MOZACHIKO

By PoppiPertiwi

16.6M 1.3M 644K

[SEGERA SERIES MOZACHIKO DI WETV] [SUDAH TERBIT OLEH penerbit Loveable] [Tersedia di seluruh Gramedia Indones... More

MOZACHIKO
1. CHIKO GADANGGA
2. KEJADIAN (1)
2. KEJADIAN (2)
3. SEDIKIT MENGENAL
4. TAMAN BACA
5. PARASIT
6. SADAR DIRI
7. LEGENDA
8. PERUSAK
9. PADMA AIR
10. BIANGLALA
11. MASA LALUNYA
12. PESTA TRAGIS
13. DUA BEDA
14. PERISTIWA MADING
15. SELALU MENGALAH
16. TITIK NADIR
17. MULAI PEDULI?
18. BENTENG PERTAHANAN
19. JANJI MANIS
21. CENGKRAMAN UTAMA [PRIVATE]
22. CEWEK BODOH
23. KHAWATIR
24. LUKA DAN BUNGA
25. PUTRI SEKOLAH
TRAILER, VISUAL QNA MOZACHIKO
26. KASIH SEMU
27. JATUH CINTA
28. KITA PUTUS!
29. JEJAK KEHILANGANNYA
30. RATU SEKOLAH, MOZA ADISTI
31. THE MOLANA
32. MOZA DRACO JADIAN
33. CHIKO ATAU DRACO
34. LALAT BERJUBAH KUPU-KUPU
35. INTUISI [PRIVATE]
36. YANG SELALU SIA-SIA
37. KITA SAUDARA [PRIVATE]
38.1 SESUATU YANG HANCUR
38.2 HANCUR
VOTE KOVER NOVEL MOZACHIKO
39. KEPERGIAN MOZA [Selesai + Order Novel Mozachiko]

20. TEKA-TEKINYA [PRIVATE]

340K 30.4K 17.7K
By PoppiPertiwi

20. TEKA-TEKINYA

Dengan tergesa-gesa Moza memasukkan semua alat tulisnya ke dalam tas. Cewek itu berdiri dari bangku tempat duduknya ketika memeluk buku-buku yang sengaja dibawanya sekarang karena tak mau tasnya terlalu berat. Moza lalu keluar kelas untuk mencari keberadaan Chiko di kelasnya karena Chiko sudah berjanji mengantarnya.

“Pulang sama siapa, Za?” seseorang tiba-tiba menyembul di sebelah Moza membuat Moza memperhatikannya. Draco sedang berjalan di sebelahnya ketika lorong sekolah sedang ramai karena bel pulang sekolah baru saja berdering.

“Oh ini sama—”

“Sama gue,” celetukan bersuara berat di samping Draco itu membuat cowok dengan hoodie merah itu menoleh pada Chiko. Chiko sengaja memotong pembicaraan Draco. Ia harus lebih gesit daripada Draco kalau tidak Moza bisa jatuh ke dalam pelukan cowok itu.

Draco tiba-tiba tertawa sumbang, “Katanya nggak suka. Mau diputusin. Tapi sampe sekarang masih aja pacaran.”

Chiko menarik hoodie Draco hendak menghajarnya lagi namun Moza melarangnya, “UDAH CHIKO! JANGAN MUKUL KAK DRACO!” Moza menarik tas Chiko membuat cowok itu sukses berhenti. Tidak jadi memukul Draco.

“Kok nggak jadi mukul gue? Segitu doang nih lo beraninya?” Draco terus saja memancing amarah Chiko. Membuat Chiko kembali naik darah namun Moza kembali menahannya.

“UDAH CHIKO! UDAAHH!!” Moza menarik tas Chiko kembali ke belakang.

“Bangsat lo ya! Besok-besok awas aja lo!” tunjuk Chiko dengan pandangan marah pada Draco namun Draco malah menganggapnya sebuah lelucon.

“Lo pikir gue takut, Ko?” ujar Draco pada Chiko. Cowok bermata biru itu melirik Moza penuh arti.

“Nanti bales SMS gue ya, Za? Jangan sampe nggak dibales.” Draco tersenyum pada Moza membuat Moza jadi mengerjap sebentar karena kelakuannya.

Chiko memerhatikan keduanya sampai Draco memilih pergi dari hadapan Chiko dengan senyum yang paling tidak Chiko suka selama ini. Membuat Chiko merasa dilempar ke masa lalu akan kejadian tadi. Draco masih tetap sama. Merebut apa yang telah Chiko punya. Cowok itu tidak pernah berubah.

“Dia tau nomor telpon lo?” tanya Chiko pada Moza yang sejak tadi membisu.

Moza meneguk ludahnya, takut. “Tauuu....,” ujar Moza ragu-ragu.

“Kenapa bisa tau?” seperti lelaki yang kehilangan kesabarannya. Cowok itu bertanya dengan nada menuntut pada Moza. Tidak suka mendengar apa yang Moza dengar tadi.

“Dikasih tau sama Zetta.” Moza bersuara kecil lalu meninggi, “Sumpah Ko! Aku juga gak tau kalau dia tau nomor telpon aku! Tiba-tiba aja Kak Draco langsung SMS aku!”

“Mana coba gue liat.”

Moza membawa tasnya ke depan badan lalu mengambil ponselnya. Membuka kata sandi berbentuk pola itu. Dengan gerak penuh amarah Chiko mengambil paksa ponsel Moza dari tangan cewek itu yang membuat Moza terkesiap.

Yang pertama dilihat Chiko adalah foto wajahnya sendiri saat dihukum di perpustakaan sekolah mengisi background di ponsel Moza yang membuat Chiko menoleh pada Moza yang terus memperhatikannya. Cewek bermata bening itu wajahnya tambah merah karena ketahuan memfoto Chiko diam-diam dari samping saat memasukkan buku ke dalam rak perpustakaan sekolah.

“Lo ngambil foto gue di perpus tadi?” tanya Chiko tambah membuat wajah Moza merah karena ketahuan.

“I—iyaa... kamu marah yaaa Chiko?” Moza bertanya pada Chiko.

Entah kenapa Chiko merasa senang. Amarahnya seketika lenyap hilang entah ke mana. Lagi-lagi hati Chiko terusik. Membuatnya merasa bahwa kejutan kecil dari Moza seperti ini terasa manis saat Chiko mengetahuinya.

Padahal Chiko pernah melakukan hal yang serupa dengan mengganti wallpaper di ponselnya dengan foto Moza yang sedang lain-lain namun Chiko kembali merubahnya setelah tiga jam ia menetapkannya sebagai wallpaper di handphone-nya.

“Nggak. Gue nggak marah,” ucap Chiko lalu memeriksa fitur pesan di ponsel Moza. Chiko melihat sebuah pesan yang belum dibaca Moza. Pesan teratas dari nomor yang tidak Moza simpan di kontaknya.

+6282340581xxx
Gimana Za? Lo suka juga gak sama gue? Kalau lo suka juga gue gak bakalan berhenti buat dapetin lo. Gak peduli sama Chiko.

Kalau dilihat dari waktunya. Pesan ini dikirim tadi. Tidak usah dicek kembali. Sudah pasti Draco pemilik nomor telpon ini karena Chiko juga memilikinya. Chiko buru-buru menghapus pesan Draco dari ponsel Moza dengan perasaan kesal lalu memberikan kembali ponsel perempuan itu pada pemiliknya.

“Jangan bales-bales SMS dia lagi. Gue gak suka.”

Chiko mengembuskan napas gusar. Chiko kecolongan. Draco sudah sejauh ini bergerak untuk mendapatkan Moza!

****

“Ada lagi?” tanya Chiko bosan pada Moza. Memang paling menyebalkan ketika menemani seorang perempuan berbelanja. Apalagi di Mall.

Chiko paling tidak suka aktivitas seperti ini. Seperti dulu Chiko pernah menemani Maddy untuk berbelanja baju. Chiko bahkan harus berjam-jam menunggu perempuan itu memilih dan mengganti baju. Masuk ke toko ini dan ke toko itu lalu kembali lagi ke toko pertama karena dirasanya baju yang pertama kali dilihat Maddy itu pas dengannya.

“Bentar deh tinggal kertas warna-warni sama spidol aja habis itu kita pulang!” Moza mengambil spidol lalu memasukkan belanjaannya pada tas belanja yang sudah disiapkan toko dalam Mall besar ini.

“Jangan lama-lama.” hanya itu pesan Chiko. Cowok itu melihat-lihat buku dan juga novel-novel keluaraan terbaru best seller yang memenuhi tempat ini.

Moza mengabaikan Chiko lalu menuju ke kasir. Kasir perempuan itu sejak tadi memperhatikan Chiko sambil melayani para pembeli yang mengantre di depannya. Sementara Chiko tampak cuek—tak membalasnya. Cowok berbaju sekolah dengan jaket army jeans itu kembali memegang buku. Teringat dengan bantuan Moza di perpustakaan tadi.

“Udah Ko!” Moza sudah keluar dari antrean setelah dilayani dengan cepat belanjaannya lalu menghampiri Chiko. Chiko merasa benar-benar seperti pedofil mengajak seorang anak remaja dengan suara seperti anak kecil seperti Moza.

Kalau saja Moza tidak menggunakan baju seragam putih abu-abu. Chiko pasti akan dikira Abang dari ceweknya ini.

“Chiko ayo keluar!” Moza menarik tangan Chiko membuat cowok itu juga ikut keluar. Chiko berjalan di belakang Moza yang menarik tangannya. Persis seperti anak kecil yang minta dibelikan mainan oleh Ayahnya.

“Mau makan gak?” tawaran Chiko membuat Moza berhenti karena Chiko menarik tangan Moza untuk diam dan tidak berjalan lagi. Cowok itu melihat tempat makan dari tempatnya berdiri.

“Makan?” tanya Moza membuat Chiko mengangguk singkat. “Tapi aku nggak bawa uang Chiko. Aku beli bahan buat mading ini pake uang kas ekstrakurikuler jurnal. Dikasih sama Zetta. Sisanya juga lagi dikit.”

“Lo gak bawa uang?” Chiko tahu ada yang salah. “Kok terus lo nggak bawa uang? Kemarin nggak bawa karena lupa. Sekarang karena apa?” Chiko membuat Moza mati kutu dengan pertanyaannya.

“Kalau lo bilang lupa juga gue gak bakalan percaya Za. Lo aja nggak ada ke makan kantin dari tadi pas di sekolah.” Chiko semakin mendesak Moza. “Emangnya gak dikasih uang sama orangtua lo?”

Moza menggeleng. “Bukannya gituuu.”

“Terus?”.Chiko menatap Moza. “Kalau lo gak bilang gue mana tau.”

“Kamu kalau laper makan aja deh gak pa-pa! Aku yang temenin yaaaa?!”

“Nggak mau gue. Maunya gue makan sama lo,” ujar Chiko membuat Moza meringis, ingin namun ia sama sekali tak ada uang. Nency terus mengambil uang bekalnya karena perempuan itu tidak suka bahwa Moza mendapat lebih banyak uang saku daripada Nency yang sekarang malah dikurangi oleh Ayahnya akibat membuat satu kartu kredit habis jumlah uangnya.

“Kenapa lo takut? Tinggal bilang aja. Lo gak dikasih uang emangnya sama orangtua lo atau uang lo—”

“Diambil,” cicit Moza pada Chiko.

“Diambil sama siapa? Mama lo?”

Moza menggeleng. Takut bercerita karena Moza sama sekali tidak pernah menceritakan perlakuan Mada dan Nency kepada orang lain. Rahasia yang selama ini membuat Moza sakit hati tinggal di rumah besar Ayahnya.

Bahkan Moza juga tidak pernah bercerita dengan Ayahnya. Hanya sepasang suami istri yang menjadi pembantu rumah tangga yang tahu bagaimana perlakuan Ibu dan anak itu terhadap Moza.

Moza yang selama ini diam tidak membalas bukan berarti Moza tidak sakit hati dengan perlakuan Mama dan adik tirinya.

“Diambil Nency.”

“Nency?” kerutan di kening Chiko tambah banyak. “Nggak mungkinlah Nency kaya gitu!” Chiko malah tertawa, ngaco! “Dia kan udah banyak uang. Bahkan dia beliin gue baju dulu.”

Mendengar jawaban Chiko membuat Moza pesimis harus bercerita lebih lanjut atau tidak.

“Ya udah gue beliin makan. Pake uang gue aja nggak usah dibayar,” ujar Chiko yang sejak tadi kalem menjadi dingin kembali pada Moza.

“Asal jangan nuduh-nuduh Nency sembarangan lagi. Selama gak ada buktinya. Gue yakin dia nggak mungkin kaya gitu.” Chiko tidak tahu. Moza semakin tersiksa mendengarnya. Yang berarti Chiko tidak pernah percaya padanya.

Seolah tidak cukup dengan kedekatan Chiko dan Nency di sekolahan. Kini Moza harus mendengar dengan telinga sendiri bahwa pacarnya ini membela perempuan yang bahkan sangat membencinya selama ini.

****

Moza yang sejak tadi memeluk Chiko dari belakang pun membuat Chiko menolehkan kepalanya ke belakang dan melihat Moza sedang memejamkan matanya. Chiko tahu perempuan ini tidak tidur. Moza sedang mengulur-ulur waktunya karena Chiko jarang bersikap seperti ini padanya.

Menyadari sudah sampai tempat tujuan. Moza jadi malas masuk ke dalam rumah besar ini. Malam ini tidak ada mobil Ayahnya yang terparkir di depan rumah.

“Mau sampe kapan lo meluk-meluk gue gini? Gak bosen?” tanya Chiko dari balik helm-nya membuat Moza membuka kedua matanya dan melihat gerbang rumahnya.

“Dasar anak kecil! Pelor banget.” Chiko melepas tangan Moza yang melingkar di pinggangnya membuat Moza bersiap untuk turun. “Turun Za. Kenapa lo jadi gak turun-turun? Udah sampe nih di rumah lo.”

“Gak bisa sebentar aja gitu duduk di sini?” Moza malah menego pada Chiko. “Enakan di sini daripada di rumah.”

“Udah malem, Za. Gue juga mau pulang. Gerah banget badan gue habis nganterin lo beli bahan-bahan mading.”

“Kamu kalau nganterin aku pasti ngeluh sama marah-marah. Coba aja nganterin Nency. Pasti gak marah-marah ya?” Moza turun dari motor Chiko sementara cowok itu masih duduk di atas motor besarnya yang berwarna merah.

“Bukannya gitu Za. Udahlah jangan dibahas gue mau pulang.” Chiko mau menghidupkan motornya namun Moza menarik lengannya membuat Chiko yang hendak menutup kaca helm-nya jadi menoleh. “Apa?”

“Sebenernya ini aku ada gelang. Bagus. Warna merah gak isi hiasan apa-apa. Kamu mau pake gak, Chiko? Biar couple sama akuuu.” Moza nyengir membuat Chiko memperhatikan perempuan itu yang sedang membuka plastik bening dan mengambil dua gelang merah kecil yang elastis itu.

“Buat gue?”

“Iyaaa! Mana sini tangan kamu!” Moza berkata riang sambil mengambil sebelah kiri tangan Chiko yang tadi memegang stang motor dan memasang gelang merah yang Moza beli.

”Uangnya besok aku ganti deh sama Zetta. Itu sisa buat beli bahan mading tadi.”

“Ya udah sana lo masuk ke dalem. Gue mau pulang.” Chiko menyuruhnya masuk saat Moza menggunakan gelang yang sama—yang terpasang di pergelangan tangan kiri Chiko. Sementara Moza juga memasangnya di tangan kiri.

“Aku sayang kamu Chiko. Kamu juga sayang aku kan?” tanya Moza pelan membuat Chiko bungkam. Cowok itu malah menghidupkan motornya. Membuat derum motornya terdengar besar di depan rumah Moza. Chiko tidak bisa menjawab sama sekali.

“Gue pulang dulu ya, Za?” Chiko malah mengalihkan pembicaraan membuat Moza kembali menghela napas. Kapan cowok ini akan suka padanya?

Moza mengangguk. “Ya udah aku masuk dulu. Kamu hati-hati ya di jalannya! Jangan ngebut-ngebut!” Chiko mengangguk sambil menggas motornya membuat suaranya kembali terdengar.

Moza meninggalkan Chiko dan masuk ke dalam rumahnya dengan cepat-cepat. Saat Chiko ingin pergi. Chiko mendengar suara khas yang tak asing di telinganya dari teras rumah.

“PULANG JUGA LO! KEMANA AJA HAH?!” suara itu membuat Chiko menoleh ke kiri. Pada gerbang yang sudah tertutup itu. Chiko mematikan motornya kembali lalu memundurkan motornya—bersembunyi dari balik tiang listrik yang ada di dekat celah gerbang rumah Moza.

“EMANG DASAR CEWEK GAK BENER! Sama aja lo kaya Bunda lo yang udah meninggal itu!” teriakan itu mengisi kekosongan.

Membuat Chiko kembali memundurkan motornya dan turun untuk berdiri di sebelah tiang listrik sampingnya. Melepas helm dan mengintip dari celah gerbang.

“Gue capek Nency mau ke kamar.” Moza ingin melewati Nency namun Nency tidak membiarkannya.

“Lo beli apaan nih?! Bukannya uang lo gue ambil tadi pagi??!” Nency mengambil kresek putih dengan logo itu namun Moza merebutnya kembali. Tidak membiarkan Nency merebutnya lagi.

Chiko mengerutkan keningnya melihat apa yang terjadi. Membuat cowok itu menyaksikan sendiri apa yang Moza katakan tadi padanya.

“Lo tuh udah numpang di sini! Tau diri kek!” ucap Nency masih berteriak dalam keheningan malam. “Emang dasar benalu! Harusnya lo nggak tinggal di sini!” Nency mendorong tubuh Moza ke belakang membuat Moza membalasnya secara refleks mendorong Nency ke belakang.

“Ma—maaf Nency... gu... Gue....,” Nency mendelik marah pada Moza lalu mendekat dan menampar pipi Moza keras-keras hingga tangan lentik perempuan itu kebas membuat suara tamparan itu terdengar di rumah bahkan sampai keluar.

Chiko tegang. Tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Perasaan bersalah lagi-lagi menghinggapi hati Chiko. Membuat cowok itu semakin merasa seperti orang yang sangat jahat pada Moza.

Rumah besar dan keluarga Moza benar-benar teka-teki juga misteri yang membuat Chiko harus membuka matanya dengan lebar-lebar melihat apa yang terjadi di antara mereka.

“PERGI AJA LO DARI SINI! DASAR ANAK HARAM!”

“LO ITU PENGHANCUR KELUARGA GUE TAU GAK?!”

Nency lalu pergi masuk ke dalam rumah. Meninggalkan Moza sendirian.

Kresek putih yang dibawa Moza yang sudah jatuh ke lantai membuat Moza mengambilnya kembali sambil menghapus air matanya dengan punggung tangan. Moza sama sekali tidak melawan. Yang dilakukan Moza hanya menangis dalam diam. Sama sekali tidak meminta bantuan pada siapa pun. Perempuan itu seperti sedang mencari kekuatan dalam kepingan-kepingan hatinya yang telah lama hancur.

Chiko menyenderkan tubuhnya pada tiang listrik. Napasnya berderu seperti orang yang sedang dikejar-kejar sesuatu. Membuat dadanya sesak tak menentu. Kepalan tangannya di sisi jarit celana sekolah semakin kuat. Kenapa bisa Moza hidup dengan keluarga seperti ini?

Chiko semakin bisu. Merasa seperti orang paling jahat yang hadir dalam hidup Moza.

*****

AN: 1 KATA BUAT NENCY!1!1!1!1!!!

SPAM NEXT BUAT LANJUTTT???!!

TIM MOZACHIKO ATAU MOZADRACO?

Add line buat info bc cepet update di LINE: @xgv8109t

Jadi gak sabar sama part-part selanjutnya. Kalau di sini turun dulu perasaannya. Kalau Poppi nunggu sesi bejat-bejat-bejat Chiko keluar. Kalau kamu nunggu bagian apa di cerita Mozachiko?

Follow Instagram:
Poppipertiwi
Wattpadpi

Chikogadangga
Mozaadisti

Ganangdata
Ergobanureksaa
Bismatanubrata
Frengkyfahlim

__________________________________

PRIVATE PART BUAT SELANJUTNYA DIMULAI DARI PART 20 KE ATAS!

CARA MEMBACA PRIVATE PART:

1. Pastikan akun kamu memfollow akun Wattpad @Poppipertiwi untuk baca cerita ini. Sama dengan follow dulu baru bisa baca. Kalau yang udah follow berarti gak usah. Udah bisa baca dengan lancar.

2. Follow dulu akun Wattpad @PoppiPertiwi. Log out lalu log in akun kamu kembali untuk baca cerita versi lengkap.

3. Atau bisa dengan follow dulu akun @Poppipertiwi lalu add ke library/ perpustakaan Wattpad punya kalian.

4. Pasti bisa cara di atas gak mungkin gak bisa. Kalau gak bisa berarti cara yang kamu pake itu salah.

Ini Moza

Ini Nency

Salam sayang, Poppi Gadangga!<3333 Selamat ketemu di part berikutnya yaaaa sama Moza, Chiko dan kawan-kawan! Jadi masih dipihak Draco atau Chiko nih?

Continue Reading

You'll Also Like

360K 26.3K 24
Aneta Almeera. Seorang penulis novel legendaris yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwany...
207K 16.5K 21
Hanya Aira Aletta yang mampu menghadapi keras kepala, keegoisan dan kegalakkan Mahesa Cassius Mogens. "Enak banget kayanya sampai gak mau bagi ke gu...
5.4M 360K 66
#FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠️ Kisah Arthur Renaldi Agatha sang malaikat berkedok iblis, Raja legendaris dalam mitologi Britania Raya. Berawal dari t...
6.3M 152K 44
"Mau nenen," pinta Atlas manja. "Aku bukan mama kamu!" "Tapi lo budak gue. Sini cepetan!" Tidak akan ada yang pernah menduga ketua geng ZEE, doyan ne...