Is This Love? (TAMAT)

By AyaEmily2

1.1M 90K 2.7K

[CERITA MASIH LENGKAP SAMPAI END] Farrel Aditama Effendi. Muda, tampan, dan kaya yang hobinya bersenang-senan... More

1. Prolog
2. Tunangan sang Kakak
3. Jahil
4. Sikapnya Berubah
5. Lukisan
6. Alergi
7. Kenangan
8. Rasa Bersalah
10. Rekayasa
11. Panik
12. Semakin Tegang
13. Aku Mencintaimu
14. Si Dingin Fachmi
15. Pilihan Kanza
16. Curahan Hati
17. Mama si Kembar
18. Para Gadis
19. Yang Dicintai Kanza
20. Usaha Farrel
21. Permohonan Farrel
22. Meminang
23. Epilog

9. Fachmi Kembali

41.2K 3.7K 190
By AyaEmily2

Jumat (12.09) 31 Agustus 2018

---------------------------

Kanza mengerang pelan lalu membenarkan posisi tidurnya. Dia sudah siap lelap kembali saat tanpa sengaja tangannya menyentuh sesuatu yang tampak melingkari pinggangnya.

Mata Kanza masih terasa berat untuk dibuka. Jadi dia hanya meraba-raba benda di pinggangnya, berusaha mengenali. Hingga kesadaran menyentak Kanza membuat matanya terbuka tiba-tiba.

DEG.

Apa yang terjadi semalam langsung memenuhi benak Kanza sejelas film layar lebar. Wajahnya langsung memerah, malu mengingat lebih jauh.

Ya, ciuman itu tidak hanya menjadi ciuman biasa seperti sebelumnya. Ciuman itu menjadi semakin panas dan akhirnya merambat ke mana-mana. Dan ujungnya, Kanza menyerahkan diri sepenuhnya pada Fachmi.

Tidak ada paksaan. Bahkan Kanza ingat betul dirinya juga menikmati. Hal itulah yang membuat Kanza semakin merasa malu.

Cup.

Sebuah ciuman mendarat di tengkuk Kanza yang terbuka. Seketika jantung Kanza memacu cepat sementara seluruh tubuhnya seolah terjaga.

"Hmm, selamat pagi."

Kanza menelan ludah mendengar suara serak Fachmi. Dia tidak menanggapi, terus diam pura-pura tidur.

"Kenapa kau jadi pendiam begini?" Farrel memeluk Kanza lebih erat seraya bibirnya mengecup sisi leher wanita itu. "Padahal semalam kau begitu liar dan bersemangat."

Refleks Kanza menoleh seraya melemparkan tatapan tajam ke arah Farrel. Sudah tidak bisa digambarkan lagi betapa malunya dia.

"Apa?" Farrel nyengir. "Kau terlihat semakin cantik saat melotot seperti itu."

Kanza segera memalingkan wajah membelakangi Farrel seraya menarik selimut agar menutupi kepalanya. "Pergilah, kembali ke kamarmu! Aku mau mandi," perintah Kanza dari balik selimut.

Farrel terkekeh lalu berusaha menarik selimut dari kepala Kanza namun wanita itu menahannya. "Aku mau mandi di sini. Bersamamu." Kata terakhir Farrel ucapkan dengan nada sensual.

"Tidak mau! Pergi dari sini!"

"Kau tega sekali. Menyuruhku pergi setelah membuat banyak tanda merah di sekujur tubuhku." Nada suara Farrel terdengar sedih namun bibirnya menahan senyum geli.

Kanza terbelalak lalu dia menurunkan selimut dari wajah untuk melihat tanda merah yang Fachmi maksud. Namun tidak ada apapun di dada telanjang lelaki itu. Seketika wajah Kanza makin memerah saat menyadari Fachmi hanya menggodanya.

"Fachmi, kau menyebalkan!"

Mendadak binar di wajah Farrel menghilang. Ekspresinya berubah kesal. Sebelum Kanza kembali menutup kepalanya dengan selimut, Farrel langsung menindih tubuh wanita itu seraya menahan kedua tangannya di atas kepala.

"Ka-kau, mau apa?" Kanza mulai panik.

"Menurutmu aku mau apa?" geram Farrel seraya mendekatkan wajahnya ke wajah Kanza. "Jangan pernah sebut nama itu saat kau bersamaku."

"Nama apa?" tanya Kanza antara bingung dan panik.

"Fachmi. Jangan sebut Fachmi saat kau bersamaku."

"Tapi, itu kan-"

"Lakukan saja apa yang kukatakan. Jangan banyak tanya." Setelahnya bibir Farrel memagut bibir Kanza dengan liar, lalu percintaan semalam kembali terjadi untuk mengawali pagi ini.

***

Sesekali Kanza melirik Fachmi yang tengah makan di seberang meja dengan lahap. Ada yang ingin dia tanyakan namun ragu bagaimana mengutarakannya.

"Kanza, berhenti menatapku seolah kau ingin melahapku. Kita sudah melakukannya beberapa kali pagi ini. Jadi beri aku waktu untuk istirahat."

Kanza terbelalak mendengar kata-kata yang Fachmi ucapkan tanpa menatapnya. Seketika semburat merah kembali memenuhi wajah Kanza. "Aku tidak menatapmu seperti itu!"

Farrel terkekeh seraya mengangkat kepala, membalas tatapan mata kecokelatan wanita di hadapannya. "Jadi kau mengakui bahwa sejak tadi kau menatapku."

"Tidak!"

"Apanya yang tidak?"

"Kapan aku mengakui sedang menatapmu?"

"Berarti kau memang menatapku tapi tidak mau mengakuinya."

Kanza membuka mulut siap membantah. Tapi kemudian dia menutup mulut kembali. Percuma memperdebatkan sesuatu yang tidak penting. "Hmm, sebenarnya aku ingin bertanya sesuatu."

"Apa?" tanya Farrel seraya menandaskan suapan terakhirnya.

"Kenapa-kau tidak ingin dipanggil Fachmi? Bukankah itu namamu?"

Farrel minum sejenak sebelum balik bertanya, "Kapan aku mengatakan itu?"

Kanza merengut. "Tadi pagi kau mengatakannya."

"Kau pasti salah dengar."

"Aku tidak mungkin salah karena kau-" ­Karena kau langsung menyerangku setelah mengatakan itu.

"Karena kau apa?" tantang Farrel.

"Pokoknya aku tidak mungkin salah dengar."

"Apa buktinya? Apa kau punya rekaman saat aku mengatakan hal itu?"

Grrr!

Rasanya Kanza ingin memukulkan sendok di tangannya ke kepala Fachmi. Beruntung dia masih sanggup menahan diri.

"Kenapa diam? Kau tidak punya bukti?"

"Terserahlah!"

Kanza berdiri dengan kesal seraya membenahi bekas makan mereka. Sementara itu Farrel tersenyum kecil namun senyumnya kali ini bercampur kesedihan.

Yah, dia ingin sekali mengatakan pada Kanza siapa dirinya. Dia ingin wanita itu menyebut namanya dengan benar saat bersamanya. Namun entah mengapa, Farrel merasa takut. Takut jika itu ia lakukan, Kanza akan langsung membencinya lalu mengusirnya jauh.

Astaga! Farrel sungguh tidak mengerti dirinya sendiri. Kenapa dia jadi ingin berlama-lama bersama Kanza? Apa yang menarik dari wanita itu hingga berhasil menjeratnya?

Kanza memang cantik. Tubuhnya juga bagus. Tapi mantan kekasih Farrel banyak yang jauh lebih cantik dengan tubuh lebih seksi. Jadi, kenapa dia malah tidak sanggup memalingkan wajah dari Kanza?

Tidak mau terlalu larut dalam pertanyaan di kepalanya yang tidak menemukan jawaban, Farrel berdiri lalu menghampiri Kanza yang saat ini tengah mencuci piring di wastafel. Perlahan lengannya melingkari pinggang Kanza sementara dagunya ia tumpangkan di atas pundak Kanza.

Lagi-lagi Kanza harus merelakan jantungnya berpacu cepat saat Fachmi memeluknya dari belakang. Dia bahkan nyaris menjatuhkan piring yang ia cuci karena keberadaan Fachmi yang menempel di belakang tubuhnya berhasil mengacaukan konsentrasi Kanza.

"Ke-kenapa?"

"Apanya yang kenapa?"

Kanza tidak bisa menahan diri untuk merengut meski debar jantungnya masih bertalu-talu di dada. "Kau suka sekali menjawab pertanyaan dengan pertanyaan lagi."

"Kau juga suka sekali bertanya dengan kata-kata yang ambigu."

Sadar Farrel tidak akan menjawab pertanyaannya tadi, Kanza memutuskan menutup mulut dan fokus pada kegiatan mencuci piring. Tentu saja hal itu sulit dilakukan karena Farrel masih terus memeluknya.

"Setelah ini, apa yang akan kita lakukan?" tanya Farrel setelah Kanza selesai mengeringkan piring terakhir lalu meletakkannya di rak.

"Kau bertanya pendapatku?"

"Tentu saja."

Cup.

Kanza menelan ludah dengan susah setelah satu kecupan mendarat di sisi lehernya. "Hmm, bisakah kau menjauh? Aku tidak nyaman jika kau terus menempel begitu."

"Kalau aku menempel padamu di ranjang, apa kau tidak keberatan?"

Wajah Kanza memerah. "Tidak."

"Bagus sekali. Aku juga tidak keberatan." Farrel menyeringai.

"Bukan begitu maksudku!" seru Kanza malu. "Ah, sudahlah. Aku ingin membersihkan gudang hari ini."

"Kedengarannya menyenangkan," gumam Farrel. Setelah satu kecupan lagi ia daratkan di sisi leher Kanza, lelaki itu mundur lalu melepaskan pelukannya. "Kalau begitu selamat bekerja."

Kanza ternganga saat Farrel berbalik hendak menuju kamar. Buru-buru dia menghentikan lelaki itu dengan menahan lengannya. "Kau mau ke mana?"

"Tidur."

"Tidur? Sementara aku membersihkan gudang seorang diri?"

Farrel mengangkat bahu dengan raut tak bersalah. "Kau yang punya ide membersihkan gudang dan aku tidak akan menawarkan diri untuk membantu."

"Dasar banci! Kau tidak mau membantu karena takut pada hewan-hewan yang bersarang di sana, kan?"

"Aih, bagaimana kau bisa tahu?" Farrel mencubit pipi Kanza dengan gaya gemulai.

Kanza memukul punggung tangan Farrel lalu setengah menyeretnya menuju gudang. "Pokoknya kau harus membantuku!"

"Aku akan mencumbumu habis-habisan sebagai imbalannya."

Kata-kata Farrel bagai janji yang pasti akan ia penuhi. Namun Kanza pura-pura tidak mendengar dan terus menarik Farrel menuju gudang.

***

Lelaki itu keluar dari bandara lalu segera masuk ke taksi yang sudah dipesannya. Malam sudah larut, karena itu ia memilih menggunakan jasa taksi daripada harus menghubungi teman atau saudaranya untuk dijemput. Dalam hati dia bertekad akan mempekerjakan sopir setelah menikah nanti dan membeli rumah. Untuk saat ini dia tidak bisa melakukannya karena dia masih tinggal di apartemen.

Di kursi belakang taksi, lelaki itu memijit kening seraya membuka beberapa kancing bagian atas kemejanya yang dilapisi jaket kulit. Pekerjaannya berjalan lancar namun beberapa masalah yang timbul tanpa bisa dicegah membuatnya harus merelakan beberapa jam waktu tidur. Kini dia kelelahan dan kepalanya sedikit pening. Dia bertekad akan tidur selama yang tubuhnya butuhkan begitu tiba di kediamannya.

Beberapa menit kemudian, taksi melambat di depan gedung apartemen lelaki itu. Dia segera membayar lalu keluar sambil menenteng tas berisi pakaian dan beberapa buah tangan untuk wanita yang kini tinggal di apartemennya.

"Fachmi?"

Langkah kaki lelaki itu terhenti mendengar seseorang memanggilnya. Dia menoleh ke sumber suara dan langsung mengenali orang itu. Dia adalah penerima tamu yang bertugas tiap malam.

"Ada apa, Cade?" tanya Fachmi dengan nada dingin andalannya.

Lelaki yang dipanggil Cade mengerutkan kening. "Kapan kau keluar apartemen?"

"Aku bahkan baru pulang setelah pergi beberapa hari."

"Tapi kemarin kau-shit! Itu pasti Farrel."

"Kalau tidak ada hal penting yang ingin kau bicarakan, sebaiknya aku masuk."

"Ah, ya. Silakan." Cade meringis. Memang lebih mudah berbincang dengan Farrel daripada Fachmi. Dia selalu berhasil membuat lawan bicaranya terintimidasi.

Kembali Fachmi melanjutkan langkah. Beberapa menit kemudian dia sudah berada di depan pintu apartemen lalu memasukkan kode keamanan. Tiba di dalam, dia melempar tasnya dengan asal ke sofa seraya melepas jaket yang juga ia lempar ke sofa di atas tasnya.

Semua ruangan gelap. Namun Fachmi tidak bergerak untuk menyalakan lampu karena dia hafal betul letak tiap perabotan dalam rumahnya. Kakinya terus melangkah menuju kamar utama tapi nyaris saja dia terjatuh saat kakinya terantuk benda asing.

Menajamkan penglihatan, Fachmi membungkuk memperhatikan benda yang nyaris mencelakakan dirinya. Ternyata benda itu adalah kardus penuh barang-barang yang diingat Fachmi berada di gudang. Lebih tepatnya rongsokan yang ditumpuk Farrel di gudang.

Menghela napas, Fachmi melewati kardus-kardus itu lalu melanjutkan langkah. Adiknya memang seperti itu. Suka melakukan banyak hal semaunya. Selama yang Farrel lakukan tidak mengganggunya, Fachmi akan memilih diam saja. Dia sudah terbiasa mengalah pada Farrel. Dan Fachmi sama sekali tidak mengeluh. Dia menyayangi sang adik dan turut bahagia jika adiknya bahagia.

Tapi yah, tentu saja. Semua ada batasnya. Tidak jarang Fachmi marah hingga melayangkan pukulan ke wajah Farrel. Paling sering masalahnya karena wanita. Bukan karena berebut wanita. Tapi Farrel selalu cemburu jika Fachmi dekat dengan seorang wanita, terutama yang berpotensi menjadi istrinya.

Klek.

Pintu kamar terbuka pelan. Lampu di kamar itu juga mati namun suasana tidak segelap di luar kamar karena ada cahaya bulan yang menerobos masuk dari jendela kaca.

Sambil meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku, Fachmi terus berjalan ke arah ranjang. Tapi mendadak langkahnya terhenti di tengah kamar dengan tatapan mengarah pada sepasang pria dan wanita yang tampak lelap di bawah selimut yang sama.

---------------------------

Hohoho... yang pada nanyain, nih akhirnya Fachmi datang.

~~>> Aya Emily <<~~

Continue Reading

You'll Also Like

1.3M 63.9K 50
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
165K 20.2K 60
(COMPLETED) Yasmin adalah Gadis SMA biasanya yang tubuhnya sedikit tambun. Ia merasa kalau hidupnya akan terasa biasa saja, tanpa ada kisah-kisah rom...
617K 37.3K 56
Ada dua alasan Alexa rajin pergi ke gym. Satu, tentu ingin tubuh lebih kencang, sehat dan bugar. Kedua, bertemu dengan laki-laki yang selama ini mena...
2.8K 478 38
❝Dari jutaan manusia, mengapa harus dia?❞-GL ❝Untukmu sang fatamorgana, aku mencintaimu. Dari sang aksara amerta.❞-LBQ ❝Bahkan ketika kau pergi menin...