Getaway 》Styles a.u

By catwink

11.4K 1.1K 514

When two people need to sacrifice their normal life and love over a dangerous mission. [ Indonesian ] More

"There's a bomb in your house."
"Don't give up."
"Hope to see you and Lily soon, eh?"
"Welcome to the Hugo's."
"It's all or nothing."
"Let it be, then."
"Good luck."
"If you trust me,"

"Always and forever."

918 128 58
By catwink

Malam harinya, Harry dan Lily sudah bersiap untuk tidur. Mereka benar-benar menginap di kantor Hugo. Menempati salah satu kamar dari beberapa ruangan khusus yang berada di bawah tanah, tepatnya satu lantai di bawah hall utama. Ruangan tersebut memang sengaja disediakan untuk para agen agar bisa beristirahat bila tidak sempat mencari penginapan. Ya, agen-agen di sana jarang ada yang mempunyai tempat tinggal tetap. Begitulah saking sibuknya mereka. Jika memiliki keluarga, itu adalah sebuah pengecualian.

“Lily, kemari.”

Tanpa menjawab, Lily langsung menghampiri Harry yang tengah duduk di tengah kasur. Ia sempat menggulung ujung lengan dari kaus putih kebesaran yang ia kenakan. Berbeda dengan Harry, kaus serupa yang ia pakai tampak pas di badannya. Bisa dibilang mereka berdua baru saja dapat pinjaman baju dari Louis. Pihak kantor ternyata belum sempat menyiapkan pakaian mereka.

“Polisi menemukan kotak ini dari puing-puing rumah kita. Masih utuh, coba saja dibuka,” kata Harry. Ia menyerahkan sebuah kotak hitam berukuran sedang kepada Lily yang telah duduk bersila di hadapannya.

Lily menaikkan satu alis ketika melihat sebuah kalung di dalamnya. “Kenapa mereka sempat-sempatnya mengambil ini?”

Harry lantas tersenyum sambil menyisir pelan rambut Lily dengan sayang. “Aku yang menyuruh Louis. Lagipula aku ingin kau memakainya terus.”

Aw.” Lily pun ikut tersenyum mendengar jawaban Harry. Jemarinya menyentuh benda kecil berbentuk simbol infinity yang menghiasi kalung tersebut.

Harry seketika mengeluarkan benda itu dari kotaknya sebelum memegang kedua pundak Lily. “Berbaliklah.”

Lily menurut dan mengangkat rambutnya. Ia biarkan Harry melingkarkan rantai kalung pada lehernya, kemudian mengaitkan kedua ujungnya menjadi satu. “Jangan pernah dilepas lagi, oke?”

Always and forever,” tunjuk Lily pada kalimat yang tercetak jelas di kotak kalung yang ia pegang.

Harry menghela napas, menarik Lily agar lebih mendekat lalu menyandarkan dagunya pada pundak istrinya itu. “Besok Niall datang,” gumamnya.

“Aku tahu.”

Harry sedikit cemberut. “Apa kau senang? Karena aku tidak.” Ia mendesah frustasi. “Jangan tertawa, aku serius,” ucapnya lagi ketika Lily tertawa geli, seakan meremehkannya.

“Dia sahabatku, sudah pasti aku senang,” timpal Lily seraya memainkan jari tangan Harry yang tengah melingkar di perutnya.

Laki-laki itu terdiam sebentar. Namun tiba-tiba ia melepas pelukannya dengan gusar. “Sudah ya, aku mau tidur.”

Hey!” Lily heran dengan sikap Harry yang mendadak bad mood.

“Kau marah?” tanya Lily lagi, mendapati Harry dengan mata tertutup sehabis menarik selimut hingga melapisi setengah badannya.

“Tidak, tidak sama sekali,” balasnya sarkatis.

“Yasudah.” Lily tadinya berniat menjelaskan maksud perkataannya barusan, tapi tidak jadi karena rupanya ia lebih memilih untuk tidur. Ia merasa cukup lelah hari ini.

Memposisikan badannya di samping Harry, Lily pun berbisik, “goodnight.” Lampu di meja nakas ia matikan. Akibatnya keadaan kamar yang remang sekarang menjadi gelap gulita.

Tak lama kemudian sebuah lengan memeluknya erat dari belakang. “Maaf,” bisik Harry.

Lily hanya tersenyum simpul, menutup mata, dan akhirnya tertidur pulas.

*

“Lebih tinggi.”

Kedua tangan Harry memegang milik Lily dari belakang, mengepalkannya lalu meninju udara dengan gerakan lambat. Harry berusaha memberi arahan tentang cara memukul yang benar kepadanya. Sesekali, peluh dari kedua insan tersebut menetes dari kening masing-masing.

"Coba sekarang."

“Seperti ini?”

Lily mengatur napasnya lalu kembali melayangkan pukulan pada target yang dipegang Harry.

“Lebih cepat. Bunyinya akan berbeda.”

DUG!

“Lagi.” Instruksi Harry membuat Lily menghela napas untuk kesekian kalinya.

I hate this.”

DAK! DAK! DAK!

 

Whoa!” Harry kontan membelalak, menjaga keseimbangannya. “Kenapa kau malah menendangku?!” protesnya kemudian. Ulah Lily yang tidak main-main membuatnya terkejut. Tapi kalau boleh jujur, tendangan wanita itu cukup keras hingga ia sendiri merasa sedikit nyeri.

Lily terkekeh, memasang wajah bersalahnya. “Maaf, aku tidak tahan lagi.”

Harry mendecak. “Kalau begitu kita istirahat sebentar. Boleh, 'kan?” tanyanya pada dua orang berpakaian rapi–dengan jas ditambah kacamata hitamnya–yang sedari tadi berdiri mengawasi kegiatan Harry dan Lily. Kedua lelaki tersebut berpandangan sebelum salah satu dari mereka mengangguk kaku pada Harry.

“Akhirnya!” Lily bersorak lalu keluar dari matras yang memang khusus ditempatkan di ruangan mereka berada. Ia menghampiri salah satu bangku panjang dan duduk di sana. Seorang pelayan wanita berlari kecil mendekat dan menyerahkan dua botol air minum beserta handuk kecil.

“Oh? Terima kasih,” ucap Lily, membuat pelayan itu tersenyum. Harry baru menyusul ketika pelayan itu keluar dari ruangan.

“Siapa?”

Lily mengedikkan bahunya. Ia memberikan Harry sebotol air lalu menegak satunya lagi. “Harusnya mereka tak perlu melakukan ini,” ujarnya sembari mengamati dua orang penjaga tersebut dari jauh.

Harry hanya diam, namun pandangannya mengikuti arah mata Lily tertuju. Sekarang dua lelaki tersebut berjalan tegap menghampiri pintu kemudian membukanya. Sosok Liam seketika muncul dari balik pintu. Ia tersenyum saat menemukan orang yang ia cari.

“Tak ada masalah, 'kan dengan tes hari ini?” tanyanya sambil berkacak pinggang sesaat ia berdiri di hadapan Harry dan Lily.

Yang ditanya pun menggeleng secara bersamaan. “Tidak.”

“Syukurlah. Aku khawatir kalian belum terbiasa lagi, mengingat lamanya kalian meninggalkan dunia ini. Tapi kondisi kalian secara mengejutkan masih fit setelah berolahraga berjam-jam. Aku heran.” Liam menaikkan satu alisnya. “Kecuali Lily, ia memang sedikit-”

“Lily kenapa?” potong Harry kontan menatap wanita disebelahnya itu.

Lily tampak gugup. “A-aku baik-baik saja…” Ia menatap Liam dengan penuh ekspetasi.

Liam lantas membuka mulut, mengingat sesuatu di benaknya sebelum menggeleng. “Maksudku, Lily terlihat lebih bugar. She’s fine.” Ia tersenyum meyakinkan.

That’s good to hear.” Harry melempar senyum yang dibalas oleh istrinya itu. Pantas saja ia semangat sekali, batinnya dalam hati.

“Oh iya, aku ke sini juga mau menyampaikan pesan dari Bos Hugo. Tiga puluh menit sesudah bertanding, kalian harus ke ruanganku segera.” Liam memasukkan tangannya ke saku jas lab yang ia pakai. “Aku pergi dulu.”

Harry dan Lily kontan mengernyit.

“Apa dia bilang? Bertanding?” tanya Lily memperhatikan punggung Liam yang kini menjauh.

“Entahlah.”

Setelah beristirahat sejenak, dua penjaga yang sama menyuruh Harry dan Lily untuk kembali menjalani kegiatan mereka sebelumnya. Tapi sesi kali ini ternyata berbeda.

“Apa? aku dan Lily harus bertanding?!”

“Benar, Tuan Styles. Bertanding satu lawan satu. Tuan Besar akan menyaksikan anda berdua dari jendela pengawas di sana,” tunjuknya pada jendela hitam legam yang tidak terlalu jauh di belakang ruangan. Namun pandangan dari posisi mereka tidak bisa menembus ke dalam.

Lily menggerutu pelan, nyaris berbisik. Mau tak mau ia dan Harry harus menurut.

Dengan sangat terpaksa, Harry dan Lily mempersiapkan diri pada sudut yang berlawanan dengan matras yang mereka pijaki.

Harry memberi isyarat agar Lily maju duluan. Ia sebenarnya enggan jika harus melawan perempuan. Rasanya tidak adil. Apalagi wanita di hadapannya ini tidak lain dan tidak bukan adalah istrinya.

Namun tidak disangka-sangka, Lily malah menggeleng. Dan isyarat itu pun berbalik, menyuruh Harry agar membuat gerakan terlebih dahulu.

Pasrah, akhirnya laki-laki berambut keriting tersebut mengambil langkah lalu mengarahkan pukulan pada pipi Lily. Beruntung, wanita itu langsung menjauhkan kepalanya dan segera membalas dengan menjatuhkan pukulan ke arah perut. Tapi gerakannya gagal, alias tidak kena, malah menimbulkan hembusan angin saking cepatnya.

“Awas.” Harry berbisik sebelum kepalan tangannya nyaris menghajar wajah Lily. Lagi-lagi ia berhasil menghindar, walaupun awalnya tidak ia duga.

“HAH!” Lily kembali gencar melawan, tapi Harry menepis pukulannya. Sebaliknya saat giliran Harry tiba, Lily bisa menghindar dengan lincah. Terus seperti itu, membuat keduanya gemas.

Salah satu dari dua pria suruhan Bos Hugo memeriksa arlojinya. Sudah lewat setengah waktu dari 30 menit. Jika saja Harry ataupun Lily yang kalah, sebenarnya mereka bisa mengakhiri pertandingan saat itu juga. Tapi mereka tidak berkutik sedikit pun untuk menghentikan kegiatan dua orang di hadapannya itu.

Masih dengan kondisi awal, berkali-kali serangan dikerahkan oleh Harry maupun Lily. Namun di antara mereka berdua tidak ada yang kena satu kali pun. Deru napas yang tersengal-sengal menandakan bahwa keduanya sudah mulai kelelahan, sementara detak jantung mereka terus saja berpacu.

“Masih lama?!” tanya Harry menggeram kesal di sela-sela aturan napasnya yang memburu. Ia mengakui kalau Lily adalah lawan yang cukup tangguh untuk ukuran seorang wanita.

“Belum ada yang menang dan kalah, Tuan,” jawab penjaga tersebut akhirnya memberitahu syarat permainan bisa berakhir.

“Apa kalian punya nama?” tanya Lily kemudian, sesekali mengecoh Harry dengan pukulan semunya.

“ Jack dan Troy, Nyonya.”

“Kau yang bernama Jack dan kau, Troy…” Lily menunjuk mereka satu persatu tanpa lengah dengan gerakan Harry. “Kenapa kalian tidak bilang daritadi?! Harry, cepat mengaku kalah!”

“Apa?! No way!” tolak Harry tidak terima jika dirinya harus kalah melawan wanita. Sungguh tidak etis, menurutnya.

“Kalau begitu tidak ada pilihan lain.” Lily lantas mengurangi jarak antara dirinya dengan Harry ketika memegang kedua pipi suaminya itu.

Harry yang tadinya sudah siap dan hendak melakukan serangan balasan pun langsung berhenti. Perlahan, ia jatuhkan lengannya ke sisinya. “Apa yang kau lakukan?” tanyanya kebingungan.

Lily tidak menjawab, melainkan tersenyum manis sembari membelai pipi Harry pelan. “Just look at me.”

Apa maksudnya? batin Harry tidak habis pikir. Tapi ia seketika menyadari sesuatu setelah tak sengaja melirik ke bawah. Kaki Lily ternyata sudah siap menendang selangkangannya.

“ARGH!” Lily mengerang ketika kalah cepat dengan Harry yang langsung menggamit kedua lengannya. Ia menyatukannya ke belakang punggung wanita itu sebelum menyingkap kakinya kemudian mendorongnya hingga terjatuh. Suara dentuman terdengar ketika badan Lily bertemu dengan matras.

“Kau kalah.” Harry menyengir lebar.

Lily memutar bola matanya lalu mendengus. “Akhirnya kau sadar juga tujuanku.”

Harry membiarkan Lily lepas sehingga ia bisa duduk. “Maksudmu? Jadi kau sengaja?”

Lily mengangguk.

“Curang! Ayo tanding ulang!”

“Harry!” Lily melotot tajam. “Aku sudah lelah.”

Fine.”

Suara pintu dibuka mengalihkan perhatian pasangan tersebut. Sama seperti saat Liam masuk tadi, kedua penjaga–yang bernama Jack dan Troy–itu pun membungkuk ketika melihat siapa yang datang. Tampak seorang pria dengan kemeja khasnya yang berantakan dan seorang lagi dengan rambut pirang pucatnya–tentu saja dengan penampilan yang jauh lebih rapi.

“Kalian boleh pergi,” perintah pria pertama pada Jack dan Troy yang langsung disanggupi oleh keduanya.

“Baik, Tuan Tomlinson.”

Harry membantu Lily berdiri sementara dua orang tersebut berjalan mendekati ujung matras.

Hey, kalian berdua! Bagaimana latihannya?” sapa Louis dengan ceria.

“Semua berjalan lancar, Lou.” Melihat orang di depannya, spontan membuat Harry merangkul Lily dengan erat.

Louis kemudian mundur selangkah. “Lihat siapa yang datang!”

Pandangan Harry langsung menerawang ke atas, seakan langit-langit adalah hal yang paling menarik sedunia. Sebetulnya, ia merasa tidak perlu untuk menyambut kedatangan orang yang dimaksud Louis. Tapi Harry menghela napas lalu memaksakan senyum di wajahnya.

“Senang bertemu denganmu lagi, kawan. Maaf, tanganku sedikit basah.” Orang tersebut menerima uluran tangannya dan menjabatnya.

“Tak apa, Harry... dan Lily.” Ia beralih pada istrinya itu dan tersenyum lebar.

“Apa kabar, Niall?” Harry lantas menatap Lily dengan kening berkerut atas pertanyaannya yang to-the-point. Apalagi saat pria–yang dipanggil Niall–tersebut mendekat dan memeluk Lily di depan matanya.

Fuck, umpat Harry dalam hati.

“Aku baik!” jawab Niall semangat. Harry memutar bola matanya tidak suka. Di sisi lain, Louis hanya memperhatikan gelagat Harry yang terlihat lucu jika ia sedang kesal.

“Harry.”

“Ya, Niall?”

“Maaf, tapi boleh kupinjam Lily sebentar? Ada yang ingin kubicarakan berdua dengannya.”

Memangnya Lily barang yang bisa dipinjam sesuka hatimu?! Harry menghirup napas sebanyak-banyaknya, menekan emosinya. “Oke, tapi jangan terlalu lama. Aku dan Lily harus menemui Liam.”

“Tenang saja.”

Lily melirik Harry yang tersenyum pahit sebelum ia dan Niall akhirnya keluar meninggalkannya bersama Louis.

“Kita mau kemana?” tanya Lily selang beberapa saat mereka berjalan beriringan. Namun pertanyaannya hanya dibalas dengan seulas senyuman oleh Niall sendiri. Tak lama kemudian, mereka sudah berada di luar gedung kantor. Di sana terparkir sebuah mobil hitam yang Lily kira adalah milik Niall.

Lily menunggu sejenak sementara Niall membuka pintu belakang mobilnya. Ia mengeluarkan sebuah buket bunga dan menunjukkannya ke depan wajah Lily saat itu juga. Lily memperhatikan bunga mawar berwarna merah tersebut dengan hati nelangsa.

“Untukmu, Jane. Ambillah,” ucap Niall masih tersenyum.

Lily menggigit bagian dalam bibirnya ragu dan menunduk.

“Lily?”

Ia pun mendesah pelan, mulai menatap mata biru Niall. “Kau tahu, 'kan aku sudah punya suami?”

Niall lantas bungkam. Melihat perubahan ekspresinya, Lily mendecak sembari memijit pelipisnya. “Kau masih mencintaiku, Niall?”

Niall masih diam seribu bahasa.

“Ayolah, jawab aku,” desak Lily menatap laki-laki di hadapannya dengan tatapan tidak percaya.

Perlahan tapi pasti, Niall mengangguk lesu. “Ya, aku masih sangat mencintaimu.”

Jawaban yang Lily telah duga sebelumnya pun akhirnya terdengar. Ia meraih buket bunga dari genggaman Niall. Disimpannya kembali bunga itu ke dalam mobil sebelum kembali menatapnya.

“Kau masih belum bisa melupakan perasaanmu?” Lily memegang pundak Niall dan meremasnya. Gelengan lemah kembali ia dapat sebagai jawaban.

“Kita semua punya masa lalu, Niall. Tapi jika bisa memilih, aku tak mau mengingatnya lagi. Sudah cukup waktu itu kau hampir menghancurkan persahabatan kita dengan menyatakan cintamu padaku.”

Niall merasakan hatinya sangat perih mendengar perkataan Lily.

“Kau sahabatku, Niall. Dan akan selalu seperti itu.” Lily tersenyum kecut mengakhiri kalimatnya. Ia pergi meninggalkan laki-laki malang tersebut sendirian setelah bergumam, “Maaf, aku harus pergi. Harry menungguku.”

****

A/N:

- WETZEEH gimanakah dengan chapter ini? agak panjang yoh~ semoga gak garing dan gak bikin jantungan deh ya wkwkwk. Konflik belum sampai disini saja, kawan. There are more to come :’) kalungnya lily ada di mulmed>>

+ makasih banyak buat kalian yang udah mau baca ff abal ini!!! Bagi yang mau ngasih kritik/saran, sangat diterima kok biar tulisan aku lebih baik lagi<3 jangan lupa vomments ya~

 

MOHON MAAF LAHIR & BATIN!

Ciao, inem xo

 

I FEEL FREE~

 

Continue Reading

You'll Also Like

109K 2.5K 101
Idk I will try my best to write a good story, my writing skills are very bad and I will try to stay on the main story line of aot, I might mess up so...
747K 8K 18
အရမ်းရိုင်းပါတယ် 18ယောက်စုဖက်ပါ တို့စာတွေမဖက်လဲ တက်တဲ့ကလေးက တက်ပါတယ် အတုယူစရာမဟုက္ဘူး အာသာပြေစရာပါ
59K 10.2K 126
ခေါင်းစဉ် 《替身》လူစားထိုး 作者:北棠墨 မူရင်းရေးသားသူ -ပေထန်မော့ ဘာသာပြန် May Tulips Love   အခုခေတ်နောက်ခံ 1 V 1 , HE Zawgyi နဲ့က နောက်တအုပ်ရေးထားပေးတ...
79.7K 1.6K 28
𝐀𝐫𝐢𝐚𝐧𝐧𝐚. For 11 years of her life Arianna has been pushed, beaten and forced to become a top assassin. At the age of 5, little Arianna was kid...