MOZACHIKO

By PoppiPertiwi

16.6M 1.3M 644K

[SEGERA SERIES MOZACHIKO DI WETV] [SUDAH TERBIT OLEH penerbit Loveable] [Tersedia di seluruh Gramedia Indones... More

MOZACHIKO
1. CHIKO GADANGGA
2. KEJADIAN (1)
2. KEJADIAN (2)
3. SEDIKIT MENGENAL
4. TAMAN BACA
5. PARASIT
6. SADAR DIRI
8. PERUSAK
9. PADMA AIR
10. BIANGLALA
11. MASA LALUNYA
12. PESTA TRAGIS
13. DUA BEDA
14. PERISTIWA MADING
15. SELALU MENGALAH
16. TITIK NADIR
17. MULAI PEDULI?
18. BENTENG PERTAHANAN
19. JANJI MANIS
20. TEKA-TEKINYA [PRIVATE]
21. CENGKRAMAN UTAMA [PRIVATE]
22. CEWEK BODOH
23. KHAWATIR
24. LUKA DAN BUNGA
25. PUTRI SEKOLAH
TRAILER, VISUAL QNA MOZACHIKO
26. KASIH SEMU
27. JATUH CINTA
28. KITA PUTUS!
29. JEJAK KEHILANGANNYA
30. RATU SEKOLAH, MOZA ADISTI
31. THE MOLANA
32. MOZA DRACO JADIAN
33. CHIKO ATAU DRACO
34. LALAT BERJUBAH KUPU-KUPU
35. INTUISI [PRIVATE]
36. YANG SELALU SIA-SIA
37. KITA SAUDARA [PRIVATE]
38.1 SESUATU YANG HANCUR
38.2 HANCUR
VOTE KOVER NOVEL MOZACHIKO
39. KEPERGIAN MOZA [Selesai + Order Novel Mozachiko]

7. LEGENDA

327K 29K 2.9K
By PoppiPertiwi

“Jadi lo pacarnya Chiko?” tanya Nency bersuara sarkas menghadang jalan Moza begitu perempuan itu ingin menuju ke kelasnya.

“Gimana bisa lo sama Chiko deket?”

“Itu bukan urusan lo.” Moza membalas dingin membuat Nency menarik seragam sekolahnya dengan kasar dan mendorongnya ke tembok sekolah.

“Udah mulai berani sama gue?!” tanya Nency membuat Moza diam, tidak melakukan apapun. Ia sadar bahwa Nency adalah adiknya dan Moza selalu mengalah meski sudah disakiti berkali-kali olehnya. Wajah Nency semakin dekat dengan wajah Moza. Berusaha mengintimidasinya sedekat ini.

“Nency jangan di sini. Ini sekolah.”

“Emangnya gue peduli?! Lo udah ngambil Papa gue. Tiba-tiba lo dateng ke rumah gue ngerusak segalanya dan bilang kalau lo itu Kakak tiri gue! Sekarang lo mau ngambil Chiko juga? Sok cantik banget lo?!” ucap Nency tepat menusuk di hati Moza karena kata-katanya sama dengan Chiko. Dulu cowok itu selalu mengatainya begitu.

“Chiko bilang dia gak suka sama lo. Dia lebih suka sama gue. Kasian banget lo, Za?” Nency yang semula berada di depan Moza, hampir menekan tubuh cewek itu menjauh.

“Sekali benalu tetap benalu. Ya kan?”

Moza hanya diam. Tidak membalasnya.

“Kalau gue jadi lo. Gue pasti balik lagi ke kampung halaman lo yang kumuh itu. Haha dasar gak tau malu!”

“Oh ya? Lo kan mau ngambil harta Papa. Jadi gak bakal balik ke kampung lo kan?”

“WOI! Udah bel! Masuk kelas lo!” suara itu membuat keduanya menoleh. Draco sedang berkacak pinggang di belakang mereka, memperhatikan Nency dan Moza.

“Masih kelas satu udah berani kaya begini. Masuk kelas lo!” ucap Draco pada Nency. “Cepet!”

Bentakan Draco membuat Nency mendengus keras. Perempuan itu memutar kedua bola matanya. Ia tidak mau bermusuhan atau bermasalah dengan Draco. Daripada cari ribut dengan orang yang tidak tepat, Nency akhirnya mendorong pundak Moza. Membuat Moza kembali terbentur ke dinding dan pergi darinya.

“Lo diapain sama dia?” tanya Draco pada Moza ketika Nency sudah pergi menuju ke kelasnya lewat lorong samping.

“Gak diapa-apain kok. Makasi Kak Draco.”

Draco menyipitkan matanya. “Iya tapi nggak gratis.”

“Hah?”

“Iya nggak gratis.”

“Maksudnya?” tanya Moza gagal paham.

“Gue kan udah nolongin lo dari tuh cewek tadi. Jadi harus ada timbal baliknya buat gue.” Draco mengucapkan itu membuat Moza akhirnya mengerti dan mengangguk singkat.

“Ya udah. Nanti gue bayar Kak.”

“Bayar? Gue gak suka dibayar sama siapapun.” Moza makin mengerutkan keningnya pada Draco. “Gue mau lo dateng bawain gue makanan aja besok ke kelas gue. Gimana?”

“Oh itu. Iya bisa Kak.”

Draco mengangguk. Cowok itu lalu mengerling pada Moza dan berjalan berlainan arah. Moza baru sadar. Mengapa cowok itu ada di kawasan kelas sepuluh sementara kelas dua belas ada di atas?

Moza dengan terburu-buru menuju ke kelasnya. Chiko tidak tahu permintaan Draco padanya jadi cowok itu tidak akan marah kan?

****

“CHIKO! KO! GASWAT DAH!” Ganang berlari menuju ke meja Chiko. Ergo juga ikut berlari. Mereka langsung duduk di depan Chiko yang sejak tadi sibuk menyalin PR temannya yang paling pintar di kelas.

“Kenapa? Gawat aja lo berdua.”

“Emang gawat goblok!” seruan Ganang membuat Chiko menatapnya dengan pandangan serius. Kedua alisnya langsung menukik tajam.

Memperhatikan itu Ganang langsung cengengesan di tempatnya. Cowok berambut hitam itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

“Eh sorry Ko maksud gue bukan ngatain lo. Tapi kali ini beneran gawat.”

“Kenapa Nang? Lo kalau ngomong langsung ke poinnya!”

“Udah biar gue aja yang lapor,” ucap Ergo. “Gini Ko. Tadi gue sama Ganang kan lewat kelas atas. Kakak-Kakak kelas lagi pada ngumpul di pojok. Gue denger dari mulut Draco sendiri kalau Moza itu Kakak tirinya Nency. Emang bener, Ko?”

Chiko terdiam. Mencerna apa yang dijelaskan Ergo padanya.

“Ko, lo tau? Draco lagi ngincer Moza sekarang. Dia bahkan ngetawain lo tadi. Pokoknya yang gue denger dia mau balas dendam ke lo. Balas dendam tentang Zhelin?”

Memang Ganang dan Ergo tahu masa lalunya. Hanya mereka berdua yang tahu seberapa besar Chiko menyukai perempuan itu. Bahkan fotonya masih ada di dompet Chiko.

“Ko? Jadi Nency sama Moza saudara?”

Chiko masih diam. Mulutnya tertutup rapat-rapat. Cowok itu marah. Marah pada dirinya sendiri karena tidak tahu masalah ini. Bagaimana bisa ia terjebak di antara dua orang yang ternyata saudara?

****

“CHIKOOO!!”

“Chiko!”

“Ih Chiko tungguin Moza dong!”

Begitu Moza berhasil menarik ujung seragam Chiko. Cowok itu berhenti dan mau menatapnya. Moza mengatur napasnya karena sejak tadi berlari sambil teriak memanggil nama Chiko namun cowok itu tak kunjung berhenti.

“Kamu ini aku panggil-panggil gak nyaut terus!” Moza menarik napas dan mengembuskannya. “Mau pulang kan?”

“Ya. Kenapa emangnya?” ucap Chiko jutek tapi tidak sekasar tadi.

“Boleh ikut yaa??”

Chiko terdiam tidak mengatakan apapun. Cowok itu lalu menghela napas seperti ada beban berat karena Moza.

“Gue mau kumpul sama temen-temen gue dulu.”

“IH! Ikutan dong!”

“Nggak usah.” Chiko langsung menolak.  “Cowok semua di sana. Lo gak usah ikutan. Gue gak mau jagain lo. Bawa diri gue sendiri aja udah susah.”

“Nggak bakalan ngerepotin kok! Sumpah nih!”

“Bolehh yaa? Boleh dong Ko? Janji nggak bakalan ribut deh!”

“Za—”

“Aku bosen di rumah. Pengin jalan-jalan tapi gak tau sama siapa. Boleh dong ya ikut? Beneran deh gak bakalan cari masalah!” Moza memberi tanda peace dengan tangannya pada Chiko.

“Nggak usah. Lebih baik jalan-jalan sendiri aja.” Chiko tetap tidak mau Moza ikut. “Gue harus buru-buru. Lo pulang aja. Jangan sampe ngikutin gue.”

Moza hanya diam namun tatapan matanya kecewa. Cowok itu tetap tidak mau mengajaknya.

Moza mengejarnya lalu dengan sekali tarik Chiko berbalik badan menghadapnya kembali. Seharusnya Moza takut dengan cara pandang Chiko sekarang namun justru yang dilakukan perempuan ini diam. Balik menatapnya.

“Aku mau ikut!”

“Lo bener-bener ya.” Chiko berdesis kesal. “Jangan ganggu gue! Gue mau seneng-seneng sama temen-temen gue!”

“Ya udah aku mau ikut!”

“Jangan maksa.”

“Kalau gitu aku bakal nangis di sini.”

Chiko menaikan sebelah alisnya. “Nangis aja.”

Yang dilakukan Moza sekarang benar-benar membuat Chiko melotot. Pasalnya perempuan itu duduk di lantai lorong sekolah yang dingin.

“Za lo apa-apaan?!”

“Moza!”

Moza tidak mengatakan hal apapun.

“Oke! Oke. Lo boleh ikut. Dengan syarat gak boleh ngerepotin gue.”

Moza yang tadi menutup wajahnya dengan telapak tangan langsung menatap Chiko. Tarikan senyum di wajah Moza terlihat. Meski samar, Chiko dapat melihatnya.

Gue bisa aja mutusin dia sekarang tapi kenapa gak gue putusin?

Chiko melirik Moza. Perempuan itu sedang nyanyi-nyanyi tidak jelas di sampingnya. Mulai dari lagu Korea dan berakhir di lagu Indonesia.

Meski ku bukan yang pertama di hatimu
Tapi cintaku terbaik untukmu
Meski ku bukan bintang di langit
Tapi cintaku yang terbaik.”

Cassandra — Cinta Terbaik

“MOZA AWAS!” teriakan Chiko terdengar. Cowok itu menarik tangan Moza begitu kuat sehingga cewek yang sudah menghentikan nyanyiannya itu pun terkejut setengah mati. Sebuah pot bunga baru saja jatuh ke bawah, tepat di mana Moza berdiri tadi. Suara pot dan keramik lantai beradu menimbulkan suara yang berdebum nyaring.

Kedua mata Moza dan Chiko bertemu. Chiko sedang memeluk Moza. Perempuan itu shock dengan tubuh merinding. Mereka lalu memandang tanah, pecahan pot dan lantai secara bersamaan.

Chiko melihatnya. Chiko melihat orang di atas sana. Bukan laki-laki karena sosoknya jelas-jelas perempuan namun Chiko sama sekali tak melihat wajahnya. Tanpa banyak bicara Chiko menarik Moza membuat perempuan itu hampir saja jatuh kalau tidak cepat mengambil keseimbangan tubuhnya.

Chiko menarik tangannya. Mengajaknya naik ke tangga, mengejar seseorang yang hampir menyakiti Moza. Begitu sampai di lantai atas tidak ada orang. Hasilnya nihil. Hening. Moza berdiri di belakang Chiko dengan perasaan takut serta was-was.

“KELUAR LO!” suara berang Chiko bergema di lorong atas namun tak ada satu pun yang menjawab. Genggaman tangan Moza semakin erat pada Chiko, semakin takut dengan cowok itu.

Kali ini Moza melihat Chiko yang berbeda. Seperti sebuah legenda yang diceritakan teman-temannya dulu telah terjadi hari ini. Bahwa Chiko adalah sosok yang tak mengampuni apa yang mencari perkara dengannya. Buktinya cowok itu langsung mengejar meski tidak mendapatkan apapun.

Chiko masih membelakangi Moza. Siapapun orang itu. Yang jelas dia kenal betul dengan sekolah ini karena satu-satunya lorong tanpa CCTV adalah tempat ini. Chiko melirik ke kanan dan ke kiri. Tidak ada satupun CCTV di sini. Tidak ada satupun orang di sini. Hanya mereka.

Itu artinya hanya ada mereka.

Tapi Chiko tahu bahwa orang tadi bukan orang baik-baik. Pasti ada masalah antaranya dengan Moza.

“SIAPA LO?! KELUAR LO PENGECUT!”

Moza semakin lemas di tempatnya mendengar Chiko yang semakin kasar. Chiko menoleh ke kanan menemukan kayu bekas meja kelas. Cowok itu mengambilnya dan menendang sebuah kaleng cat terbuka hingga cat itu menggelinding ke dinding.

Cat merah itu tumpah. Pada dinding lalu menetes ke lantai. Chiko bersumpah tidak akan memaafkan orang itu jika Chiko menemukannya nanti. Chiko memukul meja di sampingnya dengan kayu yang semakin membuat Moza ingin luruh ke lantai karena tidak kuat.

Chiko menoleh pada Moza. Wajah perempuan itu sudah pucat pasi. Tangannya pun dingin.

“Pucet banget muka lo. Lo gak pa-pa?” sekarang suara Chiko merendah pada Moza.

“Pusing,” ucap Moza padanya. Chiko melempar kayu yang ia ambil tadi ke tempat semula. Cowok itu mendorong Moza pelan agar berjalan di sampingnya. Merangkul bahunya.

“Ayo Za. Kita langsung pulang.”

*****

AN: Akhirnya udpate lagi!! Gimana ceritanya? Suka gak? Jujur aja aku agak down buat cerita ini.

Jangan lupa spam next di sini buat update cepat selanjutnya!

Siapa yang diliat Chiko? Clue: Zhelin, Nency atau Maddy?

Team Mozachiko?
Team NencyChiko?

Ini Chiko. Lebih judes aja gitu mukanya. Aku suka banget liatnya

Follow instagram:
PoppiPertiwi
Wattpadpi
Chikogadangga
Mozaadisti
Ganangdata
Ergobanureksa

Add line untuk info update cerita [@xgv8109t] with @

Love, Poppi pacarnya anak-anak SMA Rajawali💛

[Cerita ini akan diprivate dari part 20 ke atas. Jadi untuk baca follow dulu akun PoppiPertiwi]

Continue Reading

You'll Also Like

5.3M 390K 55
❗Part terbaru akan muncul kalau kalian sudah follow ❗ Hazel Auristela, perempuan cantik yang hobi membuat kue. Dia punya impian ingin memiliki toko k...
237K 14.5K 34
JANGAN LUPA FOLLOW... *** *Gue gak seikhlas itu, Gue cuma belajar menerima sesuatu yang gak bisa gue ubah* Ini gue, Antariksa Putra Clovis. Pemimpin...
299K 12.4K 32
Menjadi seorang istri di usia muda yang masih di 18 tahun?itu tidak mudah. Seorang gadis harus menerima perjodohan dengan terpaksa karena desakan dar...
223K 9.4K 17
Level tertinggi dalam cinta adalah ketika kamu melihat seseorang dengan keadaan terburuknya dan tetap memutuskan untuk mencintainya. -𝓽𝓾𝓵𝓲𝓼𝓪𝓷�...