Good Time ✔️

By Kelamkari

162K 11.3K 552

Cloudy Alfonso. Bayi berusia dua tahun berjenis kelamin laki-laki, penyuka bebek. Sama dengan Gio, Cloudy sa... More

[one] to [one]
[one] to [two]
[one] to [three]
[one] to [four]
[one] to [five]
[two] to [one]
[two] to [two]
[two] to [three]
[two] to [four]
[two] to [five]
[two] to [six]
[two] to [seven]
[two] to [eight]
[two] to [nine]
[two] to [ten]
[two] to [eleven]
[three] to [one]
[three] to [two]
[three] to [three]
[three] to [four]
[three] to [five]
[three] to [six]
[three] to [seven]
[three] to [eight]
[three] to [nine]
[Cloudy] to [Marvell]
[Cloudy] to [Gio]

[three] to [ten]

6.6K 314 38
By Kelamkari

Pintu diketuk membuat mata emas tadinya terpejam, kini membuka. Sepintas terlihat mengerjap, mengurangi kantuk, lalu menggesekkan badan ke bawah agar terlepas belenggu lengan Reon.

Sesudah terlepas, bayi itu menelungkupkan diri dan merangkak mundur. Usai mencapai lantai dengan kedua kakinya, bayi itu segera menuju pintu meski terhuyung-huyung.

Nyaris tabrakan dengan pintu, bayi mirip ibunya menahan diri menggunakan pintu. Merasa pandangan tak mengabur, bayi itu menjinjitkan pintu agar meraih gagang.

Saat hampir mendapatkan gagang pintu, justru pintu terbuka dari luar. Tak punya kesiagaan, bayi itu mundur hingga jatuh dengan pantat mendarat duluan.

"Oh, God. Cloudy!" pekik sang ibu kandung bayi itu, tertahan. Wanita itu membalik badan, menyerahkan baki ke tangan Gio, lalu mendekati Cloudy. "I'm sorry, Sayang. Mommy tidak tahu kamu di situ."

Meski agak nyeri di bagian pantat, Cloudy tak bakal menangis. Dia hanya tersenyum, memerlihatkan bahwa Cloudy baik-baik saja.

"Bisa bangun atau Mommy bantu?" Oceana tak perlu bertanya, karena tindakannya bikin Cloudy berdiri tanpa memakai bantuan. "Kamu sudah besar, Sayang. Mommy kehilangan waktu-waktu berharga buat kamu."

Cloudy menggeleng, mengulurkan tangan untuk mengelus pipi Oceana. "Nda, Mommy. Ody ayang Mommy," katanya parau.

Terkejut, Oceana bangkit dan mengambil gelas, kemudian menyodorkan pada Cloudy. "Minum, Sayang, suaramu kelihatan serak."

Bayi itu memegang gelas, hati-hati. Namun, bukan langsung diminum, Cloudy mencari kursi agar dirinya bisa duduk.

Setelah mendapatkan sofa paling ujung dekat jendela, Cloudy menepuk sofa itu, memeringatkan ibunya untuk mengangkat anaknya.

"Kamu mau duduk?" tanya Oceana bingung. Perlahan, Oceana menyanggupi. "Terus?"

Barulah Cloudy meminum isi gelas itu usai merapikan cara duduknya. Tentu Oceana terpana, tak menyangka seorang bayi harusnya meminum langsung, tetapi beda hal dengan Cloudy yang luar biasa pengamatannya.

Di balik punggung Oceana, Gio tersenyum karena didikan ayahnya, Cloudy telah belajar secara baik.

"Dah, Mom," ucap Cloudy menyerahkan gelas kosong.

Masih terpana, Oceana meletakkan gelas kosong ke meja terdekat. Tak lama, Cloudy turun tanpa bantuan, berjalan mendekati Gio. Mata Oceana tak luput dari gerak lincahnya Cloudy.

"Tu pa?" tunjuk Cloudy ke arah baki kepada Gio.

"Sarapan pagi."

"Oti?" Cloudy berjinjit mencari tahu. "Cucu? Ubul? Da eyul?"

Gio terkikik. "Semuanya ada. Sarapan kesukaan Young Master."

"Kamu masih memanggil Cloudy dengan Young Master?" Oceana bingung atas ini semua. Ada berapa tahun, Oceana tak mengenal anaknya sendiri.

"Kebiasaan." Gio mengulas senyum sembari mendudukkan Cloudy ke kursi, selain sofa. "Young Master anak emas. Pikirannya mampu mencerna, meski ada waktu Young Master seperti bayi pada umumnya."

"Mungkin aku memberikan banyak gizi untuknya," ujar Oceana membalas dengan senyum.

"Bisa jadi." Gio mendongak, menatap Reon. "Kalau sahabatku tidak dibangunkan, dia bisa tidur sampai siang."

Oceana terkekeh. "Efek menangis, bukan?"

Gio menggeleng, ikut terkekeh. "Aku tidak lihat seberapa banyak Master menangis."

"Master?" Alis Oceana naik. "Lantas, haruskah kamu menyebut diriku? Sebagai apa?"

"My Lady."

Berkat dua kata itu, memberi sentilan hebat di pendengaran suami Oceana. Pria itu lekas bangun membikin dua orang dewasa terjungkal. Dengan berupa tatapan tajam, meski kantuk belum reda.

"My Lady?" ulang Reon. "Bisakah kamu keluar dan jangan ganggu kebersamaan kami, My Brother?"

Gio menutup mulut, lalu membungkukkan badan. "Permisi," katanya dengan senyum mengejek.

Reon geram. Namun, Oceana malah duduk berhadapan dengan Cloudy yang melahap rotinya. Wanita itu tertawa saat pipi anaknya menggembung.

"Hati-hati, Nak. Kamu bisa tersedak, nantinya." Oceana mengulurkan gelas.

Pengamatan Reon kepada dua orang paling dicintainya membuat pria itu turun dari ranjang. Merasa napasnya bau, Reon berjalan menuju kamar mandi.

Beberapa menit kemudian, Reon menghela napas lega. Baunya hilang, napasnya tak samar lagi, rambutnya tak acak-acakan.

Dilihat sang anak menyantap telur rebus telah dikupas Oceana, Reon mencium puncak kepala istrinya. "Di mana kamu tidur, Sayang?"

Perhatian Reon memang tak pudar. Pria yang menyandang sebagai suami Oceana, tak pernah tidak adil. Semuanya sama. Baik Adora dan Cally. Oceana mendapatkan perhatian itu.

"Kamu tahu, aku begitu khawatir pada kondisimu. Aku tidak mau kamu pergi lagi jauh dariku." Reon tetap memeluk, bikin Cloudy menengok heran. "Apa, Sayang? Mau dipeluk juga?" tanya Reon.

Cloudy menggeleng. "Ody apal."

Reon mendengkus. Oceana tersenyum.

"Lepaskan, Reon, sarapan dulu." Oceana memerintah suaminya agar segera makan.

Penuh sigap, Reon mendudukkan diri di kursi di antara Cloudy dan Oceana. Namun, bukannya melahap apa yang ada, Reon menatap Oceana lekat.

Bingung, Oceana mengangkat kepala. "Apa?"

Jari telunjuk Reon mengarah pada dada kiri istrinya. "Kapan akan bertahan?"

"Aku tidak tahu," sahut Oceana menunduk. "Hanya saja, aku terlalu lemas. Situasi mencekam pun, aku tidak bisa terlalu larut. Begitu pula tegangnya, aku bisa saja pingsan atau ketiduran."

Reon membelai rambut Oceana. "Kita pulang, ya."

"Aku tidak suka udaranya, Reon." Ingatan Oceana mengenang rumah mereka dekat sekali dengan ibukota. "Mansion kita hampir berdekatan dengan kediaman Kakek. Aku tidak kuat bertahan kalau aku dibikin tegang oleh beliau."

Berdecak, Reon bahkan meminum air hingga tandas. "Kamu masih tetap menghormati pria tua itu?"

"Berhenti temperamental." Kini ganti Oceana yang mengelus rambut Reon. "Anggap kejadian kemarin sebagai suatu pelajaran."

Reon berpikir ulang membawa Oceana dan Cloudy pulang. Tak mungkin tinggal di mansion itu terlepas pertengkaran hebat telah menyakiti perasaan istrinya.

Dekat dengan Azzorra bukan ide bagus. Akan Reon pastikan, Oceana mendapatkan tempat ternyaman.

Namun, Reon merasakan ada masalah pelik. Apa itu?

"Maukah kamu mengizinkan Mama ikut bersama kita?"

Kalau ini, Reon setuju. Cloudy pun senang, karena ada yang menemaninya. Tetapi bukan ini. Ada satu hal membuat Reon lupa.

Apa, ya?

***

Berkas terlempar di atas meja bikin Reon terperanjat. Berkas-berkas dikenal Reon---usai sarapan, Eren memanggilnya---menumpuk hebat.

"Apa-apaan ini?" Eren menunjuk berkas-berkas kantor Reon. "Barang-barang milikmu tiba-tiba datang ke mansion-ku. Sepertinya ada seseorang mengetahui keberadaanmu di sini."

Eren tak marah apalagi meluapkan amarah kepada adiknya. Hanya pikiran menggerogoti membuat Eren tak mengatakan secara lembut.

"Maaf, sudah merepotkan."

Menarik napas, Eren menggeleng pelan. "Bukan seperti itu. Sebaiknya kamu selesaikan urusan pekerjaanmu baru datang ke sini."

"Bukan itu." Reon menatap Eren. "Aku telah merepotkanmu karena menjaga sekaligus merawat istriku. Aku banyak berutang budi padamu."

"Bisakah utang budi tidak ada di list kamu?" decak Eren. "Aku sayang adik-adik. Dan aku tidak mau kalian kehilangan kendali karena pengaruh Azzorra. Cukuplah waktu kita masih kecil di bawah kendali beliau."

Reon menggeleng.

Tak ada lagi mesti dibicarakan, dagu Eren mengedik ke beberapa berkas. "Urus itu dan jangan lari dari masalah."

Reon mengangguk.

Yang dibutuhkan adiknya adalah menemukan kebahagiaan bagi istri dan anaknya, Eren paham akan hal itu. Mungkin dengan adanya berkas pekerjaan, bisa bikin otak Reon sibuk.

***

Oceana tak menduga bahwa dirinya dikelilingi para keponakan. Sementara Cloudy tengah memijit lengannya. Ada banyak sekali pertanyaan-pertanyaan sulit untuk dijawab Oceana.

"Aunt atit?" tanya Marvell berkaca-kaca.

"Darimana tahu Aunt sakit?" tanya Oceana balik.

"Tu," tunjuk Marvell. "Tata Daddy, tu tatanya atit. Mommy uga." Marvell memeragakan gaya meremas-remas. "Ceti itu."

Mulut Oceana membulat, hampir mengeluarkan tawa. Telapak tangan ibu kandung Cloudy membelai puncak kepala Marvell. "Aunt tidak apa-apa, Sayang. Ada Cloudy bisa rawat Aunt."

Sedangkan Theo mengulurkan bunga. Entah bunga liar atau bunga hias. "Ini buat Aunty. Bunga bisa sembuh Aunt."

"Ello cuga."

Dua bersaudara menyodorkan sepasang bunga beraneka warna. Oceana terharu, melihatnya.

"Thank you so much," kecup Oceana di dahi masing-masing Zello dan Theo.

Pipi mereka memerah merona malu. Oceana terkikik.

Punggung Oceana merasa beban berat dan basah. Wanita itu kaget, berbalik badan. Namun, suara serak bikin Oceana tak jadi balik.

"Sayang," panggil Oceana kepada Cloudy.

Sebelum Oceana menemukan penyebab kerisauan Cloudy, Reon muncul. Lelaki dengan mata emas duduk berjongkok, mengutarakan kalimat bikin mata Oceana membelalak.

"Ada coklat enak, kalian mau?"

"Mauuu!"

"Imana?"

"Acu apal."

Tiga keponakan berbondong-berbondong menyahut, Reon menunjukkan arah. "Di dapur. Sana sebelum kehabisan."

Pelesat seperti petasan, tiga bayi bergerak aktif menuju dapur. Oceana geleng-geleng kepala. Reon memberi sunggingan senyum.

"Privacy time."

"Kamu bohong, kan?" tebak Oceana.

"Tidak." Reon mengangkat bahu. "Sebelum ke sini, Maaya memintaku memanggil anak-anak. Banyak coklat di dapur. Kue buatan Maaya memang enak daripada punya Sherina."

Jari telunjuk Oceana teracung, meminta Reon segera menghentikan ucapan dengan mata memelotot. Tetapi, Reon tak mengindahkan malah memangku kepalanya di paha Oceana.

"I miss you, Honey."

"No hani."

Kepala Reon terangkat, mendapati Cloudy yang menangis. Siaga sebagai seorang ayah, Reon menarik Cloudy ke pangkuannya. Ayah-anak itu berada di bawah kaki Oceana.

"Kenapa menangis?" tanya Reon.

Mata emas Cloudy memandang raut Oceana yang sendu. Mata itu kembali menurunkan air mata. "Mommy au egi."

"Eh?"

Oceana dan Reon saling tatap-menatap.

"Pergi? Ke mana?" tanya Reon kali ini.

"Mommy au egi." Itu saja sahutan Cloudy hingga menangis seraya terisak di dekapan Reon.

Ayah Cloudy itu sekarang paham bahwa anaknya tak ingin Oceana pergi. Selagi jantung belum bekerja secara baik. Ditatap Oceana, Reon pun menahan seluruh air mata dibendungnya.

"Apa kamu berniat pergi?" tanya Reon kepada Oceana tanpa melepas dekapan terhadap Cloudy.

"Aku?" Oceana menunjuk dirinya. Lewat perhatian diberikan dua pria kesayangannya, Oceana tahu diri. Marinka pun menganjurkan mencari pengobatan memadai. "Jika kalian menginginkanku di sisi kalian, aku bisa apa?"

"Jadi?"

Tanpa harus duduk di bawah, Oceana mencondongkan diri mendekat. "Kalian adalah harta berhargaku. Sudah cukup dua tahun terlewat. Tapi ...."

"Tapi apa?" Reon merasa waspada.

"Aku meminta villa yang jauh dari ibukota, agar kondisiku membaik."

Permintaan Oceana membuat Reon mengangguk antusias. "Iya, akan kukabulkan untukmu, Honey."

Kepala Cloudy terangkat, menatap Reon marah masih dengan mata basahnya. "No hani, Daddy."

Tak peduli gerutuan Cloudy, diangkat anaknya sampai duduk di pangkuan Oceana. "Sayang, Mommy tidak jadi pergi. Mommy akan tinggal bersama kita. Setiap hari."

Mata basah itu berbinar. "Enakah?"

Oceana mengangguk, Cloudy gembira, Reon menangis terharu.

Ya, tangisan bahagia.

Pemandangan indah di mana Cloudy berada di pangkuan Oceana, dan Reon memeluk keduanya dengan kepala di paha kosong Oceana. Mereka memang selayak keluarga sebenarnya.

***

Cloudy berjalan terlebih dahulu, dan Oceana digiring oleh Reon agar tak terjadi apa-apa. Ini sama ketika Oceana tengah hamil Cloudy dulu.

"Eren," panggil Reon saat menangkap sosok kakaknya.

Eren bergumam sembari memakan kue coklat buatan Maaya, menengok ke arah adiknya.

"Bisakah kami tinggal di sini beberapa hari lagi?"

Sepasang mata Eren membola. "Apa?! Bukankah kamu disuruh pulang?!"

"Demi kesehatan Oceana."

Istri Reon menggenggam erat tangan suaminya agar tak membebani kakak iparnya. Dua tahun Oceana mendekam di mansion ini tanpa pernah mengulurkan bantuan.

"Tenang," kata Reon menghibur. Ditatap Eren, lagi. "Kumohon, hanya beberapa hari saja. Dan jangan lupa, aku tahu kamu tidak bisa memegang teguh pendirian bila ada Sherina."

Tubuh Eren menengang, membuatnya tersedak. "A---apa?"

Sama dengan Maaya, badannya membatu.

Kepala keluarga di mansion ini berpikir sejenak, lantas mengalihkan ke anak-anak sedang bermain. Semenjak ada Cloudy dan dua sepupunya---minus Crescencia, karena masih kesal---Marvell tak lagi kesepian dan menangis.

"Ody mau egi, Daddy?" Ketebalan telinga Marvell memang patut diacungi jempol. "Cangan, Daddy. Acu diyi, anti. Acu ndak ada eman."

Eren meneguk ludah, serba salah.

Marvell memeluk Cloudy yang menghampirinya. "Ody maik, Daddy."

Binaran mata Marvell dan pulasan senyum memohon adiknya bikin Eren menyerah. "Terserah."

Reon pun segera memeluk Oceana terlihat senang. Mungkin kesiapan mereka beberapa hari untuk menaikkan tenaga ekstra, sebelum menghadapi Azzorra.

Tak kenal kata dilontarkan Eren, Marvell menarik celana kain ayahnya. "Daddy apa?"

Eren membungkukkan badan, menyejajarkan pandangannya. "Cloudy tidak pergi, Sayang. Cloudy tetap di sini."

Bergetar. Badan Marvell bergetar. Teriakan senang membahana keluar dari bibir Marvell. Awalnya Cloudy terkejut, tetapi berubah ikut bahagia disusul Theo dan Zello yang tak paham.

Ya, mungkin ini menjadi pengobat Oceana dan Reon. Sambil bekerja, Reon memastikan istrinya dalam keadaan baik. Mengawasi Cloudy bersama Gio dan Acer. Itulah dilakukan Reon membayar waktu yang terbuang.

The End
[Nantikan Good Fellowship]

***

Yeay! Tamat. Capeklah berhubungan sama Reon yang enggak peka. Mending sama Cloudy yang serba peka. Apa2 peka. Cloudy sayang Daddy. Cloudy sayang Mommy. Cloudy juga sayang Marvell. Tindakannya itu, duuuh bagaimana besarnya ya. Aku enggak kepikiran.

Untuk saat ini, alasan mengapa Cloudy sayang Marvell. Aku kasih ekstra part (Cloudy-Marvell) di usia Cloudy itu tujuh bulan, lalu berlanjut usia satu tahun. Pas ultah Marvell yang kedua. Tetap selalu ada Reon, Gio, Eren, Acer. Hehehe....

Sebenarnya Crescencia publish duluan, tapi ya Cloudy yang pertama. Usai cerita Rasika berakhir, baru aku post Crescencia.

Makasih sudah membaca dan sayang Cloudy. Nantikan Cloudy di Good Pacing juga, ya. Peran yang penting bagi Marvell.

Salam hangat dari aku dan Cloudy,


14 Maret 2018
Update: 16 Maret 2018

Continue Reading

You'll Also Like

94.9K 7.4K 23
Istri adalah penarik rezeki. Terluka hati istri maka putuslah rezeki suami. Satu persatu usaha Panji mengalami kebangkrutan usai dia menikah lagi. Pa...
81.7K 2.2K 14
"Papa meninggalkanku demi wanita itu." Berlian Angkasa
11.4K 614 18
Bagaimana rasanya jika kamu dipersatukan oleh tali pernikahan dengan kulkas berjalan? #chapt : 16 #start : 281118 #finish : 080219 Happy reading
124K 6.6K 59
Shafira Aaliyah Permana, gadis sederhana dan yatim piatu berusia 21 tahun yang harus menerima kenyataan pahit bahwa calon suaminya memilih kabur ber...