Getaway 》Styles a.u

By catwink

11.4K 1.1K 514

When two people need to sacrifice their normal life and love over a dangerous mission. [ Indonesian ] More

"There's a bomb in your house."
"Don't give up."
"Hope to see you and Lily soon, eh?"
"It's all or nothing."
"Always and forever."
"Let it be, then."
"Good luck."
"If you trust me,"

"Welcome to the Hugo's."

855 135 35
By catwink

Hati-hati, ini chapter yang lumayan membingungkan. Tapi aku harap kalian ngerti, walaupun dikit hahaha

----

 

 

“Erm… aku mau ke toilet sebentar.”

Harry mengangguk kemudian bangkit dari duduknya. Satu persatu barang yang tadi Lily beli ia taruh di lemari dengan rapi. Suara dari radio masih memperdengarkan sang penyiar yang sedang membacakan sebuah berita. Tidak ada begitu yang penting–menurutnya.

 

“…pelaku melarikan diri ke Irlandia.”

 

Kepalanya yang tadinya menunduk pun kontan terangkat saat sebuah nama terlintas di pikirannya.

Niall.

Apa benar dia akan datang ke sini? Bagaimana kalau dia sampai datang ke rumah? batinnya mulai gelisah.

 

KRIINGGG… KRIINGGG…

 

Dering telepon berbunyi, membuat aktivitas Harry berhenti sejenak. Ia melangkahkan kakinya keluar dapur menuju ruang keluarga, tempat sumber bunyi itu berada. Dengan cepat diangkatnya gagang telepon tersebut setibanya di sana.

“Halo, dengan kediaman Styles. Siapa di sana?”

Hening, lama sekali tapi tidak ada yang menjawab.

“Halo?”

Ketika Harry mengedikkan bahu dan akan menutup telepon, suara tawa pun terdengar. “Itu tidak penting. Kau tidak perlu tahu aku siapa, Harry Styles.”

Harry menautkan kedua alisnya. “Maaf, tolong beri tahu anda siapa?”

“Bagaimana kalau, X-V-Y-Y?”

Mendengar itu, badannya seketika menegang.

“Kau pasti sudah tidak asing lagi dengan ROT-13,” ucapnya lagi. Harry bisa menebak orang di ujung telepon ini pasti sedang menyeringai puas dan ia tahu pasti siapa orang tersebut.

Harry mendengus. Ditariknya napas dalam-dalam. “Mau apa kau meneleponku?”

Yang di sana juga ikut mendecak. “Kau tidak berubah ya. Bagaimana kalau kubuat ini agar lebih menarik?”

“Tunggu, apa maksudmu?”

Tiba-tiba suaranya berubah, digantikan dengan suara komputer yang sudah diatur sedemikian rupa. "Save the princess."

"What?"

"Now."

"We can't." Harry menggeleng, walaupun itu gerakan yang sia-sia.

"I said now, Harry."

"But we never do that thing anymore!" bentaknya tidak terima.

"Yes, but you're still our agents. You both need to getaway."

"Louis, I know it's you!"

"In 30 seconds. Better quick."

"Are you crazy?!" Rahang Harry mengeras karena emosinya mulai naik.

"If I were you, I would take your wife out of the house instead of asking useless question."

"you-"

"-there's a bomb in your house, I'm telling you."

"I-"

"20 seconds."

 

pip.

Sial! Dia memutus hubungannya begitu saja! pikirnya geram.

 

“Harry?”

 Ia lantas menoleh cepat dan mendapati sosok Lily tengah menatapnya khawatir.

.

.

.

.

“H-Harry, kumohon sadarlah.”

“Harry…”

Pandangan laki-laki itu tadinya kabur sebelum ia mengerjapkan mata dan bangun. Harry sedikit meringis karena tangannya mengenai pecahan kaca yang terhampar dari jendela rumah, dan belakang kepalanya terasa sedikit nyeri. Lily memeluknya singkat, kemudian menatapnya sedih bercampur bingung.

“Kau baik-baik saja?” Ia tampak sangat khawatir dengan keadaan orang di hadapannya itu.

Walaupun pendengarannya berdengung, Harry tetap mengangguk menahan sakit. Lily menghela napas lega. “Thank God.” Kedua matanya sedikit berair. Bisa dibilang ia terharu. Kalau bukan karena Harry, ia tidak akan bisa selamat. Pandangannya kembali sendu ketika beralih pada pemandangan akan puing-puing bangunan yang berserakan di balik punggung Harry.

“R-rumah kita…” Lily tergagap namun tidak menangis. “Rumah kita hancur.”

Harry menengok melewati pundaknya. Bangunan yang seharusnya berdiri kokoh, sekarang sudah tidak berbentuk lagi. Rumah yang telah ia bangun bersama Lily telah hancur, diledakkan oleh bom. Tak dipungkiri kalau Lily shock. Ia bahkan tidak tahu apa penyebabnya.

Ini semua gara-gara Louis, batin Harry. Emosinya kembali muncul.

“Berengsek!” Buru-buru ia berusaha berdiri dan membantu Lily untuk bangkit. Terdapat beberapa luka goresan pada tangannya.

“H-Harry, kau tidak apa-apa? tadi kepalamu tertindih balok kayu, aku takut.” Harry menatap mata istrinya itu sekaligus mengamati luka gores lain di pelipisnya. Ia sedikit bersyukur karena Lily masih terlihat baik-baik saja, tidak seburuk yang ia duga.

“Harusnya aku yang bertanya begitu.” Harry menarik pelan kepala Lily lalu mengecup dahinya. “Tenangkan dirimu, kita harus pergi dari sini sekarang juga.”

Lily menggeleng. Ia butuh penjelasan, mengingat bagaimana Harry bisa tahu dan sempat-sempatnya melindungi diri. “Aku tidak akan pergi sebelum kau katakan padaku, apa yang sebenarnya terjadi? Apa ada seseorang yang sengaja melakukan ini?”

Harry menghela napas. Tentunya ia tidak bisa menyembunyikan apa-apa pada Lily. “LT24 meneleponku.”

Seketika kedua mata Lily membulat dan bisa dipastikan ia sudah tidak asing lagi dengan kode yang disebutkan oleh Harry. “Ba-Bagaimana bisa… a-aku, Harry… Apa Louis…” suaranya tercekat. Lily benar-benar tak habis pikir.

“Tenang.” Harry lantas memegangi kedua pundaknya, sekedar menenangkan. “Kita harus bergegas, karena kita tidak punya banyak waktu. Pasti banyak orang yang telah mendengar ledakannya.”

Awalnya Lily ragu, namun ia mengangguk. “Okay.

Akhirnya mereka berdua berlari kecil dan masuk ke mobil. Harry membuka dashboard kemudian mengambil kunci cadangan lalu memutarnya agar mesin menyala.

Lily menghembuskan napas setelah menutup matanya kuat-kuat. “Tega sekali dia,” bisiknya parau. Seketika ekspresi Lily berubah marah. Ia mengeraskan rahangnya, kontras sekali perbedaannya dengan sikap yang ia tunjukkan beberapa detik yang lalu. Harry pun sebenarnya tidak kalah emosi, ingin sekali mendamprat pria itu karena telah menggangu kehidupan normal yang berusaha diraihnya dengan Lily.

“Kau siap untuk kembali ke sana?” tanya Lily, mencoba menghilangkan keraguannya.

“Ya, aku ingin memberi pelajaran sedikit padanya.” Harry mendengus, menatap ke depan dan menancap gas. Dikendarainya mobil dengan cepat melintasi jalanan panjang berhias pepohonan padat yang sering ia lewati untuk keluar-masuk dari kawasan rumah mereka berdua.

Perjalanan hanya memakan waktu singkat karena Harry melampiaskan kekesalannya dengan menginjak pedal gas dalam-dalam, tak mau berlama-lama lagi. Diparkirnya mobil di samping trotoar sebelah kiri pada sebuah jalan kecil yang tampak sepi–jarang dilewati orang. Sejenak, ia mengamati bangunan kantor yang cukup tinggi tak jauh dari posisinya dan Lily berada.

“Kantornya sama sekali tidak berubah sampai sekarang. Bagaimana dalamnya, ya? Sudah lama sekali aku tidak ke daerah sini,” gumam Lily masih terdengar olehnya.

Harry tersenyum dan menoleh ke samping. “Kau membaca pikiranku, ya?”

Harry dan Lily melompat turun kemudian berjalan cepat menghampiri kotak telepon di seberang jalan. Cukup jauh dari mobil, agar tidak ada yang curiga. Tak lupa, mereka juga bertingkah senormal mungkin saat seseorang dengan sepedanya melintas. Setelah itu Lily mulai mengecek keadaan sekitar dan memberi isyarat bahwa tidak ada lagi orang yang lewat. Sementara ia menjaga di luar, Harry masuk ke dalam bilik telepon berwarna merah khas kota London itu. Cepat-cepat ditekannya sebuah nomor pada telepon yang memang ia hapal di luar kepala. Tapi setelah ditunggu beberapa saat, tidak ada reaksi apa-apa.

“Ada masalah?” Lily menyembulkan kepalanya dari balik pintu yang ia buka sedikit.

“Apa mereka telah mengganti kodenya?” tanya Harry balik, keheranan karena kode yang ia masukkan tidak berhasil juga.

“Biar kucoba.” Lily pun ikut masuk, kemudian melakukan hal yang persis dilakukan Harry tadi–sekarang gilirannya yang mengawasi sekitar. Bedanya, setelah itu muncul sebuah tombol merah menggantikan bidang untuk tombol nomor. Menandakan bahwa kode yang Lily masukkan adalah benar.

Oh, sepertinya kode yang kuhapal memang sudah di luar kepala, batin Harry.

Ah, sudahlah, tekan saja tombolnya,” gerutunya tidak sabaran–alias menahan malu–saat Lily menaikkan satu alis padanya.

Lily pun menurut dan menekan tombol merah tersebut. Perlahan, permukaan boks yang mereka pijaki saat itu bergerak turun layaknya sebuah lift, hingga akhirnya mereka berhenti di hadapan sebuah lorong putih.

Welcome to the Hugo’s. Your best international agent resources."

 

Lily mengerang kesal. “Kita meninggalkan mereka sudah hampir 5 tahun lamanya, dan suara ini masih tidak berubah?!” gerutunya seraya melangkah keluar. Pintu transparan yang membatasi mereka pun terbuka otomatis.

Harry tersenyum, merangkul Lily dari belakang dan mensejajarkan langkahnya menyusuri lorong bawah tanah milik bangunan yang sempat ia amati dari jauh sebelumnya. “Kenapa? Suara Meg memang bagus.”

“Meg hanya suara yang diatur dari sebuah fitur komputer,” dengus Lily makin membuat Harry geli, karena ia tahu wanita itu cemburu sejak dulu mereka berdua masih menjadi agen. Namun tak berlangsung lama–tanpa Harry ketahui–wajah Lily kembali muram. Ia bahkan belum sempat memberi tahu suaminya bahwa ia hamil, tapi rumah mereka lebih dulu hancur. Padahal buktinya ada di dalam sana.

Sebaliknya, Harry malah menelan ludah karena merasa gugup. Pintu yang mengarah ke hall utama semakin dekat. Harry dan Lily sengaja masuk lewat belakang gedung karena berusaha menghindari penjagaan pintu depan yang terlalu ketat. Walaupun mereka tahu di lorong ini juga terdapat beberapa kamera pengawas, tapi jalur ini adalah jalur khusus.

Sesampainya di ujung lorong, pintu metal terbuka dengan sendirinya, memperlihatkan suasana lengang nan sepi dari sebuah kantor agen yang biasanya tampak sibuk. Bahkan tidak ada tanda-tanda penjaga di sini.

Aneh, batin mereka berdua.

Harry dan Lily saling bertukar pandang sebelum bergerak ke lift menuju lantai kedua paling atas, yaitu lantai 35.

Apa aku harus memberi tahunya sekarang? Lily menimbang-nimbang sebelum akhirnya buka suara, “Harry.”

“Ya, Lily?”

“Aku…”

Tak lama pintu lift pun terbuka dan,

Cekrek!

Lily refleks menggenggam lengan Harry dengan erat. Pemandangan di hadapan mereka membuat Harry dan Lily sontak terkesiap dan tidak berkutik, melihat belasan penjaga–dengan pakaian serba hitam–mengarahkan pistolnya ke arah mereka berdua. Pelatuk siap ditarik kapan saja ketika para penjaga tersebut diberi perintah.

Well, lihat siapa yang datang kemari.”

Suara langkah kaki pelan yang beradu dengan lantai marmer mulai terdengar, diiringi dengan sebuah siluet yang datang mendekat. Sosok itu tidak begitu jelas terlihat karena membelakangi cahaya matahari yang menyeruak masuk melalui kaca besar di ruangan tersebut. Tapi lain lagi dengan Harry dan Lily. Mereka berdua sudah tahu, orang itulah yang menjadi satu-satunya alasan mengapa mereka harus datang ke sini.

“LT24,” bisik Lily.

****

A/N:

- biar gak pusing, chap 4 di post agak maleman, sekalian biar bisa curhat wakakak maafin diriku yang php

+ istilah ROT-13 (rotate by 13 places) itu artinya  huruf ke-13 setelah huruf yg kita pilih. Misalnya A jadi N. ngerti gak? Jadi misalnya coba pake nama I-N-E-M.

I itu huruf ke-9 dari abjad, nah kalau dipake sistem ROT-13, berarti angka ke-13 dari I itu apa. jadinya hitung setelah huruf I. mulai dari J, K, L, M, N ,O, P, Q, R, S, T, U, V <-- itung aja itu ada 13 huruf, ambil yang terakhir. Berarti I = V

Kalau I-N-E-M = V-A-R-Z. wetzeh, berubahnya jauh banget yak, inem seems cooler HAHAHA

Masih gak ngerti juga? HAHAHA ampuun. oke dah bisa diliat di external link, monggo dicek >>>

+ di mulmed ada foto kaya gimana rumah hily, boks telepon pas mereka masuk, dan lantai 35

makasih banyak yg udh mau baca apalagi vomments :”)

 

salam, inem x

Continue Reading

You'll Also Like

17.1K 696 23
"Come on, come on, don't leave me like this I thought I had you figured out Something's gone terribly wrong You're all I wanted Come on, come on, don...
176K 3.9K 29
𝐎𝐫𝐩𝐡𝐚𝐧𝐞𝐝 𝐚𝐭 𝐚 𝐯𝐞𝐫𝐲 𝐞𝐚𝐫𝐥𝐲 𝐚𝐠𝐞, 𝐘/𝐧 𝐡𝐚𝐝 𝐭𝐨 𝐡𝐢𝐝𝐞 𝐡𝐢𝐬 𝐬𝐭𝐫𝐚𝐧𝐠𝐞 𝐚𝐫𝐦 𝐟𝐫𝐨𝐦 𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫𝐬. 𝐁𝐮𝐭 𝐚𝐟𝐭𝐞𝐫...
208K 8.9K 25
"မောင် မဆိုးစမ်းနဲ့ကွယ်" "ကျုပ်ကိုမချုပ်ခြယ်နဲ့"
57.6K 5.5K 36
U+Z ဒီနေ့မင်းလွင် + ဒီယောရာဇာဓိရာဇ်