Good Time ✔️

Από Kelamkari

162K 11.3K 552

Cloudy Alfonso. Bayi berusia dua tahun berjenis kelamin laki-laki, penyuka bebek. Sama dengan Gio, Cloudy sa... Περισσότερα

[one] to [one]
[one] to [two]
[one] to [three]
[one] to [four]
[one] to [five]
[two] to [one]
[two] to [two]
[two] to [three]
[two] to [four]
[two] to [five]
[two] to [six]
[two] to [seven]
[two] to [eight]
[two] to [nine]
[two] to [ten]
[two] to [eleven]
[three] to [one]
[three] to [two]
[three] to [three]
[three] to [four]
[three] to [five]
[three] to [seven]
[three] to [eight]
[three] to [nine]
[three] to [ten]
[Cloudy] to [Marvell]
[Cloudy] to [Gio]

[three] to [six]

3.6K 336 27
Από Kelamkari

Kamar Reon dan Cloudy tempati, Gio hanya bisa termangu sendirian sambil memandang tiga anak berbeda usia sedang berjongkok menatap guci yang barusan pecah, akibat tendangan bola.

Sebetulnya, Gio ingin menghentikan dan mencari tempat main yang lain. Tetapi, ketiga bayi-bayi kecil ini lebih memilih kamar luas dan tak terlalu banyak barang.

Namun apa dikata, guci seharga milyaran dolar harus hancur karena tendangan cilik seseorang. Padahal Gio merasa tendangan itu tak sekuat orang dewasa.

Justru Gio berpikir, bagaimana mengganti biaya guci itu?

Sementara Gio melamun, tiga bayi itu masih berjongkok. Wajah pelaku barusan menghancurkan guci lewat tendangan mautnya, tak merasa bersalah.

"Acu ndak tuat." Marvell mengakui bahwa tendangannya memang tak begitu kuat.

"Napa atuh? Ody adet." Cloudy mengusap dada. "Teyo? Mapel ndak na?"

Kalau bersama sepupu-sepupunya, Cloudy kelewat berceloteh ke sana kemari. Sesama bayi lincah dan bisa mengurai kata-kata, tentu akan selalu paham.

"Mapel? Capa?" Marvell celingak-celinguk, bingung. "Mapel capa?"

"Mapel ndak nau?" Cloudy mengerjap. "Mapel ya, Mapel."

"Syiapa Mapel, Ody? Telus, Teyo syiapa?"

Cloudy saling menatap Marvell dan Theo bergantian. Tangannya terangkat hingga jari telunjuk diacung. "Teyo," tunjuk Cloudy kepada Theo. "Mapel," katanya beralih ke Marvell.

"Mapel? Acu?" Marvell menunjuk dirinya seraya berpikir. "Cuka," kekehnya senang, bahkan tak ambek.

Walaupun Theo tak mengerti apa dikatakan Cloudy, nama "Teyo" terdengar seperti "Theo", jadi bukan masalah.

"Dadi, ucina au apa?" Marvell mengusulkan.

"Ndak au. Ody ndak eyi." Cloudy tak punya uang, mana sanggup untuk beli. "Ninta Daddy. Daddy eyi uci."

"Daddy acu uga. Daddy anyak uwang," serobot Marvell, merentangkan tangan.

"Daddy aku juga punya." Theo menimpali. "Ada Mommy."

"Umul-umul," saran Marvell.

Raut Clouy berubah sedih. "Daddy ndak au. Catian."

"Pakai nabungan-ku caja." Theo mengangkat tangan. "Nanti diganti."

"Canci?" Kepala Cloudy miring. "Pa tu?"

"Ganti, Ody, ganti. Hm ... apa ya." Theo sedang berpikir serius. "Aku bawa nabungan, becok Ody ganti."

"Ninta Daddy," jawab Cloudy tak mempunyai uang, mengarah pada Reon agar ayahnya segera mengganti tabungan Theo. "Eyus, namungan tu pa?"

Jangan sekali-kali bikin kata sulit dicerna anak kecil, nanti mereka akan terus bertanya sampai mereka puas. Itu pun kepuasan mereka hanya sebentar.

Pintu kamar terbuka, Acer nongol dengan memberi ekpresi senang melihat sekelompok bayi-bayi lincah sedang mendiskusikan sesuatu. Dialihkan ke anak sulungnya tengah merenung.

Pundak Gio ditepuk membuat sang pemilik terlonjak. "Ya Tuhan, maafkan saya tidak bisa menjaga anak-anak," katanya sambil menunduk.

"Apa yang dilakukan anak-anak sampai kamu bertingkah seperti ini?"

Berasa kenal, Gio mendongak. Wajahnya tampak kaget, kemudian lega seketika. Tetap saja, Gio menarik napas frustrasi.

"Ada apa denganmu, Nak?" tanya Acer.

Desahan lolos dari bibir Gio. "Andai aku tidak kasih izin, mungkin guci punya kamar ini tidak akan pecah."

Acer memaklumi, segera memberi semangat dengan usapan di kepala. Kemudian berjalan mendekati ketiga bayi sedang berjongkok. Pria tua itu ingin sekali bertanya, apakah mereka tak kram jika berlamaan dengan gaya duduk begitu?

"Ada yang bisa dibantu?"

Ketiganya langsung terlonjak membuat keseimbangan saat berjongkok goyah. Pantat mereka mendarat hingga jeritan kesakitan mengagetkan Gio dan Acer.

"Ati Ody atit." Bukan hati melainkan kaki, Cloudy menjerit kesakitan.

Begitu pula untuk Marvell dan Theo, mereka meringis sambil memegang pergelangan kaki.

"Luruskan kaki kalian," ucap Acer membantu mereka meluruskan kaki.

Bermenit-menit berlalu, kejang-kejang pada kaki seolah menghilang. Cloudy, Marvell dan Theo mengembuskan napas lega. Lagi pula kondisi itu membuat mereka cepat lapar.

Bunyi perut terdengar, Gio tahu siapa.

Cloudy mengusap perutnya, memerlihatkan giginya yang putih. "Ody apal."

"Acu uga."

"Aku mau makan cup yam."

"Sup ayam, bukan?" Acer meralatnya, Theo memerah malu. "Tidak apa-apa. Semua tersedia untuk kalian, jadi kita harus cepat tiba di meja makan."

Lekas berdiri, ketiga bayi itu bersorak dan memelesat keluar kamar. Ayah dan anak itu tiba-tiba terkekeh geli.

"Lebih baik kita ikuti mereka daripada tersesat," kata Acer beranjak berdiri.

Tanpa harus terkejar, malah Cloudy muncul sambil menjulurkan kepala. "Asel, yo!" panggil Cloudy.

Tersenyum, Acer mendekati Cloudy dan menggandengnya menuju meja makan. Marvell tak menyusul Theo yang telanjur berlari kencang, memilih menggamit tangan Acer seolah takut kehilangan.

Acer merasakan punya cucu, meski pada kenyataannya Gio belum menikah apalagi bagi Helena.

***

Derap langkah kaki orang dewasa mengitari seluruh lantai dua. Tampang sang pemilik mansion terkesan santai dan tenang, berbeda dengan Reon yang gusar. Ada Jelice yang mengawasi dan Adora siap bertindak bila ada apa-apa.

Sedangkan istri Eren, Maaya, lebih dahulu ke ruang makan.

"Setelah makan, kita harus bicara," pungkas Reon.

"Terserah untukmu, adikku."

Berharap tak terpesona atas kasih sayang itu, buru-buru Reon memalingkan muka. Eren tertawa geli melihatnya. Adik laki-lakinya memang belum berubah.

Saat keempatnya menuruni tangga, ada sesuatu dari arah belakang menabrak mereka. Theo berlari kencang tanpa memedulikan undakan tangga yang tinggi.

Theo nyaris terpeleset apabila Reon menarik sekaligus memeluknya erat. Badan Theo menegang, lalu gemetar ketakutan. Saking laparnya, Theo tak tahu soal bahaya mendekat.

"Theo tidak apa-apa?" Reon menundukkan ke bawah. "Harus hati-hati kalau turun tangga. Untung Uncle lihat Theo."

Eren mengetahui bahwa Reon itu penyayang, terlepas seorang playboy and workaholic. Mau bagaimana lagi, jika kebiasaan itu masih menghampirinya. Sulit dilepaskan.

"Uncle gendong, okay?"

Theo mengangguk, masih ketakutan.

Ketiga orang dewasa ditambah satu bayi lima tahun menuruni tangga. Ketika hampir menapakai lantai dasar, suara bayi kecil Reon berkumandang.

"Daddy, ungu!" Cloudy berusaha turun sambil menarik tangan Acer. "Asel, emat!"

"Yes, Young Master."

Marvell pun sama tergesa-gesanya, bayi berjenis laki-laki dengan rambut panjang, bergegas menuruni tangga. Eren khawatir terhadap anaknya tanpa pengawasan, segera naik kembali.

Sebagai ayah yang baik, Eren mengangkat Marvell. "Sayang, kamu tahu bahwa tidak boleh menuruni tangga sebelum usiamu tujuh tahun, bukan?"

"Syolly, Daddy." Marvell hanya tersenyum, semringah.

Eren mendongak. "Ayo, Acer, Gio. Kita makan malam bersama."

Kedua pria itu mengangguk, pasrah. Bila berada di mansion ini, Eren membawa kendali. Jadi, lebih baik menuruti saja.

***

Empat bersaudara memasuki ruang makan, para pelayan telah menunggu mereka. Begitupun bagi Marvell, Cloudy, dan Theo berupaya lepas dari gandengan maupun gendongan.

Mereka berlarian hingga Cloudy berteriak nyaring, mengagetkan semua orang.

"Mommy Oca-ana!"

Reon tersentak mendengar nama yang disebutkaj Cloudy, menoleh ke Eren tampak terkejut. Reon bahkan memincingkan mata, curiga.

"Mommy Oca-ana!"

Ya, Oca-ana berarti Oceana. Reon takkan lupa kata-kata Cloudy yang ambigu. Bayi kecilnya memang memiliki kejutan luar biasa.

"Mommy Oca-ana?" Marvell kebingungan setengah mati, karena Cloudy terus menerus mengatakan nama itu. "Capa?"

Theo pun sama. Sama-sama penasaran sekaligus bingung.

Ketiga bayi lincah dan aktif itu, melangkah mendekati meja makan panjang. Di sana, seseorang wanita cantik sedang duduk berhadapan dengan mereka semua. Tersenyum ramah dan mata kelihatan lelah, tetapi penuh sorot tajam.

"Hai, Sayang," sambut Oceana. "Kamu pasti lapar, kan?"

Cloudy mengangguk sambil mengusap perutnya.

Marvell terpesona memandang ibunya Cloudy. Berbeda sekali dengan wajah ibunya seiring berjalannya waktu terkena dampak dilema. Itu pun dirasakan oleh Theo, tak lagi menemukan kehangatan dari seorang ibu semenjak Cally berulah dengan neneknya.

"Ini Marvell dan Theodore?" tebak Oceana.

Balita dan batita itu mengangguk, malu. Mereka merasakan euforia belum pernah disentuh oleh apa pun.

"Yuk, kita makan." Oceana menarik kursi mereka masing-masing hingga kegiatannya diinterupsi seseorang.

"Oceana, itu kamu?" Suami Oceana yang disandang Reon, membuat wanita itu menoleh. Wajah Reon terkumpul gerimis, sebuah sebutan ketidakpercayaan. "Kamu ke mana selama ini?"

Oceana memberi senyuman atau seringai. "Aku tidak ke mana-mana. Aku hanya—" jeda sejenak. "—memikirkan sesuatu yang akan kulakukan kepadamu."

"A—apa?"

Tbc

***

Sorry, mataku terlalu berat buat dibuka. Akhirnya aku update sedikit demi sedikit 1200 words. Hehehe ....

03 Maret 2018

Συνέχεια Ανάγνωσης

Θα σας αρέσει επίσης

85.8K 5.3K 27
OH SEHUN KIM HANEUL YOU NEVER SEE ME
400 54 22
☘️ Blurb ☘️ Sebagian dari kalian mungkin sudah tahu, gue seorang traveller. Dapet duit dari jalan-jalan dan sebuah tulisan, kalau engga jalan-jalan g...
STAY Από (not) cinderella

Γενικό Φαντασίας

467K 13.9K 52
Apa yang kamu lakukan jika pasanganmu tidak bisa menerima kekuranganmu, lepaskan atau bertahan ? ...... "Maaf Vio, kayanya aku engga bisa lagi ngela...
Berpijak dengan Dua Kaki [END] Από wininpeace

Γενικό Φαντασίας

693K 29.3K 32
Gandhi bias dengan sosok ayah. Ia terlanjur terbiasa tanpa sosok ayah di hidupnya. tapi bagaimana jika sosok itu akhirnya datang?