Section 2 - Years Passed

27.4K 1.9K 119
                                    

Section 2 - Years Passed

Semuanya tidak langsung baik-baik saja seperti janji Avery padaku. Dua minggu setelah kepergian Jayden, aku tidak bisa berhenti meneteskan air mata ketika aku mengingatnya. Kehidupan tanpa Jayden rasanya aneh, kosong, dan terasa datar. Rasanya ada yang kurang tanpa Jayden disini. Avery Reynolds sangat membantu selama kepergian papa dan mama seminggu itu. Dia sering berkunjung kerumah bersama Ellie, membawa makanan untuk kita makan bersama ketika malam hari, setelah itu menemaniku dan adik-adikku menonton TV hingga adik-adikku tertidur.

Aku senang dengan kehadiran Avery dan Ellie, dan entah mengapa aku sudah merasa nyaman berada disekitar Avery. Apalagi setelah dia menenangkanku dibandara saat itu. Dia memelukku hingga tangisanku reda dan bajunya basah karena tangisanku. Dia sama sekali tidak terlihat keberatan, malahan dia terlihat lega ketika melihatku berhenti menangis. Sejak saat itu, Avery tidak pernah menggangguku lagi, tetapi dia menjadi temanku dan sifatnya berubah seratus delapan puluh derajat. Ternyata dibalik sikap usilnya itu, dia adalah seorang laki-laki yang dewasa.

Awalnya, Jayden dan aku chatting dan skype-an seperti janji kita berdua saat itu. Jayden juga tidak pernah menyinggung tentang ciuman kita itu. Aku merasa lega dia tidak menyinggung hal itu karena menurutku, itu akan membuat semuanya makin canggung dan aneh. Kita chatting saat aku istirahat sekolah, dan skype-an saat pulang sekolah, namun lama kelamaan kebiasaan itu makin berkurang. Kebiasaan itu berlangsung selama tiga bulan, hingga akhirnya berkurang menjadi seminggu tiga kali dan akhirnya seminggu sekali.

Jadwal kita sering tidak cocok setelah kak Jayden mulai kuliahnya di WSU. Aku yang sibuk disiang hari karena sekolah, sedangkan kak Jayden lebih sibuk pada sore hari karena kebanyakan kelasnya pada sore hari, dan pada siangnya dia membantu papa tirinya bekerja dikantor. Yang kudengar dari Jay, papa tirinya sangat baik padanya. Hingga lima bulan setelah kepergian Jay, aku sudah putus hubungan dengannya. Dia seperti lenyap dalam kehidupanku begitu saja. Awalnya aku berusaha menghubunginya, atau menagih janjinya, tetapi yang kudapatkan nihil. Yang kudapatkan adalah alasan demi alasan dari Jayden yang mengatakan bahwa dia sedang sibuk.

Sejak saat itu, aku tidak berusaha untuk menghubunginya lagi, atau menagih janjinya kalau dia akan kembali kesini saat liburan tiba.

Tidak. Aku tidak melakukan hal itu.

Aku tidak ingin mendapatkan harapan palsu darinya lagi.

Lagian kehidupanku disini sudah mulai membaik. Aku sudah terbiasa dengan absennya Jayden dalam hidupku setelah tiga bulan berjalan, dan ya, seperti yang kalian tahu, Avery dan Ellie selalu berada disampingku, menghiburku kalau aku mulai mengingat Jayden. Kita bertiga menjadi tidak terpisahkan lagi, lalu ketika umur kita 17 tahun, anggota geng kita bertambah satu orang. Namanya Jaxon B. Dia adalah murid pindahan dari Inggris yang senang melucu dan bertingkah konyol (baca: sama idiotnya dengan Spencer Parker).

Oh ya, Avery juga pernah menembakku. Tiga kali lebih tepatnya. Tiga kali Avery menembakku, dan tiga kali pula aku menolaknya mentah-mentah. Bukannya aku tidak menyukainya atau apa, tetapi saat itu aku masih terlalu kecil dan aku belum siap untuk pacaran. Hingga akhirnya saat usiaku 19 tahun, Avery menembakku lagi didepan banyak orang, termaksud orang tuaku.

Kalian tidak menangkapnya?

TERMAKSUD DIDEPAN ORANG TUAKU!

Mama Georgia dan mama Victoria terlihat sangat bersemangat saat itu, memberi isyarat setuju padaku dengan bertepuk tangan paling meriah. Papa dilain sisi, terlihat tidak suka, namun dia menyuruhku untuk mengambil keputusan sendiri. Dia sudah memperbolehkanku pacaran sejak umur 18 tahun. Aku menatap Avery lama saat itu, dia memegang kedua tanganku, dan aku merasakan keringatnya pada tanganku. Aku yakin dia sangat gugup saat itu. Aku berbohong kalau aku bilang tidak menyukainya. Aku menyukainya. Sangat. Aku mengiyakannya saat itu juga, dan Avery menatapku tidak percaya.

Dia melompat kegirangan dan aku tertawa lepas ketika melihatnya melakukan itu. Dia menciumku seketika itu juga, dan aku merasakan sensasi aneh dalam perutku. Aku membalas ciumannya. Ini adalah kali kedua aku berciuman dengan laki-laki. Ya. Umurku 19 tahun dan aku baru dua kali berciuman dengan laki-laki.

Sesi ciuman kami dipotong oleh dehemen super keras dari papa. Avery langsung melepas ciuman kita, dan aku hanya berdecak kesal pada papa. Papa memandangku tidak setuju, namun aku membuang muka darinya. Mama Georgia terlihat girang, terkikik pelan ketika melihatku.

Hubunganku dengan Avery tidak selalu berjalan mulus. Kita pernah putus empat kali, namun pada akhirnya kita kembali bersama. Aku mulai berpikir kalau kita memang ditakdirkan bersama, apalagi kita sudah berpacaran hingga 5 tahun. Hubungan kita cukup harmonis, dan kita melengkapi satu dengan yang lain. Aku yang gampang marah, sedikit bitchy, dan suka mengontrol segala sesuatunya, sedangkan Avery sabar, tidak gampang marah dan berpikir seperti orang dewasa.

Aku sudah bisa memikirkan menikah dengannya kelak.

Umurku sekarang sudah 24 tahun, dan sudah 10 tahun berlalu sejak kepergian Jayden. Berbicara tentang Jay, kita sudah benar-benar putus hubungan selama 10 tahun dan dia tidak pernah sama sekali berkunjung ke New York. Hanya beberapa kali papa, mama, dan Spencer bekunjung ke DC saat liburan. Mereka beberapa kali mengajakku, tetapi aku menolaknya. Aku takut ketika bertemu dengannya, perasaan yang sudah lama hilang itu kembali lagi.

Sekarang aku bekerja disebuah perusahaan iklan terkenal di New York. Aku sudah bekerja disini selama 4 tahun, dan aku berawal sebagai pegawai magang. Hanya dalam 3 tahun aku sudah bisa memegang jabatan sebagai manager keuangan di Murray Advertisement Company.

Karena jabatanku yang lumayan tinggi ini, aku mendapatkan apartement mewah ditengah-tengah kota Manhattan. Walaupun bukan penthouse, tetapi aku mendapatkan apartement dengan tiga kamar tidur dengan pemandangan kota New York yang indah. Aku segera pindah dari rumah papa dan mama setelah itu, membawa Serena Blake Parker, adikku paling kecil bersamaku karena sekolah Serena cukup dekat dari apartementku. Awalnya mama Georgia tidak setuju dengan keputusan itu, tetapi setelah dibujuk oleh papa, akhirnya dia menyetujui kami untuk pindah. Awalnya hampir setiap hari mama berkunjung kerumah kami, namun setelah tiga bulan berjalan, dia hanya berkunjung ke apartement kami sebulan sekali.

Hidupku cukup sempurna, dan aku sudah memikirkan kehidupanku dimasa depan. Kehidupan yang rapi, indah, dan sempurna. Aku akan menikah dengan Avery Reynolds saat usiaku 26 tahun, memiliki jabatan sebagai manager keuangan di Murray Advertisement Company, dan terakhir, saat aku sudah tua nanti, aku akan mendirikan panti asuhan yang akan menampung anak-anak yang tidak memiliki orang tua.

Bukankah rencana hidupku begitu sempurna?

Kalau kalian tidak sadar. Aku tidak mengaitkan semua itu dengan Jayden Wilson. Lihatlah diriku. Aku baik-baik tanpanya.

Tanpa Jayden Wilson.[]

Hai semuanya, saya sangat senang dengan antusiasme kalian membaca cerita ini. Terima kasih banyak ya. Jujur saja, WMB ini cerita romance kedua yang gue bikin, dan SDS itu cerita romance pertama gue! Wkwkwkw. Gw pastiin nggak kalah bagusnya daripada SDS! :):)

Maapkan saya karena pendek, soalnya ini chapter transisi Savy selama 10 tahun, perjalanan hidup singkatnya Savy selama 10 tahun tanpa ada Jayden. Dan dari next chapter, udh Savy umur 24 tahun ya. Hehehe.

Jadi, saya mau tanya sama kalian. Kalian lebih milih, buat bagian percakapannya, mau dibuat sesuai EYD saja? Atau gw buat rada santai jadi ga pake EYD? Kalau kalian ngebaca, lebih senengan gimana? Komen below ya, biar gw tau. Gue akan update secepatnya dan Jayden akan muncul di next chapter.

Foto disamping, Savannah Parker 24 tahun ------>

Vote & Comment.

Gw ciao dulu, thankyou :):)

Wanting My BrotherWhere stories live. Discover now