Bridegroom(S)

By rashimaaa

43.7K 6.4K 854

Punya tiga pacar emang udah biasa. Tapi gimana kalau punya tiga calon suami dalam waktu yang bersamaan? Pasti... More

Part 1 - Love is?
Part 2 - Broken Dreams
Part 3 - The Proposal
Part 4 - New Beginning
Part 5 - First Impression
Part 6 - Ice Cold Man
Part 7 - The Second One
Part 8 - Under Circumstances
Part 9 - A Million Dollar Promises
Part 10 - Back At You
Part 11 - Acts of Random Kindness
Part 12 - Something to Realize
Part 13 - Commitment over love
Part 14 - Repetition
Part 15 - Untroubled Trouble
Part 16 - The Source of Pain
Part 17 - The First Pain
Part 18 - Love of the Common People
Part 19 - Love in Silence
Part 20 - In the Middle of Then and Now
Part 21 - Introduction to Love
Part 22 - Breakdown
Part 23 - Guardian Angel
Part 24 - Let Me Show You
Part 25 - I Find Peace In You
Part 26 - Hello and Goodbye, Love
Part 27 - Another Love is Gone, Again
Part 28 - Surprise Indeed
Part 30 - Broken Puzzle
Part 31 - Overlapping Yet Separated Story
Part 32 - Remedies
Part 33 - Bring Back the Love
Part 34 - Winter in August
Part 35 - Redamancy

Part 29 - Will You Run Away With Me?

1K 176 35
By rashimaaa

Sekarang sudah jam setengah dua belas malam, dan Al mengutus Ujang untuk mencari martabak manis sampai ketemu dan membelinya untuk jadi kue ulang tahun Yuki. Ya habis mau gimana, dimana lagi mencari toko kue dan unuk beli birthday cake jam segini yang masih buka selain abang-abang martabak kan? Dia juga minta Ujang untuk membeli lilin angka dua dan delapan di mini market. Sebetulnya dia malu banget untuk ngasih Yuki martabak manis setelah mendengar kalau tunangannya baru saja memberikan surprise party di restoran mewah, tapi apa daya, dia bahkan nggak tau kalau Yuki mau datang malam ini jadi dia nggak sempat nyiapin apa-apa.

"Mas, ini martabaknya," kata Ujang yang akhirnya tiba juga setelah muter-muter mencari tukang martabak yang masih buka.

"Yaudah, bawa sini," Al buru-buru memanggil Ujang ke dapur untuk menyiapkan martabak itu mumpung Yuki masih mandi. Dan kini mereka berdua sedang memandang martabak manis diatas meja bar itu dengan ekspresi bingung. "Gue enaknya taro di piring apaan ya, Jang? Kita punya piring yang lebar dan bagus gitu, nggak?"

Ujang menggeleng lugu. "Nggak, Mas. Punyanya piring biasa semua. Yang plastik lagi."

Al makin pusing. Seumur-umur pindah ke rumah sendiri, Al paling nggak pernah mikirin soal peralatan dapur. Dia cuma punya satu lusin piring dan mangkok makan melamin dan satu lusin sendok and garpu dari Bundanya, kemudian enam cangkir kopi yang semuanya dia beli di Starbucks, dan beberapa alat masak yang dibeli cuma untuk masak indomie. Namanya juga rumah bachelor, mana pernah repot masak aneh-aneh di dapur. Tapi sekarang, dia jadi pusing sendiri, harus diletakan dimana martabak ini untuk dijadikan kue ulang tahun Yuki. Nggak mungkin kan dia biarin aja di kardusnya. Kesannya nggak niat banget.

"Gimana kalau ditaro di talenan aja, Mas?" ucap Ujang tiba-tiba.

"Mana, mana? Coba sini gue liat," kata Al membuat Ujang buru-buru mengambil talanan kayu dari rak piring dan memberikannya pada Al. Al langsung protes. "Hah? Lo mau taro di ginian? Jelek banget. Mana bau bawang lagi."

"Ya cuma itu aja, Mas, alas makan yang lebar. Masa mau di taro di mangkok? Udah lah, Mas. Nggak pa-pa, namanya juga emerjensi, taro disini aja. Sini, saya cuci dulu biar nggak bau."

Lalu setelah Ujang mencuci talanan tadi dan mengeringkannya dengan tissue, Al dan Ujang pun mulai menatap martabak itu diatas talanan. Setelah meletakan martabak itu ditengah-tengah, keduanya kembali menatap martabak itu lamat-lamat.

"Jelek banget," ujar Al putus asa.

"Mas, kita hias aja pake Nutella. Kan Mas Al punya, tuh. Pinggirannya gitu, Mas. Terus yaudah dikasih lilin, deh. Nggak pa-pa jelek, Mas. Asal enak."

Kemudian setelah menusuk lilin angka dua dan delapan diatas martabak, Al dan Ujang pun menyiapkan pisau dan korek api yang diletakan di sebelah martabak. Lalu setelah semua sudah siap, Ujang pamit kebelakang, meninggalkan Al yang kini duduk sendirian di kursi bar, menunggu Yuki keluar dari kamar tamu.

Dan tak perlu menunggu lama, kunci pintu kamar tamu terdengar di buka. Al buru-buru menyalakan lilin, dan tepat setelah kedua lilin itu sudah menyala, Yuki yang sedang sibuk mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk juga keluar dari kamar tamu dengan berbalut pakaian Al yang serba kebesaran.

"Mas, ini bajunya saya pinjem..."

"Surprise," ucap Al kikuk dan malu-malu saat Yuki mendapatinya berdiri di depan meja bar dapur dengan martabak yang dipasangkan lilin angka dua puluh delapan yang sudah menyala.

Yuki jelas terperangah dan kemudian tertawa. Membuat Al jadi salah tingkah. "Mas, astaga..." Yuki mendadak speechless saat dia sudah ada disebelah Al, menatap martabak garis miring kue ulang tahun pemberian Al. Dan speechless yang dirasakan Yuki sepenuhnya karena dia terlalu bahagia, tidak menyangka kalau Al ternyata tau kalau hari ini dia ulang tahun dan surprise ini, walau sederhana, tapi benar-benar amat manis.

"Sori ya, gue nggak nyiapin kue ulang tahun yang bener dan malah kasih lo martabak. Soalnya udah malem, sih, dan nggak ada lagi toko kue yang masih buka," kata Al malu-malu.

Tapi Yuki menggeleng dengan mata yang masih terpaku pada martabak itu. "Enggak, Mas. Ini tuh... Ini tuh... Nng..." dan saat dia menoleh menatap Al yang kembali salah tingkah, Yuki tersenyum lebar. "Makasih ya, Mas. Saya suka banget surprise-nya. Saya tiup, ya?"

Al pun mengangguk dan Yuki pun memejamkan mata, mengucapkan sebait doa yang amat singkat, yang bahkan terasa lebih tepat, Ya Allah, lipur laraku. Kemudian setelah mengucapkan doa, Yuki membuka mata dan meniup lilin sampai kedua api di lilin itu padam. Lalu Yuki pun bertepuk tangan sendiri, sementara Al masih terus menatapnya sambil tersenyum. Menyadari betapa gadis ini kini betul-betul sudah merebut keseluruhan hatinya, membuatnya jatuh cinta, bahkan tanpa sempat memilih.

Sadar kalau dari tadi Al terus memandangnya, Yuki jadi tersipu malu. "Mas, ngapain sih lihatin saya kayak begitu? Saya kan jadi malu."

"Selamat ulang tahun, ya, Yuk."

Yuki terpana. Sesederhana itu ucapan Al, tapi segala penantiannya pada hari ini untuk mendengar Al mengucapkan itu padanya serasa langsung terpenuhi seketika. Yuki lalu mengambil sepotong martabak dan memberikannya pada Al.

"Ini first cake, eh first martabak, buat Mas Al."

Awalnya Al ragu-ragu saat Yuki menyodorkan potongan martabak itu, tapi akhirnya dia menerima juga suapan martabak itu langsung dari tangan Yuki, membuat Yuki tertawa saat Al yang memasukan semua martabak itu langsung dalam sekali hap dan membuat coklatnya jadi belepotan ke bibirnya.

"Di gigit dulu kali, Mas. Ini kotor kemana-mana jadinya, ya ampun." Dia mengambil tissue dan mengelap bibir Al.

Ketika Yuki sedang sibuk membersihkan bibir Al degan tissue, lagi-lagi Al kembali menatap gadis itu. Dia tau ada yang terjadi pada Yuki, karena walaupun sekarang bibir itu sudah tersenyum, Al bisa melihat kesedihan tergambar jelas di matanya. Matanya yang biasanya selalu penuh dengan pendar bahagia kini terlihat amat sedih.

Tanpa sadar, Al mengulurkan tangannya, kemudan merengkuh Yuki. Memeluknya lagi, membuat Yuki tertegun dalam pelukan Al. Tapi bukannya menolak, Yuki justru diam saja. Dia tidak membenci pelukan ini, justru pelukan ini seakan menyembuhkan Yuki. Membuat Yuki tanpa sadar memejamkan mata dan air matanya menetes satu persatu. Al yang tau Yuki menangis, mengelus punggung gadis itu untuk menenangkan.

"Mas," panggil Yuki disela tangisnya.

"Iya?"

"Makasih ya."

"Buat?"

Tapi Yuki tidak menjawab, dia justru makin mengeratkan pelukannya pada Al dan membuat Al jadi tidak menuntut jawaban apapun lagi namun terus memeluk Yuki yang semakin lama tangisnya pun semakin reda. Dan pelukan itu akhirnya terurai saat Yuki mendengar ponselnya berdering.

Buru-buru dia meraih ponselnya dari tas dan menatap Al yang kini balas menatapnya dengan tatapan kikuk. "Saya angkat telepon dulu ya, Mas. Dari Mama."

"Iya."

Saat Yuki menerima teleponnya diluar, Al teringat akan hadiah yang sudah siapkan untuk Yuki. Buru-buru dia mengambil hadiah itu dari ruang kerjanya dan meletakan kotak hadiah yang sudah terbungkus kertas kado berwarna pink itu diatas meja bar. Yuki yang melihat kotak kado itu saat kembali jelas jadi terperangah senang.

"Ini hadiah buat saya, Mas?" tanya Yuki, Al mengangguk. "Saya buka, ya?"

Tanpa menunggu jawaban, Yuki membuka hadiah dari Al dan makin kaget melihat isinya. Kotak musik berbentuk carousel yang sangat disukainya itu. Yuki kemudian memutar kuncian kotak musik dan tersenyum penuh haru mendengar dentingan lagu La Vie En Rose berbarengan dengan berputarnya carousel putih itu. Rasanya hati Yuki menghangat. Dan tanpa sadar, air mata menetes dari pelupuk mata Yuki lagi.

Al yang terkejut melihat Yuki mendadak menangis seperti itu jelas langsung cemas. "Yuk, kok lo nangis lagi?"

Yuki cuma bisa menggeleng. Segala kesedihannya seakan tertumpah saat itu dalam derai tangisnya, dan dentingan lagu kotak musik yang terus dia mainkan itu menambah keharuan didalam hati Yuki. Sampai tiba-tiba tangan Al yang hangat menggenggam tangan Yuki. Yuki pun menatap Al yang kini juga balas menatapnya dengan tatapan hangat dan lembut.

"Semuanya akan baik-baik aja, Yuk. Gue tau gue nggak bisa tawarin lo apa-apa, nggak bisa kasih apa-apa untuk menghilangkan atau bahkan sekedar ngeringanin beban dan masalah lo. Tapi gue cuma mau bilang, lo pantas bahagia dan gue yakin, semuanya ak..."

"Mas, kalau seandainya saya cuma punya dua tiket pesawat ke Iceland, dan itu cuma tiket pergi, tanpa tiket pulang, Mas Al mau ikut sama saya?"

Al tertegun mendengar pertanyaan Yuki yang tiba-tiba itu. Dia tau maksud dari ucapan Yuki. Itu adalah kiasan. Kiasan Yuki untuk pergi. Jauh dari semua orang, hidup di tempat baru dimana tidak ada orang yang mengenalinya untuk hidup baru dan menata lagi kehidupan dari nol. Meninggalkan semuanya jauh-jauh dibelakang. Kabur dari semua masalah yang mengikatnya. Dan Yuki mengajak Al. Untuk pergi menemaninya, get lost, runaway. Hidup berdua. Menata hidup yang baru, meninggalkan segala ruwetnya kehidupan mereka saat ini. Tidak memperdulikan perasaan orang lain dan hanya memikirkan kebahagiaan mereka sendiri. Berdua. Sampai tua. Maka walaupun dia tau ini hanyalah perandaian, Al sudah tau jawaban apa yang dia akan berikan.

"Nggak mau, ya, Mas?"

Namun jawaban yang diberikan Al bukan lewat ucapan. Tetapi Al menatap Yuki dalam-dalam. Dia lalu mengulurkan tangannya dan menghapus air mata Yuki yang membasahi pipinya. Lalu kini dia menyentuh kedua pipi Yuki dengan lembut dan tersenyum padanya. "Kalau gue bilang gue sayang banget sama lo dan gue akan ikut lo kemanapun lo pergi, lo percaya, nggak?"

Bagai sesuatu yang tak pernah Yuki impikan, pernyataan cinta laki-laki yang kini menatapnya dengan pandangan penuh cinta itu benar-benar membuat hati Yuki amat bahagia. Dan dengan segala rasa bahagia itu, Yuki menarik kerah baju Al agar wajah pria itu mendekat padanya dan mengecup bibir Al yang membuat Al mematung kaget. Tapi saat Al melihat Yuki yang kini juga tersenyum malu-malu dengan pipi memerah, Al juga jadi paham kalau mungkin ini saatnya mereka membiarkan hati mereka yang saling bicara. Maka kini, Al menarik leher Yuki dengan lembut dan mencium bibir gadis itu kemudian. Dengan lembut dan penuh cinta, yang dibalas Yuki juga dengan cara yang sama.

Dan walau Yuki tau mungkin ini adalah hal yang salah karena saat ini, walau apapun yang sudah Hito lakukan padanya, dia masih calon istri Hito. Tapi sekali saja dalam hidupnya, Yuki cuma ingin menuruti kata hatinya. Untuk bahagia. Untuk merasakan cinta. Dan satu-satunya orang yang mampu membuatnya merasa balas dicintai hanyalah Al. Yang juga ternyata dia cintai.

-0-

Sinar matahari yang menyilaukan kedua mata Yuki, membuat Yuki jadi terbangun dari tidurnya. Dan pagi ini, dia terbangun dengan senyuman. Dia melihat dirinya lewat kaca lemari yang tepat berada didepan tempat tidur, dan senyuman di bibirnya kini betul-betul senyuman yang sudah lama tidak pernah hadir dalam dirinya. Itu semua karena Al.

Yuki meraih Carousel music box pemberian Al yang diletakannya di nakas sebelah kasur dan menatap benda itu sambil tersenyum lebar. Dia lagi-lagi teringat ciumannya dengan Al semalam. Ciuman yang benar-benar membuat Yuki merasa amat bahagia. Diputarnya kotak musik itu agar kembali mendentingkan musiknya saat ingatan Yuki kembali lagi ke tadi malam.

Ketika dia dan Al mengurai ciumannya, Al menarik Yuki dalam pelukan. Yuki juga balas memeluk Al dengan sangat erat seakan tak ingin dilepaskan. Dan kemudian, mereka saling membicarakan banyak hal. Tentang kesukaan Al, kesukaan Yuki, cerita-cerita hidupnya yang tidak mereka ketahui sebelumnya, dan hal-hal lain yang membuat mereka tidak menyadari kalau waktu sudah menunjukan pukul setengah tiga pagi saat Yuki akhirnya menguap ngantuk.

"Lo udah ngantuk, ya?" tanya Al sambil mengelus kepala Yuki.

"He-eh." Yuki menguap lagi.

Al pun tertawa pelan dan bangkit berdiri kemudian menarik tangan Yuki lalu menggandengnya menuju kamar tamu. "Yaudah, tidur lo sana. Gue juga udah ngantuk." Al membuka pintu kamar tamu dan membiarkan Yuki masuk.

Tapi sebelum menutup pintu, Yuki kembali balik badan dan menatap Al dengan senyum. "Makasih ya, Mas. Sampai nanti pagi."

Al kembali tertawa dan mengelus kepala Yuki. Dan saat Yuki hendak kembali balik badan, Al menahan tangannya, membuat Yuki kembali menghadapnya dan mengecup kening Yuki, mengejutkannya. "Good night," Al berbisik di telinga Yuki kemudian menutup pintu kamar tidur, meninggalkan Yuki yang menjerit tanpa suara didalam kamar saking senangnya. Akhirnya, dia bisa merasakan ini lagi. Merasakan menyayangi seseorang sampai hatinya seakan jadi taman bunga, yang bermekaran, ada kupu-kupunya lagi.

Tapi kebahagiaannya pagi ini mendadak buyar saat ponselnya berdering dengan nama Hito di layar. Ngapain lagi orang ini telepon? Pengen banget rasanya dia nggak angkat dan langsung saja mendiamkan Hito sampai dia akhirnya siap berhadapan dengan laki-laki itu lagi, tapi Yuki juga tidak mau kalau semuanya justru jadi ribut. Makanya dia tetap mengangkat telepon Hito walau dia sendiri rasanya sudah ingin memaki.

"Halo," sapa Yuki dingin. Tapi sepertinya Hito tidak sadar.

"Halo, Yuk, lagi apa hari ini?"

"Lagi kerja."

"Kerja? Jam segini kamu udah dipanggil bos kamu?"

"Iya. Ada kerjaan mendadak. Dan aku juga kayaknya bakal sibuk banget beberapa hari kedepan. Jadi jangan cari aku dulu, bisa?" Yuki butuh waktu. Dia sebetulnya ingin segera membahas semuanya dengan Hito, tapi hatinya masih terlalu lelah dengan semuanya dan dia masih ingin merasakan bahagia bersama Al sedikit lagi. Dan sepertinya juga Hito ada dalam satu pikiran yang sama dengan Yuki. Karena tanpa keberatan laki-laki itu langsung meng-iyakan. Karena sesungguhnya Hito juga butuh waktu untuk menetralkan hatinya setelah kejadian saat itu bersama Nasya.

"Okay. Kabarin aku kalau kamu butuh apa-apa, ya?"

"Iya. Nanti kalau aku udah nggak ribet, aku hubungin kamu. Aku juga mau ngomong sesuatu sama kamu nanti."

"Ngomong tentang apa, Yuk?"

"Nanti aja, To. Semuanya nggak bisa diomongin lewat telepon begini, harus langsung. Jai nanti aja, ya?"

Sekali lagi Hito mengiyakan. Yuki pun menutup telepon dari Hito dan kembali menghela nafas panjang. Ini yang selalu dia takutkan dari awal saat Hito melamarnya dulu, kalau hubungan ini ternyata tidak berhasil, kemungkinan besar Yuki bukan hanya kehilangan Hito sebagai calon suaminya, tetapi sahabat, abang, adik, dan salah satu pelindungnya. Makanya Yuki ingin berhati-hati, karena bagi Yuki, setelah apapun yang Hito telah lakukan dibelakangnya, Hito tetaplah sahabat terbaiknya yang dulu selalu ada untuknya bahkan dalam titik terendah di hidup Yuki sekalipun. Dan hal terakhir yang Yuki inginkan saat ini adalah kehilangan Hito dari dalam hidupnya untuk selamanya.

Lalu setelah mandi pagi, Yuki pun keluar dari kamar dan mendapati Ujang yang sedang mengepel ruang tengah. "Pagi Mbak Yuki," sapa Ujang.

"Pagi, Jang. Mas Al udah bangun?"

"Belum, Mbak. Belum jamnya juga buat Mas Al bangun. Jam sepuluhan mungkin."

"Oh, gitu ya. Yaudah, kalau gitu saya siapin sarapan dulu, deh. Saya masak ya, Jang."

Yuki pun membuka kulkas dan mencari apapun yang bisa dia olah pagi untuk sarapan. Scrambled egg, roti bakar, dan ketang goreng untuk pagi ini.

Tepat setelah Yuki selesai menata sarapan paginya di atas meja bar di dapur, Al juga keluar dari kamar masih dengan muka bantal dan menguap lebar. Yuki tertawa melihatnya begitu. Sudah bukan aneh lagi bagi Yuki melihat Al seperti ini. Tapi sepertinya Al yang sedikit terkejut melihat Yuki sudah sibuk di dapur.

"Wah, sarapan, nih?" tanya Al sembari duduk di kursi bar dan menatap semua sarapan di atas meja sambil lagi-lagi menguap.

"Iya. Mas Al udah cuci muka belom?" Yuki meletakan secangkir kopi di depan Al.

"Udah. Ini lo semua yang bikin? Bukannya beli?"

"Enak aja. Ya bikin sendiri, lah. Rese, deh. Ini semua kan tinggal goreng doang, Mas. Jadi tenang aja, ini semua dijamin enak. Saya udah cobain. Tapi ya gini-gini aja. Cuma ada telor sama kentang goreng di kulkas. Terus sekarang udah abis."

"Yaudah, entar temenin gue ke supermarket kalau gitu. Mau nggak?"

"Oke. Tapi saya ganti baju dulu di rumah, ya?"

Ditengah-tengah sarapan, Al melirik Yuki yang sedang menikmati roti bakar. Setelah semua yang terjadi tadi malam, sepertinya Al harus memastikan semuanya. Dia juga tidak mau ini didiamkan dan akhirnya mereka jadi nggak ngerti apa status hubungan mereka saat ini, walaupun mereka sudah berbagi ciuman semalam.

"Yuk," panggil Al gugup.

"Kenapa?"

"Soal semalam. Gue mau omongin pagi ini. Karena gue rasa kita harus perjelas semuanya. Gue sayang sama lo, Yuk. Dan gue tau kita udah cukup dewasa untuk nggak perlu omongin ini, tapi..."

Ucapan Al terhenti karena Yuki yang menggenggam tangannya. "Mas, kamu pasti tau perasaan saya ke kamu itu gimana. Tapi kalau saya selesaiin urusan saya dulu nggak pa-pa, kan? Saya mau semuanya diantara dan tunangan saya clear dulu, baru setelah itu kita omongin tentang kita. Gimana?"

Al cukup mengerti permintaan Yuki. Memang semuanya nggak bisa semudah yang dia inginkan. Dia tau kalau Yuki juga pasti punya perasaan yang sama dengannya, tapi Yuki juga masih punya ikatan dengan tunangannya yang nggak bisa mereka langsung lupain gitu aja. Walaupun Al tau dari cerita Yuki kalau sebenarnya tunangannya yang namanya Hito itu juga tidak mencintai dia. Tapi semuanya harus tetap diselesaikan dengan baik-baik, karena kata Yuki, Hito itu juga sahabat karibnya, dan dia tidak mau kehilangan sahabatnya begitu saja.

Maka Al balas menggenggam tangan Yuki dan tersenyum padanya tanda kalau dia mengerti dan menerima semua permintaan Yuki tentang hubungan mereka. Karena bagi Al, tau kalau Yuki juga ternyata menyimpan perasaan yang sama dengannya sudah sangat membuatnya amat bahagia.

-0-

"Sosis mau, Mas?" tanya Yuki sambil melihat-lihat semua frozen food di freezer setelah memasukan dua plastik kentang goreng ke keranjang belanjaannya dan Al yang sudah setengah penuh.

"Boleh. Ada yang dalemnya keju, nggak?" Al yang sedang konsentrasi main games di ponselnya cuma melirik sebentar pada Yuki saat menjawab.

"Ada. Mau sapi atau ayam? Sapi aja ya biar enak? Terus ini ada chicken cordon bleu, saya ambil aja, ya? Kan tinggal goreng."

"Hmm," sahut Al tetap singkat dan tidak fokus.

Dan setelah mengambil beberapa plastik frozen food lain, Yuki dan Al sama-sama meninggalkan sektor frozen food dan menuju sektor buah dan sayuran. "Kita beli sayuran juga, ya. Terus beli salad dressing gitu. Jadi tinggal buat sendiri dirumah. Supaya Mas itu jangan kebanyakan makan indomie," kata Yuki sambil memilih selada dan tomat cherry. Tapi walaupun Yuki sudah ngoceh panjang lebar, Al masih tetap konsen pada ponselnya dan tidak menghiraukan ucapan Yuki sepenuhnya.

"Ih, kiwinya enak-enak banget kelihatannya. Mau kiwi nggak, Mas? Enak loh ini, import dari Australia langsung, pasti manis deh. Mau, ya, Mas? Mas? Mas!" Yuki yang barusan masih sibuk milih-milih kiwi akhirnya balik badan dan melotot melihat Al yang dari tadi ditanyain diem aja.

Mendengar teriakan Yuki, Al cuma noleh sedikit seakan tidak perduli. "Oh, kiwi. Iya, ambil aja. Gue suka, kok."

"Ih! Diurusin makannya malah sibuk sendiri. Ngapain, sih? Astaga, main mobile legend ternyata! Sumpah, ngeselin, ya." Yuki hendak merebut ponsel Al tapi Al buru-buru menghindari gapaian tangan Yuki.

"Yah, jangan dong, Yuk. Bentar-bentar, Yuk. Ini mau menang, nih. Bentar, ya."

"Ckckck... Wah, kalau begini caranya sih saya pusing, ya. Belum pacaran aja udah dicuekin sama kamu gara-gara mainan, gimana kalau saya udah jadi pacar. Belum-belum aja saya udah jealous ya."

Dan untuk pertama kalinya sejak mereka sampai di supermarket, Al betul-betul mengangkat kepala dan kali ini fokus menatap Yuki yang cemberut sambil memilih-milih kiwi dan meletakannya di trolley. Ucapan Yuki berhasil membuat Al tersenyum senang. Yuki yang sadar kalau Al dari tadi terus memandangnya langsung menoleh dan menatap Al dengan tampang bete.

"Apa?" tukas Yuki jutek.

"Nggak pa-pa," jawab Al sambil mesem-mesem.

"Huuh! Nggak usah ngelihatin saya, deh. Mending main aja, nanti kamu kalah. Saya ngerti kok, memang pada umumnya laki itu bisa sengsara cuma karena dua hal, bukan karena cinta, bukan karena perempuan, tapi karena kelaperan dan karena kalah main games. Ya kayak kamu itu."

Al sontak tergelak. Dengan gemas dia mengacak-acak rambut Yuki, membuat Yuki mengerang kesal tapi jadi tersenyum juga.

"Eh, Yuk," panggil Al kemudian saat Yuki sudah memilih tiga boks kiwi dan memasukannya ke trolley.

"Hmm?"

"Mulai sekarang jangan pakai 'saya' buat pasangan 'kamu', bisa? Kayaknya kalau pakai 'aku', lebih enak didenger. Ya nggak sih?"

Yuki tertegun dan menatap Al yang tersenyum padanya. Pipinya sontak jadi memerah entah karena hal apa. Sambil tersenyum Yuki menunjuk ke arah lorong khusus roti-roti. "Yaudah, aku mau beli roti dulu." Dan itu berhasil membuat Al tersenyum makin lebar. Ternyata sesederhana ini menjadi bahagia.

-0-

Yuki dan Al sama-sama turun dari mobil ketika mobil Al sudah tiba di rumah Tante Maia. Dan ketika mereka sudah masuk, Tante Maia langsung menyambut anak dan calon menantunya dengan gembira. Ternyata disana sudah ada El dan Marsha, juga Dul dan Dinda. Barusan memang Tante Maia meminta mereka untuk berkumpul hari ini untuk membicarakan semua tentang acara lamaran El dan Marsha yang akan diadakan hari Sabtu nanti.

"Yuki, ya ampun, apa kabar, Sayang? Udah lama nggak ketemu Yuki, Tante kangen banget, deh," kata Mamanya Al sambil memeluk dan mencium Yuki.

"Sama, Tante. Yuki jua kangen. Ohiya, Tan, ini ada semangka dan jeruk buat Tante. Maaf ya Tante cuma dibawain ini, abis kita barusan buru-buru kesini."

"Aduh, Sayang, ngapain repot-repot, sih? Tapi makasih banyak, ya. Yuk, masuk, masuk."

Yuki dan Al pun menyapa semua yang ada di ruang tamu. Dan semuanya juga menyapa mereka berdua dengan amat ramah, kecuali Marsha. Dia menatap Yuki dan Al dengan tatapan sinis, dan cuma Al yang mengerti kenapa. Makanya dia sengaja merangkul Yuki didepan semua orang. Sementara Yuki yang nggak ngerti apa-apa cuma bisa diam dan mencoba sebisa mungkin menutupi rasa kesalnya pada Marsha didepan semuanya karena Marsha yang barusan bahkan nggak mau bersalaman dengannya.

"Gimana, Bunda? Jadi apa yang mau dibahas?" tanya Al saat mereka sudah sama-sama duduk di sofa.

"Ya itu loh, Kak. Bunda mau bahas soal nikahan El itu loh. Sebetulnya sih semuanya udah beres, ya. Cuma ya kamu kan Kakaknya El, ya jadi kamu juga yang harus jadi wali dan memimpin rombongan nanti. Ayah kalian katanya nggak mau hadir, jadi ya mau nggak mau harus kamu."

"Kenapa Ayah nggak mau hadir, El?" tanya Al mulai emosi. Tapi El menepuk bahu Kakaknya menenangkan.

"Lo kayak nggak tau aja, Kak. Tapi udahlah, nggak pa-pa. Nggak usah libatin keluarga Ayah dulu. Keluarga Marsha juga paham, kok."

"Ya nggak bisa gitu, lah. Ini acara lamaran anaknya, mau gimanapun dia juga harus ikut. Apapun alasannya. Biar gue yang ketemu dan bicara sama dia. Mau dia apa, sih?"

Yuki buru-buru menggenggam tangan Al untuk menenangkannya. Yuki tau, kalau menyangkut Ayahnya, Al akan selalu begini.

"Udahlah, Kak. Nggak usah. Toh ada Bunda, ada lo, ada Dul juga. Kalau memang dia nggak mau dateng yaudah nggak pa-pa. Masalah di hari pernikahan nanti ya gue pikirin nanti. Sekarang yang penting apa yang didepan mata aja. Lo jadi wali gue."

Maka Al menghela nafas untuk melepaskan emosinya dan mengangguk pada El yang sekali lagi menepuk pundaknya sambil tersenyum tanda terima kasih.

"Nah untuk seragam, Bunda udah pesen beberapa model kaftan dari Biyan buat seragam Yuki dan Dinda untuk dicoba. Nanti ada pasangan untuk pria nya juga. Bentar lagi dianter sama Wegha. Sambil nunggu, kita makan dulu, yuk? Bunda udah masak, tuh."

Semua pun kini duduk mengelilingi meja makan. Di meja makan tersedia berbagai macam makanan hasil masakan Mamanya Al sendiri. Semua pun mulai menikmati makanan itu, terutama Al yang sangat lahap memakan ayam saus tiram buatan Bundanya.

"Mas, itu jangan kamu abisin semua dong ayamnya. Yang lain kan juga mau," bisik Yuki sambil menyenggol lengan Al saat dia sedang memindahkan lima potong ayam terakhir ke piringnya.

"Hehehe... Abis enak, Yuk. Lagian masih ada pindang, tuh. Nggak pa-pa, lah."

"Kamu jangan heran, Yuki. Ini ayam diginiin itu emang makanan kesukaannya Al dari dulu. Kalau pindang patin kesukaannya adik-adiknya, Al nggak begitu suka." Bundanya Al menjelaskan.

"Oh gitu ya, Tante. Aku baru tau kamu suka ayam gini," bisik Yuki pada Al yang masih makan dengan lahap. Dia kemudian kembali pada Bundanya Al yang memang duduk tepat disebelahnya. "Tapi emang enak banget Tante ayamnya. Cara buatnya gimana, Tan?"

"Yuki mau tau cara buatnya? Nanti ya, Tante catetin resepnya, terus sekalian kalau mau Tante ajarin langsung. Biar bisa masakin Al kalau udah nikah nanti."

Uhuk!

Ucapan Bundanya Al ternyata membuat Marsha yang dari tadi diam saja tiba-tiba tersedak. Semua otomatis langsung melihat kearah Marsha yang terbatuk. El buru-buru menyodorkan gelas air putih dan membantu Marsha meredakan batuknya.

"Kamu kok bisa tiba-tiba keseleg, Sha? Makan pelan-pelan dong, Sayang," kata El sembari mengelus punggung Marsha dengan lembut.

"Enggak tau, nih. Maaf ya, Tante. Maaf ya semuanya."

"Nggak pa-pa, Sayang. Minum yang banyak, ya," kata Bundanya Al, kemudian Bundanya Al kembali lagi pada Yuki.

Melihat sebagaimana dekatnya Yuki dan Tante Maia, Marsha jelas jadi kesal, beda banget sama Dinda yang terkesan tidak ambil pusing dan justru ikut nimbrung sama obrolan Yuki dan Bundanya Al bahkan sampai mereka selesai makan. Yuki juga cepat akrab dengan El dan Dul. Kini semuanya jadi lebih memperhatikan Yuki dari pada dirinya. Membuat Marsha benar-benar merasa tersisihkan dari posisinya dulu yang selalu jadi orang yang paling dekat dengan Tante Maia. Padahal dulu sebelum ada Yuki, Tante Maia apa-apa ngomongnya selalu sama Marsha. Sekarang, apa-apa Yuki, apa-apa Yuki. Membuat Marsha makin nggak suka sama Yuki.

Lalu rasa tidak suka itu kini membuat Marsha mulai berpikir, mencari cara bagaimana agar dia bisa kembali menjadi Marsha yang dulu selalu jadi yang nomor satu di tengah-tengah keluarga Tante Maia. Sampai suatu cara muncul di kepalanya. Suatu cara yang mampu membuat segalanya kembali seperti sedia kala saat Yuki belum hadir diantara mereka semua. Baik antara dia dan Tante Maia, juga antara Al dan Yuki.  


To be Continued 

Hallo fellas! Akhirnyaaa... Akhirnya aku bisa selesaiin chapter ini setelah bolak balik ganti isinya. Ya beginilah aku setiap nulis chapter2 terakhir di setiap novel/story yang aku buat. Selalu contemplating apa ini udah cukup bagus untuk ngelead kalian menuju climax dan falling actionnya, yang kemudian bisa nyambung juga ke endingnya. Fiuuh! So this is the 'calm before the storm' chapter for you guys. Mudah2an kalian mulai terpancing untuk kepo tentang kelanjutannya yaa. Hehehehe... And believe me when I say this, I have more than three possible endings for this story yang bahkan sampai saat ini belum bisa aku tentukan akan pakai yang mana atau justru nggak kepake semua karena ternyata ujung2nya endingnya beda dari semua yg udah aku plot-in. Jadi kalau lama update, percaya deh, itu semua karena aku lagi terus digest alur seperti apa aja di chapter berikutnya yg appropriate ku tulis untuk kalian baca. Jadi sabar2in aja ya guys sama aku, aku memang gini anaknya. Muahahahaha... Okay, then, enough with the blabbering. Kayaknya aku udah curhat kepanjangan yaa. Hehehe... So, thank you for always put your trust in me dengan terus baca dan tunggu story ini yang walau updatenya lelet kaya siput, aku harap kalian suka chapter ini dan siap menunggu untuk beberapa chapters terakhirnya ya, my love. Keep voting and giving me your lovely comment guys. I'll see you in the next chapter. Love, Ratu.

Continue Reading

You'll Also Like

167K 3.8K 7
Alisya Agatha. Remaja berusia 19 tahun yang sudah melewati pengalaman hidup yang pahit dan menyakitkan. Segala kejadian yang terjadi dalam hidup memb...
688 119 3
Aku mencintaimu, tapi kau mencintainya, sekarang apa yang harus aku lakukan?
4.7M 59.1K 40
Cerita Dewasa! Warning 21+ Boy punya misi, setelah bertemu kembali dengan Baby ia berniat untuk membuat wanita itu bertekuk lutut padanya lalu setela...
5.5K 431 7
Kumpulan drabble dan OneShoot GaaHina~ >sekedar tulisan yang tiba-tiba muncul di otak penulis.< P.S: Latar belakang bisa berubah2, sesuai apa yang ke...