di umur 19

By wulanfadi

143K 17.3K 1K

Sendirian. Ama sudah terbiasa. Sejak setahun yang lalu dirinya gagal masuk universitas, Ama jadi mengerti kal... More

prolog
chapter 1: fatimah alana syaqieb
chapter 2: ralla lestari ozora
chapter 3: setyo prasetya
chapter 4: rendra dinata surya
chapter 5: penghargaan musik
chapter 6: komentar
chapter 8: semangat
chapter 9: tanya
chapter 10: berenam
grasindostoryinc

chapter 7: dengungan

7.2K 1.1K 108
By wulanfadi

"di umur 19 kamu menyadari bahwa satu keburukan bisa menghapus seribu kebaikan."

LUKI: sent you a photo 10:37 AM

Ponsel Tari bergetar di dalam saku celananya ketika dirinya sedang mencatat materi di layar proyektor. Dengan tangan yang masih sibuk menulis, tangan kiri mencoba merogoh kantong celana, mencari ponsel. Setelah ditemukan, Tari melihat ada pesan tambahan dari Luki.

Luki: Gue meneruskan Legenda Donat Lestari di sekolah10:38 AM

Luki: Pendapatan gue hari ini lima puluh rebu! 10:38 AM

Luki: Karena Legenda Donat Lestari adalah ide lo, maka lo berhak mendapat royalti 100% dari hasil penjualan 10:39 AM

Luki: Sent you a sticker 10:39 AM

Mata Tari melebar. Banyak perasaan singgah dalam hatinya, namun perasaan kecewa berkecamuk lebih dalam. Luki tidak seharusnya melakukan ini untuk Tari. Seharusnya, Luki belajar untuk mengejar undangan atau SBM, atau apa pun yang ia mau untuk masa depannya kelak. Bukan malah main-main begini.

Tari membiarkan chat itu terbaca tanpa terbalas, karena dirinya pasti akan emosi dan meradang. Tari tidak mau bertengkar dengan Luki. Apalagi semua yang Luki lakukan semata-mata adalah untuk Tari.

Tari tahu diri.

"Baik, materi sampai di sini dulu. Ada yang mau ditanyakan?"

Suara dosen menyadarkan Tari dari lamunan. Tari mengamati seisi kelas termasuk dirinya yang menjawab pertanyaan dosen dengan keheningan. "Baik, materi sampai di sini dulu. Tugas yang tadi saya berikan tolong dikumpulkan lusa."

Serempak mahasiswa di ruangan menjawab, "Baik, Bu."

Seperti yang lain, Tari membereskan barang-barangnya di meja dan memasukkannya ke dalam tas. Tari ingin menyusul Tulus serta teman-temannya yang lain ketika dosen pembimbingnya itu memanggil.

"Sebentar, ada yang mau Ibu bicarakan."

Tari mendekati meja dosennya "Ada apa, Bu?"

"Kamu kenal Alana Fatimah Syaqieb?"

"Iya. Dia teman sekelas saya. Apa ini berkaitan dengan absensinya, Bu?"

"Dia sedang sakit. Ibunya hadir tadi siang. Tampaknya serius. Saya tahu ini terlalu membebani kamu sebagai ketua kelas, tapi sebagai dosen pembimbing, saya ingin kelas ini bisa akrab satu sama lain. Termasuk di dalamnya menjenguk teman yang sakit. Bagaimana menurutmu?"

Mata Tari melebar. Jadi, Ama selama ini sakit? Tanpa kabar? Di sosial media, Ama juga tidak menceritakan apa-apa.

"Bagaimana?" pertanyaan dosennya membuat mata Tari mengerjap.

"Baik, Bu. Akan saya usahakan."

"Oh, iya. Jangan lupa juga tugas yang tertinggal selama seminggu untuk Ama, kamu berikan padanya saat menjenguk," ucap dosen pembimbingnya.

"Baik, Bu."

***

TAHUN ini, kayaknya semesta memang meminta Ama untuk istirahat dan memikirkan dirinya dulu, deh. Setelah insiden penghargaan musik itu, esoknya, Ama jatuh sakit yang menuntutnya untuk berada di tempat tidur seharian. Badan Ama lemas. Kepalanya pusing menusuk. Matanya perih ingin terpejam. Dan seluruh badannya rasanya seperti sedang disengat rasa sakit. Dokter bilang, ini faktor stress, makan sembarangan dan tidak sesuai jadwal, dan Ama yang memang sering terjangkit penyakit typhus, sepertinya sedang mengalami gejala itu sekarang. Sudah seminggu lebih, Ama tidak ke kampus dan juga tidak bekerja. Dia hanya bisa mengamati teman-temannya sedang jalan-jalan, belajar, atau sekedar melakukan pekerjaannya, lewat sosial media. Ama kangen sekali beraktivitas dan sejenak berpikir—kenapa dulu Ama sering mengeluh ketika lelah bekerja atau pusing belajar? Ternyata ketika dua hal itu tidak bisa Ama gapai karena kondisi badannya, Ama malah jadi kangen.

"Ama, minum dulu jus buahnya, Sayang," suara Bunda terdengar memekakkan telinga—sungguh, telinga Ama jadi super sensitif ketika sakit.

"Iha, Bhun," balas Ama dengan suara yang tidak jelas karena tenggorokannya sedang meradang—akibat jajan yang pedas-pedas.

Bunda datang ke kamar Ama dengan Kiara dan Reno mengekor di belakang. Sejak insiden itu, Reno jadi berbeda drastis dalam bersikap pada kakaknya. Lihat saja sebentar lagi.

Ketika Bunda ingin menaruh gelas berisi jus buah di nakas, Reno mengambilnya. "Biar Reno aja, Bun."

Ama dan Bunda saling lirik dengan senyum penuh arti melihat Reno yang biasanya sering meledek Ama, kini sikapnya jadi sangat manis. Itu semua karena Reno menyadari kalau, seperti yang Reno ungkapkan sendiri pada Bunda, "Bun, ternyata jadi Kak Ama itu susah banget, ya. Bukan salahnya Kak Ama, tapi Kak Ama yang kena. Reno kesel banget deh, Bun, sama yang ngata-ngatain Kak Ama di sosmed. Mereka ngomong kayak paling tau Kak Ama aja."

Tentu saja hal ini membuat Ama terharu sekaligus ingin menjitak Reno sambil berkata, "Sampe'an dari kemarin ke mana bae?"

Sementara Kiara yang biasanya tidak suka bicara, kini jadi cerewet sekali di depan Ama. Oh, sebentar lagi juga Kiara akan cerewet. Lihat saja.

"Kak Ama obatnya sudah diminum belum? Mau Kiala suapin, gak? Kiala pakein pisang ya, obatnya, bial enak," ucap Kiara dengan sulit melafalkan huruf 'R'.

Ama lagi-lagi cuma bisa tertawa. Andai dari dulu adik-adiknya manis seperti ini, pasti Ama betah di rumah.

Suara bel di pintu berbunyi. Bunda hendak berdiri untuk membuka pintu, namun Reno berdiri dengan tangan terangkat ke atas, menahan Bunda untuk tetap di tempatnya. Dengan suara sok tangguh, Reno berkata, "Biar Reno aja yang buka, Bun."

Ama ingin tertawa, tapi gak jadi, kasian. Reno sudah berusaha.

Tak berapa lama, Reno membawa seseorang di sampingnya. Mata Ama sedikit melebar. Teman sekelasnya. Lestari. Cewek yang pertama kali Ama definisikan sebagai cewek kalem dan bisa melerai pertikaian. Ama ingat, Lestari yang melerai perdebatan antara temannya, di hari pertama mereka masuk kuliah.

"Uhm..., halo, assalamuala'ikum, Tante," Tari langsung mencium punggung tangan Bunda. Tari lebih memilih untuk bicara dengan Bunda dibanding bicara langsung dengan temannya sendiri. Aneh, ya? "Saya teman sekelasnya Ama. Ingin menjenguk dan memberikan tugas selama Ama gak masuk."

"Hei," sapa Ama. Membuat Tari menoleh ke arah Ama dengan cepat dan Ama sedikit ngilu takut leher Tari patah. Ama mengulurkan tangannya. "Guhe Hama. Makhasih..., udhah dhateng."

Dan ketika Ama berterimakasih, Ama benar-benar serius mengatakannya.

Tari menyambut uluran tangan Ama setelah lama terdiam. "Eh, iya, Taro..., eh, Tari. Lestari."

Reno dan Kiara tidak bisa menahan pekikan dan tawanya. "Taro..., Tayo. Hei Tayo, hei Tayo," ucap Reno bercanda.

Kiara menyelinap ke obrolan dengan mata berbinarnya ke arah Tari. "Halo Kak Tali. Akhilnya, Kak Ama punya temen."

"Khiharha!" peringat Ama meski nada suaranya tidak begitu tinggi. "Ghak dibhaghi hes krim, lhoh!"

Kiara cemberut. "Yah, Kak Ama, mah, ngancemnya es klim mulu."

Bunda tersenyum. Sudah lama sejak rumah ini ceria.

"Tari mau minum apa?" tanya Bunda. "Tari makan malam di sini juga, ya? Udah jam setengah enam juga."

"Eh..., takut ganggu saya, Bu," jawab Tari kikuk.

Ama menggeleng, sambil berharap Tari mau menerima tawaran Bunda "Ghak ghangghu, khok."

"Iya, Kak Tali. Makan sama Kak Ama tuh udah seling. Bosen," jawab Kiara.

Reno menimpali. "Entar kamu gak dikasih es krim, loh."

Kiara menepuk jidatnya. "Oiya, Belbi lupa!"

Tari tertawa kecil melihat kelucuan Reno dan Kiara. Rasanya, dia tidak menyesal sudah datang ke sini, meski hanya seorang diri karena tidak ada satu pun teman sekelas Ama yang menerima ajakannya.

"Jhadi?" tanya Ama. Senyum meski ragu itu terukir.

Ama tidak pernah merasa sebahagia itu setelah sekian lama, ketika Tari akhirnya dengan perlahan, mengangguk.

Tari, penjenguk pertamanya, satu-satunya, selain keluarga.

Continue Reading

You'll Also Like

643K 127K 43
Reputation [ rep·u·ta·tion /ˌrepyəˈtāSH(ə)n/ noun, meaning; the beliefs or opinions that are generally held about someone or something. ] -- Demi me...
16.2M 576K 33
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
189K 6.2K 45
"Suruh anak nggak jelas itu keluar dari rumah kita! " "Ardi!! Andrea itu adekku! " Pertengkaran demi pertengkaran kakaknya membuat Andrea memilih unt...
1M 7K 3
Bagaimana rasanya jika kau terbangun di raga tokoh yang paling kau benci dalam sebuah novel? Yup. Begitulah yang Milla Seliya rasakan, ketika ia terb...