Aim for Aimee

By nellieneiyra

9.9K 933 397

"Karena terkadang orang ketiga itu bukan manusia, tapi perasaan kita sendiri." . . . . . . . . Gasta adalah g... More

1 - Gasta
2 - Aimee?
3 - Gasta, ternyata Aimee...
4 - Yang Telah Lama Hilang
6 - Menemani Hati
7 - Sebuah Ketulusan
8 - Gasta Dimusuhi
9 - Keadilan untuk Gasta
10 - Gasta Diserang
11 - Aimee dan Kejutannya
12 - Tertuduh
13 - Terungkap
14 - Mengutuk Baskara
15 - โค
16 - ๐Ÿ’”
17 - Dia Bukan Gasta
18 - Tapi Dia Masih Aimee
19 - Diagnosa yang Mematahkan
20 - Definisi Kecewa
21 - Pertemuan yang Terulang
22 - Bertualangnya Aimee
23 - Memenangkan Ego
24 - Bicara pada Hati dengan Hati
25 - Agar Aimee Mengerti
26 - Kebenaran dari dan untuk Deon
27 - Deon Telah Memutuskan
28 - Sebuah Akhir yang Mengawali
29 - Baskara VS Feliz
30 - Baskara VS Gasta
31 - Aimee VS Gasta... Wait, What?
32 - Kedatangan Hati yang Lain
33 - Di Depan Mata Aimee
34 - Di Balik Sikap Aimee
35 - Ketika Mencoba Berubah
36 - Arti Sebuah Genggaman Tangan
37 - Malaikat Tak Pernah Dusta
38 - Mengalah Hingga Menang
39 - Dibalas dengan Luka
40 - Tergerusnya Kepercayaan
41 - Pentingnya Tahu Diri
42 - Tersuratkan
43 - Masih Ada(kah) Harapan
44 - Mee, Peduli Tidak?
45 - Refleksi Perasaan Gasta
46 - Melihatnya Rapuh
47 - Pertarungan dan Pertaruhan
48 - Tidak Ada Aimee di Sini
49 - Kali Ke-Entahlah
50 - Kelanjutan Kemarin
51 - Danes Kembali
52 - Airmata Terderas Gasta
53 - Masa Lalu yang Menguji
54 - Terus Terang, Terus Menerangkan
55 - Dia atau Dia, Aku atau Mereka
56 - Pengungkapan Penuh Derita
57 - Susah Dibunuh
58 - Berani Tega yang Tak Disadari
59 - Dikira Pengkhianat
60 - Semudah Membalik Telapak Tangan
61 - Rintangan Mustahil Tak Ada
62 - Hadiah Pertandingan
63 - Rapuh, Tumbang, dan Terinjak
64 - Tidak Tepat, Tapi Tidak Terlambat
65 - Aimee si Penggerak Hati
66 - Hati Papa yang Terketuk

5 - Sebuah Pengakuan

187 18 13
By nellieneiyra


Sore itu Gasta cuci baju setelah diancam oleh Feliz. "Kalo kamu nggak cuci baju, kamu makan telor ceplok aja!" Mau tidak mau, Gasta mencuci baju. Biasanya, Gasta dan Feliz cuci baju di akhir minggu. Tapi akhir minggu lalu, Gasta ada mini-turnamen, jadinya terabaikanlah cuciannya. Sehingga, kali ini Gasta harus menyelesaikannya.

Feliz memasak di dapur. Lagi asyik-asyiknya mencoba menaburkan garam ke atas masakan dengan teknik ala-ala saltbae, tiba-tiba bel pintu rumah berbunyi.

"Eh, tamu tuh. Buka Gas!" pinta Feliz.

"Tanganku basah Kak, busa semua lagi."

"Oke, kakak ambil telor di kulkas." ancam Feliz, licik sekali.

"Iyaaaa iyaaaaa. Bentar." Gasta langsung melesat menuju pintu depan. Senyum jahil Feliz terkembang di bibirnya.

Gasta membuka pintu.

"Hei, Gas." sapa tamu itu.

Ternyata Aimee.

Kaki Gasta lemas.

"Miss Feliz ada?" tanya Aimee.

"Eh, mm... Ada... Lagi di dapur." tampak sekali salah tingkahnya Gasta.

"Bisa tolong panggilin?"

Gasta terdiam lagi.

"Hey!" seru Aimee, menyadarkan Gasta.

"Ah! Iya bisa. Masuk dulu, Mee. Masa di pintu gitu. Tar dikira mau nagih utang lho." gurau Gasta. Aimee tersenyum. "Thanks."

Memasuki ruang tamu, Aimee melihat beberapa gumpal busa melekat di tangan dan dada Gasta.

"Mmm, Gas, lagi syuting iklan sabun?" celetuknya.

Jgerrrrr. Runtuhlah wajah dan reputasi Gasta saat itu.

"Hehe, bukan. Lagi bisnis car wash aja di belakang rumah." sahutnya disambut tawa Aimee. "Aku panggilin Kak Feliz dulu ya."

Feliz muncul di ruang tamu. "Hai... Halo Aimee. What's up?" sapa Feliz riang.

Aimee lagi-lagi tersenyum.

"Miss, itu Gasta banyak busa gitu, abis ngapain Miss?"

Feliz menoleh ke arah dapur. "Hahaha. Lagi cuci baju dia. Biasa, sok rajin." padahal dia sendiri yang nyuruh.

"Jadi Gasta nyuci baju sendiri Miss?" nada bicara Aimee terdengar kaget.

Feliz mengangguk. "Of course. Di sini kami tinggal cuma berdua, jadi kami sendiri yang tanggung jawab dengan barang-barang kami."

"Cuci piring, nyapu, ngepel, dia juga yang ngerjakan?"

"Sure. Gantian sama Miss Feliz. Masa Miss Feliz semua yang ngurusin?" ujar Feliz tertawa.

Benak Aimee melayang jauh. Dia merasa malu pada dirinya sendiri. Dia yang perempuan saja jarang sekali mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Bahkan, merapikan tempat tidurnya saja dia menyuruh pembantu atau Bundanya. Tiba-tiba saja dia merasa sangat salut pada Gasta.

Gasta yang idola di sekolah aja nyuci baju sendiri, masa kamu kalah, Mee?

"Ada apa Mee? Kok tumben kesini nggak ngabarin Miss Feliz dulu?" tegur Feliz.

"Saya mau tanya-tanya soal Deon, Miss. Tadinya saya mau telepon Miss Feliz aja, tapi kok kayanya enak ngomong langsung." jawab Aimee.

Gasta, yang saat itu sudah hampir selesai mencuci, tak sengaja mendengar ucapan Aimee itu. Lagi-lagi, retakan hatinya melebar perlahan.

"Oh, Deon. Jadi... gini." Feliz mulai bercerita. Aimee menyimak dengan seksama. Suaranya lirih sekali. Gasta tidak kedengaran. Dari balik tembok, dia mengintip Feliz dan Aimee yang bercakap-cakap. Cukup lama. Dahi Gasta mengeryit, berusaha fokus memasang pendengarannya baik-baik agar bisa menangkap obrolan mereka. Namun nihil hasilnya. Gasta hanya bisa melihat Aimee yang nampak murung, lalu menangkupkan kedua tangan ke wajahnya. Sepertinya, dia menangis. Atau mungkin hanya bersedih? Ah, sama saja. Intinya, Aimee berduka. Feliz memeluknya dari samping.

Gasta kembali ke cuciannya. Sambil memindahkan pakaian dari bak ke pengering pakaian (ya, mesin cuci di rumah Feliz kebetulan sedang rusak, jadi yang berfungsi hanya pengeringnya), pikiran Gasta melesat menuju Aimee dan Deon.

Deon yang kena leukemia. Berapa lama dia akan bertahan? Setahu Gasta, penyakit itu sulit disembuhkan.

Bukannya mendo'akan, tapi terbersit di benak Gasta bahwa Deon tidak akan bertahan lama. Bukannya berharap, namun Gasta tidak mau munafik bahwa dia juga sebenarnya ingin mengambil Aimee dari sisi Deon.

Jika Deon pergi, apa iya Aimee mau menerimaku jadi pengganti Deon? Gasta bertanya pada diri sendiri.

Gasta mencintai Aimee dengan tulus. Namun, belum usia Gasta untuk memaknai arti cinta sesungguhnya. Yang tentang merelakan. Tentang mengikhlaskan. Tentang rasa bahagia melihat yang dicintai bahagia.

Yang Gasta tahu, dia sayang Aimee, dan ingin menjadi sosok yang selalu ada untuk Aimee.

Setelah memutar tombol pengering, Gasta istirahat. Dia di dapur, duduk sambil sesekali menoleh ke arah ruang tamu melihat mereka berdua. Pikirannya belum pernah segalau itu.

"Gastaaaaa!" panggil Feliz tiba-tiba.

Gasta tersentak. Bergegas dia menghampiri Feliz.

"Ya?"

"Temenin Aimee sebentar gih. Kakak bikinin minum dulu."

"Siaaaap!"

Gasta duduk di samping Aimee yang wajahnya masih semuram tadi siang.

"Hei. Sedih mulu." Gasta mengacak-acak poni Aimee.

"Kepikiran Deon tau. Dia masih belum bisa dihubungin." sahut Aimee sedih.

"Didoain aja. Semoga cepet sembuh."

"Aku pengen liat dia sekarang, Gas. Aku kangen dia. Aku khawatir sama dia."

"Kan udah ada kakaknya. Eh by the way. Kakaknya Deon itu ternyata mantannya Kak Feliz lho. Dunia sempit ya, kaya pantat kecoa." gurau Gasta menghibur Aimee, mengalihkan pembicaraan.

Lagi-lagi, Aimee tersenyum. "Mesti deh."

"Ya udah, jangan sedih. Nanti cantiknya ilang."

"Dih, gombal. Cari pacar sana, biar ada yang digombalin."

Gasta tertawa. Dalam hati, Gasta berteriak, "Kamu aja Mee yang jadi pacar aku. Ya? Ya?"

Saat Feliz kembali, gembira sekali dia melihat Aimee yang sudah ceria berkat Gasta. Setelah minum dan ngobrol soal English Club sebentar, Aimee pamit.

Selepas kepergian Aimee, Feliz menginvestigasi Gasta.

"Kamu apain dia? Ceria gitu."

"Namanya juga Gasta."

"Iiiih, pede. Kamu diam-diam pacarin dia di belakang Deon ya?"

"Yeee enak aja."

"Ya udah sana makan. Dasar genit." Feliz mengacak-acak rambut Gasta.

***

Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, tapi Gasta masih belum mengantuk. Diputuskannya untuk singgah ke kamar Feliz sebelum tidur. Malam itu kegamangan melanda hatinya. Dia merasa ada yang perlu diungkapkan pada Feliz.

"Kak. Sini deh."

"Hm?" Feliz menghampirinya.

Gasta bingung mau memulai dengan bagaimana.

"Menurut kakak, kalo aku jatuh cinta ama temen salah nggak?"

Jelas Feliz terkejut. Alisnya bertaut.

"Ha? Emang kamu jatuh cinta ama siapa?" sahut Feliz sambil memoleskan krim malam ke wajahnya.

Gasta terdiam beberapa saat. Matanya menghadap lantai, lalu melirik Feliz.

"Sama... Ketua English Club yang biasa main ke rumah." jawab Gasta tersenyum malu.

Feliz mendongak ke arah Gasta, menyeringai lebar. "Kamu... Jatuh cinta ama Aimee?"

Gasta mengangguk malu. Kepalanya menunduk dalam-dalam.

Clep. Feliz memegang kedua pundak Gasta. "Sejak kapan?"

"Kelas tujuh." ucap Gasta lirih sekali, hampir seperti berbisik.

"Hwaaaat? Hei!" Feliz mengarahkan wajah Gasta ke arahnya. Gasta tersenyum menggigit bibir.

"Iya Kaaaak."

"Iya apa?"

"Gasta sayang sama Aimee." ucap Gasta mantap.

"Aaaaaaaaaah!" Feliz menenggelamkan Gasta ke pelukannya. Gasta berteriak-teriak memberontak, tapi Feliz tidak mempedulikannya. Dia memekik kegirangan.

"Akhirnyaaaaa! Gasta jatuh cinta. Ciyeeeee!" lagi-lagi, Feliz mengacak-acak rambut Gasta. "Kenapa baru bilang sekarang sih?"

Gasta merengut. "Abisnya, selama ini Aimee jomblo. Jadi Gasta nyantai aja. Eh sekarang tiba-tiba punya pacar. Pacarnya Deon, lagi."

"Terus mau kamu tikung, gitu?"

"Kalo bisa sih."

"Ih, jahat ah Gasta!"

"Terus? Kudu gimana?"

Feliz menyandarkan kepalanya di tembok. Kini dia berbaring di ranjang. "Sini, bobok sini." Feliz menepuk-nepuk bantal di sebelahnya. Gasta menurut. Dia membaringkan kepalanya di sebelah Feliz.

"Kakak tanya." ujar Feliz. "Kamu suka Aimee karena apa?" lanjutnya sambil menyentuh hidung Gasta.

Gasta nampak berpikir keras. "Apa ya Kak? Karena baiknya. Terus lucu, pasrah gitu kalo digoda. Makin kesini makin keliatan cantik lagi. Ya, gitu deh."

Feliz manggut-manggut. "Kamu tulus gak, sayang sama dia?"

"Maksudnya gimana Kak?"

"Ya, tulus, meski kamu tau kalo misal ternyata Aimee nggak suka sama kamu, kamu tetep sayang sama dia?"

"Mmm, ntah ya. Kan sekarang belum tau."

"Nah, itu namanya nggak tulus, Gas."

"Kok bisa?"

Feliz tersenyum.

"Kalo kamu tulus sayang dia. Beneran sayang dia. Meski kamu tau dia nggak suka ama kamu, kamu nggak akan peduli. Kamu bakal tetep sayang ama dia. Kamu bakal tetep ada buat dia."

Gasta terdiam. Menatap lurus langit-langit kamar kakaknya.

"Berarti penantian kita sia-sia dong, soalmya kan udah tau kalo ga bakal terbalas."

"Ya berarti cintanya udah usai kalo udah ngerasa gitu." pungkas Feliz.

"Love is all about giving, Gas. Kalo kamu berharap dibales, itu wajar, tapi kalo kami berhenti mencintai pas tau dia gak mau balas cintamu, that's not true love anyway." imbuhnya.

Gasta lagi-lagi membisu.

"Kamu mau, beneran sayang ama dia?"

"Mau lah Kak."

"Ya udah. Jagain dia. Jadi orang yang selalu ada buat dia. Selalu sedia pundak pas dia lagi down. Kalo kalian meant to be, kalian pasti bersatu kok ntar. Percaya kakak."

Mata Gasta semakin menerawang jauh. Entah apa yang berkecamuk di benaknya kali itu.

"Iya Kak. Gasta coba dulu nanti."

"Nah, itu baru adeknya Feliz. Toss dulu dong."

Gasta melayangkan tossnya, lalu memberikan pelukan terhangatnya untuk Feliz malam itu. Satu cahaya masuk ke jiwanya dan membentuk sebuah kekuatan yang akan dia sebut cinta.

Gasta tidur lebih lelap dari malam-malam sebelumnya.

***

Ada hari dimana Gasta hari berangkat sekolah naik angkot. Yakni, ketika jadwal mengajar Feliz dimulai pada jam ke 5-6. Jadi, sekitar pukul 10 Feliz baru mulai kelas. Itulah mengapa, Feliz prefer untuk menyuruh Gasta naik angkot saja. It means, Gasta harus berangkat lebih pagi karena harus jalan ke ujung komplek dulu, jalan dimana angkot lewat atau terkadan ngetem.

Seperti pagi itu.

Nyawa Gasta belum 100% terkumpul. Sesekali dia menguap padahal pagi ini dia sudah keramas untuk menghilangkan rasa kantuknya. Feliz masih tidur, karena sedang berhalangan dan tidak sholat. Sudah biasa bagi Gasta mengurus perlengkapan sekolahnya sendiri. Kini dia berdiri di tepi jalan menunggu angkot lewat.

Namun sayangnya, sudah 5 menit Gasta menunggu, si angkot tidak kunjung datang. Mau jalan kaki, tidak mungkin karena jarak dari situ ke sekolahnya sekitar 6 km. Akhirnya ditunggunya saja si angkot meski berkali-kali dia menguap.

Alih-alih angkot, sebuah mobil berwarna silver tiba-tiba berhenti di depannya. Gasta kaget. Awalnya dia hendak kabur. Namun, tiba-tiba kaca belakang mobil tersebut terbuka.

"Hai, Gas." sapa Aimee riang. "Bareng, yuk!" ajaknya.

Gasta, bagai mendapat tumpangan permadani terbang, membalas senyum riang Aimee dengan sedikit keterkejutan dan kegagapan.

"Oh, hai, Mee... emmm... Itu..."

"Udah, sini masuk." Aimee membukakan pintu belakangnya lalu menggeser duduknya.

Gasta masih berdiri termenung sambil menatap Aimee dalam ketercengangannya.

"Masuk aja, Nak. Ayo." kali ini ayah Aimee yang bersuara.

Mau tidak mau, Gasta masuk saja. Masih dalam ketercengangan, Gasta duduk di sebelah kiri. Sedangkan Aimee, duduk tepat di belakang ayahnya yang menyetir.

"Yah, ini Gasta. Temen sekelas aku." ujar Aimee memperkenalkan Gasta, saat mobil mulai melaju kembali.

"Oh ya?" sahut ayah Aimee.

"Iya."

"Temen apa temen?" goda ayahnya. Mata Gasta terbelalak.

"Temen lah yah. Iiiiih ayah ih." Aimee menimpali dengan malu-malu. Gasta tertawa pelan, mencoba ikut cair dalam suasana.

"Ya barangkali, temen tapi mesra, gitu." balas ayahnya. Gasta tertawa lagi, tetapi mengiyakan dalam hati. Sementara itu, Aimee malah mencubit gemas pundak ayahnya. "Iiiih!"

"Hehehe. Iya iya. Rumah kau dimana, Gas?" Ayah Aimee mengarahkan kaca dashboard ke arah Gasta.

"Di situ, Om." jawab Gasta sekenanya.

"Di situ itu dimana?" balas ayah Aimee diiring tawa. "Lucu kau ini."

"Hehehe. Jalan Pantai Pandawa."

"Wah, ga jauh sih dari rumah. Tapi beda komplek ya?"

"Iya."

"Kau suka sepak bola?"

"Saya sukanya basket, Om."

"Ah kau ini. Lelaki sejati tu mestinya suka sepak bola. Seperti Om ini. Kau tau, Om dulu..."

"Iiiiih ayah apa'an sih, suka-suka dia lah mo suka apa." sela Aimee. Gasta dan ayah Aimee tertawa.

"Selain basket, apalagi yang kau suka? Anak Om?"

Jgerrrrr. Gasta merasa, baru kali ini ada petir bisa menyambar sampai ke dalam mobil.

"Ayah ih! Biciiiiik!" protes Aimee, kali ini mencowel pinggang ayahnya yang sedang menyetir. Kontan saja mereka berdua tertawa. Tapi Gasta tertawa bahagia. Baru saja semalam dibahasnya masalah ini dengan kakaknya, setelah setahun lebih dia menyimpan rasa itu sendiri.

"Eh, kau ini. Ayah tanya sungguh-sungguh ini. Siapa tau jawabannya iya. Kan bisa ayah masukkan si Gasta ini ke daftar calon menantu ayah."

Ebuseeeeet, pekik Gasta dalam hati. Iya Om, iyaaaaaa! I really like your daughter! lanjutnya, tetap dalam hati. Tapi kenyataannya, dia lagi-lagi hanya menimpalinya dengan tawa.

Kemudian, ayah Aimee menanyainya dengan berbagai macam pertanyaan. Tentang keluarga Gasta, tentang cita-cita Gasta, tentang banyak hal. Gasta terbuka saja karena ayah Aimee memang tidak menyebalkan, justru malah menyenangkan. Tawa Gasta terdengar berulang kali.

Sedangkan Aimee, dia juga bahagia. Namun sedikit sebal ketika ternyata si ayah menggodanya. Meski demikian, kekalutannya tentang Deon belakangan ini seakan sirna. Hatinya terasa hangat ketika dia melihat Gasta tertawa dengan matanya yang turut menyipit serta alisnya yang terangkat tinggi-tinggi. Sesekali dipukulnya Gasta ketika Gasta mengiyakan ayah Aimee yang terus-terusan menggoda anak semata wayangnya itu.

"Gas, anak Om cuma satu. Tapi nggak lama lagi, bakal ada dua kayanya."

"Aimee mau punya adek, Om?"

"Enggak. Mau Om nikahin, ama kamu! Hehehe."

Gasta mau pingsan mendengarnya.

"Hahaha. Aimee udah punya pacar sendiri, Om." sahut Gasta. Aimee langsung memelototi Gasta, dan mencubit pinggangnya keras-keras. "Aduduh, aduh!" pekik Gasta pelan.

"Nggak kok Yah! Gasta jangan didengerin!" tukas Aimee gelagapan.

"Wah, iya kah? Kau nggak pernah cerita gitu."

"Enggak, Yah. Iiiih Gasta. Jangan aneh-aneh deh." ancam Aimee sambil tetap melotot ke arah Gasta. Gasta tertawa lagi.

Intinya, Aimee dan Deon ternyata backstreet. Fine.

Tibalah mereka di sekolah. Perjalanan 20 menit hanya terasa 5 menit bagi Gasta karena ayah Aimee yang begitu menyenangkan. Dan tentu, karena ada Aimee dan keindahannya yang duduk di sampingnya.

Setelah mengucapkan terima kasih, Gasta turun dari mobil. Berdua, mereka berjalan menuju gerbang sekolah.

Gasta bersyukur sekali hari itu tidak diantar kakaknya.

"Mee, jadi kamu..."

"Apa?"

"Backstreet ama Deon?" senyum jahil Gasta melebar.

"Huss. Udah jangan dibahas." Aimee menempelkan telunjuknya bibir Gasta. Lagi-lagi, kaki Gasta langsung lemas.

"Tuh buktinya, ayah kamu nggak tau." Gasta terus membahas.

"Iiiih, udah ah auk ah."

"Kenapa atuh kaya git..."

"Hap!" Aimee membekap mulut Gasta, dan berhenti tepat di tengah lapangan sekolah. Gasta meronta-ronta dalam tawa. Kedua tangannya mencoba melepaskan bekapan tangan Aimee di mulutnya. "Daripada kamu ngoceh mulu, mending aku giniin aja kamu sampe ke kelas!" ancam Aimee.

Tak ayal, banyak pasang mata yang menangkap kemesraan mereka berdua. Tak terkecuali, fans-fans Gasta dari kalangan kelas 7. Semua langsung heboh. Dan benar, Aimee membekap mulut Gasta sampai masuk ke kelas, tak peduli betapa Gasta mencoba berteriak dan melepaskan diri. Tapi Gasta, ah, dia hanya berakting saja soal melepaskan diri itu. Sebenarnya, dia mau saja dibekap oleh Aimee seperti itu bahkan jika sampai bel istirahat, karena dia bisa terus menggenggam pergelangan tangan cewek kesayangannya tersebut.

***

"Kak, besok aku naik angkot lagi ya?"

"Kan besok kakak masuk pagi jam tujuh."

"Gak papa. Boleh ya Kak?"

"Emang kenapa sih?"

"Biar nanti ketemu Aimee lagi. Terus ditebengin mobilnya lagi. Hehehe."

"Hah? Jadi, kamu tadi..."

"Iya. Hehehehe."

"Ciyeeee, yang lagi seneng..." Feliz merangkul leher adiknya, lalu menjitakinya.

"Hehehe. Aku dikenalin ke ayahnya, Kak."

"Oh ya? Buset dah. Ngebut, ya."

"Gitu deh."

Lalu diceritakannya semua kisahnya pagi tadi yang membuat semangat belajarnya hari ini berkobar hebat, dan tak lupa soal backstreet itu tadi, kepada Feliz. Gasta bahagia sekali. Matanya berbinar terang dengan senyumnya yang melebar bahagia. Gasta, lagi-lagi, tidur lebih lelap dari malam-malam sebelumnya.

Continue Reading

You'll Also Like

22K 1.3K 33
Y/N is reincarnated in HI3rd as her/his favorite character, Houraiji Kyuushou. She finds herself in Nagazora, and starts to explore it, trying to fin...
195K 9.9K 89
Being flat broke is hard. To overcome these hardships sometimes take extreme measures, such as choosing to become a manager for the worst team in Blu...
23.9K 1.8K 45
๐ญ๐ก๐ž ๐Ÿ๐ง๐ ๐›๐จ๐จ๐ค ๐จ๐Ÿ ๐ฌ๐ก๐จ๐ซ๐ญ ๐ฌ๐ญ๐จ๐ซ๐ข๐ž๐ฌ ๐š๐›๐จ๐ฎ๐ญ ๐จ๐ฅ๐ข๐ฏ๐ข๐š ๐ซ๐จ๐๐ซ๐ข๐ ๐จ ๐š๐ง๐ ๐ฒ/๐ง'๐ฌ ๐ฆ๐ž๐ž๐ญ-๐œ๐ฎ๐ญ๐ž๐ฌ/๐ฅ๐จ๐ฏ๐ž ๐ฌ๐ญ๐จ๐ซ๐ข๏ฟฝ...
53.2M 378K 65
Stay connected to all things Wattpad by adding this story to your library. We will be posting announcements, updates, and much more!