l'M A STRONG WOMAN

Par LindaWati497

39.7K 2.5K 317

Bagaimana perasaanmu saat sebulan sebelum hari pernikahan-mu tiba kamu memergoki calon suami-mu sedang bercum... Plus

Prolog
Terumi Hinata
Meeting
Revenge
Apologize or Jail
My Boss Act so Different
Race Car

Let's Discuss.....!!!

3.1K 249 14
Par LindaWati497

Hinata tidak habis pikir dengan pemikiran gokil Kiba. Bagaimana bisa dia berpikir seliar itu. Enak saja mencirigai anak kebanggaannya itu sebagai anak si bangsat kuning itu. Hatinya enggan rela dizolimi dengan fitnah tanpa bukti dari mulut Kiba itu.

Aakkhhh.....!!!! Itu kan Dia jadi kepikiran dan terngiang-ngiang terus oleh perkataan Kiba tadi. Si pecinta anjing itu harus diinsyafkan otaknya agar tidak mengumbar hoaks.

"Terkutuklah kau Inuzuka Kiba!!" Geram Hinata ketika mengingatnya di trotoar jalan. Tangannya ikut mengepal keras keudara tak sudi mengingatnya.

Boruto adalah anaknya dan pria itu sama sekali tidak mirip dengan anaknya, hanya sedikit kesamaan kan dan bukan berarti mereka punya hubungan dibalik itu.

Sepanjang langkahnya Hinata terus menggeram marah tanpa perduli dengan tanggapan orang-orang yang menatap aneh padanya. Well, dirinya harus berterima kasih kepada Kiba karena hal gila itu.

Napas kasarnya dihembuskan dengan lama lalu kemudian menghirup udara sedalam mungkin.

Hinata berusaha menata kembali otak dan emosinya ditempat yang seharusnya. Dia tidak boleh membiarkan kalimat itu mengganggu kesenjangan otak jeniusnya.

"Tidak mungkin anakku mirip dengan si penjahat kelamin kuning itu...... yang ada si penjahat kelamin itulah yang mirip Boruto-ku..." terang Hinata pada dirinya yang masih membara. Dia berusaha keras meyakinkan dirinya sendiri untuk kedamaiannya.

Sepanjang perjalanan Hinata tak henti-hentinya menggerutu dan bermuram durja hingga sampai dikantor, tempat dirinya bekerja. Orang yang biasa menyapanya dengan lembut malah diserangnya dengan pelototan jengkel.

Diam dalam tanya hanya itu yang terjadi diantara para kolega kerja itu.

Para pegawai yang biasa bercengkrama ramah sapa dengan Hinata, kebingungan dengan mood buruknya. Karena Biasanya Hinata tak pernah menghardik mereka dengan pelototan. Walau dalam keadaan tertekan sekalipun.

"Hinata kau baik-baik saja...?"

Wanita bersurai indigo dalam balutan itik buruk rupa itu mengabaikan orang yang peduli dengannya. Dia hanya berjalan melewati meja receptionist begitu saja, seakan orang yang menyapanya adalah angin berbau busuk.

.
.
.

Selama melakukan pekerjaannya dikantor, Hinata cemberut dan murung, awan mendung selalu memayunginya.

Sementara, Lelaki yang dituduh Kiba sebagai ayah dari anaknya tadi mengernyitkan dahinya kala menyaksikan perubahan-nya, pasalnya wanita itu melakukan pekerjaan-nya tanpa ada respon normal seperti biasanya. Dia akan membalasnya dengan serangan menantang jika itu dirinya yang normal.

Anehnya, Naruto merasa terganggu jika membiarkannya begitu saja. Kuriositas dalam dirinya bertumbuh pada hal dianggapnya tidak menarik.

"Kemari!! Aku ingin bicara"

Naruto memanggil Hinata yang ingin keluar dari ruangan sang boss sehabis mengantarkan dan menaruh kopi serta file yang diberikan oleh Kakashi untuk Naruto lewat dirinya.

Pria berkulit sutan itu merasa terganggu dengan kebungkaman Hinata. Tidak menyenangkan jika wanita bergigi tonggos itu pasrah dan menerima semua perlakuan semena-menanya tanpa protes. Well, logikanya Dia harusnya senang, bukankah ini yang diinginkannya sedari dulu. Tenang jinak tanpa pengganggu.

Jujur saja, Naruto sudah memerintah asisten pribadinya itu melakukan hal-hal yang memicu darah tingginya. Namun, hari ini khususnya selepas perkara di restoran itally tadi asisten tonggosnya malah bungkam tak sudi menatapnya.

Mungkin dirinyalah yang aneh bisa peduli tanpa diminta dan disadarinya sendiri. 

Naruto mengumpati personality aneh dirinya yang terasa labil. Padahal dirinya bukan lagi anak SD yang perlu panduan dalam mengambil keputusan. Baiklah, kali ini Naruto akan mencari tahu dan menyelesaikan kontradiksi dalam otak dan kepribadiannya. Ini tidak bisa dibiarkan terus berlanjut.

Hinata melangkah berat, ogah-ogahan mendekati meja bossnya. Mendengar suara pria berkumis coklat itu membuatnya ennek...!! Didada kemudian Ditelinga dan lari ke hatinya. Hinata masih belum move on dari fitnah kejam Kiba tadi siang. Sungguh berat rasanya ketika hati masih teringat masa lalu.

Memang Hinata tak pernah tahu siapa ayah dari anaknya. Akan tetapi menempatkan seorang pria penjahat kelamin sebagai ayah dari anaknya merupakan pukulan telak bagi dirinya. Merasa hina bak pelacur yang bisa ditiduri segampang itu oleh pria asing.

Hinata menggelengkan kepalanya demi menghapus bayangan masa lalu kelamnya.

Lalu, Kepalanya mendongak dengan manik yang menukik tajam. Mungkin pria itu tak bisa melihat pelototannya karena kecamata kudanya akan tetapi Hinata yakin pria dingin sok ganteng itu gelisah karenanya.

Sekali lagi Dia meneliti wajah Naruto dan berhasil membuat Hinata mengepalkan tangannya. Dia sungguh tidak terima dengan celoteh Kiba itu, yang entah mengapa semakin membuatnya selalu terngiang terus-menerus yang  rasanya ingin meninju wajah bossnya karenanya.

Hinata meraup udara secara rakus disekitarnya, bersikeras mengumpulkan tenaga untuk menolak mempercayai kebohongan itu.

'Itu tidak boleh!! Pokoknya tidak boleh nyata terjadi. Amit amit cabang bayi, jika dia adalah ayah dari anakku' Hinata terus menepis kenyataan dari omongan Kiba. Wanita itu menggeleng kuat demi menyingkirkan pemikiran bodohnya.

Naruto menatap Hinata secara intens, baiklah wanita itu memang terlihat semakin aneh sekarang. Lebih aneh dari biasanya.

Semenjak kejadian direstaurant Itally tadi siang, Wanita itu berubah sikap. Dirinya tidak begitu jelas tahu, seperti apa kronologis masalahnya, namun instingnya bersikeras ingin mencampuri urusan itu karena merasa yakin bahwa permasalahan tadi melibatkan dirinya. kurang lebih, dirasanya begitu.

Naruto berdehem kecil untuk memecah kecanggungan dan kesunyian kantornya.

"Ehem...."

"Hinata.... Mari kita meluruskan sesuatu disini......"

Meluruskan....? Hinata mengernyitkan dahinya sehabis mendengar pernyataan yang terkesan bahwa pria itu seperti  berandil dalam masalahnya. Memang Naruto termasuk didalam permasalannya, namun itu tidak lebih dari pernyataan Kiba.

Akan tetapi, pria sok tampan itu membuatnya seakan-akan dia banyak terlibat dan penyebab utamanya adalah dirinya.

"Maafkan saya.... Namikaze-sama jika salah dalam menginterpretasikan-nya... tapi anda tidak berhak mengatakan hal itu karena memang tidak ada yang perlu diluruskan disini...." Terang Hinata tak habis pikir dengan cara pria itu menilai dirinya.

Naruto nampak marah dengan rahang yang tertarik kencang dirahangnya. Sesuatu yang salah telah terjadi dalam dirinya. Dia baru saja merasa kesal oleh kalimat formal Hinata. Memang tidak ada yang salah dengan itu tapi, hal itu jelas terlihat bahwa wanita itu membangun jarak diantaranya. Seperti mendorong jauh Naruto sebelum pria itu mencoba mendekat. Sungguh tak ada cahaya yang menuntun jalan masuknya.

"Bisakah kau membuang embel-embel formal itu....." tekan Naruto datar, bahkan terlalu datar untuk didengar.

Entah Kenapa Hinata merasa terganggu dengan Bossnya yang tiba-tiba melunak padanya. Seperti memberinya sebuah perhatian.

Please..... Hinata tidak butuh sampah itu dari seorang yang tidak bermoral seperti boss-nya.

Dia jelas tidak menyukai sikap bersahabat bossnya itu padanya. "Pardon me, Mr. Namikaze.... we are not that close..." Timpal Hinata menolak dengan terang-terangan.

Naruto nyaris menggertakkan giginya dihadapan wanita buruk rupa itu. Anehnya, Dia selalu saja berhasil terpancing emosinya. Tapi, baiklah mungkin si gadis nerd memang tipe wanita yang tidak suka membuka diri pada orang asing. Well, itulah yang dikatakan oleh buku-buku kala menggambarkan seorang yang berkepribadian nerd.

"Terserah kau saja...." Pasrah Naruto, Dia akan mengesampingkannya dulu pembahasan masalah itu.

"Apa Shinsui Uchiha masih mengganggu-mu..?

Apa itu..? Hinata tidak suka arah pembicaraan ini. Boss-nya baru saja ingin ikut campur urusan pribadinya. Wanita itu sangat membenci orang asing yang bertindak sok pahlawan kesiangan, mungkin untuk orang lain, mungkin memiliki penilaian berbeda namun tidak untuknya.

"Tuan Namikaze.... jika tidak ada urusan bisnis yang ingin anda diskusikan.... saya pamit permisi...." tegas Hinata lalu membungkuk hormat dan beranjak pergi dari ruangan bossnya. Tujuannya memang itu namun, gerakannya kalah gesit sebab Boss-nya baru saja mencengkram tangannya. Menolak kepergiannya.

"Kau berani beranjak... sebelum kusuruh...." kilat Sapphire Naruto lebih tajam dari biasanya. Dia membenci fakta dirinya diabaikan, apalagi itu adalah seorang wanita... jelek sekalipun. Naruto menantang manik yang tak nampak jelas Hinata, dibalik kecemata kuda itu untuk bergulat dengannya.

Bukan pesona yang Hinata peroleh dari intimidasi, kharisma serta ketampanan pria itu, melainkan perlawanan sengit. Hinata menghempaskan tangan kokoh Naruto begitu saja seperti tak punya rasa takut sama sekali.

Takut...? Sepertinya kata itu terlalu berlebihan untuk Hinata.

"Anda sudah cukup banyak menyita waktu-ku disini Tuan Namikaze....... jadi saya mohon untuk mengijinkan-ku pergi....." tegas Hinata tak gentar. Sudah cukup banyak omong kosong pria itu padanya hari ini. Dia hanya ingin segera berakhir dan pulang memeluk Boruto-nya. Hanya itu tidak lebih.

Sebenarnya siapa bossnya disini. Hinata mengatakannya seakan-akan Naruto tidak sibuk dan punya banyak waktu luang.

Hari ini terlalu aneh dan bersejarah bagi keduanya sama-sama mengalami tekanan emosi yang mereka sendiri tidak kenali.

Sungguh Pemandangan sore itu dipenuhi oleh tensi udara yang berat. Keduanya saling mempertahankan kekeras kepalaannya dan tak tampak akan ada gerak-gerik mengalah. Hinata berjuang untuk melepaskan cengkraman tangan Naruto pada tangannya, sementara Naruto tidak mengizinkan Hinata melepaskan genggamannya begitu saja sebelum mendapatkan keinginannya.

Ini sungguh komedi. Mereka seperti beradu acting film murahan dengan adegan klise, Naruto yang Gila dan Hinata yang Idiot, mereka benar-benar kombinasi yang unik jika berduet.

"Lepaskan aku...!!" Hinata meronta-ronta seakan-akan dirinya tengah diperkosa. Hinata jengkel setengah mati dengan tindakan konyol bossnya padanya. Dia ingin sekali meninju wajah sok tampan-nya, walau dirinya akui pria itu memang tampan. Tapi Hal itu relatif kan, jadi tidak ada alasan bagi Hinata tertarik pada penjahat kelamin semacam Bossnya.

"Tidak.... sebelum kau menjawab pertanyaan-ku..." Naruto menikmati perjuangan wanita jelek itu untuk terlepas darinya. Bahkan lengkungan curva tersemat pada bibir coklatnya.

Masih sempat memiliki pemikiran bodoh itu. Sejujurnya dirinya Tidak pernah terpikir dibenaknya bahwa memandang wanita buruk rupa yang putus asa akan semenyenangkan ini.

Entah bagaimana cara kerjanya tapi dirinya puas dengan hasilnya.

Katakan saja dirinya sadis dan tak tahu diri sekalipun, tapi yang dilakukannya benar-benar memuaskan dahaga jiwanya.

"Tidak ada yang perlu kujawab.... jadi lepaskan tangan anda...." geramnya tak suka sembari menatap sengit Naruto. Jujur Hinata ingin sekali menggigit tangan pria itu, namun ragu kalau-kalau gigi palsu tonggosnya terlepas dan tertancap di tangan sutan pria itu. Penyamarannya bisa ketahuan, tidak Hinata tak boleh ketahuan. Dia sudah sampai sejauh ini dan usahanya tidak akan dirinya sia-siakan begitu saja.

Butuh waktu dan perjuangan keras untuk bisa menyembunyikan jati dirinya, mengingat dirinya yang sekarang seperti buronan bagi keluarganya.

"Kenapa kau bersikap sedingin ini padaku..... kau kesal karena kuabaikan seharian ini......"

Kuabaikan...? Gadis indigo itu tercengang penuh ketakjuban mendengarnya. Dalam hati dia mengutuk kenarsis-san bossnya.

Hinata melotot benci pada boss-nya. Apa-apaan kalimat yang terkesan mereka punya hubungan itu.

Dia terkesan menginginkan perhatian dari boss-nya..?

Hinata bisa gila jika terus satu ruangan dengan Naruto. Dia tidak habis pikir dengan cara Naruto menilai dirinya dihadapan Hinata.

Dia tidaklah sespesial itu dalam hatinya hingga minta diperhatikan oleh bossnya. Baiklah, sudah cukup Hinata harus menyelesaikan situasi dan kesalahpahaman konyol ini.

"Anda ingin tahu alasannya...." Hinata menatap serius pada bossnya. Wanita itu menegang dan refleks mengepalkan tangaannya.

Naruto membalas sorotan manik Hinata tanpa berkedip. Dia mengangguk kecil mengiyakan, namun tak mengendorkan cengkraman tangannya.

"Itu karena aku membenci-mu terutama wajah-mu....." 'yang mirip Boruto-ku' inginnya Hinata menambahkan seperti itu, tapi lidahnya langsung kelu takut jika permasalahan itu akan semakin panjang dan rumit.

Naruto diam mematung tanpa merespon apapun.

Badai suram yang disertai petir langsung menyelubungi sekitar Naruto. Serangan itu terlalu tiba-tiba dan datang dari wanita yang selama beberapa hari ini menarik perhatiannya. Naruto tidak mengharapkan jawaban itu dari asistennya.

"Sekarang lepaskan aku....!!" Tegas Hinata berpalimg ke pintu kebesaran bossnya lalu menutupnya dari luar dengan bunyi dentuman keras.

Meninggalkan Naruto terpaku diam didalam kantornya.

Wanita itu membencinya? Belum pernah ada yang membencinya dan mengatakannya secara terang-terangan dihadapannya.

Tubuhnya sesaat terasa abnormal terutama bagian dadanya. Seperti ada yang terbakar didalamnya dan Naruto benci berurusan dengan rasa-rasa aneh itu.

"Kau pikir.... aku akan diam saja......" gumam Naruto dalam amarahnya.

.
.
.
.

Sesampainya dihadapan pintu rumahnya Hinata langsung mengeluarkan kunci dari dalam tasnya.

Ceklek.....!!

Seterbukanya pintu itu Hinata masuk dan menaruh tasnya diatas soffa. Pikirannya tertuju pada pencarian sosok Boruto, sumber permasalahan hari ini.

"Boruto..... where are you... honey?" Teriak Hinata beberapa kali mengulang kalimatnya. Namun hanya kesunyian yang membalas suaranya.

Terlalu sepi dan itu memiliki konotasi yang buruk.

Benar juga, mungkin Terlalu malam bagi anak kecil seperti Boruto untuk tetap terjaga.

Hinata kemudian memutuskan untuk menghampiri kamar Boruto yang dihampiri oleh kegelapan tanpa penerangan.

Lalu, Hinata meraba saklar disamping pintu kamar putranya.

Ctak.....!!!

Setelah cahaya neon kamar Boruto menyebar dan menampakan kejelasan setiap sudut siluet benda yang ada. Hinata mengarahkan amethyst-nya keseluruh penjuru sudut untuk mencari sosok putranya.

Alisnya mengernyit penuh tanya dibalik poni tebalnya. Perasaannya mencelos seperti hal yang dihindarinya terjadi.

"Bo....Boruto........!! Mei....!!!"

Teriaknya tanpa ada yang menjawanya.

Hinata berbalik ke kamar Adik angkatnya, memastikan bahwa dugaannya tidaklah sepenuhnya benar.

Brakk...!!

Tangannya mendorong pintu kamar Terumi Mei hingga terpantul dan beradu keras dengan dinding.

"Mei..... jangan bermain-main... aku tidak suka kejutan"

Bibir Hinata terkatup setelah mengucapkannya. Bibirnya terlanjur kelu untuk meneriakan nama yang sama kembali Setelah menyadari keberadaan adik angkat dan putra-nya tidak ada dirumah.

Hinata terisak kecil. Dia merasa ini semua ada hubungannya dengan masalah Boruto tadi pagi.

Anaknya adalah tipe orang yang bertindak sendiri demi menanggung kesalahannya. Mengetahui fakta itu Hinata kesal.

Ini tentu sudah mnyalahi derajatnya sebagai ibu yang harus melindungi putranya.

Hinata ingin melindungi keluarganya dengan kekuatannya sendiri, meski hal itu harus membuatnya mengeluarkan uang banyak.

Persetan dengan materi jika dirinya mampu memenuhi tanggung jawabnya dengan baik.

Hinata terkulai lemas di tangga sembari mengutuk keterlambatan gerakannya. Seharusnya dirinya pulang lebih awal dan memastikan kedua orang itu tak berbuat jauh dari pandangannya.

Mengingatnya hanya menambahkan kekesalan Hinata. Bibirnya saling merapat menekan emosinya. "Ini tidak bisa dibiarkan...."

Teguhnya lalu beranjak kekamarnya.

Pakaian kerjanya dilemparnya kedalam keranjang cucian lalu masuk membasuh tubuhnya dibawah guyuran tower.

"Kalian akan tahu sedang berurusan dengan siapa.... apa kalian sungguh berpikir aku tak bisa melindungi kalian" gerutunya sembari menggosok-gosok kasar tubuhnya dengan spons mandi.

"Lihat saja nanti....."

.
.
.
.

Bersambung.......

Maaf......  jika update-nya lama. Itu semua karena aku sibuk skripsi......

Hah...... ini adalah moment-moment stresnya mahasiswa.

Continuer la Lecture

Vous Aimerez Aussi

198K 9.8K 32
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...
134K 10.4K 88
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
51.5K 3.7K 52
"Jika ada yang harus berkorban dalam cinta ini, maka itu cintaku yang bertepuk sebelah tangan" - Dziya Idzes "Sekat-sekat ruang yang tertutup layakn...
316K 23.9K 108
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...