MOZACHIKO

By PoppiPertiwi

16.6M 1.3M 644K

[SEGERA SERIES MOZACHIKO DI WETV] [SUDAH TERBIT OLEH penerbit Loveable] [Tersedia di seluruh Gramedia Indones... More

MOZACHIKO
1. CHIKO GADANGGA
2. KEJADIAN (1)
2. KEJADIAN (2)
3. SEDIKIT MENGENAL
4. TAMAN BACA
5. PARASIT
6. SADAR DIRI
7. LEGENDA
8. PERUSAK
9. PADMA AIR
10. BIANGLALA
11. MASA LALUNYA
12. PESTA TRAGIS
13. DUA BEDA
14. PERISTIWA MADING
15. SELALU MENGALAH
16. TITIK NADIR
17. MULAI PEDULI?
18. BENTENG PERTAHANAN
20. TEKA-TEKINYA [PRIVATE]
21. CENGKRAMAN UTAMA [PRIVATE]
22. CEWEK BODOH
23. KHAWATIR
24. LUKA DAN BUNGA
25. PUTRI SEKOLAH
TRAILER, VISUAL QNA MOZACHIKO
26. KASIH SEMU
27. JATUH CINTA
28. KITA PUTUS!
29. JEJAK KEHILANGANNYA
30. RATU SEKOLAH, MOZA ADISTI
31. THE MOLANA
32. MOZA DRACO JADIAN
33. CHIKO ATAU DRACO
34. LALAT BERJUBAH KUPU-KUPU
35. INTUISI [PRIVATE]
36. YANG SELALU SIA-SIA
37. KITA SAUDARA [PRIVATE]
38.1 SESUATU YANG HANCUR
38.2 HANCUR
VOTE KOVER NOVEL MOZACHIKO
39. KEPERGIAN MOZA [Selesai + Order Novel Mozachiko]

19. JANJI MANIS

320K 29.7K 16.1K
By PoppiPertiwi

19. JANJI MANIS

“DUAR!”

Moza tersentak kaget begitu ada seseorang yang sengaja mengejutkannya dari belakang dengan memegang kedua pundaknya. Moza yang sejak tadi sedang fokus membaca majalah sekolah dengan cover Nency pun menoleh ke samping tempat duduknya begitu seseorang melompat duduk di sampingnya. Moza menghela napas karena perbuatan Draco.

“Kaget ya?” Draco bertanya jahil lalu mengambil es teh Moza lalu meminumnya lewat sedotan yang tadi Moza pakai. Perempuan itu melotot karena Draco berbuat seenaknya pada es teh yang tadi ia pesan di kantin.

“Kak Draco apa-apaan sihhh?!” Moza merespons perbuatan Draco. “Kaget tauk?”

“Tumben nggak di kelas. Di sini ngapain?” tanya Draco pada Moza membuat Moza mengernyitkan keningnya dalam-dalam.

“Tumben?” ujar Moza. “Maksudnya?”

“O—oh... bukan apa-apa,” ujar Draco gelagapan. Cowok itu tidak mau Moza tahu bahwa Draco sering memperhatikannya. Bahkan mencari informasi tentang Moza. Murid kelas X IPA 4 yang umurnya jauh dibawah Draco.

“Kak Draco berantem sama Chiko kemarin gara-gara Moza?”

“Enggak juga Za.”

“Lo lagi baca apa?”

“Majalah sekolah.”

“Oh yang ada foto Nency ya?” tanya Draco membuat Moza bergumam padanya. Moza berdiri membuat Draco menatapnya aneh. Draco menarik tangan Moza membuat Moza menoleh. “Lo mau ke mana, Za? Kok pergi? Buru-buru banget.”

“Mau ke kelas, Kak. Ntar lagi mau masuk kelas kan?” ucap Moza padanya. Selain alasan itu. Moza juga takut Chiko melihatnya bersama dengan Draco di sini.

“Tunggu dululah. Duduk di sini bentar aja, Za. Kan belum bel masuk.” Draco mencegahnya. Membuat Moza kembali duduk di sebelah Draco karena tidak enak selalu meninggalkan cowok ini sebelum bisa mengobrol lebih lama dengannya.

“Nah gitu dong.” Draco terkekeh melihat wajah sebal Moza saat duduk kembali di sampingnya. Draco duduk dengan satu kaki naik ke atas kursi panjang mereka. Keadaan kantin sedang sepi. Mungkin karena kebanyakan murid-murid sudah selesai makan.

“Ngapain sih ngeliat majalah. Mukanya Nency doang. Mending ngeliatin muka gue kan?”

“Maksudnya?”

“Ya maksudnya gitu Za. Emang lo gak suka sama gue?” tanya Draco membuat mata Moza terbelalak. Alisnya bahkan hampir menyatu karena pertanyaan Draco padanya. Bingung dengan pertanyaan mendadak Draco.

“Suka?”

“Iya. Suka. Lo gak suka sama gue?”

“Kak Draco apaan sih. Bercandanya gak lucu deh.” Moza malah tertawa garing membuat Draco menurunkan kakinya ke bawah lalu menggeser duduknya agar dekat dengan Moza.

“Kok gue dibilang bercanda sih?” Draco mengambil majalah yang sedang dipegang Moza erat-erat. “Gue nggak bercanda kali Za.”

“Nency Prasetya. Model SMA Rajawali. Saat ini karirnya sedang sangat bagus. Hobinya adalah bermain alat musik biola dan pintar menari ballet. Siswi paling cantik sekolahan ini masih duduk di kelas sepuluh. Jurusan IPA. Nency juga sering menjadi rebutan murid-murid lelaki di SMA Rajawali karena berhasil menggantikan Maddy sebagai cewek paling cantik di sekolah. Keinginannya hanya satu. Bisa membantu orang yang kesusahan.”

Draco mendengus lalu membuang majalah yang tadi ia baca ke atas meja kantin. “Mau ngebantu orang kok pamer!”

“Gaboleh gitu, Kak.” Moza menutup majalah yang tadi dibaca Draco. Lalu mengambilnya. Memperhatikan foto full body Nency yang sedang menggunakan gaun dengan tulisan emas 'Putri Sekolah' menyelempang di badannya.

“Emang kenyataannya. Buat apa cantik tapi attitude nggak ada!” Draco kembali meminum es teh Moza sampai habis.

“Harusnya gelar putri sekolah buat lo Za atau siapa aja kek yang jelas bukan Nency. Masa yang modelan kaya Nency dapet kaya ginian?!”

“Dia kan cantik. Model juga Kak. Pokoknya banyak bakat deh!” Moza memuji Nency.

“Model sih model. Tapi bikin enek kelakuannya. Sama juga tuh kaya Maddy. Manisnya cuman sama cowok-cowok aja.” Draco masih sibuk mengomel. “Biarpun foto muka dia di close up di cover majalah sekolah juga gue gak tertarik!”

“Gitu banget sih Kak sama Nency? Nency itu adik gue tau?” Moza membalas emosi.

“Gila Za! Lo masih nanggep tuh cewek ingusan adik lo?!” Draco geleng-geleng kepala heran. “Lo gak inget apa yang dilakuin tuh cewek ke lo?”

“Biarpun dia kelakuannya kaya gitu juga gue sama dia satu darah.” Moza masih tidak nyaman dengan keberadaan Draco. “Dia tetep adik gue, Kak.”

“Ini nih yang gue suka dari lo,” ujar Draco tersenyum pada Moza. Tubuhnya yang menghadap ke depan tidak seperti Moza pun melirik cewek itu. Siku tangannya mundur ke belakang menyentuh meja sambil menoleh pada Moza.

“Gue suka sama lo Za. Kalau lo gimana?” Moza menoleh dengan wajah horor pada Draco. Sementara cowok itu masih tersenyum manis. Draco sedang menembaknya?

“Kak Draco suka sama Moza?” tanya Moza padanya membuat Draco mengangguk. “Kok bisa?”

“Ya bisa ajalah. Apa yang gak bisa, Za?”

“Tapi kan kita nggak deket-deket banget.”

“Ya udah kalau gitu mulai sekarang gue bakal deket-deketin lo deh. Gimana?”

“Kak Draco jangan kaya gini. Gue udah punya pacar. Nanti Chiko marah.” Moza bergeser ke samping. Merunduk membuat wajahnya ditutupi oleh sedikit rambutnya.

“Iya gue tau lo punya pacar. Pacar lo si Chiko. Gue cuman mau bilang itu aja ke lo. Siapa tau lo juga suka sama gue kan?” Moza melirik Draco. Perempuan itu lalu menggeleng dan berdiri dengan cepat-cepat dari tempat duduk yang sejak tadi ditempatinya sambil mengambil majalah miliknya.

Sorry Kak Draco. Gue mau ke kelas dulu.” Moza lalu pergi meninggalkan Draco membuat Draco tidak sempat mencegahnya hanya terkekeh dengan reaksi Moza. Perempuan dengan ikat dua itu sudah pergi menjauh dari kantin menuju ke kelasnya.

Chiko yang sejak tadi memperhatikan Moza dan Draco dari sebelah pintu kantin hanya berdiam ketika melihat Draco mencoba mendekati Moza. Yang dilakukan Chiko adalah mengamati keduanya dari jauh. Perasaannya ini benar-benar mengganggu Chiko.

Membuatnya merasa marah namun Chiko tidak bisa melampiaskan apa yang ia rasakan sekarang. Kedua tangannya mengepal dengan rahang mengeras. Tidak tahu mengapa rasanya Chiko benar-benar tidak suka bahwa Draco mencoba mendekati Moza.

Chiko lalu menjauh. Menuju ke lorong lain sekolah dengan langkah lebar-lebar.

“BANGSAT! GUE INI KENAPA?!” Chiko memukul dinding sekolah marah namun tak ada satupun yang melihatnya melakukan itu.

****

“Chiko lo kenapa sih?” tanya Nency heran pada Chiko yang sejak tadi diam lalu misuh-misuh sendiri. Cowok itu berdecak tak suka saat Nency menyentuh wajahnya yang masih babak belur akibat perkelahiannya dengan Draco kemarin. Cowok yang sedang duduk di bangku pinggir lapangan itu membuat Nency bingung dengan tingkahnya.

“Chiko dari tadi gue ngomong lo malah bengong terus. Ada apa sih?!” Nency bertanya dengan tidak sadar membentak membuat Chiko menoleh tajam padanya.

“Chiko?” Nency mencoba mengambil sebelah tangan Chiko namun Chiko langsung menjauhkan tangannya dari Nency.

“Gue mau ke kelas aja.”

“Loh tapi kenapa, Ko?” Nency bertanya namun Chiko tidak membalas dan berjalan menuju kelasnya—meninggalkan Nency yang merasa diabaikan. Sekarang Chiko benar-benar sudah gila rasanya karena kepalanya penuh dengan Moza. Bahkan saat ia bersama Nency pun. Chiko masih memikirkan Moza.

****

“NENCYYYYY!!” teriakan Moza membuat Nency tetap saja melangkah. Perempuan itu sama sekali tidak mau berhenti padahal Moza terus memanggilnya. Moza terus saja berlari mengejar Nency.

“NENCY! BERHENTI DULU DONGG!!” Moza menarik seragam Nency membuat Nency terpaksa menoleh dan melotot padanya.

“Bisa gak lo tuh jangan gangguin gue?!” Tiba-tiba suara Nency naik beberapa oktaf. “Gangguin orang mulu kerjaannya!”

“Nency gue—”

“Udah gue peringatin sama lo! JAUH-JAUH DARI GUE! Gue sama lo di sini gak kenal sama sekali! Lo ngerti gak kalau gue itu gak suka sama lo?!” Nency semakin meninggikan suaranya pada Moza.

“Nency jangan marah-marah dulu dong. Moza cuman mau bilang kalau Kak Mad—”

“Udahlah!” Nency mengibaskan tangannya di depan wajah Moza. “Gue nggak percaya sama yang keluar dari mulut lo!”

“Bisa kan lo pura-pura gak kenal gue di sini?!” ucap Nency. “Gue malu sama temen-temen gue punya saudara kaya lo!”

Moza menelan ludahnya sendiri. “Kenapa sih Nency? Moza kan gak pernah jahat sama Nency. Kenapa Nency gak suka sama Moza?”

“HARUSNYA LO TUH MIKIR PAKE OTAK!” Nency tiba-tiba memajukan wajahnya pada wajah Moza. Satu tangannya berada di ujung alis. “Mana ada yang suka sama orang kaya lo! Udah gak cantik, centil, cupu dijauhin banyak orang lagi! Sampe pacar lo juga ngejauhin lo karena dia malu sama sikap lo! Lo sadar gak?!”

“Kasian banget ya jadi lo. Bener-bener pengganggu! Gak ada orang yang suka sama lo di sini Za!” Nency kembali menunjukkan ketidaksukaannya pada Moza. Nency terus berbalik menuju ke lorong samping.

Perempuan dengan rok pendek itu tidak mau berlama-lama dengan Moza. Ia lalu berbelok ke kiri dan menghilang. Apa yang dikatakan Nency memang benar. Tidak ada yang menyukai Moza di sini. Selama ini Moza selalu sendirian. Ayahnya sibuk kerja. Mama tirinya, adik tirinya, bahkan pacarnya sendiri pun menunjukkan ketidak sukaannya pada Moza secara terang-terangan.

****

“CHIKO! Kata Ganang kamu di sini! Kamu ngapain sihhh di siniii?” Moza dengan vokal centil itu bertanya pada Chiko. Cewek yang baru masuk ke dalam perpustakaan sekolah itu meringis karena orang-orang yang berdiam diperpustakaan memperingatinya untuk tidak berbicara terlalu keras di sini.

“Lagi bersihin buku.” Chiko menyahut jutek dengan mengusap buku perpustakaan.

“Kok tumben?”

“Lagi dihukum sama Pak Broto. Ketauan ngerokok di kamar mandi.” Chiko menaruh buku ke dalam rak besar perpustakaan sekolahnya.

“Ohhh! Ya ampun makanya kamu jangan ngerokok! Kamu kan masih muda Chiko!” ucap Moza. “Kasian paru-paru kamu tauuuu!”

“Gue udah bilang gak usah sok peduli sama gue!” Chiko masih saja dingin ketika memindahkan tumpukan buku ke rak menjadi berbaris rapi.

“Emangnya gak boleh ya?” tanya Moza lalu perempuan itu berinisiatif mengambil buku yang masih berada di bawah lantai. “Aku bantu yaaaa?!”

“Nggak usah!”Chiko menolak tawaran Moza. “Gue bisa sendiri.” tetapi Moza tidak memedulikannya dan menaruh buku yang ia bawa tadi ke tempat yang seharusnya. Ada persegi pendek dengan nama jurusan buku. Buku ini buku biologi dan Moza menaruhnya di tempat IPA.

“Udah mumpung gak ada Pak Broto biar aku aja deh yang bersihin! Kamu duduk aja dulu.” Moza yang berdiri di samping Chiko membuat Chiko menoleh. Cowok itu akhirnya menuruti apa yang Moza suruh padanya. Mengambil kursi dan duduk di antara rak besar tinggi perpustakaan.

“Besok-besok kamu jangan kaya gitu lagi Chiko! Ngerokok itu gak sehat tau! Nanti kalau kamu jadi sesek napas gara-gara rokok gimana?” Moza menaruh buku yang ia bawa dalam dekapannya ke dalam rak.

Chiko diam-diam tersenyum memperhatikan Moza. Moza memang selalu baik padanya. Perempuan itu masih sibuk mengomel dengan bahaya tentang rokok dan juga kesehatannya. Chiko sama sekali tidak pernah merasa diperhatikan seperti ini sebelumnya. Selain dengan Moza.

****

Kelas X IPA 8.

Chiko tiba di dalam kelasnya dan menemukan Ganang berserta Ergo yang duduk sebangku berdua. Mojok dan sangat tertutup dengan teman-teman sekelasnya yang sibuk mengerumuni kedua cowok itu yang membuat Chiko mengernyitkan dahinya. Sementara itu Frengky dan Bisma masih ngumpul di kelasnya. Sibuk dengan kegiatan sendiri-sendiri. Bermain hape dan bersosial media.

“Eh Ko,” sapa Frengky. “Kenapa lo?” tanyanya saat melihat wajah kusut Chiko. Cowok itu duduk di depan Frengky sementara Bisma melirik Chiko saat mendengar temannya menyapa cowok itu.

“Gak kenapa,” jawab Chiko.

“WOIIIII!! GUE MENANG TUHHH! NYAMPE DULUAN PUNYA GUEEE!!” teriak Ganang sambil berdiri dari bangku membuat seluruh mata yang ada di kelas memperhatikannya. “YEEESSS!! DUIT-DUIT SINI BUAT GUE!” ucap Ganang kembali seru. “Sawerannya Banggggg!”

“Lo main apa sih Nang? Seru bener,” ujar Chiko padanya.

“Main ular tangga Ko! Di hape! Lo mau ikutan?” tawar Ganang membuat Chiko geleng-geleng kepala heran.

“Gue kira main apa. Badan aja gede-gede tapi mainannya masih ular tangga!” cemooh Chiko membuat Ganang tertawa.

“Mending main ular tanggalah daripada main cewek!”

“Halaahhhh! Lo ngaca dulu sono! Lo juga sering main cewek, Nang!” Ergo mengomentari dengan ketus.

“Bener tuh kata si Ergo! Playboy kok nggak ngaku!” Bisma ikut berkomentar.

“Eitttss! Gue ini main cewek tuh udah profesional! Jadi gak bakalan ketauan antara cewek satu sama cewek gue yang atunya lagi.” Ganang cengengesan. “Tenang aja.”

“Sok ganteng banget lo Nang!” Frengky tiba-tiba berceletuk.

Ganang terkekeh. “Emang gue ganteng! Yeeeee lo sirik aja Bang!”

“Kalau bukan temen. Udah gue hajar lo di sini, Nang!” Frengky memasukkan ponselnya ke dalam saku celana membuat Ganang kembali tertawa geli dan duduk di bangku.

“Chiko! Lo dicari tuh sama Moza di depan kelas!” Chiko menoleh pada temannya. Roni, temannya itu baru saja masuk ke dalam kelas. Roni adalah ketua kelas di kelasnya. Kelihatannya baru saja membuang sampah di depan karena tangannya sedang memegang tong sampah kelas yang isinya sudah kosong.

“Oh gitu. Thanks, Ron.”

“Iya sama-sama Ko.” Roni lalu berjalan menaruh tong sampah kelasnya ke pojokkan kelas di belakang.

“CHIKO, CHIKOOO!!” Moza memanggil Chiko yang baru saja keluar kelasnya. Moza dengan cengiran lebarnya membuat Chiko berdiri di depannya. Cowok itu tidak mengatakan apa pun pada Moza. Chiko hanya memperhatikan Moza yang sudah mengambil sebelah tangannya agar lebih mendekat.

“Kenapa?” tanya Chiko jutek.

“Chiko maaf ya aku nyari kamu lagi! Aku lupa! Kamu nanti ada waktu gaaakkk? Aku mau ngajakin kamu nyari bahan-bahan buat manding sekolah. Mau yaaaaa??!” Moza memandang Chiko dengan penuh harap.

“Aku janji deh gak bakalan bikin kamu kesel! SUMPAH!"

“Mau yaaa? Pleaseee nanti malem aja! Kamu bisa kaannnn??” tanya Moza sangat semangat.

Chiko tidak bisa menjawab. Cowok itu hanya diam.

“Gue gak bisa, Za. Gue udah ada janji nanti malem,” Chiko menjawab perkataan Moza.

“Janji?” mendadak suara Moza berubah rendah. Kentara kecewa dengan jawaban Chiko. “Sama siapa?”

“Nency,” ujar Chiko membuat Moza langsung menutup mulutnya. Seperti ada palu godam yang langsung menghantam dada Moza saat Chiko menyebut nama Nency. “Mau nganterin dia les ballet.”

“Nency?” Moza membeo menyebut nama adik tirinya itu. Moza meneguk ludah, kecewa. Chiko terus memperhatikannya. Mulai dari perubahan ekspresi Moza hingga tatapannya. Lagi-lagi Chiko melihat Moza terluka karenanya.

“Ohhh... ya udah deh Chiko kalau kamu nggak bisa. Nggak pa-pa. Aku bisa sendiri.”

Moza hendak pergi tapi sebelum Moza pergi Chiko mengejar dan menarik tangannya. “Lo marah ya Za?”

Moza hanya diam. Tidak menjawab. Bahkan perempuan itu tidak mau menatapnya membuat Chiko tahu bawah perempuan ini marah padanya.

“Jangan marah,” Chiko mendekatkan dirinya pada Moza. Sedikit melunak, “Kalau gitu gue batalin janji gue sama Nency. Ntar malem gue temenin lo nyari apa yang lo mau ya?” ujar Chiko seperti membujuk anak kecil yang membuat bayangan terkejut di wajah Moza tampak.

“Beneran kamu bisa?” Moza bertanya. “Nanti kamu malah bohong lagi. Ujung-ujungnya nggak bisa. Nanti kamu malah pergi sama Nency. Aku nggak mau ditinggal tiba-tiba lagi....”

Chiko terdiam. “Pegang aja kata-kata gue. Gue gak bakalan ingkar janji.”

“Janji yaaaa??!” Moza dengan manis mengacungkan jari kelingkingnya pada Chiko membuat Chiko tertawa dan mengaitkan kelingkingnya pada jari Moza.

“Janji.” Ketika Chiko merunduk karena perbedaan tinggi keduanya. Moza mencium pipinya membuat Chiko kaget. Perempuan itu lalu mengulum senyum dan pergi dari Chiko dengan wajah memerah.

Chiko masih diam di tempat. Seolah ada perasaan baru yang menggebu dalam dirinya. Membuat leher hingga telinganya merah. Chiko masih shock di tempatnya. Chiko baper.

*****

AN: MANA NIHHHHHHH TIM HUJAT CHIKO BUAT KE DEPANNYA! ABSEN DULU!

SPAM 'NEXT' BUAT LANJUTTT??

APA CHIKO UDAH MULAI SUKA SAMA MOZA?

MOZACHIKO / MOZADRACO?

Selamat sahur moga-moga puasanya lancar yaaa! Mangat buat yang puasa dan semangat juga buat yang mau hari raya Galungan dan Kuningan!<3

Add line buat info bc update (Nah fungsi LINE ini biar gampang kalian tau Poppi update atau gak. Add aja gak rugi. Suwer) LINE: @xgv8109t

Bakal ada part seru nanti di bagian tengah cerita ini. Pokoknya itu part yang Poppi tunggu-tunggu. Gak pernah kalian kira sebelumnya. Aku gak bakal kecewain kalian dengan isi naskah ini. Pokoknya ditunggu aja yaa!

Follow Instagram:
Poppipertiwi
Wattpadpi

Chikogadangga
Mozaadisti

Ganangdata
Ergobanureksaa
Bismatanubrata
Frengkyfahlim

Salam sayang, Poppi Gadangga! Cewek yang mau tidur dulu. Istirahat. Doain aja biar Poppi cepet update lagi cerita Mozachiko-nya yaaa! Sampai ketemu Chiko dan kawan-kawan di part berikutnya! Aku cinta kalian semuaaa! <333

Continue Reading

You'll Also Like

3.3M 154K 61
[SEBELUM BACA YUK FOLLOW DAN VOTE SETIAP CHAPTER SEBAGAI BENTUK PENGHARGAAN BUAT AUTHOR YANG CAPE CAPE MIKIR ALURNYA, YA WALAU MUNGKIN ADA YANG GAK M...
729K 35K 56
Mendengar namanya saja sudah membuat Wilona bergidik ngeri, apalagi bertemu dengan sosoknya langsung. Mungkin Lona akan kabur begitu melihat bayangan...
RAYDEN By onel

Teen Fiction

3.3M 203K 63
[Follow dulu, agar chapter terbaru muncul] "If not with u, then not with anyone." Alora tidak menyangka jika kedatangan Alora di rumah temannya akan...
1.4M 144K 51
Katanya, psikopat bersifat genetik. Katanya, seorang anak yang tumbuh besar dengan orang tua yang memiliki gangguan tersebut berpotensi tumbuh serupa...