FANGIRL

By sarvio

7.1K 940 58

Rahel sudah berjuang keras untuk mengejar program beasiswa dan meyakinkan kedua orang tuanya untuk tinggal di... More

Main Characters
PROLOG
I. μ‹œμž‘ 방법 [How It Started]
II. 첫 눈 [First Snow]
III. μ£ΌμΈλ‹˜ [Customer]
IV. 친ꡬ [Friends]
VI. μ†Œμ…œλ„€νŠΈμ›Œν¬ μ„œλΉ„μŠ€ [SNS]
VII. μš°λ¦¬λŠ” μ§€κΈˆ κ²°ν˜Όν–ˆλ‹€ [We Married Now]
VIII. λ‹€λ₯Έμͺ½μ— [On The Other Side]
IX. μƒˆν•΄ [New Year]
X. 막 μ‹œμž‘ν•œ [Just Start]
XI. 끝내지 μ•ŠλŠ” [Unfinish]
XII. λ‚΄κ²Œμ™€ [Come To Me]
XIII. 또 λ‹€λ₯Έ μ•ˆλ…• pt. I [Another Hi pt. I]
XIV. 또 λ‹€λ₯Έ μ•ˆλ…• pt. II [Another Hi pt. II]

V. μš©μ„œν•˜λ‹€ [Forgive]

391 54 0
By sarvio


V. Forgive

[3207 words]

-o0o-

 Cinta pertama itu seperti melangkah. Kau harus belajar untuk jatuh, agar kau bisa melangkah dengan benar.❞ 

On Your Wedding Day (2018)

-o0o-

Matahari sudah merangkak naik menuju langit, salju yang turun beberapa hari yang lalu mulai mencair oleh hangatnya sinar mentari. Suhu masih berputar di sekitar angka 0 hingga 10 derajat Celcius, tapi setidaknya tidak mencapai minus. Sehun berjalan keluar dari kamarnya, menyusuri lorong mencari Chanyeol yang ternyata sudah tidak berada di kamarnya itu. Hingga akhirnya dia menemukan laki-laki itu berdiri menatap kebun teh di green house.

Sinar matahari jatuh tepat di wajahnya, laki-laki bersweater hitam pekat itu tampak sedang merenungkan sesuatu. Entah kenapa aura di sana terasa begitu sendu dan yang membuat Sehun lebih heran adalah Chanyeol bisa bangun sepagi ini. Sudah seminggu mereka berada di sini, sudah seminggu pula Chanyeol dan Sehun tidak berjumpa dengan Rahel lagi. Ya, malam itu adalah hari terakhir mereka bertemu dengan gadis itu karena setelah itu yang datang mengantarkan makanan adalah Minhwa.

"Hyung, makanan sudah datang. Turunlah, ayo makan," ajak Sehun yang masih berada di lorong dan hanya menatap Chanyeol yang tampak masih merenung itu.

"Siapa yang mengantarnya?" tanya Chanyeol, masih menatap entah kebun teh, langit atau apapun itu.

"Ahjumma yang membersihkan villa ini yang mengantarnya," jawab Sehun sambil mengacak-acak rambutnya dan meregangkan tubuh. Dirinya juga baru bangun tidur beberapa menit yang lalu karena mendengar suara bel.

Chanyeol memutar tubuhnya, menatap Sehun yang masih kucel itu. Masih setengah sadar dan sepertinya belum mencuci muka atau menggosok giginya. "Dia tidak datang lagi?"

"Dia? Choi Rahel maksudmu?" tanya Sehun memastikan. Ya, Rahel memang tidak pernah datang setelahnya dan setelah itu juga Chanyeol sering menanyakan gadis itu.

"Eung." Chanyeol berjalan mendekati Sehun lalu menepuk bahu laki-laki itu dan berjalan melaluinya. "Ayo makan."

Mengenai Rahel, Sehun sebenarnya bertanya-tanya. Gadis itu tidak pernah datang lagi, padahal dia sendiri yang mengatakan dirinya adalah penggemar mereka. Ah, Sehun juga ikut merindukannya. Laki-laki itu tersenyum kecil, rindu? Apakah bisa dibilang seperti itu? Malam itu Sehun juga bertanya-tanya. Apa yang sebenarnya Chanyeol katakan atau lakukan kepada Rahel hingga gadis itu tidak datang lagi kemari. Terakhir kali, Sehun hanya melihat Rahel memeluk Chanyeol dan keduanya menangis bersama.

Satu hal yang Sehun tahu saat itu juga, topik yang mereka bahas adalah Kim Sujin dan Yoon Haesung.

Harusnya Sehun meminta kontak gadis itu. KakaoTalk, LINE, nomor ponsel, apapun itu. Harusnya dia meminta hari itu. Sehun kembali mengacak rambutnya, penyesalan selalu datang di akhir.

Kini Chanyeol dan Sehun sudah duduk berhadapan di meja panjang dengan sepuluh kursi. Meja yang sengaja Sehun beli jika saja anggota EXO lainnya juga berkunjung ke villanya. Tak ada percakapan, mereka berdua hanya fokus pada makanan, tapi Sehun masih menatap Chanyeol dengan penasaran.

"Hyung..."

Chanyeol masih fokus pada makanannya. "Apa?"

"Sepertinya kita sama-sama penasaran dengan gadis itu," ujar Sehun yang membuat kunyahan Chanyeol menjadi melambat, sebelum akhirnya dia menelan makanannya itu dan menatap ke arah Sehun.

"Dia membuatku berdamai dengan masa laluku dan aku ingin berterima kasih padanya," jelas Chanyeol tanpa diminta. Dia hanya tidak ingin Sehun berpikir macam-macam tentang apa yang terjadi pada malam itu karena memang tidak terjadi apa-apa hari itu. "Tapi dia tidak pernah datang lagi."

"Kau akan mencarinya?"

"Kita bisa bertanya pada ahjumma itu." Chanyeol kembali memakan makanannya. "Apa dia masih di sini?"

Sehun menggeleng lalu meletakkan sumpitnya dan mengusap mulutnya. "Tidak, dia hanya mengantarkan makanan lalu pergi. Dia bahkan tidak masuk."

"Haruskah kita berkeliling desa?" Chanyeol masih menunduk, tapi matanya tertuju pada Sehun seraya tersenyum penuh arti. "Aku bosan hanya berdiam diri di dalam villamu ini."

-o0o-

"Ya! Choi Rahel! Petik daun tehnya dengan benar! Kenapa kau memetik daun yang tua?!"

Eunwol mengomel panjang lebar ketika memeriksa keranjang anyaman bambu yang Rahel bawa ternyata mayoritas berisi daun teh tua. Sementara orang yang diomeli, Rahel, masih tampak tak fokus dan menatap entah kemana dengan tatapan kosong.

"Hye, chwesunghamnida."

Gadis berambut wavy itu membasahi bibirnya lalu berkacak pinggang. Menatap Eunwol dengan tatapan yang masih kesal. "Apa yang salah denganmu? Kau masih bisa membedakan daun kemarin. Apa yang sebenarnya kau pikirkan?"

"Park Chanyeol."

"MWO?!"

Rahel akhirnya menatap Eunwol dengan tatapan memelasnya. "Aku hanya memikirkan apa yang sedang dia pikirkan sekarang. Apa dia sudah kembali ke Seoul, apa dia baik-baik saja."

"Jika kau mengkhawatirkannya kenapa kau selalu menolak jika ibu menyuruhmu mengantarkan makanan ke villa itu?"

"Aku hanya ingin memberi mereka privasi."

Eunwol memutar bola matanya lalu menghela napas asal. "Terserah apa katamu, Choi Rahel."

"Ah, Eunwol-ah!"

Baru saja Eunwol membalikkan badan. Hendak kembali memetik daun teh, tetapi Rahel sudah memanggilnya. Membuat Eunwol mengurungkan niatnya. "Apa?"

"Aku sebenarnya ingin menanyakan ini sejak berhari-hari yang lalu tapi aku selalu lupa untuk bertanya kepadamu," ujar Rahel panjang lebar yang membuat Eunwol semakin tidak sabar.

"Apa yang ingin kau tanyakan?"

"Apa hubunganmu dengan Kim Taehyung?"

Gyut.

Sudut hati Eunwol berdenyut ketika mendengar nama Taehyung disebutkan. Ekspresinya segera berubah seratus delapan puluh derajat. Wajah kesalnya pada Rahel kini berubah menjadi begitu emosional. Dari wajah itu Rahel tahu, ada sesuatu yang Eunwol sembunyikan darinya. Ada sesuatu yang dia simpan dan sepertinya itu adalah alasan kenapa gadis itu tampak kacau begitu meninggalkan supermarket.

"Taehyung? Taehyung yang mana? Ada banyak Taehyung di Boseong," Eunwol mencoba menghindar. Dia mencoba mencari alasan untuk menghindar dari pertanyaan itu. "Rahel-ah, lebih baik kau memisahkan daun teh muda dan yang tua terlebih dahulu dari keranjangmu."

"Seo Eunwol, jangan coba-coba mengalihkan pembicaraan," sahut Rahel yang kini sudah mulai curiga. Dia melipat tangannya di depan dada, menatap Eunwol yang tak berani menatap bola matanya itu. "Taehyung yang kumaksudkan adalah laki-laki yang membuatmu menangis saat berada di supermarket dan orang yang sama yang mencarimu pada malam harinya lalu menghilang setelahnya."

Eunwol menghela napas pelan. "Kau sudah tahu ternyata."

"Ceritakan padaku semuanya. Aku juga akan menceritakan semua yang kualami kepadamu."

Gadis itu mengangguk pelan, sebelum akhirnya menatap Rahel dengan tatapan curiga karena dia merasa ada yang ganjil dari perkataannya. "Jadi selama ini kau masih menyembunyikan sesuatu?"

"Dengarkan, anggap saja kita impas, oke?"

Eunwol menyetujuinya. "Dari mana aku harus bercerita?"

"Kenapa kau menangis karenanya, kenapa kalian berdua bisa mengenal, kenapa—"

"Satu-satu, akan ku jawab semuanya."

Rahel terkekeh mendengar Eunwol yang kesal itu. "Baiklah, ceritakan semuanya."

"Aku dan Taehyung pernah berkencan. Ah, ralat. Sepertinya dia bahkan tidak pernah menganggapku kekasihnya saat itu, jadi anggap saja hanya aku yang menyukainya. Saat masih menjadi trainee dia pindah ke Boseong dan tinggal bersama neneknya, dan dari situ kami menjadi dekat. Lalu dia pergi ke Seoul dan debut, tapi akhirnya dia mengecewakanku." Eunwol menghela napas berat. Dia berhenti memetik daun teh sejenak lalu mendongak untuk mengeringkan air matanya. "Aku memutuskan untuk berhenti berhubungan dengannya, lalu tanpa sengaja aku dan dirinya bertemu di supermarket itu. Dia meminta maaf padaku, dia juga berkata dia ingin memperbaiki semuanya, tapi aku tidak ingin memberinya kesempatan lagi."

"Kenapa?"

"Masih berat untukku memaafkannya."

Rahel mendekati Eunwol lalu mulai memetik daun teh kembali. "Kau tahu? Satu-satunya orang yang bisa mengobati lukamu adalah dirimu sendiri. Saat kau berdamai dengan masa lalumu, lukamu akan terobati dengan sendirinya."

Eunwol hanya diam dan memetik daun teh di sana.

"Dia sudah meminta maaf bukan? Dia juga berkata dia akan memperbaiki semuanya. Setidaknya dia menyesal. Dia sudah melakukan bagiannya, lalu sekarang giliranmu untuk memaafkannya dan memberinya kesempatan."

"Tapi semuanya tidak akan sama lagi, Rahel."

"Memang tidak akan sama, tapi memperbaiki ikatan yang sudah rusak dan berdamai dengan masa lalumu akan membuatku tidak terluka lagi. Semuanya akan terasa lebih baik ketika kau memaafkannya." Rahel tersenyum kecil, sementara Eunwol masih enggan menatapnya. "Apa dia cinta pertamamu?"

Eunwol mengulum bibirnya lalu mengangguk pelan. "Anggap saja seperti itu."

"Aku pernah melihat kutipan dari sebuah film, 'Seseorang pernah berkata, cinta pertama itu seperti melangkah. Kau harus belajar untuk jatuh, agar kau bisa melangkah dengan benar.'" Rahel menatap Eunwol dari ekor matanya, gadis itu masih berpikir. Gejolak sepertinya terjadi antara hati dan pikirannya. "Kenapa berada di Boseong membuatku menjadi lebih bijak? Sudah dua orang yang kunasehati sekarang."

"Ah, Choi Rahel, kau bilang kau juga memiliki rahasia," tagih gadis berkaus biru panjang itu sekaligus pengalihan topik karena pikirannya jadi sedikit terpengaruh dengan perkataan Rahel tersebut.

"Eum... itu..." Rahel mengusap tengkuknya, dia membasahi bibirnya beberapa kali. Enggan menatap Eunwol dan memilih untuk mengedarkan pandangannya. Membuat Eunwol semakin penasaran, dan menatap Rahel curiga.

"Ya, aku sudah bercerita dengan jujur kepadamu," peringat Eunwol dengan nada mengancamnya. "Cepat katakan kepadaku."

Rahel menarik napasnya dalam-dalam sembari memejamkan matanya. Dia mengepalkan tangannya kuat-kuat, mencoba mengumpulkan energinya untuk bicara. "Aku dan Park Chanyeol pernah berciuman," Rahel berkata secepat kilat dan Eunwol juga menjadi membeku seperti tersambar kilat.

"APA YANG KAU BILANG?!"

"Choi Rahel!"

Rahel membuka matanya sedikit, mengintip lebih tepatnya, ketika ada yang memanggil namanya. Sementara Eunwol yang jantungnya sudah copot itu sekaligus kesal itu juga ikut menatap ke arah sumber suara. Panjang umur, celetuk Rahel dalam hatinya ketika dua orang laki-laki bertubuh tinggi dengan mantel hitam tebalnya berjalan mendekati dirinya dan Eunwol.

"Kau mau aku memukulnya sekarang? Aku punya sabuk hitam taekwondo," bisik Eunwol tanpa melepaskan tatapan mautnya dari dua pria yang berjalan menghampiri mereka.

Rahel menahan tangan Eunwol lalu menggeleng pelan. "Gwaenchana, dia bahkan tidak mengingatnya."

"NEE?!" Suara itu sukses membuat seisi kebun menatap ke arah Eunwol dan Rahel. Gadis berambut sebahu itu hanya bisa mencubit lengan sahabatnya itu. "Itu tidak disengaja, dia sedang mabuk saat itu."

"Kalian sedang memetik daun teh?" tanya Sehun ketika tiba satu meter di hadapan Eunwol dan Rahel.

"Ne, aku sedang membantu keluarga Eunwol memetik teh," jawab Rahel tanpa melepaskan genggaman tangannya pada Eunwol. Dia kemudian berbisik kepada gadis itu, "Bersikap baiklah."

"Kau juga berada di villa waktu itu bukan? Aku belum tahu namamu," ujar Chanyeol lalu mengulurkan tangannya ke arah Eunwol. "Park Chanyeol."

Eunwol menjabat tangannya, tersenyum hangat walau sebenarnya terpaksa. Dia bahkan menggenggam tangan Chanyeol dengan begitu erat seperti hendak mematahkannya. "Seo Eunwol."

"Kau kuat juga," puji Chanyeol yang jelas-jelas lebih kuat dan lebih sering berolahraga daripada Eunwol itu.

"Ne? apa maksudmu," Eunwol mengusap tengkuknya canggung. Dia kemudian beralih kepada Sehun dan mengulurkan tangannya. "Seo Eunwol imnida."

Sehun menjabat tangannya. "Oh Sehun."

"Tapi... apa yang kalian lakukan di sini? Bagaimana kalian bisa menemukan kami?" tanya Rahel karena kebun teh milik keluarga Seo ini berada cukup jauh dari villa tempat Sehun dan Chanyeol tinggal.

"Kami merasa bosan berada di villa, jadi kami memutuskan untuk berjalan-jalan. Nenek Seo bilang kalian berada di kebun," jelas Chanyeol yang membuat Rahel dan Eunwol menjadi semakin bingung.

"Kau tahu dimana rumahku?" tanya Eunwol sembari menunjuk dirinya sendiri. Setahunya kedua pria itu hanya berdiam diri di villa dan belum pernah datang ke rumahnya.

"Kami bertanya kepada warga di sekitar sini dimana keluarga Seo tinggal," jawab Sehun lalu mengedarkan pandangannya ke sepanjang kebun teh yang terbentang. "Benar-benar menyegarkan bisa berjalan-jalan di kebun teh seperti ini."

"Sehun-ah, pukul berapa kau akan pergi ke bandara?"

Sehun segera mengecek ponselnya. Tanpa sadar berjalan-jalan mengelilingi desa membuat waktunya cepat berlalu. Dia harus segera pergi dari desa ini karena dia harus tiba di bandara satu jam dari sekarang. Sehun harus kembali ke Seoul untuk menjalani pemotretan sebuah majalah untuk acara amal. Hasil penjualan majalah tersebut akan disumbangkan untuk yayasan kanker anak di salah satu rumah sakit.

"Kalian akan segera kembali?" tanya Rahel. Sejujurnya dia masih ingin menikmati waktunya bersama mereka. Ralat, hanya melihat mereka dari kejauhan setiap hari saja itu sudah cukup.

Chanyeol menggeleng. "Aniya, hanya Sehun yang pergi. Dia akan kembali dua minggu lagi. Aku tetap berada di sini."

"Tolong jaga, uri Chanyeollie hyungi ketika aku tidak berada di sini," pesan Sehun seraya menatap Rahel dan tentu saja gadis itu mengangguk seraya tersenyum lebar.

"Aku bukan lagi anak kecil," protes Chanyeol apalagi panggilan dari Sehun itu membuatnya seolah seperti anak kecil.

"Tapi kau lebih menyusahkan dari anak kecil, hyung."

Sehun kemudian tertawa begitupula Rahel dan Eunwol yang ikut tertawa kecil sementara Chanyeol hanya menatap ke arah Sehun dengan kesal. "Cepat pergilah!"

"Ne, uri Chanyeollie hyungi."

Dan Sehun pun segera pergi berlari menjauh sebelum pukulan Chanyeol mendarat di tubuhnya. "Aku pergi, annyeong!" pamit Sehun sembari berjalan mundur dan melambaikan tangannya ke arah Chanyeol, Rahel dan Eunwol.

"Lalu... apa yang bisa aku bantu sekarang?"

Chanyeol menawarkan diri, lagipula dia juga menganggur dan tidak memiliki pekerjaan sekarang. Rahel dan Eunwol saling menatap, memetik daun teh adalah pekerjaan yang mudah sebenarnya. Hanya saja Eunwol ragu, kalau-kalau saja Chanyeol lebih buruk dari Rahel dan malah memetik seluruh daun yang ada tanpa memilihnya.

"Chanyeol-ssi, kau bisa membantu memindahkan keranjang-keranjang daun teh di sana," jawab Eunwol lalu menunjuk ke sebuah tempat yang ada di ujung kebun dimana orang-orang berkumpul dan mengantri untuk menimbang daun teh yang sudah mereka petik. "Kau juga pergilah, Rahel."

"Aku?" Rahel menunjuk dirinya sendiri.

Eunwol mengangguk. "Bawalah keranjangmu lalu pisahkan daun yang tua dan yang muda di sana."

"Baiklah." Rahel menghela napas pasrah, dia kemudian beralih menatap Chanyeol. "Chanyeol-ssi, ikuti aku."

"NEEE!"

Mereka berdua kemudian meninggalkan Eunwol yang mulai memetik daun teh kembali.

-o0o-

Selama berada di Boseong, Taehyung tinggal di sebuah rumah yang cukup luas yang letaknya berada di dekat jalan raya. Rumah itu awalnya tak sebesar itu, setelah debut dan sukses menjadi seorang penyanyi, Taehyung membeli tanah di sekitar rumah tersebut dan merenovasinya hingga tampak seperti ini. Neneknya dulu ingin merenovasi rumah itu, tapi sayangnya dia tidak bisa menikmati rumah ini.

Pagi itu, seperti pagi-pagi lainnya, Taehyung berjalan-jalan di halaman rumahnya yang berpagar tanaman setinggi pinggang orang dewasa. Dia melakukan peregangan tubuh sedikit dan sesekali berlari-lari kecil di sana untuk menghangatkan tubuhnya. Laki-laki bermantel hitam itu menghela napasnya, membuat napasnya terlihat jelas di udara. Tangannya berada di dalam saku, sementara matanya tertuju pada orang-orang yang sedang beramai-ramai memetik daun teh di seberang sana.

Sudut bibirnya itu tertarik ke atas ketika menemukan gadis bersweater biru tua yang sedang sibuk memetik daun teh dan bercengkrama dengan gadis berkacamata yang ada di sampingnya. Melihatnya dari kejauhan seperti ini saja sudah lebih dari cukup bagi Taehyung. Sudah seminggu lamanya Taehyung hanya berada di rumah. Berjalan-jalan di halaman dan menatap kebun teh yang ada di seberang.

Jika dia beruntung, Taehyung bisa melihat Eunwol dari kejauhan seperti saat ini.

"Taehyung-ah, kenapa kau hanya menghabiskan liburanmu dengan berdiam diri di rumah? Kau bilang kau merindukan Boseong, kenapa tidak berjalan-jalan?" Seorang wanita berusia tiga puluh tahunan dengan rambutnya yang dijepit menggunakan jepit rambut dan menggendong seorang anak kecil berusia sekitar tiga tahunan berjalan mendekati Taehyung yang masih berdiri di tempatnya.

"Aku hanya takut tidak semua orang menerimaku," jawab Taehyung sembari memutar tubuhnya ke arah sumber suara dan mengambil alih anak kecil itu ke dalam dekapannya. "Aigoo, kau bertambah berat saja, Youngjae-ya."

"Siapa itu? Siapa yang tidak mau menerima orang tampan sepertimu? Katakan pada noona, akan kutemui dia sekarang juga," sahut ibu anak itu sekaligus kakak Taehyung, Taera, dengan sedikit menantang yang membuat Taehyung tertawa pelan.

"Apa Youngjae sudah makan?"

"Ya! Jangan mengalihkan pembicaraan!" peringat Taera, sembari menatap Taehyung penuh ancaman. Laki-laki itu tak menjawab kakaknya, hanya saja pandangan matanya beralih ke orang-orang yang ada di kebun teh di sana.

"Paman Junho, Bibi Bong-Eun, Paman Taeyoung, Bibi Minhwa, Kang Dae-Ho, Moon Jung, Hyun Hoon, Seo Eunbyul, Seo—ah!" Tatapan Taera segera berubah ketika menangkap dimana sorot mata Taehyung itu tertuju. "Mantan kekasihmu, Seo Eunwol. Benarkan?"

Taehyung hanya tersenyum kecil. "Sepertinya aku memang tidak bisa menyembunyikan apapun darimu."

"Aku sudah mengenalmu lebih lama dari usiamu saat ini." Taera mendengus pelan. "Geundae, Taehyung-ah, kenapa Park Chanyeol dan Oh Sehun juga berada di sana?"

"Ne?" Mata Taehyung yang tadinya tertuju pada kakaknya itu kini segera beralih menatap kebun teh di seberang sana. Dia memicingkan matanya, memastikan kedua pria itu adalah Chanyeol dan Sehun. Tadi saat dia masih fokus ke kebun teh sana, dua pria itu belum hadir di sana. "Sepertinya itu benar-benar mereka atau hanya mirip saja. Aku tidak yakin."

"Mereka tampaknya saling mengenal dan akrab," ujar Taera setelah melihat interaksi antara dua perempuan dan dua laki-laki di sana. "Apa mereka sedang melakukan double date?"

Double date? Dahi Taehyung mengernyit. Ada dua perempuan di sana dan ada dua pria, jadi... salah satu bersama Eunwol? Salah satu dari mereka adalah kekasihnya? Taehyung segera menatap Taera dengan kesal sementara kakaknya itu hanya tersenyum penuh arti. "Noona..." gerutunya kesal yang membuat Taera terkekeh.

"Youngjae-ya, ayo ikut eomma. Biarkan samchun-mu mencari seorang imo untukmu." Taera kemudian mengambil alih Youngjae dari Taehyung. "Pergilah dan dapatkan kembali hatinya atau kau akan kembali ke Seoul dengan tangan kosong."

Taehyung tersenyum samar seraya memberikan Youngjae kembali kepada ibunya. Sementara bocah kecil itu tampak tak mengerti apa-apa. Taera tersenyum simpul lalu memberi isyarat kepadaTaehyung untuk segera pergi ke kebun teh yang ada di seberang sana.

"Ka..."

Laki-laki itu mengangguk lalu bergegas pergi ke kebun teh yang ada di seberang sana. Kakinya melangkah menyusuri jalan-jalan kecil yang ada di sela-sela pohon teh yang ada di sana. Matanya sesekali menatap ke arah keempat manusia di sana, hingga tak lama kemudian seorang pria pergi dari sana. Taehyung mempercepat langkahnya, Eunwol dan dua orang lainnya berada di tengah kebun sehingga Taehyung harus berjalan cukup jauh. Lalu seorang perempuan dan laki-laki yang tersisa di sana juga pergi, meninggalkan Eunwol sendiri.

Senyum segera mengembang di wajah Taehyung, ini kesempatannya. Hanya Eunwol sendirian di sana.

"Annyeong, Seo Eunwol," sapanya ketika berada beberapa meter di samping Eunwol. Dia mencoba tersenyum sebisa mungkin. Kakinya kembali melangkah, mencoba memperkecil jarak di antara keduanya walaupun berdekatan seperti ini saja rasanya ada jurang di antara mereka berdua.

"Tae—Taehyung-ssi...."

Taehyung-ssi. Laki-laki itu tersenyum getir, entah kenapa panggilan itu terasa begitu menohok. Gadis itu benar-benar mengubah seluruh sikapnya kepada Taehyung. Eunwol membeku di tempatnya, daun teh yang sudah ia pilih dan hendak ia petik akhirnya hanya bisa ia diamkan. Saat itu rasanya waktu berhenti, senyum Taehyung itu seolah mengunci semuanya. Gadis itu kemudian menegakkan tubuhnya, menyelipkan helaian rambutnya yang jatuh ke depan itu ke belakang telinga sebelum akhirnya hanya diam dan menunduk.

Reaksi ini jauh lebih baik dari sebelumnya, setidaknya Taehyung tidak mendapatkan tatapan penuh lara dan air mata di sana.

"Apa yang kau sedang kau lakukan?" tanya Taehyung, basa-basi. Jelas-jelas dia melihat Eunwol sedang memetik daun teh tadi.

"Kau sudah tahu begitu kau melihatku tadi," jawab Eunwol, nadanya terasa begitu dingin. Apalagi gadis itu menggunakan bahasa formal kepadanya. Membuat jarak di antara mereka semakin terasa dan rasanya Taehyung ingin menghangatkannya kembali.

"Mau ku bantu?"

"Ani-eyo, aku sudah biasa melakukannya," jelas Eunwol menolaknya. Dia tersenyum tipis sejenak sebelum akhirnya wajah itu kembali menjadi dingin.

Taehyung tersenyum getir. Matanya kemudian beralih menatap sekeliling, "Tak banyak yang berubah di sini. Semua orang di sini masih sama seperti dulu, bahkan tempat yang sering kita kunjungi dulu terlihat masih sama. Tetapi kau banyak sekali berubah, Eunwol-ah."

Eunwol menghembuskan napasnya, putus asa. Debaran di jantungnya kembali datang, tapi semakin cepat jantung itu berdetak setiap kali Taehyung berada di dekatnya, semakin banyak pula pisau yang menghujam hatinya hingga rasanya begitu menyakitkan. "Taehyung-ssi, jika kau tidak memiliki kepentingan di sini tolong segera pergi. Aku harus kembali bekerja."

"Kau masih menolak tawaranku?" Taehyung sedikit menunduk, mencoba menatap wajah Eunwol yang sedari tadi coba gadis itu sembunyikan. "Apa menjadi teman masih terlalu sulit bagimu? Apa aku harus menjadi musuhmu? Ah, aku jadi teringat ketika aku masih menjadi musuhmu dan kita berlari menyusuri jalanan desa setelah aku menggodamu. Saat itu kau masih memanggilku dengan sebutan oppa, tapi sekarang tidak lagi."

Eunwol memejamkan matanya, kenangan masa lalunya kembali berputar di kepalanya. Kenapa Taehyung harus menyebutkannya. Dia benar-benar membuat Eunwol mulai luluh perlahan. "Jadilah orang asing."

"Orang asing?"

Gadis itu mendongak, memberanikan dirinya menatap mata Taehyung yang gelap itu. "Anggap saja kita tidak pernah mengenal. Anggap saja kita tidak saling mengenal."

"Baiklah, kita akan menjadi dua orang asing," Taehyung mengulum bibirnya, mengangguk pelan lalu tersenyum menatap Eunwol. "Tidak apa-apa, dua orang asing yang tidak saling mengenal bahkan bisa dipertemukan oleh semesta. Semua orang yang sekarang saling mengenal juga awalnya adalah orang asing. Bahkan sebelum dua orang menjadi teman, mereka adalah orang asing. Dua orang yang saling mencintai juga dulunya adalah dua orang asing."

"Pergilah, aku muak melihatmu di sini," usir Eunwol, tangannya mengepal di samping tubuh. Setiap kali berhadapan dengan Taehyung, dia sepertinya harus menguatkan dirinya sendiri agar tidak goyah.

"Eunwol-ah, entah kenapa kalimat itu lebih terdengar seperti, 'Tinggalah, aku sangat merindukanmu.' bagiku."

"Kim Taehyung-ssi..."

"Arasseo, aku akan pergi."

Taehyung akhirnya menyetujuinya, tapi tatapan Eunwol berubah menjadi lebih sendu dari sebelumnya. Laki-laki itu tersenyum lebar, mendapatkan beberapa kalimat dari Eunwol membuatnya jauh lebih baik sekarang. Walaupun kalimat-kalimat tersebut keluar begitu dingin dari bibir gadis itu, tapi kenapa hatinya terasa hangat setiap kali mendengar suara Eunwol.

"Geundae, chagiya... aku tidak akan menyerah."

-o0o-

Glosarium :

- Geundae : Tapi

-Arasseo : Aku mengerti, baiklah

- Chagiya : Sayang

-o0o-

Don't forget vote and comment! ^^

Thankyu<3

See you next part! <3

7 Februari 2019


Continue Reading

You'll Also Like

90.2K 7.9K 81
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
74.5K 9.7K 103
This is just fanfiction, don't hate me! This is short story! Happy readingπŸ’œ
58.6K 9.6K 14
Yang publik ketahui, kedua pemimpin perusahaan ini sudah menjadi musuh bebuyutan selama bertahun-tahun lamanya, bahkan sebelum orang tua mereka pensi...
65.8K 187 5
FEM HYUCK! KARYAKARSA ONLY! JOROK BANGET! MINOR DNI! MARKHYUCK AREA "Kisah aca dan selingkuhannya, sopir angkot langganan aca ke pasar, abang malik"