I'm Coming [END]

By Maulana707

1M 39.5K 1.6K

(18+) Belakangan ini semua temanku mati secara satu persatu. Apakah aku yang akan menjadi selanjutnya? More

Prologue (Revisi)
#1 (Revisi)
#2 (Revisi)
#3 (Revisi)
#4 (Revisi)
#5 (Revisi)
#6 (Revisi)
#7 (Revisi)
#8 (Revisi)
#9 (Revisi)
#10 (Revisi)
#11
#12
#13
#14
#15
#16
#17
#18
#19
#20
#21
#22
Author lagi kepo
#23
#24
#25
#26
#27
#28
#29
#30
#31
#32
#33
Fool
Chaos
Near
Devil
Pain
Eye
Genuine
Things
Sign
Risk
Awake
Explode
Step
Burn
Time
Limit
Hide
Home
Vague
Red
Zafran
Blood
Rough
Adapt
Circumtances
Stand
Humanity
Shape
Breath
Silence
Runaway
Endless
Intan
Tipping point
Gate
Who?
The Red Code
Trust Issues
Chocolate
Unknown
Delivery
Epilogue

Lost

7.8K 410 9
By Maulana707

A/N: Jangan lupa vote dan comment :)



 Saat ini, dari pihak Detasemen Khusus sendiri juga telah menyadari keberadaan helikopter asing yang telah lepas landas dari tempat mereka berada saat ini. Meskipun agak terlambat, tetapi dari pihak mereka masih belum bisa dipastikan helikopter yang masuk kedalam radar mereka itu berasal darimana.

 Kemungkinannya bisa mulai darimana saja, mulai dari helikopter pembawa berita, helikopter lokal ataupun helikopter asing. 

 Tentu saja mereka juga tidak bisa menembaki jika memang benar helikopter yang mereka lihat adalah helikopter pembawa berita, karena mereka sendiri juga telah memiliki izin dan juga sudah termasuk bagian dari hukum. Dan sanksi hukum itu sendiri juga berstatus mutlak untuk ditegakkan.

 Maka dari itu, pihak mereka telah mengirim sebuah helikopter yang kebetulan juga masih berterbangan diatas sana hanya untuk sekedar mengecek helikopter asing yang telah memasuki radar udara mereka.


"Disini Tim Alpha, mulai bergerak mengecek target." ucap sang pilot helikopter melalui sambungan komunikasi khusus kepada atasan.

"Diterima, segera cek target dan laporkan kembali mengenai situasi yang ada disana."

"Siap." balasnya sambil mengangguk-anggukan kepala.


 Pada awalnya Joseline hanya terbang seperti helikopter pada umumnya dan hanya memasang kecepatan rendah sambil melayang-layang di udara. Sedangkan Tim Alpha, jika melihat helikopter Joseline dari jauh, maka ia hanya menganggap jika helikopter Joseline merupakan helikopter lokal yang sedang mengudara saja karena jika dilihat dari luarnya saja, helikopter Joseline memang bukanlah helikopter militer dan memang lebih tampak seperti helikopter lokal.

 Hingga jarak diantara kedua helikopter bisa dibilang sudah dekat, barulah Intan mulai beraksi dan si pilot telat menyadari jika ia sudah terkunci menjadi sasaran.

 Rentetan peluru beruntun yang keluar dari senjata berat sekelas kaliber lima puluh lima saja setelah pelatuk ditekan juga tidak bisa dianggap remeh. Peluru-peluru itu juga tidak diarahkan secara sembarangan.

 Intan memang sengaja untuk menembaki bagian pilot atau setidaknya dapat mengenai baling-balingnya saja itu sudah cukup membuat mereka jatuh, dan ia berhasil.


"Haha, dasar lemah..." teriak Intan yang merasakan euforia teramat sangat ketika mengetahui jika targetnya telah jatuh begitu mudahnya dan sama sekali tidak melakukan serangan balasan karena pilot beserta co-pilotnya sudah tewas duluan terkena rentetan peluru yang disebabkan oleh Intan sendiri.


"Tim Alpha, apa yang terjadi?" tanya salah satu atasan dengan nada panik sekaligus cemas, karena jika dilihat dari jauh, ada salah satu helikopter yang mulai terjatuh secara perlahan diikuti asap hitam yang meninggalkan jejaknya di angkasa.

"T tim krskkk Al krrsk pha, kau den-" komunikasi sepenuhnya terputus karena helikopternya telah meledak duluan ketika mengenai salah satu rumah warga di bawah sana diakibatkan oleh tubrukan yang cukup keras dari atas sana dan juga mesin yang telah terbakar duluan juga ikut menjadi faktor penyebab ledakan.


 Joseline tahu, jika ia telah meledakkan salah satu helikopter Detasemen Khusus, maka mereka otomatis langsung menjadi target diatas sana. Maka dari itu Joseline juga mengajak Intan, karena mengurus beginian juga sebenarnya merupakan hobi Intan.

 Tentu saja karena penyamaran identitas helikopter mereka sudah terbongkar, Joseline juga sudah tidak bisa bermain-main lagi. Ia langsung keluar dari sana, karena banyak helikopter-helikopter lain yang berjenis militer mulai berterbangan untuk mengejar mereka.


"Mereka benar-benar gamau menyerah." batin Joseline sambil mengamati situasi terkini yang ada di udara. Suara baling-baling, rentetan peluru serta aksi kejar-kejaran sedang menghiasi suasana langit saat ini.


***


 Tugas Joseline saat ini adalah terus berupaya untuk menghindari serangan-serangan kiriman dari beberapa helikopter yang masih saja mengejar mereka, sementara Intan masih berusaha untuk menjatuhkan beberapa yang masih tersisa dari mereka.

 Tentu saja untuk menghindari rudal yang menargetkan helikopter mereka, Joseline terpaksa berulang kali harus melakukan manuver-manuver berbahaya, karena jika tidak dilakukan dengan cepat, mereka sudah terjatuh ke bawah dari tadi.


"Aku butuh cara buat bisa ngehindarin mereka." batin Joseline sambil terus memandang depan dan masih tetap serius untuk mengendalikan Helikopter.

"Tan, kamu masih bisa nahan mereka gak?" tanya Joseline yang sengaja menaikkan volume suaranya agar tidak kalah dengan suara baling-baling diatas.

"Iya, masih seru nih.." teriaknya.

"Sip, tetap lanjutin dan tahan mereka terus."

"Iya kak.." ucapnya setuju dengan nada yang sangat bersemangat ske.


 Sementara rentetan demi rentetan peluru masih beradu di atas sana. Joseline masih terus berpikir dan berpikir tentang cara mereka berdua bisa lolos dengan aman dari tempat itu karena sebenarnya pilihannya cuma tersisa dua bagi mereka.

 Langsung berusaha kabur dari mereka bagaimanapun caranya ataupun menjatuhkan mereka satu persatu hingga tak ada yang tersisa untuk mengejar mereka. Kemungkinannya masih setengah-setengah karena setiap pilihan juga mengandung resiko besar.


"Mau kabur pun sepertinya agak sulit kalo terus-terusan kayak gini. Sepertinya memang harus menghadapi mereka secara langsung." Pikir Joseline dalam hati.


 Joseline yang memang pada awalnya hanya fokus untuk menghindari dan berusaha untuk semakin menjauhi mereka agar bisa segera lolos secepatnya, akhirnya memutuskan untuk serius dan tidak bermain-main lagi.

 Sekarang, ia memulai manuver lagi dan kali ini ia melakukan itu untuk menghadapi mereka, face to face.


"Mau kita apakan mereka kak?" tanya Intan yang hanya ingin meminta saran saja kepada kakaknya karena sebenarnya ia memang telah memiliki banyak ide gila di dalam otaknya.

"Ledakin aja mereka pake RPG." balas Joseline dengan nada datar.

"Ide bagus tuh, haha.." tukas Intan yang kali ini mulai memasuki mode psycho-nya.

"Usahakan langsung kena, Tan." Timpalnya karena Joseline tak ingin membuang-buang stok persediaan amunisi RPG lebih banyak lagi.

"Iya, ngerti." ucapnya menurut dengan perkataan kakaknya.


 Ketika Intan sudah memasuki mode Psycho. Itu artinya, ia memang setidaknya harus membunuh beberapa orang agar hasrat gilanya itu bisa tersalurkan. Dan sekarang dengan dengan sebuah RPG di tangannya, ia sedang memperkirakan arah dan kecepatan angin sambil menunggu waktu yang tepat untuk menekan pelatuk senjatanya itu.

 Meskipun rentetan peluru, suara baling-baling, dan tempat pijakan yang kurang stabil karena mereka semua sedang berpacu dalam waktu, Intan masih bisa bersikap cukup tenang dengan tubuh barunya itu.


"Bingo." teriak Intan senang bukan main karena ia berhasil menjatuhkan dua helikopter dengan satu tembakan saja. Itu semua karena ketika helikopter pertama hancur akibat meledak, salah satu helikopter yang ada di dekatnya juga ikut-ikutan meledak akibat ikut tertabrak di bagian baling-baling. Tentu saja hal itu langsung membuatnya ikut-ikutan meledak.

"Jangan senang dulu, masih sisa tiga lagi, Tan." sahut Joseline yang masih berada di depan.

"Iya kak. Aku tau."


 Karena cuma sekali pakai, Intan juga masih harus mengisi ulang peluru RPG dengan manual dan ia melakukannya dengan cepat karena pekerjaannya juga masih belum selesai saat ini.


***


#Time skip


3 hari kemudian...


 Mereka berdua berhasil lolos. Meskipun pada akhirnya helikopter mereka juga ikut terjatuh akibat rudal dari musuh, tapi hal yang paling penting adalah mereka berdua masih tetap bisa lolos dari kejaran detasemen khusus.

 Joseline dan Intan langsung menghilang ketika sudah sampai di bawah dan membuat mereka berdua kembali menjadi susah di lacak oleh siapa saja. Seperti yang sudah pernah disebutkan di beberapa part sebelumnya, pada dasarnya mereka berdua memang susah dilacak dan satu-satunya alasan kenapa mereka berdua bisa dilacak sebegitu mudahnya adalah karena Joseline.

 Kehilangan target yang padahal sudah berada di depan mata merupakan sebuah pukulan keras bagi pihak detasemen khusus, terutama tentang jumlah korban yang dihasilkan hanya untuk sebuah misi penyergapan sudah membuat pikiran para atasan menjadi cenat-cenut.

 Tentu saja segala sesuatu berita yang mengenai kejadian penyergapan waktu di villa langsung dilarang untuk disebarkan kemana pun karena masih merupakan misi rahasia perintah negara. Tapi pada kenyataannya, juga masih ada beberapa orang yang pada waktu kejadian juga sempat mencuri-curi waktu untuk merekam, alhasil video-video yang mereka sebar pun juga sudah tersebar ke internet dan jika sudah begitu maka siapapun juga bisa melihatnya.


 Sebuah villa meledak, pergerakan tim khusus, adu tembak, helikopter nyasar di rumah warga, dan ga bisa move on dari mantan.

 Yang disebutkan diatas merupakan sebagian dari beberapa judul berita yang sedang viral di internet sejak tiga hari lalu. Hingga membuatnya menjadi berita hangat dan dibicarakan oleh banyak orang.


"Hoamm, bosan..." keluh Intan yang mulai kebosanan dengan keadaan, ia ingin melakukan sesuatu yang menyenangkan di luar saat ini.

"Yaudah, sana cari kegiatan, aku ga ngelarang juga." timpal Joseline yang sedang santai di sofa sambil menonton kartun dora di tv.


 Ketimbang bersembunyi di hutan dan menjadi susah untuk kemana-mana. Joseline lebih memilih untuk bersembunyi di apartemen yang berada di daerah pusat kota. Pilihan nekat adalah hal terbaik untuk diambil, menurut Joseline.

 Ah, untuk masalah siapa sebenarnya sang pemilik si kamar apartemen juga tidak terlalu Joseline permasalahkan. Tidak perlu memutilasi si pemilik kamar dan membuangnya ke tong sampah untuknya. Joseline hanya mempermainkan pikirannya dan membuatnya pergi dari situ untuk selamanya.

Jadi, ruangan apartemennya jadi miliknya saat ini.


 Dan juga, selain mempengaruhi pikiran sang pemilik apartemen, Joseline juga mempengaruhi beberapa orang lain seperti tetangga-tetangga sebelah dan beberapa penjaga apartemen untuk lebih mudahnya ketika berkeliaran.


"Bingung mau ngapain juga..."

"Nih ambil kuncinya, kamu bebas mau kemana aja." ucap Joseline sambil melempar sebuah kunci yang sebelumnya ada di sakunya ke arah Intan.

"Oke.." balasnya yang menerima kunci yang dilempar Joseline secara sembarangan dengan gampang.

"Jangan terlalu banyak nyari masalah ntar."

"Ga banyak kok, paling dikit hehe.." lalu diikuti dengan suara tertutupnya pintu yang tidak terlalu keras suaranya.


 Sudah tiga hari berlalu, itu artinya Intan juga sudah tiga hari memakai tubuh barunya. Ia juga sudah mulai terbiasa untuk bergerak dan berjalan.


"Ah, aku udah lama ga ngemutilasi orang hehe." entah darimana ia mendapatkan pikiran gila seperti itu, tapi yang jelas kali ini Intan ingin memutilasi seorang pria untuk dirinya.


 Sambil berjalan ke parkiran, Intan juga memikirkan tentang senjata apa yang akan ia pakai nanti seperti sedang memakai mainannya sendiri saja.


***


(Suara sebuah motor sport menyala)


 Ketimbang memakai mobil, Intan lebih memilih untuk memakai motor saat ini karena ia ingin bergerak dengan cepat sekaligus lincah dan memakai motor adalah jawabannya. Untuk membunuh seseorang, Intan tidak perlu menggunakan sebuah pistol karena ia memiliki banyak cara untuk melakukannya. Semuanya terasa mudah baginya jika ia lakukan sendiri.


"Ah, boleh juga nih motornya.." celetuk Intan yang langsung tancap gas di jalanan dengan menggunakan kecepatan 100 km/jam dan semakin bertambah setiap detiknya. Disaat-saat seperti ini, Intan sama sekali tidak memperdulikan apapun dan hanya melakukan hal-hal yang ia inginkan saja.


 Jam masih menunjukkan pukul setengah delapan kurang lima malam. Dan suasana hiruk pikuk kota juga masih terus berlangsung tanpa ada tanda-tanda akan berhenti. Semua orang masih sibuk dengan urusannya masing-masing saat ini.


"Dia.." ucap Intan pelan ketika melewati seorang pria yang sedang berjalan di sebrang jalan. Untuk sesaat Intan juga sempat memerhatikan wajah pria itu agar otaknya dapat menghafalnya karena pria itu sudah ia tetapkan sebagai mangsanya kali ini.


 Hanya beberapa detik saja dan mereka berdua langsung terpisah karena jarak dan tujuan yang berbeda. Masih dalam kecepatan tinggi, Intan perlahan-lahan mulai menurunkan kecepatannya motor yang sedang ia kendarai karena ia berniat untuk segera putar balik dan tak ingin kehilangan target barunya saat ini.

 Mengenai pria itu sendiri, ia bernama Rizal dan sebenarnya juga masih muda saat ini. Dilihat dari fisiknya sendiri, umurnya masihlah sekitar dua puluh tahunan ke atas. Memiliki hobi untuk hunting dimana saja dan tak kenal waktu merupakan salah satu alasan mengapa ia sedang berada di jalanan saat ini.

 Sebuah kamera berjenis DSLR yang masih setia ia kalungi di lehernya, ikut menemaninya di dalam perjalanan mengabadikan foto-foto dari setiap tempat yang ia lalui. Dari caranya berpakaian juga tergolong simpel. Ia hanya memakai sweater hitam yang terlihat pas jika dipakai oleh dirinya, jeans hitam ketat dan sepatu sneaker berwarna biru cerah sebagai pelengkap.


***


 Dirinya saat ini masih tidak sadar jika sedang diikuti oleh Intan yang sudah memarkirkan motornya agak jauh dari posisi Rizal saat ini agar tidak ketahuan duluan. Untuk saat ini, Intan masih berusaha mati-matian menahan hawa membunuhnya kepada Rizal karena ia masih belum menemukan tempat yang pas untuk "melakukannya" nanti.


"Ah, bosen juga."

"Dari tadi ga nemu spot yang bagus buat diambil" keluh Rizal sambil mengistirahatkan kakinya dengan duduk di sebuah kursi yang entah milik siapa sebenarnya. Tempat dimana ia sedang duduk saat ini adalah di sebuah emperan toko yang sudah tutup dan berada agak jauh dari padatnya jalanan di luar sana.


 Ditemani dengan sebuah lampu yang bisa dibilang cahayanya juga cukup redup dan jarangnya orang-orang berlalu lalang di sekitar tempat itu membuat keadaan di sekitar Rizal saat ini cukup sepi juga.


"Ada yang bagus sih, tapi kebanyakan pencahayaannya kurang pas aja." batin Rizal sambil mengamati dengan seksama foto-foto yang telah ia ambil dari berbagai tempat hari ini. Ia pikir, mungkin bisa mengatasi beberapa foto yang kurang pas dengan sedikit mengeditnya di rumah nanti, maka dari itu Rizal tidak langsung menghapus fotonya begitu saja karena menurutnya cukup sayang jika dibuang terlalu cepat.


***


Duaghhh


"Uhuk"


 Sebuah benda keras berhasil menghantam kepala Rizal hingga membuatnya menjadi mengeluarkan darah dan pingsan seketika.


Pelakunya?


 Siapa lagi kalau bukan Intan yang memang sudah mengikutinya sejak tadi. Menurutnya Rizal terlalu ceroboh dan cuek akan keadaan di sekitarnya, maka dari itu Intan bisa berjalan mengendap-endap di belakangnya dengan mudah.


"Ahahah, kok gampang banget sih?'' celetuk Intan entah kepada siapa karena di sekitarnya juga sama sekali tidak ada orang, makanya Intan bisa berceloteh sesuka hatinya saat ini.

"Oi, bangun dong" panggil Intan dengan cara menendang-nendang tubuh Rizal dengan agak keras saat ini


 Setelah agak lama Intan mengulangi hal itu kepada Rizal, ia malah jadi bosan karena Rizal sama sekali tidak berkutik dan tak bisa melakukan perlawanan sedikitpun akibat pingsannya saat ini. Maka dari itu, ia sengaja membawa Rizal ke suatu tempat dengan cara menyeretnya.


***


"Arghh, dimana nih?" ucap Rizal lemas karena ia baru saja terbangun dari pingsannya dan kepalanya sangat terasa pusing saat ini. Ia sebenarnya ingin memegangnya tapi tidak bisa karena kedua tangannya sedang terikat kencang oleh tali saat ini.


 Tali yang sedang mengikatnya saat ini dari kaki, badan, dan juga kaki juga terikat semua dan sama sekali tidak ada celah baginya untuk bergerak sedikitpun, karena ikatannya terlalu mengekangnya saat ini.


Ah, tunggu. Rizal baru menyadari sesuatu saat ini.


 Ada yang terasa kurang di bagian tubuh sebelah kanannya saat ini. Rizal sama sekali tidak merasakan jika ia masih memiliki tangan kanan saat ini. Berbeda dengan tangan kirinya, ia masih bisa merasakan jika tangan kirinya masih utuh.

 Untuk melihat apa yang telah terjadi dengan kanannya pun Rizal tak sanggup karena ikatan talinya masih menahan tubuhnya. Dan benar saja, berapa kali pun Rizal berusaha untuk mencoba, ia sama sekali tidak bisa merasakan jika ia masih memiliki jari-jari, telapak tangan ataupun tangan kanan saat ini.

 Kenyataannya, untuk saat ini sepertinya ia masih memiliki sebatas lengan saja tanpa telapak tangan saat ini, karena Rizal masih bisa merasakan jika masih ada bagian tubuh kanannya yang menempel, meskipun lebih ringan daripada yang berada di bagian kiri tubuhnya.


"Oh, udah bangun rupanya." ucap Intan santai sambil mengasah sebuah pisau berukuran besar yang berada di salah satu genggamannya saat ini.


 Intan bahkan bisa mengetahui jika Rizal telah terbangun tanpa harus melihat ataupun memeriksanya sendiri, padahal dari posisinya saat ini juga tidak dekat.


"Arghh, siapa kau??" teriak Rizal mulai panik karena ia barusan telah mendengar sebuah suara yang muncul diantara pikirannya dan terdengar sangat halus bak telah terbawa angin.


 Saking halusnya, Rizal jadi merasa merinding mendengarnya, ditambah lagi ia sama sekali tidak tahu sedang berada dimana saat ini. Yang hanya ia tahu adalah jika tubuhnya sedang terikat di atas sebuah meja yang terbuat dari besi, dibawah sinar lampu yang terlalu menyilaukan bagi keduanya, berada di sebuah ruangan asing yang sama sekali tidak memiliki lampu, kecuali lampu yang berada tepat di atasnya saat ini.


"Sstt, jangan panik sayang.."


 Lagi-lagi, suara Intan barusan semakin membuat Rizal menjadi ketakutan karena setelah itu terdengar sebuah suara dengung yang bisa dibilang dengungannya cukup panjang dan sangat menyakitkan untuk didengarkan.


#TBC

Continue Reading

You'll Also Like

28.3K 3.1K 39
[ SEBELUM MEMBACA, DIHARAPKAN FOLLOW TERLEBIH DAHULU !!! ] > Mengandung ketegangan yang berkepanjangan > Penakut jangan baca "Bangunan yang orang lai...
384K 23.5K 43
Keluarga kecil yang tinggal di rumah sewa tepat di sudut kota besar. Dengan kesederhanaan membawa mereka untuk tetap terus bertahan di dalam keprihat...
3.6K 174 50
[adj]; A Feeling Or State Of Excitement And Happiness. #1 on trueshortstory 04/07/2021
1.4M 88.3K 32
Kisah ini, berawal dari kepindahan keluarga Maleka ke Kota besar itu. Gabriel Maleka, adalah seorang Dokter Jiwa yang bekerja disebuah Rumah Sakit Ji...