ALASKA

By nisaafatm

34M 2M 190K

[SUDAH TERBIT DI COCONUTBOOKS (Bintang Media)] Alaska Tahta Wardana, cowok jangkung berwajah tampan, pandai d... More

prologue
alaska; 1
alaska; 2
alaska; 3
alaska; 4
alaska; 5
alaska; 6
alaska; 7
alaska; 8
alaska; 9
alaska; 10
alaska; 11
alaska; 12
alaska; 13
alaska; 14
alaska; 15
alaska; 16
alaska; 17
alaska; 18
alaska; 19
alaska; 20
alaska; 21
alaska; 22
alaska; 23
alaska; 24
alaska; 25
alaska; 26
alaska; 27
alaska; 28
alaska; 29
alaska; 30
alaska; 32
alaska; 33
alaska; 34
alaska; 35
alaska; 36
alaska; 37
alaska; 38
alaska; 39
alaska; 40
alaska; 41
alaska; 42
alaska; 43
alaska; 44
alaska; 45
alaska; 46
QnA
alaska; 47
alaska; 48
alaska; 49
alaska; 50
QnA with Alana
alaska; 51
alaska; 52
alaska; 53
alaska; 54
alaska; 55
alaska; 56
alaska; 57
alaska; 58
alaska; 59
alaska; 60
alaska; 61
alaska; 62
alaska; 63
alaska; 64
ALASKA EPILOG
extra chapter
VOTE COVER
VOTE COVER LAGI
Finishing Cover & Giveaway
OPEN PREORDER
Alaska Spesial 30 Juta Pembaca
Alaska Goes To Movie

alaska; 31

460K 31.2K 1.8K
By nisaafatm

GULITA kini menyapa. Alana dengan seragam lengkap memasuki rumah besarnya yang tampak hening dan sepi seperti biasanya. Jikalau Papanya masih tinggal di rumah ini, Alana pasti akan diceramahi karena terlambat pulang. Namun, sekarang hal seperti itu mungkin sudah tidak akan Alana dengar lagi.

Capek, adalah satu kata yang mendominasi untuk tubuhnya saat ini. Sehabis pulang tadi Alana memilih mengikuti Haulana pulang ke rumah cewek itu. Sebab, ia membantu Haulana berkemas diri karena Tora mengajak jalan.

Haulana berasal dari keluarga sederhana, Ibunya seorang ibu rumah tangga sedangkan Ayahnya seorang guru di sebuah sekolah dasar. Kelihatannya keluarga mereka harmonis sekali sampai Alana rasanya iri dengan hubungan keluarga mereka.

Saat Alana baru saja datang di rumah Haulana, Ibu cewek itu menyambutnya dengan ramah tak lupa menyediakan camilan untuk Alana. Senyum keibuan milik Ibu Haulana membuat Alana rindu senyum Mamanya yang tak pernah lagi tampak di wajah pucat wanita itu.

Alana rasanya ingin bertanya pada takdir, kapan keluarganya bisa seharmonis keluarga Alaska dan Haulana?

'Tok tok'

"Iya ada apa, bi?" tanya Alana seraya menyembul di pintu kamarnya.

"Non, Nyonya gak mau makan sejak siang tadi."

"Loh, kok bisa?"

"Tadi sudah saya bujuk tapi, Nyonya masih gak mau makan."

"Ya udah bi, nanti biar saya aja yang bujuk," Asisten rumah tangga Alana tadi langsung memilih kembali ke dapur setelah melaporkan hal tersebut.

Mama Alana memang terlihat sangat aneh akhir-akhir ini. Terhitung setelah hari di mana kejadian istri kedua papanya yang datang ke sini.

Jujur, Alana jadi ingin tau apa yang sebenarnya dilakukan istri kedua papanya ke sini? Dan apakah ada hubungannya dengan Mamanya hingga kondisinya seperti ini?

Walau sudah dibujuk dan Alana berusaha tanya. Namun, tetap saja wanita lemah itu tetap tidak mau merespon Alana. Kalau dulu, sebelum kejadian ini, Mamanya akan tetap mengangguk jika ditanyai sesuatu tetapi sekarang hanya diam saja dengan tatapan lurus ke depan tanpa tujuan.

Setelah berganti pakaian dan membersihkan diri, Alana langsung keluar bergegas menuju dapur mengambil sepiring nasi setelah itu ke kamar Mamanya. Membuka pintu cokelat kayu itu kemudian perlahan masuk ke dalam kamar tersebut.

Mamanya tengah duduk di tempat tidur dengan pandangan sayu. Lampu kamarnya belum ia nyalakan, hanya mengandalkan cahaya dari luar lampu jalan yang merambat hingga ke jendela kamar yang belum ditutup sepenuhnya.

Menghela nafas setelah melihat kondisi Mamanya, Alana berjalan menuju saklar, menyalakan lampu kamar kemudian setelah itu menutup jendela beserta gordennya.

"Mama kenapa gak makan?"

Hening, tak ada sahutan sama sekali.

"Ma, Mama makan yah?" Alana berjalan mendekati Mamanya dengan sepiring nasi yang ada di tangannya kemudian mencoba menyodorkan wanita itu dengan sesendok nasi. Namun, bukannya di makan wanita itu malah menepis tangan Alana hingga nasi yang ada pada sendok tersebut jatuh berceceran di mana-mana.

Menghela nafas, mencoba menyabarkan diri atas tindakan Mamanya ini, Alana mencoba lagi menyodorkan sesendok nasi. Namun, wanita itu kembali melakukan hal yang sama dan parahnya setelah itu tangannya dengan bebas menarik rambut Alana sekeras mungkin.

"Aw, Ma, sakit. Please, lepasin."

"KELUAR!" Kinara berteriak dengan kerasnya seraya melepaskan tarikan pada rambut Alana. Ia mendorong Alana agar segera keluar dari kamarnya ini.

Dengan langkah berat Alana terpaksa keluar. Air matanya hampir saja jatuh mengingat kelakuan Mamanya tadi. Padahal, luka yang diperbuat dari Cello belum benar-benar sembuh. Namun, Mamanya malah menambahkan lagi.

Alana menunduk melihat kedua pergelangan tangannya yang terdapat luka akibat bekas kuku Cello tadi. Meninggalkan bekas dan perih. Air matanya jatuh melihat ini. Sesungguhnya, Alana sudah sangat capek, bebannya terlalu berat untuk ia pikul sendiri.

Kadang ia berfikir, kapan orang-orang yang ia cintai dapat mencintainya kembali?

-oOo-

Masih pagi dan Alana sudah mengemut kripik pedas kesukaannya. Pagi ini ia berangkat ke sekolah menggunakan grab, dengan alasan lebih murah. Setelah acara kabur-kaburan saat di rumah neneknya waktu itu, uang saku dari ayahnya tiba-tiba dipotong menjadi setengah dari uang sakunya biasa. Alana hanya bisa menghela nafas, mau marah juga tidak ada gunanya.

Saat memasuki gerbang sekolah, tak sengaja ia mendengar suara motor anak-anak Batalyon yang baru saja datang. Kedatangan mereka membuat kebisingan di mana-mana sebab bunyi knalpot motor mereka.

Para cowok yang tengah mengenakan jaket hitam bertuliskan Batalyon itu berbondong-bondong memarkirkan motor mereka di tempat parkir yang sudah mereka klaim dari dulu.

Waktu MOS, anak-anak Batalyon yang menjadi osis memang sudah mengumumkan kepada adik-adik kelasnya untuk tidak memarkirkan motor mereka di parkiran pojok khusus motor karena itu adalah tempat mereka.

Dari kejauhan Alana mengernyit tatkala ia tidak melihat adanya wujud Alaska bersama teman-temannya. Jadi, Alana memutuskan untuk segera menemui cowok-cowok itu.

"Igo, Alaska mana?" tanya Alana sesampainya ia di parkiran.

Virgo yang ditanya menoleh, "Alaska sakit."

"What? Seriusan lo?"

"Ngapain coba gue bohong?"

"Alaska sakit apa?"

"Cuma dehidrasi kok."

"Astaga, terus dia di mana sekarang?"

"Di rumah sakit, kalo lo mau alamatnya entar gue kirimin sekarang gue pergi dulu key," ujar Virgo kemudian setelah itu berlari kecil mengikuti teman-temannya.

"Lohh, kok lo lari sih? Kan, gue belum selesai nanya."

"Gue mau nyalin pr dulu, monyet." teriak Virgo dari kejauhan.

Merutuk kesal, ia pun terpaksa berjalan menuju kelas dengan segala pertanyaan di kepalanya. Viona dan Renata pun sampai  menggeleng-geleng kepala melihat kelakuan Alana saat sampai di kelas. Ditanyai malah diam saja. Sampai kedatangan guru pun Alana tetap saja berkelakuan seperti itu bahkan, ia lebih sering menengok ke arah hpnya.

"Alana kamu kenapa?" tanya guru yang sedang menerangkan kepada Alana saat melihat cewek itu mengeluarkan ekspresi layaknya orang kesakitan. Teman-temannya yang lain langsung melempar tatapan ke arah Alana begitupun dengan dua sahabatnya yang terheran-heran dengan jalan pikiran Alana saat ini. Padahal, dari tadi ia kelihatan baik-baik saja.

"Perut saya tiba-tiba sakit, bu."

"Ya udah kamu boleh ke UKS."

"Tapi saya udah gak tahan lagi, bu, saya boleh pulang gak? Kepala saya juga malah ikut-ikutan sakit."

"Ada-ada aja kamu!"

"Saya serius, bu. Ibu mau tanggung jawab kalo saya tiba-tiba mati di sini?"

"Kamu ini, ya udah sana pulang jangan lupa minta surat ke BK."

Hati Alana bersorak riang, dengan gerakan cepat ia mengatur alat tulis yang berceceran di mejanya. Renata dan Viona yang terus bertanya padanya hanya ia jawab dengan kedipan mata penuh arti yang membuat teman-temannya mengetahui maksudnya itu.

Meminta izin pulang, Alana keluar dari kelasnya tak lupa melakukan hal yang disuruhi oleh Bu Dahlia tadi, singgah ke ruang BK.

Alana memilih keluar sekolah dengan cepat setelah singgah ke ruangan tadi, rasa senang membuncah begitu saja di dadanya saat ia berhasil melakukan hal tersebut.

Sebentar lagi, ia akan bertemu Alaskanya.

-oOo-


Aruna berjengkit kaget kala melihat Alana yang berdiri di depan pintu kamar rawat inap Alaska. Cewek berseragam SMA dengan tentengan belanjaan di tangannya tersenyum ke arahnya yang mau tak mau membuat Aruna membalas senyum.

Dapat Alana simpulkan bahwa Aruna pasti sedang berfikir mengapa ia bisa berada di sini, padahal ini adalah jam sekolah.

"Loh, Alana kenapa bisa ke sini? Kamu gak ke sekolah?"

"Gak tante."

"Kenapa?"

"Udah izin kok."

"Ya udah ayok masuk, kok kamu belanjanya banyak amat?"

"Gak papa kok, tan."

Saat memasuki ruang inap Alaska, hal yang pertama kali Alana liat adalah cowok yang tengah diinfus tetapi masih bermain handphone. Sesaat setelah Aruna berdehem barulah Alaska melepaskan benda itu dari genggamannya. Cowok itu menoleh pada Bundanya kemudian tatapannya jatuh pada Alana yang kini menatapnya juga dengan tatapan campur aduk.

"Ngapain?"

"Mau jenguk kamu, salah?" Alana duduk di sebuah kursi yang tak jauh dari tempat tidur cowok itu, menaruh belanjaan yang ia beli tadi di atas nakas.

Dengan pakaian formalnya Aruna datang dan berdiri tak jauh dari Alaska. Ia memegang dahi anak lelakinya itu. Memeriksa suhu panasnya.

"Lana, tante tinggal sebentar yah Alaskanya, soalnya ada urusan sebentar."

"Loh, bun."

"Kan, kebetulan ada Alana jadi sekalian aja dia yang jagain kamu dulu." mendengar itu Alana tersenyum senang berbeda dengan Alaska yang bertambah muram. "Bunda pergi dulu yah, pulangnya cepet kok." sebelum pergi Aruna mengusap rambut Alaska.

"Lana, tante titip Alaska yah. Dan Ska, Kamu jangan beranjak dari tempat tidur loh, terus jangan main hp mulu kamu itu masih pusing banget."

"Siap tante," jawab Alana seraya tersenyum simpul sedangkan Alaska hanya mengatakan 'iya' dengan suara pelan kentara sekali ia tidak setuju sebenarnya.

Kepergian Aruna menyisahkan Alaska yang memilih diam juga Alana yang diam seraya mengamati cowok yang tengah fokus dengan hpnya itu. Suara dari game Alaska lah yang mendominasi ruangan ini.

Dilihat dari samping saja, Alaska itu sudah tampan. Alisnya tebal, hidungnya mancung, bulu matanya panjang. Belum lagi saat ini ia tengah memakai kaos putih polos dengan rambut yang tertata rapi. Walaupun sedang sakit cowok itu tidak kelihatan lemah dan acak-acakkan. Alana berasumsi kalau Alaska masuk rumah sakit karena paksaan Aruna.

Suara 'Enemy han been slain' terus mendominasi. Demi apapun, Alana tau itu game apa. Game yang akhir-akhir ini booming di seluruh kalangan.

"Lo gak pulang?"

Sial, dari sekian banyak pertanyaan mengapa harus ditanyai seperti itu? Untung Alana itu orangnya paling sabar dalam menghadapi sifat Alaska yag ketusnya minta ampun padanya.

"Gak, aku kan mau jagain kamu."

"Pulang aja gih, daripada mati kebosanan."

"Gak akan pernah bosan kok, kamu jangan raguin aku dalam hal ginian."

"Alana!"

"Alaska, Kamu gak usah usir aku, kalau aku mau pergi aku bakal pergi kok. Tapi, kalo aku gak di sini kamu yakin bisa ngelakuin hal lain sendirian dengan keadaan kayak gini?" untuk pertama kalinya Alana menentang Alaska. Jujur, Alana sebenarnya tidak seberani ini hanya di luar saja kelihatannya, namun sebenarnya jantungnya ini sudah hampir melompat. Sebab katanya, orang pendiam dan orang sabar kalau marah itu menakutkan.

Setelah Alana mengatakan tadi, Alaska memilih diam dan Alana bersyukur setidaknya Alaska tidak membantah tetapi Alana tau kalau cowok itu pasti sedang kesal dengannya.

Keadaan pun menjadi hening, tak ada suara lain lagi walau itu hanya suara game.

"Gue laper." Alana mengerjab sebentar jujur ia tercengang mendengarnya namun secepat mungkin ia sadar.

"Ya udah hpnya lepas dulu," ia mengambil benda pipih berwarna hitam dari genggaman Alaska menaruh di tempat yang susah dijangkau oleh cowok itu.

"Aku bantu duduk yah?" mendengar itu Alaska menoleh aneh ke padanya. "Katanya mau makan, yakin makannya sambil tiduran?"

"Hmm, gue pasrah." senyum senang terbit begitu saja dari bibir Alana hampir tertawa melihat mimik Alaska saat ini, karena cowok itu masih pusing pasti karena itu lah yang membuat Alaska mau menerima pertolongan Alana.

Dengan hati-hati Alana memegang pinggang Alaska membantunya untuk duduk dan bersandar di bantal yang sudah ia susun sedangkan Alaska dengan bebas memegang lengan Alana. Dengan keadaan sedekat ini membuat jantung Alana berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Wangi khas milik Alaska menyeruak begitu saja di hidungnya.

"Kamu cepet sembuh yah," ujar Alana yang spontan memeluk tubuh Alaska yang lebih besar dari tubuhnya itu, hingga rasa hangat menjalar begitu saja.

"Dasar modus," ujar Alaska seraya menyentil dahi Alana.









TBC.
Komen buat chap ini yah.

Ps: sengaja update malam minggu :v





nisaafatm

Continue Reading

You'll Also Like

754K 66.6K 88
|SEBAGIAN CHAPTER DI PRIVAT. FOLLOW DULU AKUNNYA BARU BISA BACA| SUDAH DIBUKUKAN DAN TIDAK ADA DI TOKO BUKU OFFLINE. NURAGA SERIES 1 Sifat hangat da...
138K 12.7K 60
- Tempat Berlabuhnya Wanita Wanita Cantik - Dermaga Abimana anak kepala sekolah sekaligus kapten basket di SMA Angkasa. Sedangkan ada anak kelas sep...
KANAGARA [END] By isma_rh

Mystery / Thriller

7.5M 548K 93
[Telah Terbit di Penerbit Galaxy Media] "Dia berdarah, lo mati." Cerita tawuran antar geng murid SMA satu tahun lalu sempat beredar hingga gempar, me...
61.9K 7.4K 25
[YANG BACA MASUK SURGA] ⚠SEMUA GAMBAR YANG ADA BERSUMBER DARI PINTERES. Sebuah berlian yang harus dijaga, sebuah api yang tidak boleh padam oleh air...