Aim for Aimee

By nellieneiyra

9.9K 933 397

"Karena terkadang orang ketiga itu bukan manusia, tapi perasaan kita sendiri." . . . . . . . . Gasta adalah g... More

1 - Gasta
2 - Aimee?
3 - Gasta, ternyata Aimee...
4 - Yang Telah Lama Hilang
5 - Sebuah Pengakuan
6 - Menemani Hati
7 - Sebuah Ketulusan
8 - Gasta Dimusuhi
9 - Keadilan untuk Gasta
10 - Gasta Diserang
11 - Aimee dan Kejutannya
12 - Tertuduh
13 - Terungkap
14 - Mengutuk Baskara
15 - โค
16 - ๐Ÿ’”
17 - Dia Bukan Gasta
18 - Tapi Dia Masih Aimee
19 - Diagnosa yang Mematahkan
20 - Definisi Kecewa
21 - Pertemuan yang Terulang
22 - Bertualangnya Aimee
23 - Memenangkan Ego
24 - Bicara pada Hati dengan Hati
25 - Agar Aimee Mengerti
26 - Kebenaran dari dan untuk Deon
27 - Deon Telah Memutuskan
28 - Sebuah Akhir yang Mengawali
30 - Baskara VS Gasta
31 - Aimee VS Gasta... Wait, What?
32 - Kedatangan Hati yang Lain
33 - Di Depan Mata Aimee
34 - Di Balik Sikap Aimee
35 - Ketika Mencoba Berubah
36 - Arti Sebuah Genggaman Tangan
37 - Malaikat Tak Pernah Dusta
38 - Mengalah Hingga Menang
39 - Dibalas dengan Luka
40 - Tergerusnya Kepercayaan
41 - Pentingnya Tahu Diri
42 - Tersuratkan
43 - Masih Ada(kah) Harapan
44 - Mee, Peduli Tidak?
45 - Refleksi Perasaan Gasta
46 - Melihatnya Rapuh
47 - Pertarungan dan Pertaruhan
48 - Tidak Ada Aimee di Sini
49 - Kali Ke-Entahlah
50 - Kelanjutan Kemarin
51 - Danes Kembali
52 - Airmata Terderas Gasta
53 - Masa Lalu yang Menguji
54 - Terus Terang, Terus Menerangkan
55 - Dia atau Dia, Aku atau Mereka
56 - Pengungkapan Penuh Derita
57 - Susah Dibunuh
58 - Berani Tega yang Tak Disadari
59 - Dikira Pengkhianat
60 - Semudah Membalik Telapak Tangan
61 - Rintangan Mustahil Tak Ada
62 - Hadiah Pertandingan
63 - Rapuh, Tumbang, dan Terinjak
64 - Tidak Tepat, Tapi Tidak Terlambat
65 - Aimee si Penggerak Hati
66 - Hati Papa yang Terketuk

29 - Baskara VS Feliz

110 12 3
By nellieneiyra

Feliz masih tidak menyangka-nyangka.

Tidak menyangka bahwa Deon, muridnya, teman adiknya, telah pergi meninggalkan dunia.
Tidak menyangka bahwa Aimee, salah satu murid kesayangannya, telah dengan tega menampar adiknya.
Tidak menyangka bahwa Gasta, adik semata wayangnya, telah dituduh seakan-akan dia adalah penyebab kematian Deon kali itu.

Tadi dia datang melayat Deon. Dilihatnya Raymond di sana, bersama seorang wanita paruh baya, yang menangis sesenggukan di dekapannya dan disinyalir adalah mama mereka. Raymond terlihat lesu; dengan tatapan kosong dan mata memerah, entah sudah atau hendak menangis.

Feliz tidak sempat bertemu Raymond secara langsung, namun bukan berarti Raymond tidak melihatnya. Raymond melihat Feliz dari kejauhan, dan dia juga melihat betapa Baskara selalu ada di sampingnya. Yang diam-diam, membuatnya bertanya-tanya soal ada apa di antara mereka berdua.

Feliz mencoba me-Whatsapp Raymond.
"Ray, sorry tadi ngga sempet ketemu. Deep condolence yah atas kepergian adek. Kamu yang kuat, yang tabah. Everything's gonna be just fine. Kalo ada apa-apa kamu boleh kok ngontak aku. InsyaAllah I'll be there for you."

Feliz lalu berdecak sendiri, "Kenapa kata-kataku seperti itu ya?"

Tak lama kemudian, sebuah balasan datang dari Raymond.
"It's OK. Aku liat kamu, kok. Sama guru cowok kan? Itu ya, yang pernah kamu ceritain? Pacar kamu itu?"

Membaca itu, Feliz memilih untuk tidak menjawabnya.

***

Suatu siang yang cerah, Feliz sedang menyelesaikan entry nilainya di kantor guru. Tiba-tiba sebuah pesan masuk.
Raymond.

"Fel, sore ini ketemu bisa? Setres aku rasanya, Fel."

Senyum Feliz terkembang, sekaligus merasa iba. Raymond pasti depresi, begitu pikirnya. Kehilangan adik semata wayang rasanya pasti sungguh menyakitkan. Apalagi, mereka hanya tinggal berdua dan kali ini, harus tinggal sendiri.

"Okay. Dimana?" balas Feliz.

Satu hal yang tidak diketahui Feliz, yakni, Raymond diam-diam merasa hangat saat membaca balasan dari Feliz tersebut.

***

Di sinilah mereka. Ya, Feliz dan Raymond. Di sebuah kafe salah satu mal besar. Feliz dan Raymond yang masih dikekang kecanggungan.

Raut Raymond sendu. Masih terbayang di benaknya saat-saat terakhir bersama Deon. Deon yang sudah jarang bicara, selalu murung, bahkan marah-marah tanpa sebab. Semua itu dia ceritakan pada Feliz. Yang mana bisa Feliz simpulkan bahwa kondisi Deon yang seperti itu adalah akibat Gasta.

"Hey." ujar Feliz menyentuh punggung tangan Raymond. "It's OK. Ada aku." senyumnya terurai. Raymond balas tersenyum.

"Masih ga nyangka aja." sahut Raymond lirih. "Tapi ya, gimana lagi. Takdirnya. Udah waktunya. Masa tenggangnya abis." imbuhnya, diiringi tawa. Feliz balas tertawa.

Binar mata Feliz seakan membangkitkan semangat Raymond untuk selalu menatap ke depan. Feliz tak henti-hentinya menyentuh tangan Raymond, menepuk-nepuk pundaknya, dan menggenggam jemari Raymond tanpa sadar, terutama saat memotivasi Raymond dengan kata-kata penyemangatnya.

Tiba-tiba pandangan Raymond terarah pada belakang Feliz, seperti menyaksikan sesuatu.

"Wow." sebuah suara pria mengagetkan Feliz. Feliz mendongak ke arahnya.

"Baskara???"

Ada hening yang panjang.

Baskara menatap Feliz dengan tatapan datar. Ujung bibirnya terangkat, pertanda kata-kata busuk siap meluncur dari bibirnya.

"Ga nyangka banget ya." mulai Baskara.
Feliz jelas terkesiap. Namun, dia berusaha mencairkan suasana. "Oh, hai, iya. Kenalin, ini Raymond. Kakaknya Deon yang kemarin..."
"Tangan kamu Fel." celetuk Baskara, menunjuk tangan Feliz dengan dagu. Ya ampun, tangannya masih diletakkan di atas tangan Raymond. Kontan Feliz salah tingkah. Apalagi Raymond.

"Kamu tumben ngemall? Ngapain?" Feliz mengalihkan pembicaraan. Tentu saja Baskara tak menggubris. "Pantesan chat ngga dibuka-buka. Lagi asyik di sini sih." senyum sinis Baskara masih terlihat.
"Bas, apa'an sih?" Feliz mulai kesal.
"Apa'an? Aku yang harusnya nanya gitu. Kamu apa-apa'an kalo kaya gini?" Baskara mulai drama.

Raymond menciut di kursinya. Namun dia siap beranjak. "Fel, aku balik du..."
"Kamu kenapa sih Bas? Aku cuma keluar ama Raymond, ngopi biasa, ngob..."
"Ampe ga bales chat? Quality time banget."
"Bas, ini gak seperti yang kamu kira. Aku bisa jelasin sem..."
"Murahan, tau ga!" hujat Baskara, menunjuk wajah Feliz lalu melenggang pergi.

"Bas! Baskara!" Feliz memanggil berkali-kali, namun Baskara terus berjalan meninggalkan mereka.
"Astaga ya ampun..." Feliz menangkupkan kedua tangan ke wajahnya.

"Itu tadi pacar kamu?" sebuah kalimat tanya yang polos terlontar dari bibir Raymond.
Feliz tak menjawab. Dia menggeleng samar, masih dengan wajah tertutup tangan. Feliz kalut setengah mati. Dia terdiam beberapa saat untuk menenangkan hatinya, namun tetap saja tak ada perubahan.

Feliz meraih ponsel untuk mencoba menghubungi Baskara. Begitu dibukanya chatroomnya dengan Baskara, Feliz terperangah setengah mati.

"Aku kira aku yang terbaik buat kamu. Tapi ternyata aku salah. Ternyata ada yang lain ya. Baik, aku pergi."

"Apa'an sih Baaaaaas!!!!" umpat Feliz. Raymond jadi keki.

"Pulang aja yuk. Kamu kayanya perlu nenangin diri." pungkas Raymond kemudian.

Feliz mengiyakan, dengan hatinya yang sudah tak berbentuk lagi.

***

Jika Feliz harus menggambarkan betapa hancurnya hati Feliz saat itu, dia akan memilih untuk tidak menggambarkannya. Karena, terlalu rumit, pun, terlalu menyedihkan.

Tak disangkanya Baskara bisa sekasar itu pada dirinya. Meski tidak melakukan kekerasan fisik, ucapan Baskara jauh lebih menyakitkan daripada hal tersebut. Dan perilaku Baskara... Ah. Terlalu drama. Who is he to be jealous? Pacaran pun, mereka tidak. Apalagi terikat status yang pasti. Tapi, haruskah kecemburuan Baskara seterang-terangan itu?

Maka, Feliz memilih untuk tidur saja untuk melenyapkan segala kerisauan dan kegelisahan dalam dada akibat Baskara. Satu hal yang Feliz tidak inginkan: rasa canggung yang memengaruhi profesionalitasnya di sekolah.

Isn't it weird if you are caught being berantem di sekolah dengan guru lain?

Feliz sedih. Lantas menangis. Sudah lama Feliz tidak menangisi hal bodoh seperti ini mengingat sudah lama sekali tidak ada yang menyakiti hatinya. Sudah bukan usia Feliz memang untuk menangis karena hal sekelas 'dikata-katain' namun batinnya yang terluka tak bisa membohongi.

Menjelang sore, Gasta pulang. Tercengang, dia celingukan mencari kakaknya ketika melihat rumah begitu lengang dan sepi. Feliz sedang terlelap, setelah menangis cukup lama.

"Kak? Hey." Gasta mengguncang-guncang tubuh Feliz pelan.
Feliz terbangun. Namun, kepalanya masih tersembunyi di bawah bantal.
"Hm?" sahutnya.
"Laper."
"Hmmmm?"
"Aku laper, Kak."
"Ya makan." jawabnya parau.

Suara parau Feliz membuat Gasta terhenyak. "Kakak kenapa?" Gasta tampak khawatir.
Feliz menggeleng.
"Kakak sakit?"
Gelengan Feliz kembali menjawab.
"Terus?"
Feliz terdiam.
Gasta menempelkan punggung tangannya ke leher Feliz. "Kakak sakit ya?" pekiknya saat merasakan leher Feliz yang agak panas.
"Enggak Gaaas, kakak ngantuk." jawab Feliz masih dengan suara parau.
"Ish!" Gasta menarik bantal Feliz gemas. Tampak sekali, mata Feliz merah dan sembab. Feliz hanya diam seperti remaja labil yang habis diputusin pacar.

"Kak, kenapa?" tanya Gasta kemudian, setelah tercengang beberapa saat menatap Feliz.
"Udah kamu makan dulu sana." Feliz mengalihkan pembicaraan.
"Nggak. Kakak kenapa?" Gasta keukeuh menguak.
"Kakak nggak papa. Sana mak..."
"Nggak papa kok nangis?" tandas Gasta.
"Sapa yang nangis?"
"Kakak lah. Tuh merah tuh."
"Ini kan baru bangun tidur."
"Nggak, boong!"
Feliz menghela napas. "Serah, deh. Ayo kita makan." Feliz menarik tangan Gasta yang masih berseragam dan memakai tas di punggung untuk segera bergegas ke ruang makan.

Gasta menurut saja, namun dengan rasa penasaran yang masih menggebu di dada.
Sementara Feliz bernapas lega; setidaknya dia aman dari interogasi adiknya.

Setelah mengambilkan Gasta makanan, Feliz menuju kamarnya lagi. Rasa sedihnya masih mengendap di dada. Tadi saja Feliz memasang tampang muram dan gelisah saat mengambilkan nasi untuk Gasta. Gasta hanya diam saja sambil menatapnya heran.
"Kakak mau kemana?" tanya Gasta saat Feliz melenggang pergi ke kamarnya.
"Bobo lagi. Masih ngantuk."
"Kakak kenapa sih?"
"Apa sih Gaaaaas?" seru Feliz kesal. "Daritadi tanya mulu kakak kenapa kakak kenapa, kakak ngantuk! Udah! Kakak capek! Pengen istirahat!" cecar Feliz emosi. Gasta terperanjat.
"Kakak udah makan?"
"Nggak laper."
"Laper nggak laper musti makan Kak. Kalo kakak sakit gimana?" Gasta meniru kata-kata Feliz biasanya. Dan yakin, tidak akan ada yang tidak lulug mendengar Gasta berkata demikian dengan binar matanya yang penuh perhatian.

Feliz menarik napas panjang. "Nanti. Kakak ngantuk banget ini." timpalnya cuek, lalu melenggang ke kamarnya.

***

Feliz terkesiap saat mendapati chat dari Baskara yang baru dikirim 5 menit lalu.

"Kalo emang dia lebih baik dari aku, bilang aja. Aku udah terlanjur kecewa ama kamu."

Airmata Feliz kembali berjatuhan.

Memang chat tersebut terkesan seperti chat anak SMP. Tapi Feliz sudah lupa rasanya patah hati, sehingga perkataan seperti itu saja sudah mematahkan hatinya. Feliz terkulai lemas di ranjangnya, terisak pelan dengan menggenggam ponsel di tangannya.

Feliz tidak mau Baskara pergi meninggalkannya walaupun dia bukan siapa-siapanya. Dan Raymond, ah... Siapa Raymond di kehidupannya, kan? Kenapa Baskara bisa sekacau itu?

***

Suara isak Feliz menyita perhatian Gasta yang berjalan melewati kamarnya. Gasta kaget setengah mati. Tidak pernah rasanya kakaknya menangis kalau bukan karena dirinya. Maka dari itu, Gasta mencoba mencari tahu.

Pintu kamar Feliz yang terbuka sedikit memudahkan Gasta masuk. Feliz tak sadar bahwa kini adiknya sudah ada di belakangnya karena dia berbaring membelakangi pintu.

"Kak..." panggilnya lirih.
Feliz tak menjawab. Isaknya masih berlanjut, namun sadar adiknya ada di situ.
"Kamu keluar." suara Feliz parau sekali terdengar.
"Kakak jangan bikin aku khawatir dong Kak." keluh Gasta.
"Kakak nggak apa. Kakak butuh sendiri."
"Cerita lah, kenapa."
"Keluar, Gas!" pekik Feliz.

Clep. Tak disangka, Gasta malah memeluk Feliz dari belakang, dengan posisi berbaring.

"Kakak jangan sedih..." bisik Gasta lirih. "Kalo kakak sedih, Gasta juga jadi ikutan sedih Kak." lanjutnya.

Hati Feliz tersentuh. Namun, airmatanya mengalir lebih deras. Gasta tahu hal itu. Maka dipeluknya Feliz lebih erat.

"Gasta nggak mau kakak sedih, Kak. Makanya kakak cerita dong. Kakak kenapa? Katanya nggak boleh ada rahasia-rahasiaan." tukas Gasta.

Untuk pertama kalinya, Feliz menyesali keputusan yang dibuatnya untuk Gasta. Feliz diam saja sambil terus mengurai airmata dengan kedua mata terpejam.

Gasta terpaku pada ponsel yang digenggam Feliz. Segera direbutnya benda itu, lalu bangkit duduk untuk melihat isinya. "Gas, jangan!" cegah Feliz, namun terlambat.

“Pa’an sih anjir!" umpat Gasta tatkala membaca isi ponsel Feliz yang dibukanya. "Jadi gara-gara Baskara? Iya kan?"
Feliz berusaha duduk sambil menghapus airmatanya.
"Apa sih Gas?" cepat-cepat dia menyambar ponselnya dari tangan Gasta.
"Baskara kan, yang bikin Kakak kayak gini?"
"Kamu nggak ngerti, Gas. Kamu..."
"Hash!" potong Gasta. "Kan aku udah pernah bilang, Kak, dia itu bajingan! Brengsek! Kurang aj..."
"Gasta!" tegur Feliz. "Kamu gak tau apa-apa, Gas. Dia itu..."
"Nggak pantes buat Kakak!" tukas Gasta. "Liat aja besok di sekolah. Aku habisin mulutnya!" emosi Gasta berapi-api.
"Heh!" pekik Feliz. "Jangan ngomong aneh-aneh ya, Gas. Udah. Kamu keluar. Kakak butuh waktu sendiri. Keluar!" Feliz menarik tangan Gasta dan menyeretnya keluar kamar. Gasta memberontak. Tenaga Gasta cukup besar. Namun Feliz berhasil membawanya sampai ujung pintu dan mendorongnya keluar.

Bruk! Gasta terhempas ke lantai. Feliz membanting pintu kamarnya lalu menguncinya. Gasta terjatuh, bertumpu pada siku kanannya yang kini sakit sekali. Dia meringis kesakitan sambil memegangi siku kanannya. Diam-diam, hatinya terluka. Perhatiannya pada Feliz yang dibalas dengan tindakan sekasar ini membuatnya dongkol setengah mati lalu terdiam di depan pintu dengan kedua tangan memeluk lutut dan airmata yang ditahannya agar tidak tumpah di situ.

***

Malam harinya, tubuh Feliz panas. Gasta baru tahu saat dia mengguncang tubuh Feliz untuk minta makan. Gasta luar biasa panik. Segera diambilnya air hangat dan saputangan untuk mengompres dahi kakaknya, sebagaimana yang biasa dilakukan kakaknya ketika dia yang demam.

"Di dapur masih ada nasi ama lauk tadi sore. Kamu makan itu dulu aja. Gapapa kan?" terang Feliz.
"Iya Kak, nggak apa. Gasta udah ngga laper."
"Laper ngga laper kalo udah waktunya makan musti makan. Cukup Kakak aja yang sakit. Gasta jangan."
Gasta tersenyum tipis sambil mengompres dahi Feliz.
"Kakak juga makan ya. Biar bisa minum obat."
Feliz mengangguk samar.
"Kak."
"Ya?"
"Kakak jangan lama-lama ya sakitnya."
Feliz tersenyum. "Nggak. Besok juga sembuh."
"Jangan sedih lagi. Besok Baskara aku hajar deh."
"Hus. Nggak boleh ngomong gitu ah Gas."
"Abisnya, dia bikin Kakak sedih terus sakit gini."
"Ssstt, udah udah. Sekarang Gasta ambil makan. Sama buat Kakak juga. Kita makan sama-sama, ya."
Gasta mengangguk lalu beranjak ke pintu.

"Kak."
"Ya?"
"Jangan sedih lagi ya?" ucap Gasta dari ambang pintu.
Feliz menggeleng samar sambil tersenyum. "Nggak. Udah sama ambil makannya."
Gasta pun turut tersenyum.

Continue Reading

You'll Also Like

31.1K 577 36
หš ยท . "Welcome to FPE Oneshots!, feel free to make requests." โ•ฐโ”ˆโžค โœŽ ๐™๐™š๐™ฆ๐™ช๐™š๐™จ๐™ฉ๐™จ ๐™–๐™ง๐™š ๐™˜๐™ก๐™ค๐™จ...
153K 3.5K 60
imagines as taylor swift as your mom and travis kelce as your dad
240K 1.3K 33
This is a mix of different animes that have smut in them
280K 13.1K 61
แ€•แ€ฏแ€ถแ€แ€ญแ€ฏแ€„แ€บแ€ธแ€†แ€ฑแ€ฌแ€„แ€บ +แ€›แ€ฌแ€แ€ปแ€ฎแ€’แ€ฝแ€ฑแ€ธ แ€žแ€ฐแ€€แ€ผแ€ฎแ€ธแ€žแ€ฌแ€ธแ€œแ€ฑแ€ธแ€”แ€ฒแ€ท แ€กแ€•แ€ฑแ€ซแ€„แ€บแ€†แ€ญแ€ฏแ€„แ€บแ€žแ€ฌแ€ธแ€œแ€ฑแ€ธแ€แ€ญแ€ฏแ€ทแ€€แ€ญแ€ฏแ€–แ€แ€บแ€•แ€ฑแ€ธแ€€แ€ผแ€•แ€ซแ€กแ€ฏแ€”แ€บแ€ธแ€›แ€พแ€„แ€ทแ€บ แ€แ€ฑแ€ฌแ€›แ€ฝแ€ฌแ€•แ€ฏแ€ถแ€…แ€ถแ€œแ€ฑแ€ธแ€€แ€ญแ€ฏแ€™แ€พ แ€€แ€ผแ€ญแ€ฏแ€€แ€บแ€”แ€พแ€…แ€บแ€žแ€€แ€บแ€›แ€„แ€บแ€แ€ฑแ€ฌแ€ทแ€’แ€ซแ€œแ€ฑแ€ธแ€–แ€แ€บแ€–แ€ญแ€ฏแ€ทแ€แ€ฑแ€ฌแ€„แ€บแ€ธแ€†แ€ญแ€ฏแ€•...