ADAM DAN MADA

Por VikaAmania

30.9K 999 50

Jihad lelaki bernama Adam yang berusaha keras kembali ke kodratnya sebagai laki-laki setelah ibunya meninggal... Mais

Chapter 1-Keinginan yang lama terpendam
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
PArt 16
PArt 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29

Chapter 5

1.8K 45 3
Por VikaAmania

Mada melingkarkan tangannya ke leher Jason. Manik matanya tak berhenti menatap Jason. Pemuda itu seperti dilanda perasaan yang menggebu. Baru kali ini Adam merasakan cinta yang sesungguhnya, merasa ada seutuhnya.

"Sayang, kamu keren deh hari ini," pujinya mesra. Adam merasa bangga memiliki pacar setampan Jason. Pria Indonesia yang memiliki wajah blasteran itu sangat sayang padanya

"Hmm ... mulai deh ngerayu. Ya udah, masuk gih sana. Nanti telat lho, ini kan hari pertama kamu kerja," sahut Jason.

"Iya deh ... iya. Aku masuk dulu, ya."

"Iya." Jason mengelus pipi Adam dengan lembut. Pria itu seperti tak habis memanjakan pacarnya. "Nanti aku jemput, ya."

"Nggak usahlah. Semalem kan, aku ninggal motor di sini."

"Yakin?"

"Iya. Yakin dong, Sayang."

"Nanti kalau aku kangen gimana?" goda Jason.

"Ih kamu, nih!" Adam mencubit tubuh Jason dengan sayang.

"Eh, kok nyubit sih?" Melihat tingkah Adam, Jason jadi semakin ingin menggodanya. Dia gemas.

"Habis kamu, sih. Nanti aku nggak konsen kerja, lho." Adam memasang wajah cemberut.

"Iya deh, iya. Ya udah. Kamu hati-hati, ya. Jangan lupa kasih kabar." Jason membelai pipi kekasihnya dengan lembut.

Adam hanya menjawab dengan anggukan

Sebelum berpisah, mereka berdua berciuman. Walau pun pada saat itu parkiran mall sangat sepi. Namun, hal itu tetap saja tidak wajar dan menimbulkan perasaan risih bagi siapa saja yang melihatnya. Jijik, karena mereka berdua adalah sama-sama laki-laki.

Setelah melepaskan pelukannya, Mada bergegas masuk. Pagi itu, mall masih terlihat sepi. Dengan langkah gemulai, Adam menaiki tangga eskalator menuju salon tempatnya bekerja.

"Hai, Da," sapa Manor memeluknya.

Setelah melepaskan pelukan, Manor memegang kedua bahu Mada.

"Tunggu!" selidiknya. Manik matanya berkeliling memandang Mada dari atas hingga bawah.

"Almost perfect," katanya kemudian. Lalu dia mulai mengoreksi semuanya sambil menunjuk-nunjuk ke arah yang dibicarakannya.

"Dress-nya sih udah keren. Riasannya juga udah oke. Tapi ... kayaknya ada yang harus diperbaiki dikit, deh!"

"Apaan, Kak?" tanya Mada bingung, sambil matanya mengikuti ke mana pun arah telunjuk Manor.

"Hidung kamu kurang kece," ucap Manor sambil menyentuh hidung Mada dengan ujung jarinya.

"Kamu tahu, nggak?" lanjutnya, "Seorang make up artist itu harus tampil sempurna. Masa dandanin orang tapi kamunya kalah cantik sama yang di make up-in," ujar Manor.

"Terus aku harus gimana, Kak?"

Manor berbisik ke telinga Mada, "Pasang implan dong, Sayang."

Mata Mada membulat, tetapi hanya dibalas Manor dengan anggukan pelan. Dia mencoba meyakinkan Mada untuk mengikuti sarannya.

"Tapi, Kak ...," sanggahnya ragu.

"Udah ... ntar aku yang bilang sama Pak Andreas supaya bayarin kamu ke dokter ahli bedah. Nggak sakit kok, cuma operasi kecil aja. Pasti Pak Andreas setuju supaya anak-anaknya tampil paripurna." Manor mencoba meyakinkan lagi, Mada mulai berpikir tentang apa yang disarankan Manor.

Benarkah memang ini yang dia cari? Tampil sempurna sebagai seorang wanita. Bebas dari cemoohan orang-orang yang memandangnya aneh. Mada ingin semua orang mengakui bahwa dirinya sama seperti wanita yang lain. Bukan memandangnya sebelah mata.

"Gimana?" tanya Manor mambuyarkan angannya.

"Emm ... oke deh, Kak," jawabnya meski pun masih ragu.

"Ya udah, sekarang kamu kerja dulu. Hari ini ada dua orang yang mau fashion show di lantai satu. Kamu bantuin Mbak Angel dandanin, ya!"

Adam mengangguk, lalu meletakkan tasnya dan bergegas mendatangi pelanggan tadi.

"Temanya make up Thailand ya, Mbak," ucap seorang perempuan yang akan Adam rias. "Yang flawless gitu."

Adam mulai beraksi. Dengan cekatan, tangannya menyemprotkan spray priming water ke area wajah, lalu menunggu hingga kering. Setelah itu, Mada memberikan serum pelembab wajah wajah dan protective primer. Mada juga melapisi wajah pelanggannya menggunakan foundation empat lapis. Pertama waterproof liquid foundation supaya wajahnya tampak bercahaya, lalu foundation bernutrisi yang berfungsi sebagai pelembab supaya tampak kenyal dan sehat, yang ketiga foundation untuk meratakan warna wajah. Tak lupa Mada juga membubuhkan corrector under eye untuk membuat bagian bawah mata dan bibir tampak lebih segar. Mada juga menambahkan foundation lagi ke seluruh wajah pelanggannya agar riasannya tampak sempurna. Setelah itu, consealer ditambahkan untuk menyamarkan lingkaran mata. Untuk membuat wajah tampak tegas, Mada juga memberikan kontur di sekitar pipi dan hidung lalu menyapukan blush on berwarna peach di sekitar pipi, dagu dan seputar dahi. Barulah dia membubuhkan bedak tabur dan menyemprot kembali menggunakan priming water supaya terlihat lebih segar. Bedak padat diberikan. Mada memilih perpaduan lipstik berwarna peach dan pink untuk dioleskan di bibir pelanggannya. Lalu eyeshadow berwarna peach, eyeliner berwarna hitam dan alis berwarna cokelat untuk riasan sekitar mata. Pada sentuhan akhir, Mada menambahkan highlighter supaya wajah pelanggannya tampak bercahaya alami. Kini wajahnya menjadi lebih putih dari biasanya.

"Mbak Angel, aku udah selesai." Mada memberitahu wanita di sebelahnya yang sedang menata rambut pelanggan.

"Udah bagus kok, Da. Coba blush on nya kamu tebelin dikit." Angel menyarankan. Mada lalu melakukan apa yang diinstruksikan Angel.

"Gimana, Mbak?" tanya Mada sambil menggeser kursi pelanggan itu ke kiri dan kanan agar pelanggan itu bisa melihat hasil akhir riasan.

"Bagus banget, Mbak. Saya suka." Perempuan itu antusias, wajahnya berbinar-binar seperti habis menang lotere.

"Oke, Mbak tunggu sini dulu, ya. Nanti rambutnya biar ditata sama Mbak Angel."

Mada lalu mendatangi pelayanan pelanggan untuk melihat daftar siapa saja orang yang hari ini akan didandani. Dia lalu mendekat ke salah seorang wanita paruh baya yang duduk di kursi ruang tunggu.

"Ibu mau make up juga?"

"Iya, Mbak."

"Silakan, duduk dulu di sana." Mada mempersilakan Ibu itu untuk bersiap-siap di kursi depan cermin yanh digunakan khusus untuk merias pelanggan.

Satu persatu orang yang datang untuk dirias. Mada menanganinya dengan baik. Waktu menjelang sore, Mada beristirahat di salah satu ruang khusus untuk karyawan. Ternyata cukup lelah mendandani wajah para pelanggan seharian ini, padahal jumlahnya hanya lima orang.

Seperti biasa, Mada mengecek ponsel. Dua pesan masuk, dan sepuluh panggilan tak terjawab dari ibunya. Salah satu pesan itu berasal dari Jason.

[Kamu pulang jam berapa, Nak?]

Mada mengabaikan pesan itu, tak membalasnya. Dia justru membuka pesan dari Jason.

[Kamu pulang jam berapa, Sayang? Aku jemput, ya]

Mada lalu menekan tombol balas lalu mengetik sesuatu.

[Jam lima, Sayang. Setengah jam lagi]

[Oke, aku jemput, ya!]

Beberapa saat kemudian, Manor masuk ke ruangan beserta dengan karyawan lainnya.

"Udah selesai, Da?''

"Udah, Kak. Barusan aja."

"Gimana kesan kamu kerja di sini? Happy, nggak?''

"Happy, Kak."

"O iya, Da. Tadi aku udah telepon Pak Andreas, dia mau lihat kerjaan kamu dulu selama sebulan ini. Istilahnya OJT-lah. Dan, kabar baiknya, beliau mau biayain kamu operasi hidung setelah masa OJT-mu berakhir."

"Beneran, Kak?" Adam langsung berdiri sambil melompat-lompat kecil saking antusiasnya.

"Beneran!" Manor tak kalah bersemangat. "Yay, senang, kan?" tanya dia sambil mengepalkan kedua tangan dan mengangkatnya ke atas.

"Seneng banget, Kak."

"Oh, ya.Selama OJT gaji kamu dibayar harian, ya. Aku yakin, kamu pasti lolos OJT dan diterima jadi pegawai tetap salon ini. Soalnya ... feeling aku tuh bilang kalau Pak Andreas udah suka sama hasil kerja kamu dari awal."

"Aamiin."Adam mengusap tangan ke wajah.

"Ya udah, yuk merapat! Kita evaluasi dulu kerjaan hari ini sebelum ganti shift."

Manor lalu memanggil semua karyawan yang ada di sana. Dia mengevaluasi pekerjaan beberapa anak buahnya, termasuk mengenai komplain yang datang pada hari ini.

Setelah evaluasi, Manor biasa menetapkan target pada anak buahnya, target itu adalah hasil dari strategi marketing yang sudah dibuat dan disetujui Pak Andreas pada awal bulan ini.

"Oke, jadi kesepakatannya Mada akan ditempatkan di salon terbaru kita yang cabangnya ada di Setiabudi. Mulai besok, Mada udah bisa bantuin di sana, ya."

Tiba-tiba ponsel Mada berdering, mengagetkan semua orang yang ada di ruangan. Mada merasa salah tingkah karena nada dering ponselnya sempat menghentikan rapat evaluasi pada sore itu.

"HP kamu, Da?"

"Hehe, iya, Kak." Adam menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Sepertinya saya udah dijemput."

"Pukul berapa, sih ini?" tanya Manor sambil melihat jam yang melingkar di tangannya. "Oh, oke ternyata sudah jam lima. Ya udah kita akhiri dulu briefing hari ini, ya. Sekian, selamat sore."

Ketika Mada hendak keluar dari ruangan itu, Manor memanggilnya, "Mada, jangan pulang dulu, ikut saya sebentar."

"Oh, baik, Kak."

Manor lalu ke luar menuju kasir diikui oleh Mada, "Mbak Siska. Tolong gaji Mada untuk hari ini," ucapnya pada wanita bertubuh sedikit gempal yang bertugas sebagai kasir di salon itu.

Wanita yang bernama Siska itu mengambil uang yang memang sudah dipersiapkan untuk Mada lalu memberikannya kepada Manor.

"Oke, Thank you," ucap Manor kepada Siska.

"Ini gaji kamu untuk hari ini, Da." Manor menyerahkan amplop yang berisi uang kepada Mada, "jangan lupa, mulai besok kamu sudah bertugas di salon kita yang baru."

"Iya, Kak. Terima kasih." Mada menerima amplop itu, "Kalau begitu, saya pulang dulu ya, Kak."

"Oke."

Mada memasukkan amplop itu ke dalam tas. Wajahnya berbinar, ternyata seperti ini rasanya punya uang sendiri. Dia lalu mengeluarkan ponselnya dan menelepon sesorang.

"Halo, Sayang. Kamu di mana? Maaf tadi nggak bisa angkat telepon. Aku lagi briefing."

"Aku nunggu di McD, Sayang. Sambil makan."

"Oh, ok. Aku ke sana, ya." Adam mengakhiri teleponnya dan memasukkan ponsel itu ke tas. Dia lalu berjalan ke tempat yang tadi Jason sebutkan. Dari kejauhan, terlihat Jason melambaikan tangan seolah memberitahu keberadaannya, dengan hati yang berbunga-bunga Mada mempercepat langkah mendatangi kekasih hatinya.

"Kamu udah makan?"

Mada menggeleng, "Belum." Tanpa disadari, orang-orang di sekeliling mereka memperhatikan Mada, beberapa diantaranya berbisik-bisik seolah melihat makhluk aneh di depannya.

"Kenapa, Mbak lihat-lihat? Nggak pernah lihat orang pacaran, ya?"tukas Mada tanpa basa basi.

"Amit-amit jabang bayi," ucap perempuan yang dipanggil "Mbak" tadi seraya mengelus dada.

"Udah ... udah, Sayang. Cuekin aja."

"Habis liatinnya sambil bisik-bisik. Bete deh jadinya."

"Kamu belum makan, kan? Mending kamu pesan makan dulu, deh." Jason mengambil dompet yang ada di saku celana, lalu menarik selembar uang seratus ribu dan memberikannya kepada Mada.

"Sayang ... aku kan hari ini gajian. Jadi ... aku beli sendiri aja, deh."

"Nggak-nggak, aku tuh cowok kamu, jadi selama sama aku, ya kamu jadi tanggung jawabku."

Mada mendengus kesal, "Ambil, deh. Atau aku yang pergi beliin kamu makanan."

Mada lalu mengambil uang dari Jason dan pergi untuk membeli makanan.

Anteran cukup panjang, sepanjang Mada mengantre cukup banyak orang yang melihatnya dengan aneh. Kadang, jika Mada balas melihat, mereka malah memalingkan muka. Mungkin memang seluruh wajahnya aneh, atau mungkin seluruh tubuhya. Kadang dia berpikir, mengapa Tuhan tidak menciptakannya sebagai perempuan saja. Perasaan itu dia tepis jauh-jauh, Mada yakin dia tidak seburuk itu. Jika memang wajahnya buruk, Jason pasti tidak akan tergila-gila padanya. Terlebih nanti jika dia sudah melakukan operasi hidung, Mada bertekad akan bekerja sebaik mungkin agar Pak Andreas bersedia menerimanya sebagai karyawan tetap, cita-cintanya memilki wajah yang cantik sebentar lagi akan terwujud.

"Pesan apa, Mas?" tanya petugas McD.

"Apa tadi kamu bilang?"

"Oh, maaf. Maksud saya pesan apa, Mbak?"

Mada menghela napas panjang berusaha menahan amarah.

"Panas Special satu, sama PaMer 5-nya dibawa pulang satu."

Petugas McD menghitung harga pesanan di mesin kasir, "Totalnya Rp. 156.200,-"

"Sebentar, Mbak."Mada mengeluarkan amplop yang ada di tasnya lalu menarik selembar uang seratus ribuan, menyerahkannya bersama dengan uang yang diberikan Jason tadi.

"Ini kembaliannya. Ditunggu sebentar, ya, pesanannya."

Beberapa menit kemudian, pesanan sudah siap. Mada lalu membawanya ke arah Jason duduk tadi. Lalu meletakkannya di atas meja.

"Sebentar, aku cuci tangan dulu, ya," pamitnya setelah meletakkan makanan ke ats meja.

Ketika sampai di depan wastafel, Mada mematut diri di depan cermin. Tanpa sadar, dia menangkap seorang wanita berjilbab yang berada di sebelahnya juga turut memperhatikan dirinya.

"Kenapa, Mbak, lihat-lihat? Nggak pernah lihat orang cantik, ya?"

"Astaghfirullah. Mas ini laki-laki, lho. Kenapa berdandan seperti perempuan?" tanya wanita itu sambil membuka kran wastafel.

"Bukan urusan, Mbak!"

"Mas nggak sadar, ya kalau itu dosa?"

Adam mulai risih dengan perkataan wanita itu, "Eh, Mbak. Nggak usah sok suci deh mau nyeramahin saya tentang dosa. Ibu saya aja nggak bisa kok, apalagi Mbak yang bukan siapa-siapa saya," ujarnya sambil berkacak pinggang.

"Ya sudah, saya hanya mengingatkan. Karena saya yakin, di agama manapun tidak ada yang memperbolehkan umatnya untuk berdandan menyerupai lawan jenis." Wanita itu mematikan wastafel, dan berlalu dari hadapan Mada.

Setelah selesai mencuci tangan, Mada lantas kembali ke mejanya dengan wajah agak masam.

"Hei, what's wrong, Dear?" Jason sepertinya tahu Mada tidak sedang baik-baik saja, karena wajahnya terlihat masam.

"Pulang aja, deh!"

"Lho, kok pulang? Belum juga makan, Sayang."

"Makan di rumah aja!" jawabnya seraya memasukkan nasi dan ayam yang baru saja dia pesan tadi ke dalam kotak berisi pesanan yang akan dia bawa pulang.

Continuar a ler

Também vai Gostar

ALIF Por Ismaawtn

Espiritual

5.9M 411K 56
Apakah seorang anak Kiai harus bisa menjadi penerus kepemilikan pesantren? Ya. Namun, berbeda dengan seorang Haafiz Alif Faezan. Mahasiswa lulusan sa...
339K 14.7K 70
Azizan dingin dan Alzena cuek. Azizan pintar dan Alzena lemot. Azizan ganteng dan Alzena cantik. Azizan lahir dari keluarga berada dan Alzena dari ke...
511K 53.2K 27
SEQUEL OF 'Astagfirullah, sabrina!' ‼️ baca dulu cerita emak bapaknya, biar paham sama alur. konflik mereka masih berkaitan . Tentang sepasang insan...
896K 27.4K 55
Kesalahan karena kabur dari Mesir saat pendidikan membuat seorang gadis terpaksa dimasukkan ke sebuah pesantren ternama di kota. namun karena hadirny...