EVALARA [✔]

By iyanapelangi

130K 8.9K 183

"Susah ya, buat bikin si kutu buku jatuh cinta sama gue..." Evan Ramdani, laki-laki berperawakan tinggi denga... More

[PROLOG]
[EVALARA • 1]
[EVALARA • 3]
[EVALARA • 4]
[EVALARA • 5]
[EVALARA • 6]
[EVALARA • 7]
[EVALARA • 8]
[EVALARA • 9]
[EVALARA • 10]
[EVALARA • 11]
[EVALARA • 12]
[EVALARA • 13]
[EVALARA • 14]
INFO
[EVALARA • 15]
[EVALARA • 16]
[EVALARA • 17]
[EVALARA • 18]
[EVALARA • 19]
[EVALARA • 20]
[EVALARA • 21]
[EVALARA • 22]
[EVALARA • 23]
[EVALARA • 24]
[EVALARA • 25]
[EVALARA • 26]
[EVALARA • 27]
[EVALARA • 28]
[EVALARA • 29]
[EVALARA • 30]
[EVALARA • 31]
[EVALARA • 32]
[EVALARA • 33]
[EVALARA • 34]
[EVALARA • 35]
[EVALARA • 36]
[EVALARA • 37]
[EVALARA • 38]
[EVALARA • 39]
[EVALARA • 40]
[EPILOG]
EKSTRA PART [1]
EKSTRA PART [2]
SEQUEL
PERHATIAN!

[EVALARA • 2]

5.5K 394 14
By iyanapelangi

"APAAAA!!!! SUMPAH CERITA LO BIKIN GUA JANTUNGAN, RAS!!!" heboh Sheila yang membuat seisi kelas yang tadinya gaduh menjadi sunyi akibat teriakan heboh yang terlontar dari mulut Shela. Laras menutup kupingnya erat-erat,

"Iya, Sheil. Ya ampun jangan heboh kayak kebakaran jenggot dong, kuping gue pengeng ini!"

"Abisnya gue kaget. Lo sama Evan bisa pas ketemu gitu di perpustakaan. Gak nyangka gue. Kenapa tadi lo gak ngajak gue hah? Lo beruntung banget sumpah,"

"Yaudah sih, lagipula meskipun si Evan itu ngeliatin gue ampe segitunya, gue sampai kapanpun gak bakal tertarik," jawab Laras enteng dan ia kembali duduk dibangkunya,

"Ah gue pengen, Ras.."

"Pengen apa?" tanya Laras tidak mengerti,

"Pengen kayak lo tadi gitu,"

"Apasih?"

"Padahal Evan belum pernah loh mau deket-deket sama cewe gitu sebelumnya. Ngeliatin juga ga ampe semenit langsung ninggalin gitu aja. Kayaknya Evan suka deh sama lo," Sheila mulai menebak-nebak.

"Apasih? Jangan ngaco deh,"

"Lah? Kok ngaco sih? Emang bener kok. Yahh kalau lo sama Evan sampai bener jadian, lo bisa terkenal satu sekolah Ras," jawab Sheila dan Laras sama sekali tak berminat ke arah pembicaraan saat ini. Ia memilih untuk bergumam tidak jelas saja, setidaknya dia masih menghargai Shela yang sedang sibuk dengan topik yang sungguh ngawur.

"Please Sheil, lo mending diam. Bentar lagi bu Dian masuk, lo cek tuh buku tugas Fisika lo. Udah lo kerjain apa belum?"

Perkataan Laras membuat Sheila menepuk dahinya, ia benar-benar lupa dengan tugas fisika yang diberi bu Dian seminggu lalu,

"DUH GUSTIIII! MATI GUE NTAR SURUH LARI KELILING LAPANGAN SAMA BU DIAN!!!! FISIKA OH FISIKA!!!" jerit Sheila tak tertahankan.

"Hmm, Sya. Gue pengen nanya sesuatu sama lo,"

Ersya mendelik, ia sedang sibuk bermain game online di ponselnya. Namun pandangannya kembali ke layar benda pipih itu,

"Gausah basa-basi, ngomong tinggal ngomong," ucap Ersya meniru gaya bicara Evan. Evan mendengus dan membuka mulutnya,

"Ah gak jadi, gue ke dapur dulu ya," pamit Evan dan membuat Ersya menoleh cepat. Sahabatnya sangat tidak jelas. Ersya yakin, ada sesuatu yang cowok itu sembunyikan. Ersya sangat yakin seratus persen.


Sedangkan di dapur, Evan sibuk mengatur degup jantungnya yang tidak karuan. Entah kenapa, sejak ia bertemu dengan Laras di sekolah tadi, perasaan anehnya muncul seketika. Padahal sebelumnya, cewek-cewek mendekatinya dan menembaknya sebagai pacar tapi tak pernah ia respon. Tapi kenapa dengan Laras malah berbeda? Sungguh, Evan merasa sangat tidak karuan saat ini.

"Ya Allah, gue gatau nama cewek itu siapa," ujar Evan bermonolog sambil menepuk dahinya pasrah dan kembali memasukan ponselnya ke dalam kantong celana yang ia kenakan. Ia kembali ke ruang tengah. Masih ada Ersya disana yang masih sibuk memainkan game online di ponselnya. Lelaki itu tidak menyadari bahwa Evan sudah kembali dari dapur,

"Sya,"

Ersya tersentak saat Evan memanggilnya,

"Ada apa?"

"Cuma ngabsen doang, kuping lo masih berfungsi apa kagak," jawab Evan dengan senyuman tak berdosanya. Ersya mengangkat wajahnya, ingin rasanya ia melayangkan benda pipih yang dipegangnya ke muka Evan. Tapi dia tidak mau, karena butuh uang banyak untuk membeli yang baru lagi.

"Kampret! Gue kira apa!" emosi Ersya. 

Evan bergeming, ia akhirnya merubah posisi duduk nya menjadi tiduran telentang diatas sofa. Sebelah kaki ia lipat dan pandangan matanya menerawang ke langit-langit ruangan itu. Pikirannya saat ini jatuh kepada sosok gadis yang ia lihat di perpustakaan tadi.

Senyumannya yang manis, kedua mata indahnya, dan segala yang ada di Laras, Evan sangat menyukainya. Padahal baru pertama kali melihat, tapi perasaan aneh itu muncul seketika di lubuk hatinya. Namun sangat disayangkan, cowok itu belum mengetahui nama gadis manis tersebut. Besok ia harus mencari tahu, harus!

Keesokan harinya, Laras terlihat masih tertidur saja di kamarnya. Meskipun Elsa, mamanya sudah menyuruh Laras agar mandi dan sarapan, Laras malah melanjutkan aktivitas ke alam bawah sadarnya.

"Laras! Hudang atuh. Ulah sare deui, ieu ntos isuk!"

(Laras! Bangun.. jangan tidur lagi, ini sudah pagi.)

Laras tidak menghiraukan teriakan mamanya dari luar. Ia segera menutup telinga nya dengan bantal. Ia ingin, dihari Minggu pagi ini hanya tidur di kasur tercinta tanpa ada yang menganggu. Tapi nyatanya? Ah memang realita tak semanis ekspetasi.

Laras pun menaikan selimutnya ke atas dan memejamkan mata erat. Ia pun masuk kembali ke alam bawah sadarnya, ia bermimpi bertemu suami halunya, Lee Min Ho.

Di lain tempat, Evan menyisir rambut hitam pekatnya sambil bersiul-siul tidak jelas. Tiba-tiba ponselnya berbunyi, ada satu panggilan masuk. Ia segera menunda aktivitas menyisirnya dan mengangkat panggilan tersebut,

"Ini Sadam?"

"Iya broh! Ini gue. Lo lupa hah?"

"Kaga, apa kabar lo? Mentang-mentang disana tiap hari ketemu bule cakep, lo jarang hubungin gue sama Ersya. Jahat lo." gurau Evan sambil merapikan surai hitamnya pelan,

Terdengar kekehan kecil disebrang sana, "maaf broh, siang ini gue mendarat di Jakarta, ya. Lo sama Ersya gak ada niatan gitu buat nungguin kedatangan gue di bandara?"

"Kaga." dingin Evan.

"Najis singkat banget jawabnya. Ya udah, gue kangen lo berdua. Pengen kumpul lagi kayak dulu,"

"Lagian siapa suruh sekolah jauh-jauh di Amrik?"

"Bokap gue ngijinin gue pindah sekolah juga mulai besok. Jadi besok gue resmi deh jadi anak SMA PASIFIK!"

Evan mengangguk dan menjawab, "Yaudah, lo cerita pas udah pulang aja. Ntar gue sama Ersya ke bandara, gue tutup dulu ya, bye!"

"Byeeee!!!"

Evan segera mematikan ponselnya dan melemparnya ke kasur. Ia kembali menyisir rambutnya. Evan bercermin, kenapa matanya tambah hari tambah sipit? Evan semakin tidak paham. Ya sudah, baginya memiliki mata sipit adalah anugerah tersendiri. Ia harus mensyukurinya.

Jam sudah menunjukan pukul sebelas siang, Laras masih terlelap dalam tidurnya. Elsa melotot dan menggelengkan kepalanya,

"Asstagfirullah Neng!! Kumaha atuh kamu ini.."

Laras membuka matanya perlahan, matanya masih berat untuk dibuka. Nyawanya masih belum sepenuhnya kumpul,

"Anak gadis gak boleh bangun siang kayak gini," ucap Elsa, Laras hanya bergumam dan menggeliat tubuhnya di kasur.

"Bangun, terus mandi. Awas aja kalau kamu tidur lagi!" ancam Elsa sebelum berbalik menuju pintu kamar.

Wanita itu pun keluar dari kamar, Laras duduk dan menundukan kepalanya. Rasa ngantuk itu masih terus menyerang matanya. Ia berusaha untuk bangkit dari posisi duduknya dan tangannya meraih handuk yang menggantung di balik pintu, dan ia segera membersihkan tubuhnya agar segar kembali.

"Akhirnya kita jumpa lagi broh!!!" heboh Sadam sambil bertos ria kepada dua sahabatnya, Evan dan Ersya. Sadam tersenyum melihat penampilan Evan dan Ersya. Tidak ada yang berubah, sama seperti dulu.

"Van? Lo masih punya sifat cuek kaga sama cewek? Lo masih betah ngejomblo?" tanya Sadam yang terkesan menyindir, Evan hanya tersenyum tipis,

"Betah aja sih gue mah, lagi belum nemu yang pas," jawab Evan santai. Sadam mengangguk dan merangkul kedua sahabatnya untuk menuju ke parkiran bandara.

Sepanjang perjalanan pulang, Sadam hanya sibuk mendengarkan alunan lagu lewat headset hitam yang tersumpal di kedua telinganya. Kepalanya mengangguk-angguk sesuai irama lagu. Ersya yang duduk didepan bersama Evan pun hanya bisa geleng-geleng melihat sahabatnya. Evan masih fokus menyetir mobil, tak peduli dengan Sadam yang nyanyi-nyanyi tidak jelas.

"Mulai besok lo beneran jadi pindah ke Pasifik, Dam?" tanya Ersya tiba-tiba.

Sadam mengangguk cepat, "iya dong, bokap gue udah ngijinin."

"Sip, kita bertiga kumpul lagi kayak dulu, haha!"

"Ma, aku pergi ke toko buku boleh?" tanya Laras seraya meminta izin kepada Elsa. Elsa tampak berpikir sejenak,

"Sendirian?"

Laras mengangguk.

"Ajak Sheila aja gih, mama khawatir kalau kamu pergi sendirian ke toko buku."

Laras hanya bisa menurut ucapan Elsa. Ia duduk dan mengabari Sheila agar datang ke rumahnya. Ternyata Sheila mau, gadis itu sedang siap-siap menuju rumahnya.

Lima belas menit kemudian, Sheila tiba dan mencium punggung tangan Elsa,

"Eh ibu, assalamualaikum,"

"Waalaikumsallam, tuh Laras ngajakin kamu te toko buku. Hmm, gak ngerepotin kamu kan?" tanya Elsa yang menggedikan dagunya ke arah Laras. Sheila menggeleng cepat,

"Engga kok sama sekali engga. Ayo, Ras kita jalan sekarang," ajak Sheila sambil menarik tangan Laras, Laras tersenyum dan mencium punggung tangan ibunya seraya pamit,

"Aku jalan dulu ya, assalamualaikum,"

"Waalaikumsallam, bilangin Sheila ya. Naik motornya jangan ngebut-ngebut,"

"Oke mam!"

"Kita ke mall mau ngapain coba? Ada sesuatu yang mau lo beli, Van?" tanya Sadam yang bingung karena mobil Evan sudah terparkir di halaman parkir salah satu Mall di pusat ibu kota.

"Ada, gue mau beli hadiah buat adik gue yang ulang tahun lusa," jawab Evan seadanya. Sadam ber-oh dan turun dari mobil. Setelah ketiganya keluar, mereka pun masuk ke dalam Mall tersebut.

Laras merapikan rambutnya juga membenarkan letak kacamata yang melorot. Maklumkan saja, hidung Laras pesek, jadi bisa melorot kapan saja.

"Ras, langsung ke toko buku apa kemana dulu?" tanya Sheila sembari menoleh ke arah sahabatnya,

"Toko buku aja dulu," jawabnya datar.

Sheila mengangguk setuju dan segera menuju ke tempat yang mereka tuju, Toko Buku.

"Eh eh bentar dulu deh, kok gue ngeliat cewek yang kemarin ketemu di perpustakaan ya?" tanya Evan yang membuat Ersya dan Sadam bingung.

"Cewek? Siapa Van?" bingung Ersya mengerutkan keningnya, sementara Sadam hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal,

"Itu tadi lagi jalan berdua sama temennya, ikutin yuk!" ajak Evan yang segera dirangkul erat oleh Ersya,

"Tumben nih lo paling semangat kalau soal cewek? Biasanya lo anti banget gitu. Siapa sih ceweknya? Cantik?"

"Cantik banget," segera saja Evan mengajak kedua sahabatnya untuk mengikuti Laras dan Sheila dari belakang. Untung saja, kedua gadis itu belum jauh. Jadinya Evan, Ersya dan Sadam bisa mengikutinya.

"Lo lagi suka sama dua cewek didepan itu? Gila lo, masa lo embat dua-duanya?" tanya Sadam yang langsung mendapat toyoran keras dari tangan Evan langsung. Sadam mengaduh dan mencebikan bibirnya kesal, ia lebih memilih diam saja dan terus mengikuti dua gadis yang sedang mereka ikuti.

Sesampainya mereka di toko buku, Laras dan Sheila sepertinya tampak semangat. Apalagi mereka langsung berlari kecil ke arah rak buku bagian fiksi remaja. Disana banyak novel-novel dengan cover yang mengejek agar segera dibeli dan dipeluk dirumah. Laras tergiur, ia sudah hanyut ke dalam fantasinya akan novel-novel. Padahal di meja belajarnya pun, novel yang Laras koleksi sudah banyak jumlahnya.

"Gue ke bagian sana dulu ya, lo jangan kemana-mana. Susah nyari lo, kayak lagi nyari Pokemon- Go."

Laras mengangguk dan tangannya terulur untuk mengambil salah satu buku yang segelnya terbuka. Ia membaca blurb di belakang buku dan ternyata menarik, ia langsung jatuh cinta pada tulisan yang ia baca barusan. Ia akhirnya memilih dua novel sekaligus dan tiba-tiba dirinya merasakan ada seseorang berdiri di sampingnya. Laras merasa detak jantungnya berhenti, napasnya memburu. Segera ia menoleh ternyata cowok yang kemarin!

Sosok laki-laki dengan tubuh tegap tinggi dipadu dengan mata sipit dan bibir tipis merah yang menghiasi wajahnya. Memakai kaos ketat berwarna putih dan ditutupi dengan jaket levis hitam juga dipadu dengan celana hitam yang sesuai dengan jaketnya. Tak lupa dengan sepatu converse merah yang terpasang di kedua kakinya. Laki-laki itu sangat tampan hari ini. Bahkan tanpa Laras sadari, ia pun meneguk saliva nya.

Laras segera menepis pikiran itu semua, ia segera berlalu saja melewati sosok itu. Namun, Evan segera mencekal tangan Laras agar jangan pergi dulu,

"Sombong banget. Btw ini pertemuan kita yang kedua," ujar Evan dengan menunjukan senyuman manis yang tak pernah ditujukan kepada siapapun kecuali bundanya.

"Apaan sih? Lepas tangan lo! Gue mau bayar buku ini!" sentak Laras dengan tatapan mata tajam. Tapi bagi Evan, gadis dihadapannya ini sangat menggemaskan.

Tangan Evan pun beralih untuk menjabat tangan gadis itu, bermaksud untuk berkenalan.

"Kenalin, nama gue Evan Ramdani. Kelas sebelas IPA 1. Panggil gue Evan aja. Jangan panggil sayang, entar gue baper," ujarnya memperkenalkan diri.

Laras menatap tangannya yang sedang digenggam oleh tangan Evan, menatapnya dengan enggan. Ia melirik sinis ke arah cowok itu,

"Gue udah tau nama lo, kelas lo, bahkan siapa diri lo! Udah deh, lo pergi sana!" usirnya dengan tak berperasaan.

Laras menghentakan tangan nya dan akhirnya terlepas. Akhirnya Laras pergi meninggalkan Evan sendiri. Evan menatap tangan nya nanar, lalu menghela napas berat,

Sabar, Van. Entar juga tuh cewek bakal klepek-klepek sama Lo.

Ayo dong beri vote dan komen nya hehe... jangan lupa promosiin ke temen-temen kalian biar baca cerita aku:v jika ada typo, harap maklum ya hehe....

Continue Reading

You'll Also Like

2.3M 98.3K 40
Berawal dari sekuter butut yang tak sengaja menabrak motor sport miliknya, membuat samudra sangat dongkol dengan si empunya sekuter "Woy liat liat d...
4.3M 218K 69
Rafa, lelaki dingin dan seorang ketua geng dari geng besar yang bernama Adlerauge. Lelaki yang tiba-tiba membuat seorang perempuan menjadi pacar nya...
32.6K 2.6K 54
#1 London #1 Nerd #3 Falling #4 Kakel . Cantik, pintar dan kaya. Semua dimiliki sosok Aurelin Caezilia Adrian. Hanya saja gadis tersebut punya alasan...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.8M 76.8K 35
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...