tahu. Kami berada di sini bukan untuk berkenalan denganmu. Bukan untuk melakukan kencan buta. Kalian hanya perlu menjawab dimana letak benda itu sekarang? Mudah sekali. Dan jangan sembunyikan apapun dari kami!" Pintanya.

"Tidak akan!" Jawabku dengan suara yang serak. Sebelum mulut kami disumpal, aku dan suamiku berteriak meminta tolong hingga suaraku serak begini dan sayangnya tidak ada yang mendengar atau mungkin mereka hanya pura-pura tidak dengar.

"Lepaskan kami sekarang! Atau-" kata suamiku, Bernard. Rambut ikalnya semakin berantakan saja. Lengan bajunya pun robek karena ia mencoba kabur. Padahal baju itu baru dibelikan ibuku pada perayaan Thanksgiving tahun lalu.

"Atau apa, hah? Cepat katakan! Atau apa?" Sela Jack, "Oh...atau nyawa kedua anakmu terancam. Begitu?"

"Tidak!!! Jangan pernah sentuh anak-anak kami! Dasar otak udang! Kalian bahkan tak pantas menjadi seorang penjahat. Lebih baik kalian menjadi badut panggilan saja! Tampang kalian lebih cocok," kataku dengan lantang. Entah mengapa aku selalu merasa lebih berani dalam membela kedua anakku.

"Oh...tampaknya kau mulai berani macam-macam, ya!" Kata Jack dengan tatapan sinis. "Apa kita siksa saja mereka?" Jack meminta saran kepada bawahannya.

"Sejak kapan aku takut padamu!" Kataku dengan berani. "Orang sepertimu tidak layak untuk ditakuti." Aku menatap ke arah Bernard. Ia menggelengkan kepala sebagai tanda: Sudah! Jangan sok jago! Diam saja!

Jack mengayunkan kepala, memberi tanda kepada bawahannya. Tiba-tiba seseorang mendekatiku dan menusukkan sesuatu di pundakku.

"Aw! Apa yang kalian laku-" Aku tidak sempat melanjutkan perkataanku setelah cairan anestesi mengalir dalam darahku hingga membuatku tak sadarkan diri.


***


[MALTA]

Aku tak pernah mengerti. Apa maksud Jason meninggalkanku seperti ini? Dia selalu bertindak sendiri. Memangnya apa yang ia pikirkan?

Aku selalu bertanya padanya, tetapi ia malah terus menghindar. Padahal, aku hanya ingin membantunya. Memikirkan hal itu hanya membuat kepalaku pusing. Apa lagi, keadaan saat ini hanya bisa bertambah buruk saja. Aku sudah cukup muak dengan semua ini!

Jika dipikir-pikir, dia tetaplah kakakku satu-satunya. Jika bukan aku yang membantu, maka siapa lagi yang bisa? Aku harus membantunya. Ya, aku harus membantunya! Aku akan mencoba untuk menghubungi Austin.

Panggilan terhubung.

Ia menjawab, "Halo, Malta. Ada apa?"

"Mmm...begini, Austin. Apa kau ada di sekolah? Bisa tidak kau datang kerumahku? Aku butuh bantuanmu!" Pintaku padanya.

"Minta bantuan apa?"

"Ini tentang kakakku, Jason. Ceritanya panjang. Nanti saja aku ceritakan di rumah. Bisa, kan?"

"Maaf, Malta. Bukannya aku tak mau membantumu. Tetapi aku sedang ada urusan yang sangat penting dan tidak bisa dilewatkan," jelasnya. "Apakah ini sangat mendesak? Apa kakakmu kecelakaan?"

"Tidak terlalu, sih. Hanya saja, sepertinya dia kabur dari rumah."

"Kabur? Bagaimana kalau kau telepon polisi dulu? Nanti kabari aku lagi! Jika ada waktu aku akan segera ke sana."

"Oh...oke. Baiklah kalau begitu. Maaf mengganggumu."

"Tidak apa-apa. Tenang saja! Jika tidak ada yang dibicarakan lagi...sudah dulu, ya? Aku sedang sibuk sekali, Malta. Maaf. Sampai nanti!"

"Sampai nanti."

Pip... Panggilan terputus.

Larry tak bisa dihubungi. Austin pun sibuk. Aku harus minta bantuan siapa lagi? Atau mungkin aku harus meminta bantuan dari temanku yang lain?

(Suara ponsel berdering)

Baru saja aku menekan tombol di ponselku, satu panggilan masuk.

Ini dari Larry!

"Halo, Malta!" Sapa Larry.

"Larry!!! Dari tadi aku mencoba menghubungimu, tetapi tidak bisa terhubung! Apakah baterai ponselmu habis?"

"Bukan. Tadi ponselku ketinggalan di rumah. Aku ingin menanyakan kabarmu. Apa kamu baik-baik saja?"

"Oh...pantas saja! Ya, aku baik-baik saja. Oh ya, Larry, aku butuh bantuanmu!"

"Lalu kenapa kamu tidak masuk sekolah? Bantuan apa?" Ia balik bertanya.

"Justru itu! Aku sudah izin kepada wali kelas agar bisa menjaga Jason di rumah," jawabku.

"Memang Jason kenapa?"

"Terakhir kali aku mengecek suhu badannya, badannya terasa hangat. Sepertinya dia terkena demam. Akhir-akhir ini dia juga keliatan punya banyak masalah. Namun, setiap kali aku bertanya padanya, dia tidak mau menjawab. Membuatku kesal saja!" Jelasku, "Belakangan ini dia juga bersikap sangat aneh. Dia sering kali pulang malam. Tadi malam, dia bahkan pulang dengan wajah yang memar dan penuh luka. Tetapi, dia tidak memberitahuku penyebabnya. Dan yang lebih mengejutkan, pagi ini dia menghilang secara tiba-tiba. Padahal aku hanya meninggalkannya untuk beberapa saat saja. Aku juga bingung dengan kedua orang tuaku. Kenapa mereka belum juga kembali dari tugasnya? Tolong aku, Larry! Aku lelah sekali. Aku tidak bisa mengatasi semua ini sendiri. Banyak hal yang harus aku pikirkan. Aku sangat membutuhkanmu saat ini!" Lanjutku.

Aku hanya bisa memohon padanya. Berharap dia akan datang dan melupakan masalah antara kami berdua belakangan ini. Larry adalah satu-satunya yang bisa aku andalkan saat ini.

"Oke. Lebih baik kau tenangkan dirimu dahulu! Aku akan segera pergi ke sana!"

"Terimakasih, Larry! Terimakasih banyak! Aku menyayangimu."

"Tunggu! Kau bilang apa!!!"

Aku menutup panggilan.

Continue Reading

You'll Also Like

3.5M 287K 48
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...
6.1M 478K 57
Menceritakan tentang gadis SMA yang dijodohkan dengan CEO muda, dia adalah Queenza Xiarra Narvadez dan Erlan Davilan Lergan. Bagaimana jadinya jika...
8.3M 517K 34
"Tidur sama gue, dengan itu gue percaya lo beneran suka sama gue." Jeyra tidak menyangka jika rasa cintanya pada pria yang ia sukai diam-diam membuat...
717K 67.2K 50
{Rilis in :1 February 2021} [Fantasy Vampire series] Ivylina terjebak di sebuah Museum kuno di negara Rumania dan terkunci di kamar yang penuh dengan...