HOSHI : THE PERVERT

By Kundekun

87.6K 8.4K 1K

Karena kesalah pahaman Hoshi dicap sebagai orang mesum oleh Leera. Dan ketika keduanya sudah saling membenci... More

One
Two
Three
Four
Five
SIX
SEVEN
EIGHT
Nine
Ten
Eleven
Twelve
Thirteen
Fourteen
Fifteen
Sixteen
Seventeen
Eighteen
Nineteen
Twenty
Twenty One
Twenty Three
Twenty Four
Twenty Five
Twenty Six
Twenty Seven
Twenty Eight
Twenty Nine (FINAL)
(+) Epilog

Twenty Two

2K 220 36
By Kundekun

Kemarin Wonwoo nembak gue.

Ga pernah sekalipun terlintas di benak gue, kalau Wonwoo ternyata punya perasaan sama gue. Kemarin itu ibaratkan petir di siang bolong. Ga pernah terpikirkan dan ga pernah diharapkan.

Wonwoo itu baik, pintar, tampan dan satu lagi yang paling utama, dia bisa menerima gue apa adanya. Kalau aja memilih cowok itu ada alat sebagai tolak ukur, mungkin Wonwoo adalah orang yang bisa melewatinya dengan sempurna. 

Wonwoo itu memiliki banyak kemiripan dengan gue. Kita suka hobi yang sama, kita terkadang memiliki pemikiran yang sama, juga kita membenci suatu hal yang sama.

Contohlah Wonwoo itu menyukai tempat yang jauh dari keramaian, sama halnya dengan gue. Dan gue ga terlalu suka makanan yang semacam ikan, begitu pula dengan Wonwoo.

Kalau bersama dengan Wonwoo, mungkin gue bisa menjadi apa pun yang gue inginkan. Tanpa perlu memikirkan masalah yang datang membelenggu.

Tapi sayangnya, untuk kali ini gue ga memiliki perasaan yang sama dengan apa yang Wonwoo rasakan ke gue.

Selama ini, kebaikan Wonwoo yang dia kasih ke gue. Gue anggap sebagai kebaikan seorang teman. Ya, selama ini gue hanya memandang Wonwoo sebagai teman yang baik. Ga lebih dan ga kurang.

Namun terkadang ada sesuatu yang membuat gue merasa bimbang. Terkadang gue merasakan sesuatu yang berbeda saat bersama Wonwoo, dan hal itu ga pernah gue rasakan ketika bersama Hoshi.

***

"...Ra?"
".....Leera?"
"WOY! HAN LEERA!!! NAPA LU?! DIEM-DIEM BAEE?!!"

Gue mendongkak dan hampir aja tangan gue menampar wajah Mingyu yang mukanya hanya berjarak beberapa centimeter di depan gue. "WHAA!! Muka lu kedeketan, kampret!! Ngatur jarak bisa kali?!!"

"Gua daritadi manggil elu, Ra! Tapi lu bengong aja daritadi! Kenapa Lu? Kesabet setan, hah?!"

"Ck! Sembarangan banget lu, Ming! Yaudah, mau lo apa?"

Mingyu menghela nafas gusar sambil menghempaskan poninya ke belakang, lalu kembali memasang wajahnya yang so cool itu.

"Lo dipanggil Pak Yana di ruang guru." ucapnya dengan suara datar.

"Hah? Kenapa?"

"Ya mana gue tau? Tanya aja ke orangnya sendiri?"

Setelah itu Mingyu melongos pergi, ga ngepeduliin suara gue yang terus memanggil namanya. Oh, terserahlah. Ga ada gunanya juga gue nanya ke dia.

***

Tok tok tok...

"Permisi , Assalammualaikum. Pak Yana nya ada?" Gue membuka pintu ruang guru dengan perlahan, berusaha meminimalisir suara yang dikeluarkan dari pintu tua itu.

Gue mengedarkan pandangan ke penjuru ruangan, dan itu Pak Yana! Sedang melambaikan tangannya, menyuruh gue untuk mendekat.

"Ada apa ya, Pak? Kenapa saya dipanggil kesini?" Untuk sementara gue berusaha bicara se sopan mungkin di depan guru. Supaya gue mendapatkan imej murid yang baik.

"Maaf repot-repot manggil kamu kesini, ya. Ini nih, bapak mau ngasih liat kamu sesuatu." Pak Yana mengambil secarik kertas dari laci mejanya, kemudian menyerahkan kertas itu ke gue.

Di sana tertuliskan HASIL UJIAN TENGAH SEMESTER GENAP. Dan nama yang tertera di kertas itu adalah temen sebangku gue, Hoshi.

"Ini kenapa diliatin ke saya ya, Pak?"

"Coba kamu liat, hasil uts nya nak Hoshi," mendengarnya berucap seperti itu, mata gue langsung terfokus ke barisan angka yang tersusun rapi.

"Nilai-nilainya bagus, kan? Bahkan nyaris gaada satu pun nilai yang di bawah KKM. Sebagai wali kelas, ini pertama kalinya bapak lihat prestasi nak Hoshi sampai sebagus ini. Dan disitu Bapak merasa aneh."

"Maksudnya aneh, Pak?"

"Ya, bapak pikir mungkin nak Hoshi ngelakuin hal curang di ujian kemarin. Seperti bikin contekan? Atau mungkin dia nyontek ke kamu? karena kamu kan temen sebangkunya, otomatis kamu yang paling mudah untuk dicontek."

Kepala gue refleks menggeleng cepat, menyangkal opini dari pria paruh baya itu. "Engga, Pak! Hoshi ga nyontek, ko!" sangkal gue tegas.

"Lho? Kenapa kamu bisa seyakin itu?"

Gue terdiam. Gue juga gatau Hoshi emang bikin contekan apa engga, tapi diliat dari keseharian sebagai temen sebangkunya. Hoshi bukanlah tipe orang yang suka menyontek ataupun bikin contekan.

"Soalnya belakangan ini saya sering liat Hoshi rajin baca buku pelajaran, Pak! Juga sejak seminggu kemarin, Hoshi sering belajar bareng sama saya. Jadi menurut saya hasil uts Hoshi yang bagus, memang karena usahanya sendiri, pak!"

Sekarang giliran Pa Yana yang terdiam, ia tengah sibuk berpikir. "Oh, jadi selama ini Hoshi belajar sama kamu, Nak?" tanya Pak Yana memastikan.

"Iya, Pak!"

Akhirnya Pa Yana mengukir senyuman pertamanya, setelah sedari tadi memasang wajah datarnya yang membuat gue sedikit takut.

"Ohhh... Baguslah kalau gitu! Padahal selama ini bapak sering khawatir sama nilai-nilai anak sipit itu, takutnya dia gabakal naik kelas. Tapi syukurlah, kedatangan kamu membawa pengaruh baik buat dia."

"Makasih, Pak!" senyum gue pun ikut mengembang. Senang rasanya gue bisa sedikit membantu urusan Hoshi. Setidaknya ada hal baik yang bisa gue lakuin buat dia.

"Tapi bapak jadi penasaran, sebenernya hubungan kalian itu apa, sih? Kok kayaknya kalian berdua jadi deket banget?" Pertanyaan macam apa nih?

"Hah? Kita cuman temenan aja kok, Pak!" Jawab gue gelagapan.

"Hhhmm... Temen apa demen?" Rayu Pak Yana sambil menaik turunkan alisnya dan memasang senyum jail di bibirnya. Ini kenapa sifatnya berubah jadi 180 derajat sih anjay??!! Ga ngerti lagi gue!!!

"Pak, pengen saya sleding?"

***

Setelah menyusuri koridor yang lumayan jauh akhirnya gue nyampe juga ke depan kelas. Gue baru nyadar kenapa kelas kita jauh banget sih sama ruang guru?! Mana naik turun tangga lagi. Bikin capek tau ga!

Dan disitu gue seketika inget Mingyu, si Ketua Murid. Selaku KM dia kan sering bulak balik dari kelas ke ruang guru. Pantes aja, kalau nyampe kelas kadang dia suka ngos-ngosan. Seketika gue jadi makin salut sama si Mingyu. Dia begitu rela mengorbankan waktu dan tenaganya demi teman sekelasnya.

Gue membuka pintu kelas. Dan.... sepi. "Lho? Yang lain pada kemana?" Tanya gue ke pria jangkung berkulit tan itu, yang masih merapihkan buku agenda.

"Udah pulang." balasnya singkat.

"Hah?! Kok udah pulang?"

"Oiya, tadi lo kan pergi, ya? Pas lo pergi ke ruang guru, gua langsung ngumumin ke yang lain, kalau katanya guru yang ngajar di pelajaran selanjutnya ga bakal hadir. Jadi boleh langsung pulang, gitu."

Gue menyipitkan mata gue, menatapnya kesal. Kalau aja ucapan gue bisa ditarik kembali, gue nyesel udah memuji si item ini. Kampret banget lu, Ming!

"Tau gitu gue langsung bawa tas aja, biar ga usah kesini. Sial." gerutu gue sambil bersedekap dada.

"Eh! Ya enggaklah! Lo harus ke sini lagi lah! Hari ini kan jadwal lo piket!" mendenga ucapan Mingyu, Gue cuman menepak jidat. Sial! Gue bener-bener lupa kalau hari ini gue piket.

"Tuh! Bantuin si Hoshi, kasian dia nyapu sendirian mulu dari tadi." Ucap Mingyu sambil mengarahkan dagunya.

"Lah? Yang lain mana?"

"Udah pulang duluan. Gue juga mau cabut dulu, bye!" Mingyu bergegas pergi membawa tas nya, meninggalkan gue dan Hoshi berdua dalam kelas.

Gue menghela nafas gusar, kenapa hari ini bawaanya bikin gue cape mulu sih? Ya ampun. Pengennya sih gue langsung kabur aja, lagian kelas udah bersih ini, tapi kasian kalau Hoshi sendirian yang piket.

Dariapada membuang waktu lebih lama, tangan gue meraih penghapus papan tulis, kemudian menghapus beberapa coretan yang masih tersisa di atas papan.

Disini cuman ada gue dan Hoshi, dan tentunya itu malah bikin kita makin canggung. Mana gaada yang mau membuka pembicaraan lagi.

"Cih! Siapa sih yang nulis di atas gini?" Omel gue, selagi masih sibuk membersihkan papan tulis. Gue sedari tadi merutuk orang yang nulis di bagian paling atas. Mana kaki gue jinjit aja masih ga nyampe. Pasti ini kerjaannya si Mingyu!

"Sini sama gue." Gue menoleh ke samping, dan sekarang ini Hoshi udah berada di sebelah gue, sambil mengulurkan tangannya.

"Ga usah, gue bisa sendiri, ko!"

"Sampai kaki lu jinjit-jinjit terus pun, lu ga bakal nyampe." Kampret! Kesel sih tapi emang bener. Hoshi merebut penghapus yang ada di tangan gue tanpa berbicara sepatah katapun.

Gue berdecih melihat tangannya yang dengan mudah menghapus coretan yang sedari tadi jadi musuh bebuyutan gue.

"Ra, boleh tanya sesuatu?" tanya Hoshi tanpa berniat membalikkan badannya sama sekali.

"Boleh, tanya aja."

"Lo ngehindar dari gue, ya?"

Deg!  Anjay, langsung to the point gitu ._.

"Engga, kata siapa?"

"Barusan kata gue."

"Perasaan lo aja."

"Iya, dan perasaan gue selalu benar."

Nafas gue tercekat dan lidah gue seketika menjadi kelu, gue kehabisan kata-kata buat menyangkal ucapan Hoshi. Duh, gue emang ga jago soal yang ginian.

"Engga, Hosh. Gue ga ngejauhin lo, kok!"

"Jangan bohong, Ra. Karena gue tau, sekarang ini lo lagi berbohong."

Hoshi akhirnya membalikkan badannya, menghadap tepat ke arah gue. Gue hanya bisa menggigit bibir dan meremas rok gue dengan tertunduk malu.

"Ra, Lo pikir udah berapa lama gue merhatiin lo? Selama ini gue selalu bareng lo, otomatis gue tau sifat lo yang sebenernya. Dan belakangan ini lo ga kayak Leera yang gue kenal!"

"....Maaf." ucap gue pelan.

"Gue ga minta permintaan maaf dari lo, gue cuman pengen tau alasan lo ngejauhin gue." ucapnya lirih.

"....."

"Dan asal lo tau, seberapa rasa sakitnya gue saat lo nolak ajakan gue dan langsung pergi begitu aja? Ngebuat gue berpikir terus apa gue ngelakuin suatu hal yang buruk sehingga lo ngejauhin gue sampe segininya?"

"Gue butuh penjelasan lo, Ra. Please, cerita sama gue! Bukannya ngehindar kek gini!!"

Gue cuman diam, ga berani berkata-kata. Dan Hoshi justru menunggu gue untuk membuka suara. Entahlah, gue bingung mau ngomong apa.

"....."

"....."

Waktu terus berlalu dan tak ada satupun dari kita yang bersuara. Hanya keheningan yang ada, dan jujur gue sangat membenci hal itu. Karena keheningan ini serasa mencekik leher gue, memaksa untuk berbicara.

"Jadi lo gamau cerita sama gue, ya?" ucapnya dengan suara yang parau. Tidak perlu melihat wajahnya pun, gue tau dia merasa kecewa sama gue.

Hoshi meletakkan penghapus papan tulis yang sedari tadi di genggamnya. Dan gue bisa melihat bekas noda hitam melekat di tangannya, akibat karena ia mengenggamnya terlalu keras.

"Lo berubah, Ra. Gue kecewa sama lo."

Setelah mengucapkan kata-kata yang menyakitkan itu, Hoshi pergi tanpa sedikitpun ada niatan untuk berbalik ke arah gue.

TO BE CONTINUE

"Ngopi napa ngopi? Diem diem bae!"
-Kim Mingyu














Continue Reading

You'll Also Like

651K 73.1K 38
"Kita dipersatukan diwaktu yang salah."
148K 12.6K 35
lu kalo mau liat anu gua bilang aja jangan ngegibah -mingyu ©2017
1M 84.2K 29
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
63K 5.9K 37
[COMPLETED] Yoon Jeonghan pimpinan grup Yoon, memiliki satu anak, namun kehidupannya berantakan setelah kejadian hebat menimpa dirinya. Sang istri me...