STALKER - Beside Me [REVISI] ✔

By smileracle

102K 13.7K 13.3K

Bagaimana jika setiap aktivitasmu diawasi oleh seseorang yang tak dikenal? Hidup Ruwi menjadi lebih tidak ten... More

Prolog
2 - New Friends
3 - Seseorang yang Peduli
4 - xxxx is Calling
5 - What I Feel (1)
6 - What I Feel (2)
7 - Preman dan Bunga
8 - Sebuah Surat
9 - The Incident
10 - It's okay, But...
11 - Kecurigaan
12 - Benang Merah
13 - Hidden Person
14. Chandra's Side Story
15 - Serpihan
16 - Serpihan 2
17 - Lindungi Ruwi!
18 - Save Me!
19 - Rumah Sakit
20 - Pengakuan
21 - Maaf...
22 - Happy Ending?
23 - 1004
24 - Siapa Mr. R?
CAST
25 - Pria itu...
26 - Belum Usai
27 - Sebuah Janji
28 - Ketemu
29 - Dua Perisai
30 - Memori Masa Lalu
31 - It's Okay not to be Okay
32 - Kembali pada Kenyataan
33 - H-1
34 - D-Day
35 - His Face
36 - Kepingan Rahasia
37 - Serious Talk
38 - Stalker Baru
39 - Laporan Terakhir
40 - Ayah Idaman
41 - Face to Face
42.a - Hari Yang Dinantikan
42.b - Hari Yang Dinantikan
43 - Black Memories
44 - Fakta Lain
45 - Untitled
46 - Sebuah Keputusan
47 - Kalimat yang Membunuh
48 - Kabar Buruk
49 - An Apology
50 - Lembaran Baru
51.a - (Stalker) Beside Me
51.b - (Stalker) Beside Me
52 - R, Si Baik
53 - Love You Goodbye
54 - Untitled
55 - Love to Love
56 - One Fine Day
EPILOG
Special Part - Mr. R's Side Story

1 - Arti Nama

5.9K 717 655
By smileracle

Klik bintang sebelum membaca.
Vote yang kalian berikan sangat berharga bagi penulis. Terima kasih 😘

________________________________

---2 bulan sebelum kejadian---


Ruwi

Nama itu hanya terdiri dari satu kata, dua suku kata, dan empat huruf. Banyak orang percaya bahwa nama adalah doa dan harapan dari orang tua. Namun, hal itu dianggap tak berarti bagi pemilik nama 'Ruwi' itu. Ia tidak tahu pasti arti namanya. Tak ada orang yang bisa menjawab jika ia menanyakan hal itu. Pernah suatu kali ia bertanya pada Bunda pengelola panti asuhan. Bunda sempat kebingungan, tapi tetap menjawab. Asal. Katanya, Ruwi berarti cantik seperti bidadari. Ruwi memercayai itu selama beberapa tahun. Sampai akhirnya, ia memutuskan untuk mencari arti namanya di google.

Ruwi berarti hidup dalam damai.

Ruwi tersenyum kecut setelah membaca blog yang membahas arti namanya. Kemudian, ia lanjut membaca sampai selesai. Isinya hanyalah kebohongan dan bualan. Tidak ada satupun sifat dan karakter nama 'Ruwi' yang melekat dalam dirinya. Ia pun menutup aplikasi google, lalu menonaktifkan jaringan wifi yang tersambung di ponselnya.

"Kenapa?" tanya Siti, teman baru Ruwi. Bisa dibilang mereka masih sebatas rekan kerja karena sama-sama mengambil pekerjaan part time sebagai pramusaji di Contento Restaurant --restoran bertemakan Italia.

Siti termasuk orang yang teliti. Buktinya, disaat ia sedang bercengkrama dengan pramusaji lain, ia masih sempat melihat senyuman tipis Ruwi yang tengah sibuk dengan dunianya itu.

"Kenapa. Apa?" Ruwi balik bertanya.

Siti memutar kedua bola matanya. "Tadi lo senyum-senyum. Kenapa? Ada yang bikin kamu seneng?"

"Oh." Mulut Ruwi membentuk lingkaran lonjong. "Gur kepo sama arti nama 'Ruwi', jadi iseng deh nyari di google."

"Emang artinya apa?"

"Hidup dalam damai."

“Wah, keren, sih. Nama adalah doa dari orang tua. Kedua orang tua lo berharap supaya kehidupan yang lo jalani penuh dengan kedamaian.” Ucapan Siti membuat Ruwi terdiam selama beberapa detik. Obrolan-obrolan yang keluar dari mulut teman kerjanya yang lain samar-samar mengisi keheningan diantara mereka.

Ruwi tersenyum getir. Jika nama adalah doa dari orang tua, maka maaf, harapan mereka sepertinya belum terwujud karena selama 18 tahun ini hidup Ruwi belum merasakan kedamaian. Dia telah menelan banyak pil pahit sejak kecil. Fakta bahwa ia dibuang di hutan oleh ayahnya sendiri menjadi pil pertama yang harus ia telan dalam hidupnya. Tumbuh besar di panti asuhan, Ruwi selalu melakukan yang terbaik untuk mencari orang tuanya meski hanya mengandalkan ingatan masa kecil yang mulai memudar.

"Tuh, senyum itu lagi." Siti tidak mengerti makna dari senyuman yang mengembang di bibir Ruwi. Ia masih kesulitan menebak ekspresi orang meski sudah satu tahun mengikuti perkuliahan psikologi di universitas yang sama dengan Ruwi.

Sedetik kemudian, semua orang dikejutkan dengan kedatangan manager restoran yang baru saja memasuki ruangan pegawai itu. Setelah mendapatkan semua perhatian dari bawahannya, sang manager mulai berbicara, "Sebentar lagi makan malam, sudah ada beberapa tamu yang datang. Kalian harus bersiap-siap."

"Baik, pak." Jawab semua pramusaji di dalam ruangan itu.

Dan benar saja, seketika restoran Italia yang terletak di pusat kota itu kebanjiran pelanggan. Semua meja terisi penuh hingga lantai dua saat jam makan malam tiba. Beberapa chef terlihat sibuk mengaduk masakan di atas teflon yang tengah dijilat api merah biru membara. Beberapa dari mereka dengan hati-hati menaruh makanan yang sudah matang ke atas piring dan memberikan garnish untuk mempercantik penampilan.

Pelanggan datang silih berganti. Satu persatu meja yang tadinya terisi kian lama ditinggalkan dengan menyisakan piring dan gelas yang sudah kosong. Pramusaji segera membereskannya sebelum pelanggan baru datang mengisi meja itu.

Ruwi menatap steik sisa dalam piring yang dibawanya. Steik itu terlihat menggoda dengan dagingnya yang matang sempurna luar dalam ditambah saus berwarna coklat yang masih utuh di mangkuk kecil disampingnya. Ia ingin melahap makanan itu dengan mengesampingkan fakta bahwa itu adalah makanan sisa. Sekuat tenaga ia tahan karena ia bisa kena marah manager jika melakukan itu. Lebih baik makanan sisa diberikan pada kucing liar di belakang restoran. Memanusiakan manusia istilahnya.

"Kalo gitu, apa gue jadi kucing liar aja biar dikasih steik tiap hari?" bisik Ruwi setelah mendengar penjelasan dari Siti mengenai makanan sisa pelanggan.

"Kenapa gak ingin jadi orang kaya yang menyisakan makanan aja? Lebih baik daripada menjadi kucing liar," balas Siti seraya memasukkan spaghetti sisa ke dalam kantong plastik hitam, sedangkan sisa potongan daging sapi Australia itu ia taruh di wadah ukuran sedang yang nanti akan diberikan pada kucing liar di belakang restoran.

"Oh iya, kenapa gak jadi orang kaya aja, ya? He he he."

Siti tersenyum dibarengi gelengan kepala. "Nih, lo kasih ke kucing liar di belakang. Gue mau ambil piring lain yang ada sisa makanannya."

Ruwi menerima wadah itu kemudian berjalan menuju pintu belakang yang berada di dekat tempat cuci piring. Saat membuka pintu itu, Ruwi sudah dihadapkan pada beberapa kucing liar yang riuh mengeluarkan suaranya, seolah indra penciuman mereka tahu wadah yang dibawa Ruwi berisi makanan lezat. Ruwi buru-buru menyebarkan daging itu ke beberapa titik agar tidak terjadi perkelahian antar kucing karena saling berebut daging.

Jalan tikus di belakang restoran itu terlihat gelap dan... menakutkan. Bulu kuduk Ruwi langsung berdiri begitu angin malam menyapanya bersamaan saat ia menatap sekeliling.

Hanya ada satu lampu di sisi kiri restoran yang cahaya temaramnya tidak menjangkau tempat Ruwi berada. Cahaya lampu dari dapur restoran yang keluar dari ventilasi sedikit memberikan cahaya di sisi kanan restoran. Dari situ, Ruwi melihat siluet seseorang yang tengah berdiri. Ruwi menegak salivanya susah payah saat menyadari bahwa orang itu ternyata memerhatikannya. Ia cepat-cepat masuk ke dapur dan langsung mengunci pintu.

👣👣👣

Tepat pukul sepuluh malam, restoran ditutup. Para pegawainya satu persatu keluar dari pintu samping menuju tempat parkir.

Ruwi berhenti sebentar setelah beberapa menit berjalan di trotoar. Ia melepas flatshoes pada kaki kanannya, kemudian memijit tumit kakinya yang mulai berkedut. Siti yang berada disebelahnya pun refleks ikut berhenti sambil menatap aktivitas Ruwi itu.

"Gue dulu juga gitu kok, berdiri berjam-jam menggunakan high heels. Awalnya menyiksa, tapi sekarang gue udah terbiasa." Ruwi hanya tersenyum menanggapi ucapan Siti.

"Ini kali pertama gue pake high heels seharian. Rasanya gak nyaman banget."

“Nanti sampai di kos-an jangan lupa dikasih krim pereda nyeri sambil dipijat biar besok pagi nyerinya udah hilang,” saran Siti. Ruwi akan menerima saran itu dengan baik. Makin kesini, Ruwi bisa merasakan kalau Siti sudah seperti seorang kakak yang selalu memperhatikan adiknya. Ruwi senang dengan perlakuan seperti itu. Tiba-tiba ia merindukan kakak-kakak di panti asuhan dulu yang selalu memberikan kasih sayang. Sekarang, Ruwi jarang bertemu lagi dengan mereka karena mereka sudah memiliki kehidupan sendiri di berbagai daerah.

“Lo kelihatan capek banget, kalo udah sampai kos langsung istirahat aja gak usah belajar, lagian udah malam waktunya orang tidur.” Siti kembali bersuara setelah kembali melanjutkan
perjalanan.

Ruwi mengangguk setuju. “Jelaslah gue langsung tidur. Gue bukan mahasiswi ambis yang tiap malam belajar. Besok ada kuliah pagi juga, dilanjut kerja part time sampai malam.”

“Lo kerja di tempat lain selain di restoran?”

Ruwi lagi-lagi mengangguk. “Gue udah kerja part time di kafe tiap weekend. Tapi, setelah dipikir-pikir penghasilannya belum cukup, jadi gue perlu pekerjaan tambahan,” jelasnya.

“Tapi kenapa ambil dua pekerjaan sekaligus? Lo pengen tubuh lo hancur? Hah?! Daripada ambis kerja, gue lebih suka lo ambis belajar atau organisasi!” Siti tiba-tiba mengomel, nada bicaranya menunjukkan bahwa ia mengkhawatirkan Ruwi.

“Lo 'kan dapat beasiswa, kuliah gratis, dapat uang bulanan lagi. Jadi, gak usah terlalu ambis mencari uang tambahan," lanjutnya.

“Kak Siti, pesangon bulanan itu buat bayar kos dan biaya hidup, belum lagi gue harus beli buku demi menunjang kuliah dan keperluan lain. Jadi, gue masih butuh banyak uang tambahan.”

“Benar juga, sih, lo perlu mikirin biaya hidup dan kos. Untung rumah gue deket jadi gak perlu mikirin itu.” Siti akhirnya dapat memahami alasan Ruwi bekerja keras untuk menghasilkan uang. Kertas persegi itu memang segalanya di dunia ini. Demi memuaskan setiap kebutuhan yang selalu hadir tanpa henti, orang-orang menjadi gila kerja untuk bisa mendapatkannya.

Beberapa menit berjalan, keduanya pun tiba di halte bus yang bangkunya sudah terisi penuh oleh beberapa orang. Ruwi terpaksa berdiri dengan tumit kaki yang semakin berkedut meminta istirahat. Ia membuang napas lelah sembari melempar pandangannya ke sekeliling untuk mencari suatu pemandangan yang bisa mengalihkan perhatiannya dari rasa sakit yang dia rasa di kedua kakinya.

Ruwi mengunci pandangannya pada satu arah. Dari tempatnya, ia melihat seseorang yang berdiri di seberang jalan sana. Awalnya terlihat biasa saja, namun semakin lama dilihat Ruwi menjadi curiga. Apakah orang itu sedang menatapnya?

“Kak Siti,” panggil Ruwi sembari mencolek lengan pemilik nama itu. “Coba lihat orang di seberang jalan, deh. Gue ngerasa dari tadi orang itu lihatin kita terus.”

Kedua mata Siti langsung beralih menatap orang yang dimaksud. Lama mengamati, Siti memiliki pemikiran berbeda. “Mungkin dia lagi nonton video iklan yang ada di samping kita,”
ucapnya. Kebetulan di sebelah kiri mereka ada sebuah LED screen yang menampilkan video iklan dari merek suatu skincare. Model di dalam video itu merupakan artis cantik yang sedang naik daun, maka tak heran jika orang yang berdiri di seberang jalan itu menatap cukup lama saking terpesona.

Ruwi mencoba berpikiran demikian, tapi hati kecilnya masih merasakan keganjalan. Orang di seberang jalan itu jelas-jelas memperhatikannya sejak tadi, atau mungkin penglihatan Ruwi yang salah?

Tak lama, bus terakhir yang melalui jalan itu akhirnya tiba. Penumpang di dalamnya berhamburan keluar sebelum penumpang yang sedari tadi menunggu di halte masuk. Ruwi dan Siti menjadi orang terakhir yang masuk ke dalam bus.

👣👣👣

Kisaran 20 menit berada di bus, Ruwi dan beberapa orang yang tak ia kenal turun di pemberhentian terakhir. Ruwi kembali memaksa kakinya yang sudah pegal untuk berjalan dari halte menuju indekos. Memasuki gang Arjuna yang sempit dan temaram, Ruwi mulai merasakan hawa tak enak. Matanya sesekali melirik kanan-kiri bergantian sekadar mengecek apakah ada tanda-tanda kehidupan di lingkungan itu. Lirikan mata gadis itu beralih menatap layar ponsel.

22.38

Meski belum terlalu larut malam, nyatanya gang yang padat permukiman itu sudah seperti daerah mati karena tidak ada satu pun suara yang terdengar ataupun aktivitas manusia yang terlihat. Semakin malam, udara semakin dingin. Ruwi mempererat jaketnya untuk menutupi perutnya yang terkena angin malam.

Tuk tuk tuk...

Suara langkah kaki terdengar dari belakang. Ruwi memegang tengkuk lehernya yang tiba-tiba merinding. Entah kenapa perasaannya menjadi tidak enak. Ia berhenti saat menyadari bahwa suara langkah kaki yang ia dengar sebelumnya kini tidak terdengar lagi. Kemana? Sebelum Ruwi menoleh untuk memastikan, ia sudah dikejutkan oleh sebuah tangan yang memegang pundaknya tiba-tiba. Ruwi terlonjak kaget. Hendak berteriak.

"Mila?! Bikin kaget aja deh." Seru Ruwi setelah tahu bahwa pemilik tangan itu adalah mahasiswi teknik yang satu indekos dengannya.

"Wkwk, sorry. Gue gak ada niat buat ngagetin lo. Tapi lucu juga sih ekspresi kaget lo tadi. Wkwk." Ucap Mila dilanjut dengan meniru ekspresi kaget Ruwi.

Ruwi geleng-geleng kepala. Kemudian melanjutkan jalannya. "Dari mana lo? Udah malam masih aja keliaran."

"Ngepet." Jawabnya santai.

Ruwi menatap aneh. "Siapa yang nunggu lilin?" Ia menanggapi candaan temannya itu.

Tangan Mila mengisyaratkan Ruwi untuk mendekat. Ruwi pun menurut saja. "Kevin." Bisiknya.

Ruwi membelalak. "Lo bawa dia ke kamar?!" Mila mengangguk santai. "Gila lo! Kalo sampai ketauan ibu kos gimana?!"

"Makanya lo diem-diem aja. Sttt..."

"Hadeh, inget! Jangan sampai kebablasan. Harus tau batasan kalo pacaran di kamar!"

"Iya, lo tenang aja. Gue sama Kevin gak macam-macam di kamar. Kita cuma ngerjain tugas bareng."

"Aneh aja ngerjain tugas di kamar, berdua lagi. Siapa yang tau kalian macam-macam atau gak." Ruwi terdiam sejenak. "Oh iya, lo belum jawab serius pertanyaan gue. Lo abis dari mana? malam-malam keluar sendirian."

"Oh, gue beli makanan ringan di toserba." Jawab Mila sambil menunjukkan kantong belanjanya yang penuh akan aneka makanan dan minuman ringan. "Kebetulan camilan gue abis, jadi sekalian beli banyak deh." Terangnya seperti sudah tau reaksi Ruwi.

"Boros banget, sih jadi anak." Gumam Ruwi. "Kenapa jalan kaki? Motor lo mana?" Tanyanya lagi.

"Dipinjem Wina ke kos temannya."

Mereka pun sampai di depan indekos khusus putri dengan cat berwarna merah muda itu. Mila sibuk membuka pintu utama yang terkunci itu, kemudian segera masuk diikuti Ruwi setelah berhasil membukanya.

"Ingat! Tuhan mengawasi kalian." Kata Ruwi setelah sampai diambang pintu kamarnya. Kebetulan kamar mereka bersebelahan. Di lantai satu dekat ruang tv.

"Iya, lo tenang aja. Kalo gue neko-neko sama Kevin, lo boleh rusakin pintu kamar gue terus lo pukul kepala gue pake teflon."

Ruwi hanya bisa tersenyum sambil geleng-geleng kepala. "Hari ini terakhir lo bawa cowok lo ke kamar. Besok-besok kalo mau belajar kelompok ke lapangan atau ke taman aja." Kata Ruwi sebelum ia masuk ke kamarnya.

"Oke, siap." Jawab Mila agak keras supaya Ruwi mendengarnya dari balik pintu.

.
.
.

Love,
Arama 🐾

Continue Reading

You'll Also Like

1M 102K 51
Ketika menjalankan misi dari sang Ayah. Kedua putra dari pimpinan mafia malah menemukan bayi polos yang baru belajar merangkak! Sepertinya sang bayi...
3K 503 34
BTS FANFICTION INDONESIA _______________________________ A beautiful and twisting journey Ini bukanlah cerita cinta tentang Idola yang berkencan deng...
514K 34.2K 27
Chris cowok ganteng, tajir, ramah, ketua klub olahraga, dan juga ketua gensters. dia dihormati semua teman sekolah bahkan guru-gurunya. Tapi Chris me...
ENOUMENT By a.t

Teen Fiction

1.4K 396 25
𝙲𝚘𝚟𝚎𝚛 𝚋𝚢 ©𝚙𝚒𝚗𝚝𝚎𝚛𝚎𝚜𝚝 °°°° "loh ko ada lu ka?" "Ohh ini yang bakal jadi adik tiri gue" ledek Reval sambil menaruh kembali gelas yang i...