Wanting My Brother

By nates392

331K 17K 1.5K

Savannah Parker sudah mengatur hidupnya dengan rapi dan sempurna. Menikah pada umur 26 tahun dengan pacarnya... More

Section 1 - Childhood Memory
Section 2 - Years Passed
Section 3 - Problem From DC
Section 5 - Sweet Jayden
Section 6 - Doctor Jayden
Section 7 - Naked Jayden
Section 8 - Give You What You Like
Section 9 - Big Family Time
Section 10 - You Know What?
Section 11 - Fuck It List

Section 4 - Look, Just Don't Touch

30.7K 1.9K 185
By nates392

Section 4 - Look, Just Don't Touch

"Kau – dia?" Aku bingung harus berbicara pada siapa terlebih dahulu. Jayden, yang berdiri jauh didepan sana menyeringai lebar ketika menatapku, dan Sir Murray yang berdiri didepanku juga tersenyum lebar padaku.

Mereka sudah menyiapkan kejutan ini padaku? Tapi – anak? Jayden anak Sir Murray? Jadi... ayah angkat Jayden Wilson itu... Sir Murray? Kepalaku terasa pusing, mengaitkan semua hal itu. Kenapa aku tidak pernah tahu? Kenapa?

"Tenang, Savy. Kita akan membicarakan semuanya," ujar Sir Murray sambil melepaskan jas hitam yang dia kenakan, sehingga hanya ada kemeja berwarna biru muda yang tangannya sudah digulung sesiku.

"Kemana anda pergi, Sir?" tanyaku.

"Chad, bisakah kau menyuruh cewek cerewet ini lebih cepat? Dia sudah menggangguku didalam toilet tadi, dan sekarang dia mau memperlambat waktu makanku," kata Jayden dengan santai menatap Sir Murray.

"Toilet?" tanyaku tidak percaya menatapnya dengan jijik. "Jadi kau yang membuat cewek tidak tahu malu itu mendesah sekeras itu?" tanyaku tidak percaya.

"Kita bicarakan di restaurant dekat sini saja, Savy," ujar Sir Murray sambil menarik tanganku keluar dari kantornya bersama Jayden didepan kami. "Dan kau berhubungan seks didalam toilet kantorku, nak? Wow. Kemajuan pesat," tambahnya sarkastik pada Jayden.

"Untuk pertanyaan dari Savy, ya, aku memang sehebat itu dalam hal memuaskan perempuan. Untuk pertanyaan dari Chad, ya, aku memang sudah maju pesat," jawabnya sambil mengedipkan mata padaku. "Tapi kita tidak berhubungan seks, okay? Tolong dibedakan."

"Lalu itu apa?" tanyaku tidak mengerti, masih tidak percaya Jayden Wilson yang sudah 10 tahun menghilang begitu saja seperti ditelan bumi berdiri didepanku, dan terlihat seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa diantara kita dan sekarang ini, kita sedang berjalan-jalan santai.

"Blowjob. Bedakan penetrasi dan blowjob," jawab Jayden santai.

Aku menutup telingaku jijik mendengarnya mengatakan kalimat terkutuk itu dengan santainya. Blowjob, penetrasi? Apakah itu bahasa sehari-hari Jayden sekarang? Dan lihatlah dia sekarang! Aku mengamati mahluk yang sedang berjalan didepanku. Dia sudah berubah setelah 10 tahun kita tidak bertemu. Sifatnya berubah, oke? Jayden yang kukenal dulunya adalah seseorang yang manis dan lembut. Lihat bedebah didepanku ini! Dia terlihat arogan dan berbahaya... tidakkah kau lihat memar diwajahnya? Pasti dia habis bertengkar! Lalu dari segi fisik, tubuhnya lebih kekar dan berisi, dan wajahnya juga lebih dewasa dan lebih sexy...

"Apakah kau sudah selesai mengamatiku, Sev?" tanya Jayden ketika kami sudah berada didalam lift.

Wait. Kapan kita sudah masuk kedalam lift?

Aku berdehem beberapa kali agar suaraku terdengar normal. "Mmm... yeah, aku sedang mengamati tubuhmu yang indah itu," jawabku sarkastik sambil memutar mata kesal.

"Lihat kan, tidak terlalu susah untuk mengakuinya." Dia menyeringai menyebalkan.

"Kalau kau cukup bodoh, aku sedang menggunakan sarkasme, idiot," gerutuku.

Sir Murray yang dari tadi terdiam hanya tertawa pelan mendengarkan argumentasi kecil kita. "Sepertinya kalian akrab dan akan baik-baik saja tinggal dalam satu apartement."

Tubuhku menegang dalam sekejap, dan menatap Sir Murray tidak percaya. "Anda benar-benar akan memasukkan mahluk tercela ini kedalam apartement-ku, Sir?" tanyaku sambil menekankan kata-kata 'mahluk tercela' lalu menunjuk Jayden.

Jayden hanya memutar matanya dan Sir Murray tertawa lagi.

Apakah profesiku sudah berubah menjadi badut sekarang?

"Sebenarnya Jay punya apartement-nya sendiri di New York, tetapi karena ada masalah teknis diapartement barunya itu, jadinya tempat itu tidak bisa ditempati. Aku mendengar dari Jay kalau kau itu sepupunya, Sev, jadi apa salahnya tinggal bersama lagi? Lagian kalian pernah tinggal bersama kan dulu?"

"Itu beda, Sir." Aku menggeleng kepala tidak percaya. "Kenapa anda tidak mendiskusikannya terlebih dahulu dengan saya?"

"Apa bedanya, Sev?" Aku baru sadar Jayden sudah berdiri sangat dekat denganku, memerangkapku disudut lift. Wajahnya terlalu dekat denganku dan aku menempelkan telapak tanganku pada wajahnya agar dia menjauh dariku. Tanpa kusadari jantungku berdebar sangat kencang sekarang. "Apakah kau mulai tertarik padaku?" tanyanya dengan seringai menyebalkan.

Aku menatapnya tajam. "Maafkan aku, Jay. Selama kepergianmu itu, aku sudah punya seorang pacar yang mencintaiku dan selalu berada disampingku!" jawabku tajam, membuat bahunya menegang dalam sekejap dan rahangnya mengatup. Aku menyilangkan kedua tanganku didepan dada, pandanganku tidak lepas darinya.

"Savy, kau tidak keluar?" tanya Sir Murray, membuyarkan lamunanku.

Aku melihat kita sudah berada di basement gedung. Sir Murray menunggu didepan lift dengan wajah khawatir menatapku, sedangkan Jayden sudah pergi entah kemana. Dia marah padaku? Marah saja! Aku sama sekali tidak peduli kalau dia marah. Dia pantas mendapatkan perlakuan kasar itu dariku.

"Aku hanya memikirkan tentang laporan keuangan yang tadi diberikan bawahanku," jawabku berbohong, tersenyum pada Sir Murray.

"Kita pergi naik mobil Jay," ujar Sir Murray.

Aku hanya tersenyum lemah, tidak ingin membantah lagi. Aku berjalan mengikuti Sir Murray hingga akhirnya dia berhenti dihadapan Lamborghini Reventon indah berwarna abu-abu.

Holy Maccaroni!

Mobil Jay Lamborghini Reventon!? Bagaimana hidup ini tidak adil? Aku merasa merana melihatnya, dan mengikuti Sir Murray yang masuk kejok belakang. "Sedang apa kau disini, Savy?" tanya Sir Murray bingung.

"Duduk," jawabku tidak kalah bingungnya.

Jayden yang berada dijok pengemudi memutar mata kesal. "Kau kira aku supir, Sev? Cepat pindah kedepan kalau tidak, kita tidak berangkat dan kita tidak makan siang!" perintahnya kesal.

Aku menggeram tidak kalah kesalnya. "Siapa juga yang mau makan? Aku sudah makan kok! Kalau kau tidak mau berangkat, kita ngomong-ngomong disini aku tidak keberatan!" jawabku tidak mau kalah.

"Savy sebagai bosmu, aku perintahkanmu untuk duduk didepan," ujar Sir Murray dengan wajah sok berwibanya.

Aku hanya melengos kesal, lalu keluar dari kursi ditengah menuju jok depan. Aku melihat Sir Murray mengacungkan jempol pada Jay, dan Jay hanya menyeringai menyebalkan.

Aku duduk dijok depan dan membanting pintu mobilnya cukup keras membuat Jayden melompat kaget. Aku membuang muka, Jayden menyalakan mesin mobilnya dan kita keluar dari basement kantor.

Kita sampai didepan restaurant mewah dipusat kota New York 5 menit kemudian, dan ternyata Sir Murray sudah memesankan tempat untuk tiga orang. Aku mulai curiga dengan tingkah laku mereka berdua. Kita sampai diruangan VVIP sehingga hanya ada kita bertiga diruangan itu. Sir Murray dan Jayden sedang melihat menu makanan dengan santai, tetapi pikiranku terlalu sibuk untuk memilih makanan! Ketika pelayan datang, Jayden dan Sir Murray sudah memilih makanan mereka.

"Sev, kau mau makan apa tidak sih?" tanya Jayden kasar.

"Cerewet!" sahutku kesal, menatap pelayan yang juga menatapku itu. "Aku pesan tenderloin steak, fruit salad, blueberry ice cream, dan lemon squash!" ujarku tanpa melihat menu makanan.

Pelayan itu mencatat pesanan kami dan segera pergi dari ruangan kami.

"Wow, selera makanmu makin tinggi ya," goda Jayden.

"Bukan urusanmu," jawabku menyilangkan kedua tanganku didepan dada. Pandangan mataku tidak lepas darinya. Seandainya pandangan mataku bisa membakar, pasti baju Jayden sudah bolong sekarang karena rasa benciku padanya!

"Oke. Tenang anak-anak," ujar Sir Murray menengahi kami berdua. Dia menatapku dan Jayden bergantian sebelum akhirnya dia mulai berbicara lagi. "Kita tidak merencanakan semuanya ini dari awal, Savy. Kau harus percaya pada saya," ujar Sir Murray dengan wajah serius menatapku, dan aku mengangguk pelan. "Apartement Jay benar-benar ada kesalahan teknis, dan dia tidak bisa tinggal disana. Jay juga tidak bisa tinggal di apartement-ku, kau tahu sendiri kan kalau aku tinggal dikantor dan disana hanya ada satu tempat tidur?" tanyanya lagi, dan aku mengangguk makin pasrah.

Apakah nasib buruk ini akan benar-benar menimpa padaku?

"Jadi, pilihanku jatuh padamu." Dia menunjukku dan terdiam beberapa saat. "Sebelumnya Jayden tidak tahu kalau kau adalah bawahanku, dan ketika aku menunjukannya foto kita waktu pergi berlibur bersama, dia menyadari kalau kau adalah sepupunya." Aku mengangguk sekali lagi, mengingat kejadian dua bulan lalu saat para atasan dikantor pergi berlibur bersama di Brazil selama seminggu. "Aku pikir tidak ada salahnya kalian berbagi apartement lagi, lagian di apartement-mu ada tiga kamar."

Aku mengangguk sekali lagi. God... apakah aku harus sepasrah ini? Tapi masa aku menolak Sir Murray? Dia yang memberi apartement itu untukku. Baca: APARTEMENT ITU MILIKNYA! Aku tidak mungkin menolaknya kan?

"Jadi, apakah kau tidak keberatan kalau Jayden, tinggal di apartement-mu?" tanyanya sekali lagi, akhirnya mengatakan kalimat terkutuk itu.

"Baik, Sir..." gumamku pelan.

Sumpah! Perasaanku sangat tidak enak dengan ide satu apartement lagi dengan Jayden! Tapi... aku bisa apa? Masa aku kembali kerumah papa dan mama? Apalagi alasannya adalah Jayden menginvasi apartement-ku. Tidak mungkin kan?

"Aku ada satu permintaan kalau aku akan tinggal di apartement-mu, dan kau harus janji untuk melakukannya," ujar Jayden angkat bicara, menatapku dengan wajah serius.

"Aku tidak akan berhubungan seks denganmu," jawabku mengingatkannya, hanya untuk jaga-jaga kalau itu yang dia inginkan... Jayden hanya tertawa mendengar kata-kataku. Oke, berarti bukan seks.

"Itu bukan seks, Sev. Bahkan kau tidak bisa membuatku menegang."

"Apa maksudnya?" tanyaku tidak mengerti.

"Lupakan saja," jawab Jayden sambil memutar matanya. "Jangan menggangguku ketika aku berada disana. Jangan pedulikan aku, oke? Walaupun aku sedang berhubungan sex, melakukan orgy, atau mengadakan pesta sex di apartement. Kau tidak boleh peduli!"

"Hello, Sir." Aku melambaikan tanganku kesal. "Itu bukan apartement-mu sendiri, oke? Itu juga milikku. Kalau syarat yang pertama, aku masih bisa melakukannya. Untuk yang orgy atau pesta sex, maafkan aku tidak bisa mengabulkannya. Kau bisa melakukan itu dipinggir jalan atau toilet kantor! Di apartementku masih ada anak dibawah 18 tahun!"

"Siapa?" tanya Jayden bingung.

"Serena. Seandainya kau masih ingat siapa itu Serena," jawabku.

Tubuh Jayden terasa merileks dalam sekejap, dan sebuah senyuman tulus terbentuk pada bibirnya. Ini senyuman pertama yang kulihat dari Jayden setelah 10 tahun kita tidak bertemu. Senyuman yang memperlihatkan lesung pipitnya, yang membuatnya terlihat makin sexy dan imut. Senyuman yang membuat jantungku berdebar tidak karuan lagi.

"Tentu saja aku ingat, Sev. Dia adikku juga," gumam Jayden pelan.

"Oke. Jadi, apakah kita sudah mencapai kesepakatan?" tanya Sir Murray angkat bicara. Aku bisa melihat senyuman kemenangan pada wajahnya saat ini.

"Ada satu lagi!" ujar Jayden padaku. "Jangan pernah menyukaiku," ujarnya dengan seringai lebar menyebalkan. Ya Tuhan... seandainya merobek mulut orang tidak dihukum, pasti sudah kulakukan dari tadi.

"Kau punya ego yang besar ya?" tanyaku berusaha tetap sabar.

"Ya," jawabnya penuh arogansi.

"Aku bertaruh hanya itu satu-satunya hal besar yang kau miliki." Itu saatnya aku menyeringai, membalas kata-katanya.

"Nice one, Sev, tetapi aku sarankan kau jangan memulai sesuatu yang tidak bisa kau selesaikan."

"Apa maksudmu?" jawabku tidak mengerti.

"Kau masih perlu bertanya apa maksudku?" tanyanya marah, berdiri dari tempat duduknya, dan hendak membuka resleting celana jins-nya.

Ewh!! Aku sama sekali tidak berpikir hal itu, oke? Apakah dia tidak punya otak? Yang aku dengar kuliah arsitek itu bisa membuat orang jadi gila! Apakah dia kena efek itu karena terlalu sering begadang? Atau kepalanya terbentur batu beberapa kali hingga otaknya tidak waras seperti ini! Lalu Sir Murray... kenapa dia tidak melakukan apapun sih!?

Aku mendengar suara pintu ruangan ini dibuka, dan aku sangat berterima kasih pada pelayan laki-laki yang sedang membawakan pesananan kami bertiga. Jay langsung kembali duduk ditempatnya. Aku menghela nafas panjang, dan entah mengapa aku jadi tidak selera makan sekarang.

*****

"KAKAK!!" Aku mendengar suara cempreng adikku yang menyebalkan itu dari luar pintu apartement. Wow. Apakah dia sekarang berubah menjadi peramal sehingga tahu aku sudah tiba? Aku memutar mata kesal. Mood-ku sudah jelek, dan aku harap Blake tidak menambahnya lagi, karena aku benar-benar akan marah besar. Sudah cukup dengan kabar mengejutkan dari Jayden Wilson yang tiba-tiba kembali ke New York dan dia akan satu apartement denganku.

Wow.

Dia akan benar-benar tinggal seatap denganku. Mulai hari ini. Wow. Apa ini mimpi? Wow. Apa ini kenyataan? Aku memukul pipiku sendiri untuk menyadarkanku kalau semua ini bukan mimpi. Wow. Terlalu banyak kata wow dalam pikiranku.

"Apakah aku perlu membantumu menampar pipimu?" tanya Blake yang sudah berdiri didepan pintu apartement dengan tatapan datar.

"Tidak perlu," sahutku cepat dan segera masuk kedalam apartement. Aku melihat paling tidak 7 koper berserakkan diruang tamu, dan ada satu koper yang terbuka dan memperlihatkan beberapa benda terkutuk milik laki-laki. Maksudku. Celana dalam. Dan aku yakin kotak dengan warna hijau itu pasti kondom. Mmm... rasa durian ya itu? Aku mengamati betul kotak kondom itu dari kejauhan.

"Sekarang kau tertarik sama kondom?" tanya Blake tanpa basa-basi melihatku dan kotak kondom yang berada diatas koper yang terbuka. "Kukira selama ini kau masih –"

"Stop, Blake," ujarku sebelum aku benar-benar marah. "Bantu aku membawa koper-koper sialan ini kedalam kamar kosong," gerutuku. "Dan kenapa kau tidak mengambil celana dalam yang sedang digigit sama Yorkie itu!?" tanyaku tidak percaya, menatap jijik Yorkie yang sedang menggigiti celana dalam warna hitam milik Jay.

Ya Tuhan... aku perlu mensterilkan Yorkie setelah ini karena aku yakin seluruh penyakit seks menular berada didalam celana dalam itu. Aku berdoa dalam hati, sambil berjalan menuju Yorkie.

"Kak, beritahu aku koper-koper siapa ini, dan aku akan membantumu memasukkannya kedalam kamar kosong!" ujar Blake meminta penjelasan padaku.

Aku hanya berdecak kesal, tidak memperhatikannya dan menarik celana dalam Jayden sekuat mungkin dari Yorkie! Anjing sialan! Padahal umurnya masih 3 bulan tetapi dia sekuat ini mempertahankan celana dalam Jay! Hanya dalam beberapa detik, aku dan Yorkie bergulat memperebutkan celana dalam terkutuk ini!

"Wow, Sev. Aku masih punya banyak celana dalam lagi kok. Kau tidak perlu rebutan seperti itu dengan anjingmu," ujar suara seseorang yang terlalu familiar, tetapi membuatku menoleh dengan cepat dan melihat Jay dengan seringai menyebalkannya itu sudah berdiri didepan pintu masuk apartement.

"Kak Jay!?" pekik Blake tidak percaya, mulutnya melebar ketika melihat Jayden. Aku yakin mata Blake hampir lepas ketika melihat Jay.

"Hai, Serena," ujar Jay dengan senyuman lebar, melambaikan tangannya pada Serena dengan santai. "Terakhir kali kuingat kau masih menangis dibandara dan pipis dicelana," tambahnya pelan.

Serena hanya berdecak pelan, tetapi aku bisa melihat butiran air mata dari kelopak matanya. "Dasar kakak jahat!" teriaknya, lalu berlari secepat mungkin dan merangkul Jay dengan erat. "Sudah 10 tahun, oke? Kakak sudah menghilang 10 tahun dan kakak tiba-tiba datang sesantai ini?" teriaknya marah, tetapi rangkulannya makin erat pada Jay.

Aku melihat tubuh Jay menegang, tetapi dia membelai lembut punggung Blake, menenangkannya. "Maafkan aku... maafkan aku karena tidak menepati janjiku," ujarnya, tetapi pandangan matanya menatapku.

Sesuatu dalam diriku merasa goyah ketika dia memberiku tatapan itu. Apakah... apakah aku benar-benar membenci Jayden atau itu hanya pertahananku agar tidak lemah?

*****

Musim panas kali ini benar-benar makin parah. Walaupun aku habis mandi dengan air dingin, tetapi aku masih bisa merasakan keringat mengalir diwajahku. Aku mengambil tank top warna hitam dan celana warna kuning sepaha.

Aku masih ingat beberapa jam yang lalu, Blake tidak lepas dari Jay dengan alasan kangen. Bahkan dia sudah mengambil foto bersama Jay dan akan memamerkan pada teman-temannya dipesta nanti. Blake juga menelpon papa dan mama kalau Jayden sudah pindah kembali ke New York dan akan menetap bersama kita disini. Kabar akan sangat cepat tersalurkan kalau berada ditangan Serena Blake Parker. Sungguh.

Setelah menggunakan pakaianku, aku segera keluar dari kamarku. Blake sudah pergi sejam yang lalu kepesta temannya dan Jay mengurung diri dalam kamarnya. Aku cukup lega dia tidak berada diluar ruangan karena suasana akan menjadi cukup canggung kalau hanya ada kita berdua. Apalagi dalam satu atap seperti ini.

Aku masih tidak tahu apa yang harus kukatakan, dan harus kulakukan ketika hanya berduaan dengannya. Apakah aku harus bersikap seperti dulu lagi? Atau aku harus mempertahankan diriku didepannya seperti tadi?

Jujur. Aku sangat takut dengan kedatangannya ini. Aku takut Jay akan menghancurkan semua rencana yang telah kutata dengan rapi dan sempurna. Tapi... aku menggelengkan kepalaku, berusaha membuang pikiran-pikiran itu. Masih ada laporan keuangan yang harus kukerjakan setelah ini dan aku tidak ingin membebani pikiranku.

Aku sedang membuat kopi ketika pintu kamar Jay terbuka. Aku mengaduk kopiku dengan sendok, tidak berani menatap Jay. Aku yakin Jay sedang melihatku sekarang karena aku bisa merasakan tatapan matanya yang membakar kepalaku.

"Kau mau kopi?" ujarku berusaha senormal mungkin, mengangkat kepalaku dan menaikkan alisku menatapnya.

"Tidak," jawabnya dengan suaranya yang dalam itu, membuat seluruh bulu romaku menegang dalam sekejap.

Aku melihat Jay yang menggunakan kaos berwarna putih, memperlihatkan bisepnya yang berotot. Dia merenggangkan tubuhnya, membuat kaosnya terangkat sedikit dan memperlihatkan segaris rambut dibawah pusarnya. GOD! Kendalikan dirimu, Savy. Kendalikan dirimu. Kau sudah punya pacar dan laki-laki didepanmu ini adalah kakakmu!

"Lalu, kenapa kau kembali kesini?" tanyaku memulai pembicaraan senormal mungkin, sambil meniup kopiku yang mengeluarkan uap panas.

"Papa menyuruhku pindah kesini bersamanya," jawab Jay santai. "Aku juga sudah lama tidak pergi kesini," tambahnya sambil tersenyum tipis.

"10 tahun lebih tepatnya," sahutku kelewat kasar. Aku melihat tubuh Jay menegang, dan aku menggigit bibirku salah tingkah. "Aku tidak bermaksud apa-apa," gumamku pelan dan duduk dikounter dapur.

"Maafkan aku karena kita putus hubungan," ujar Jay pelan, dan aku merasakannya bergerak menuju kearahku. Jay mengambil posisi duduk diseberangku. "Maafkan aku juga karena aku tidak pernah berkunjung kesini."

"Tidak perlu." Aku tidak tahu mendapatkan keberanian dari mana mengatakan itu, tetapi aku menatap Jay dengan tatapan penuh tekad. "Memangnya kau pikir hidupku hanya berputar disekitarmu hingga kau perlu minta maaf untuk tidak datang kesini?" tambahku, dan aku yakin kata-kataku ini sudah benar-benar kelewatan. Aku segera menutup mulutku sebelum aku mengatakan kata-kata yang akan lebih pedas lagi.

Dasar mulut terkutuk! Pasti aku menurunkan sifat ini dari mama Vic!

Jayden hanya tertawa mengejek mendengar kata-kataku, dan tatapannya tajam menatapku. "Setidaknya aku sudah minta maaf," jawabnya.

"Setidaknya aku tidak datang tiba-tiba dan tidak sok santai ketika melihat adiknya yang sudah tidak ditemuinya selama 10 tahun! Setidaknya aku akan merasa bersalah karena terlalu banyak mengumbar janji dan memberikan harapan kosong pada adiknya! Setidaknya aku akan menjadi orang lebih baik daripada kau, Jayden Wilson!" Amarahku memuncak dan aku mengatakan semua itu tanpa jeda. Aku tidak tahu kenapa aku seemosi ini! Aku hanya ingin mengatakannya, oke!?

Jayden memukul meja kounter dengan keras, membuatku ikut melompat. Rahangnya mengatup dan tatapannya tajam mengarah padaku. Aku merasakan bulu romaku menegang sekali lagi. Dia... orang didepanku ini sama sekali bukan Jayden Wilson yang kukenal. Jayden yang kukenal adalah orang yang lembut dan manis. Orang ini adalah mahluk yang berbeda. Dia arogan, menjengkelkan, dan berbahaya. "You such a bitch," desis Jayden.

Aku hanya mendengus mendengarkan kata-katanya. Sakit hati? Tentu saja tidak. Aku sudah mendengarkan kata-kata itu dari semua mahluk didunia ini. Terima kasih juga pada mama Vic untuk memberikanku sifat yang bisa melindungi diriku ini. Setidaknya dengan sifat bitchy ini, aku bisa menutupi kelemahanku dan ketakutanku. "Apa yang kau harapkan dariku, Jay?" Aku terdiam beberapa saat. "Kau berharap aku menangis dan merangkulmu karena kita sudah lama tidak bertemu? Maaf. Umurku sudah 24 tahun dan aku sudah berubah. Sudah terlalu banyak perubahan yang terjadi dalam hidupku, dan sayangnya, kau hanya sebagian kecil dari hidupku sekarang."

Aku berjalan menuju sofa yang tidak terlalu jauh dari dapur tanpa menunggu jawaban Jayden. Aku menyalakan TV dan menonton acara didepanku secara acak, berusaha menghilangkan pikiran yang mengusik otakku.

Semuanya ini terlalu cepat. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan setelah ini.

Jayden masih duduk ditempatnya, dan aku merasakan pandangannya tidak lepas dariku. Aku tidak tahu apa yang harus kurasakan saat ini. Takut? Marah? Sedih? Aku menggeleng kepalaku, tidak mengerti apa yang harus kurasakan saat ini.

Aku berusaha tidak menganggapnya, dan berjalan menuju meja kounter lagi untuk mengambil kopiku. Sendok yang berada diatas gelasku terjatuh, dan aku menggeram kesal. Aku mengambil sendok itu dan mendengar suara deheman pelan dari Jay.

Aku berdiri dari tempatku dan melihat Jay yang sedang memandangku dari atas kepala hingga bawah kaki. Kenapa dengan dia? "Kau seharusnya sadar tidak hanya kau yang tinggal disini, Sev," ujarnya dengan suaranya yang sexy itu. "Aku adalah laki-laki, entah kau menyukainya atau tidak, ketika kau berjalan didepanku dengan pakaian seperti itu. Jangan pernah memanggilku mesum. Aku akan melihat."

Kali ini giliranku yang menyeringai mendengar kata-katanya itu. "Then look," jawabku sambil tertawa pelan padanya. "Just don't touch," tambahku, dan aku segera berjalan masuk kedalam kamarku.

Bitchy Savy, sounds good, huh?[]

Continue Reading

You'll Also Like

6.6M 339K 60
[SEBAGIAN DIPRIVATE, FOLLOW AUTHOR DULU SEBELUM BACA] Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusakny...
621K 27.1K 42
Siapa yang punya pacar? Kalau mereka selingkuh, kamu bakal ngapain? Kalau Pipie sih, rebut papanya! Pearly Aurora yang kerap disapa Pie atau Lily in...
17M 755K 43
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
2.9M 303K 50
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...