di umur 19

By wulanfadi

143K 17.3K 1K

Sendirian. Ama sudah terbiasa. Sejak setahun yang lalu dirinya gagal masuk universitas, Ama jadi mengerti kal... More

prolog
chapter 1: fatimah alana syaqieb
chapter 2: ralla lestari ozora
chapter 3: setyo prasetya
chapter 4: rendra dinata surya
chapter 6: komentar
chapter 7: dengungan
chapter 8: semangat
chapter 9: tanya
chapter 10: berenam
grasindostoryinc

chapter 5: penghargaan musik

8.5K 1.2K 93
By wulanfadi



"di umur 19 kamu menyadari bahwa tidak ada waktu untuk main-main lagi. apalagi, main perasaan."

AMA terbangun dengan tepukan pelan di pipinya.

"Bangun, Na. Udah sampe," sahut-sahut suara managernya, Mama Onel, menelusup telinga Ama yang sedang mengenakan earphone.

Ama mengucek matanya seraya menegakkan posisi duduk di mobil yang membawanya ke acara penghargaan musik malam ini. Terlihat Mama Onel yang sedang sibuk mengatur perlengkapan Ama di bangku belakang. Ama mencari ponselnya yang entah bersemayam di mana, dan ketika menemukannya terselip di tas, Ama langsung mengecek pesan.

Ara: Lo di manaaa?

Ara: Ngebo lagi ya lo di mobil???

Ara: WOIIII, gue udah sampe nih

Ara: Lo gak lagi bete sama gue kan

Ara: Ama!

Lalu sederet huruf P dikirim puluhan kali oleh Ara, rekan penyanyi sekaligus teman dekatnya. Ama tersenyum melihat pesan-pesan itu. Entah kenapa, sikap petakilan dan cerewetnya Ara membuat Ama merasa lebih hidup dan tidak sendirian. Ama yang diam dan Ara yang cerewet. Dari sejak pertama mereka berdua masuk di agensi yang sama, keduanya tidak pernah terpisahkan.

Ama mengetikkan balasan untuk Ara, karena yah, temannya itu ribut lagi karena Ama hanya membaca pesannya tanpa sempat menjawab.

Ama: Iya.

Ara: Gue ngomong panjang kali lebar kali tinggi terus dikuadratin abis itu dikasih pangkat tiga, cuma dibales 'Iya' doang. Cukstaw.

Ama: Di mana?

Ara: Bd amat males jawab

Ama: Oke.

"Na, udah bangun?" suara Mama Onel diiringi dengan pintu mobil yang terbuka. Mama Onel melihat Ama yang asyik main ponsel dengan sedikit jengkel. "Atuh, ayo cepetan. Meuni lila pisan."

Ama meminta maaf sambil dirinya sibuk mengambil barang-barang yang berserakan di mobil dan dimasukkan ke dalam tas ranselnya. Ama juga membawa serta setumpuk tugas untuk ia kerjakan di kala senggang. UTS sebentar lagi, dan Ama juga perlu belajar, kan?

Ama bergegas mengikuti Mama Onel ke ruang persiapan. Karena Ama belum bersiap-siap dari kampus, maka Ama harus ke ruang persiapan terlebih dahulu sebelum menyapa di karpet merah. Di sana, tentu saja, Ara sudah menunggu dengan tangan terlipat. Teman seperjuangannya itu sudah cantik menggunakan gaun berwarna ungu dengan rambut sebahu yang diurai sedemikian rupa.

"Masih pake kaos sama celana jins. Muka bantal. Bawa tas ransel gede. Fix lo udah kayak mahasiswi abadi, tau gak," komentar Ara. "Sini gue bantu hairstyle rambut lo."

Ama nyengir. "Thanks."

Butuh waktu sekitar satu jam untuk Mama Onel, Ara, dan penata riasnya dalam mempercantik penampilan Ama malam ini. Mama Onel mempersiapkan gaun yang sudah dipilih jauh-jauh hari—gaun warna merah muda, aksesorinya, dan me-crosscheck aksesori dari sponsor mana yang belum tersemat di penampilan Ama. Ara membantu menata rambutnya, kali ini, Ara ingin menyanggul rambut Ama, dan Ama memperbolehkan Ara menata rambut Ama sesukanya. Sementara penata rias, seperti biasa, bertugas membuat penampilan Ama senatural mungkin.

Setelah semuanya beres, Ara langsung menyeret Ama ke karpet merah untuk bertemu dengan rekan yang lain. Mama Onel tentu saja mengikuti kedua remaja beranjak dewasa itu dengan sedikit menjaga jarak, mengawasi dalam diam.

"Hai, haiii," sapa Ara pada rekan penyanyi lain yang satu agensi dengan mereka.

Mereka menyapa Ara dan Ama. Sementara Ara menyapa dengan ramah dan ceriwis, Ama hanya menyapa dengan sapaan ringan dan senyum sopan. Kalau dipikir-pikir lagi, dulu juga Ama tidak mendekati Ara, tapi Ara yang bersikeras mendekati Ama hingga akhirnya menjadi dekat dan tidak terpisahkan.

"Hai, Na," sapaan itu diiringi tepukan ringan.

Ama menoleh untuk mendapati Depha Alkantara berdiri di sebelahnya dengan senyum menawan yang biasa. Ama membalas sapaan Depha, kemudian mengajaknya mengobrol, meski Ama rasa, Depha menyadari kecanggungan yang sekarang Ama alami di sampingnya.

"Cieee, Depha, yang nanti nyanyi di atas panggung. Udah gladi resik belum, sih?" goda Ara.

Depha membalas dengan sedikit tertawa, "Udah, kok, tadi. Kenapa? Ara mau ikut juga?"

"Enggak, aaah, kan yang dapet nominasi penyanyi pendatang terbaik itu Depha, bukan Ara. Blweee," balas Ara lagi, meledek.

Depha menepuk puncak kepala Ara sambil tertawa, sementara Ama melihat semua itu dengan diam.

"Depha, ada produser mau ketemu," bisik manager dari belakang punggung Depha.

Depha mengangguk dan pamit kepada teman satu agensinya. Setelah kepergian Depha, teman-teman yang lain langsung heboh membicarakan perihal cowok itu. Ama lagi-lagi hanya mengamati dalam diam. Entah kenapa, ketika ada yang membicarakan orang lain di belakang, Ama jadi bertanya-tanya, apakah dia juga dibicarakan ketika dirinya tidak ada seperti ini?

"Katanya, nanti Depha bakal jadi penyanyi 'itu'," ucap salah satu teman agensinya.

Mata Ara membelalak. "Serius?"

"Gue denger dari yang megang acara. Gak heran, sih, kan Depha juga lagi naik daun tahun ini. Pasti heboh banget beritanya. Kira-kira ceweknya siapa, ya?"

Penyanyi 'itu'. Entah sejak kapan, acara penghargaan musik di stasiun TV ini, pasti selalu ada satu penyanyi 'itu' yang menyatakan perasaannya pada seseorang ketika sedang bernyanyi. Konsepnya memang seperti di cerita-cerita fiksi remaja, sebuah momen yang memang hanya ada di cerita saja, bukan di kehidupan nyata. Dan, entah sejak kapan, penyanyi 'itu' selalu menjadi daya tarik tersendiri di acara penghargaan musik satu ini. Ada yang benar-benar jadi pasangan—kalau tidak salah, bahkan sampai jenjang pernikahan.

Ama menggelengkan kepala pelan. Sungguh, dia tidak mau memikirkan hal ini.

Ama dan Ara melakukan tugas masing-masing setelah mengobrol ringan dengan teman satu agensi mereka. Ama diwawancarai terkait album terbarunya dan lagi-lagi Ama hanya bisa tersenyum tipis sembari mengatakan bahwa albumnya sedang dalam proses penulisan.

Setelah wawancara dan sesi foto selesai, Ara langsung menggeret Ama menuju tempat acara. Teman-teman agensi mereka sudah menunggu di salah satu titik meja, bagian sayap kanan panggung. Ama duduk di antara Ara dan Depha.

"Single lo bentar lagi rilis ya, Ra? Congrats yaaa," ucap salah satu rekan mereka.

Ara nyengir. "Bantu-bantu promo okay, makasih teman-teman."

Mereka tertawa kecil melihat reaksi Ara, sementara Ama seperti biasa tersenyum.

"Kuliah gimana, Na?" tanya Depha membuat Ama otomatis menoleh.

Mata Ama mengerjap, tidak menyangka Depha akan menanyakan hal itu. "Baik," bohong, Ama belum punya teman, kecuali ya..., Rendra, "Udah bisa adaptasi," bohong juga, tapi lebih sulit menjelaskan yang sejujurnya.

Depha tersenyum, "Udah ada temen, kan?"

Ama mengangguk pelan. Dan, hanya itu percakapan mereka, karena Ara langsung mengalihkan perhatian Ama dengan video kucing lucu. Dan, sebenarnya juga, Ama lebih bersyukur Ara mengalihkan perhatiannya dibanding harus melewati percakapan canggung dengan Depha.

Acara penghargaan musik dimulai dengan penampilan grup penyanyi pendatang baru yang sedang digandrungi. Kemudian, pembawa acara muncul dan menyambut para hadirin juga tamu penting. Setelahnya, disebutlah nominasi dari berbagai penghargaan musik yang diberikan.

Malam itu, Ama mengira semuanya akan berjalan lancar dan tenang, seperti sebelum-sebelumnya. Karier Ama yang mulus tanpa konflik atau pun drama adalah hal yang paling Ama syukuri sepanjang kariernya.

Tapi tidak malam ini.

Depha terpilih menjadi penyanyi remaja laki-laki pendatang baru terbaik. Ara juga seluruh teman agensi menyambut dengan baik nominasi itu, bahkan Ama sempat memberikan selamat dan senyum suka cita.

Hingga hampir di penghujung acara, tamu juga penonton dari layar kaca seluruh negeri dimanjakan dengan penampilan para penyanyi. Depha juga ikut bernyanyi, begitu pula Ara.

Penyanyi 'itu' belum juga terjadi.

"Gue kira Depha," bisik teman agensi yang lain.

Ara mengerjapkan mata. "Depha kan abis ini nyanyi lagi?"

"Serius?" tanya teman mereka yang lain.

Entah kenapa, perut Ama menjadi mulas, gelisah.

Benar, Depha kembali ke atas panggung dengan gitarnya, menyanyi lagi. Dia menyanyikan lagunya sendiri dan entah kenapa lagu itu membuat Ama semakin gelisah.

Tiba-tiba, sorot lampu mengarah pada Ara. Disertai suara terpekik kaget dari segala penjuru karena memang benar Depha yang menjadi penyanyi 'itu'. Dan, perempuan yang ditujunya adalah Ara.

Kegelisahan di perut Ama mereda seketika.

Depha berjalan ke arah Ara dan suara gemuruh penonton semakin menggema. Ara menutup mulutnya dengan tangan, berusaha menyembunyikan senyum. Sementara Ama benar-benar lega karena semua dugaan dan kegelisahannya salah.

Ketika jarak tinggal lima meter lagi, Ama sudah yakin dugaannya benar-benar salah.

Tapi ketika sebuket bunga diberikan bukan ke pada Ara, tapi ke padanya, seluruh tubuh Ama seperti diguyur air dingin.

Untuk beberapa detik yang terasa menyiksa, ruangan menjadi hening. Hanya membutuhkan beberapa detik untuk suatu bencana terjadi, menghancurkan bertahun-tahun usaha Ama di dunia tarik suara.

Kamera sedang berjalan.

Semua orang menonton.

Ama harus apa?

Ama menoleh pada Ara, dan wajah Ara menunjukkan rasa terluka pada Depha, dan Ama tidak bisa menyalahkan Ara yang menyukai laki-laki berengsek seperti Depha.

Setelah sebuket bunga itu hanya menggantung di tangan Depha tanpa Ama terima, akhirnya, Ara yang berlalu pergi meninggalkan meja.

Dan, Ama memanggil Ara, dengan suara parau dan serba salah. Untuk kemudian mengejar temannya.

Meninggalkan Depha.

Dan sebuket bunga yang tergantung di tangannya.

***
author note

maafin daku yang updatenya telat. sabtu kemarin aku jatuh sakit dan sebenernya masih sakit sampe saat ini tapi sudah lebih mending. karena sakit, aku jadi fokus sembuh dan kuliah dulu, jadinya nulisnya tertinggal gini. alhamdullilah bisa update. semoga suka!

credit: untuk aleka, seekor anak kucing, yang tengah malem tadi nemenin aku nulis di atas laptop :)

Continue Reading

You'll Also Like

1.2M 107K 25
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...
16.2M 577K 33
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
1.2M 47.3K 62
Menikahi duda beranak satu? Hal itu sungguh tak pernah terlintas di benak Shayra, tapi itu yang menjadi takdirnya. Dia tak bisa menolak saat takdir...
4.7M 173K 39
Akibat perjodohan gila yang sudah direncakan oleh kedua orang tua, membuat dean dan alea terjerat status menjadi pasangan suami dan istri. Bisa menik...