Tentang dia (END)

By meyriska667

23.1K 979 17

Dia seseorang yang aku kaitkan dengan hujan, dia seseorang yang mengajariku makna hujan yang bisa jatuh berka... More

prolog
Kecelakaan maut
kamu siapa?
"Dengan nona Meira?"
aku, kamu, juga hujan
Kenapa tuan hujan?
Kenapa nona pelangi?
Tentang dia
Gak rindu?
emang bahaya kalau merindu?
Kamu ke JannaNya sama siapa?
Aku rindu hujan
Kamu dimana?
kamu dimana? (2)
Meira, maaf
I Love You
Takkan Terpisah
Bayangan samar
Teka-teki simbok dan tante Elvi
Kecelakaan sebelumnya?
Janji hujan
Apa benar itu dia?
Epilog
Sayang kalian
Heiii
INFOOO Sequeelll!!!

I Love You To

510 25 0
By meyriska667

"I Love You Ra." Dia beralih mengecup kepalaku.

Entah bagaimana setitik air mataku menetes mendengar bisikannya itu, rasanya apa yah? Mendengar bisikannya yang akhh aku tidak tahu mendeskripsikannya, rasanya ada yang ganjal. Tiba-tiba bayangan buram yang perlahan jelas terpampan didepanku membuat kepalaku pening. Akhh aku buru-buru menyingkirkan semuanya sebelum kesadaranku menghilang. "Makannya sampai sini aja?"

Mendengar suaraku membuatnya kembali duduk dan lagi-lagi aku melihatnya mengusap matanya yang sepertinya berair. Dia tersenyum kearahku sambil menyuapiku bubur kembali, aku balas tersenyum kearahnya mengabaikan pening dikepalaku.

Tiba-tiba pintu terbuka dan menampakkan dua sosok perempuan yang familiar, Lala dan Aditi. Mereka berjalan kearahku sambil mengucapkan salam dengan buah ditangan Lala dan ditangan Aditi rantang makanan.

"Walaikummussalam," sahutku membalas salam mereka. "Aku tinggal dulu yah?" Saat kedua sahabatku berdiri disampingku dia langsung beranjak dari duduknya.

"Dia itu_" aku henda menceritakan tentangnya pada kedua sahabatku saat Lala langsung memotong. "Udah gak usah ceritain, kita udah kenalan kok."

Aku hanya mengangguk menanggapi. "Eh bubur kamu belum habis, aku suapin yah?" Aditi mengambil mangkuk bubur tadi dan gantian dia yang duduk disampingku hendak menyuapiku bubur. Sedangkan Lala sudah duduk ditepi brankar.

"Udah, aku udah makan banyak Diti," selahku. Aditi menghela napas sambil berdecak. "Udah deh Meira, kamu pokoknya harus ngabisin ini." Dia kembali menyodorkan sesendok bubur, terpaksa aku membuka mulut dan membiarkan sesendok bubur itu masuk didalam mulutku.

"Ini rantang dari simbok, dia gak sempat datang tadi," kata Lala menyampaikan. "Kenapa? Kok dia gak pernah jenguk aku?" Kutanya sambil mendongak. "Dia cuman nitip rantang ini, katanya dia mau ke pasar dulu," jawab Aditi. Aku lagi-lagi mengangguk menanggapi.

***

Selang beberapa detik kedua sahabatku pergi, pintu kembali terbuka. Aku mengira yang datang dia, tapi bukan melainkan simbok. Aku tersenyum melihat simbok yang berjalan mendekat kearahku. "Non Meira udah baikan?" Tanyanya seraya duduk disampingku.

"Lumayang lah mbok," kujawab sambil tersenyum. "Maaf yah non, mbok baru sempat jenguk soalnya mbok beres-beres di rumah," sesal simbok.  "Gak papa kok mbok," sahutku. "Oya mbok, kenapa simbok menitipkan aku sama teman laki-lakiku? Apa mbok mengenalnya dengan baik?" Tanyaku penasaran.

Sesaat kulihat air muka simbok berubah lalu berubah datar sambil menggeleng. "Hmm mbok liat dia itu cowok baik-baik non, lagian dia sepertinya sangat menyayangi non."

Aku tersenyum mendengar jawabannya, kurasa simbok memang benar. Dia cowok baik-baik.

***

Lama simbok menemaniku hingga jam dinding kamar rumah sakit menunjukkan pukul 8, simbok juga sudah shalat isha bersamaku. Saatnya ia pulang. "Non, mbok pulang yah? Bentar lagi juga non Meira akan keluar," ucapnya. Aku mengangguk. "makasih yah, mbok," sahutku.

Akhirnya simbok pergi dari kamarku. Selan lima menit pintu kamar kembali terbuka. Terlihat seorang dokter dan suster yang berjalan kearahku lalu memeriksa tekanan darahku. "Besok kamu sudah bisa pulang," kata dokter itu ramah. "Jaga kesehatan yah? Jangan banyak pikiran," Lanjut sisuster. "Iya dok, sus. Makasih," sahutku. Lalu mereka keluar dari ruanganku setelah suster membuka selan infusku. Setelah suster dan dokter keluar, aku melihat pintu yang sudah menampakkan sosoknya yang tengah tersenyum kearahku. Aku balas tersenyum kearahnya.

"maaf, meninggalkanmu lama," katanya, aku menggeleng lalu menyahut, "tidak apa-apa," ucapku, aku rasanya tak minat untuk menanyakan dia dari mana, kurasa dia juga punya kesibukannya sendiri. Bukan hanya aku. "Kamu sudah makan malam?" Dia bertanya. "Belum," kujawab. "Makanan yang dititip simbok masih ada?" Dia meraih rantang yang Aditi bawa tadi. "Kamu mengetahuinya?" Tanyaku. "Simbok memberitahuku tadi diluar." Aku mengangguk menanggapi.

"Sepertinya udah basi," uacpnya meletakkan kembali makanan itu. "Aku beliin bubur yah?" Pintanya. Aku menggeleng, membuatnya berdecak, "ayolah Meira, kamu ingin cepat sembuh kan? Kamu mau liat suprise aku kan? Kalau gak makan gimana mau sembuh? Kalau gak makan gimana mau ada tenaga buat sehat?"

Mendengar pertanyaan berantainya membuatku tertawa ringan. "Iya, aku tunggu. Pergilah," suruhku. Dia tersenyum. "Gitu dong," katanya sambil mengedipkan matanya lalu berdiri.

"I love you to," ucapku tiba-tiba saat langkahnya masih dekat dari brankar. Dia menoleh dan melemparkan senyum manis kearahku. Setelahnya dia kembali melanjutkan langkahnya keluar, aku tersenyum sepeninggalnya. Entah kenapa aku tiba-tiba ingin mengatakannya tadi, aku merasa aku memang harus mengatakannya. Jika cinta terus saja terpendam, hanya karna menunggu waktu yang tepat. Lantas kapan cinta itu terungkap jika waktunya tidak ada yang tepat? Kurasa waktu yang tepat hanya sebuah kata saja, karna nyatanya semua waktu itu tepat untuk melakukan sebuah hal.

***

Selang lima belas menit dia kembali membawa bubur ayam untukku dan langsung menyuapiku. "Kamu tadi mengatakan apa?" Dia bertanya disela ia menyuapiku. "Apa?" Kutanya balik sambil mengunya bubur dimulutku. "Yang tadi, sebelum aku keluar," jawabnya.

Aku tersenyum melihatnya. "Sepertinya kamu betah mendengarnya." Dia tersenyum sambil mengedipkan mata seraya menyuapiku bubur lagi. "I love you to," kataku saat buburnya sudah tertelan. Dia tersenyum kearahku lalu berkata, "sepertinya aku memang terlalu betah mendengar pengakuan cintamu itu."

"Sepertinya aku juga betah mendengar yang tadi siang kamu katakan," ujarku. "Apa?" Tanyanya. "I love you," kujawab. Lagi-lagi dia tersenyum ke arahku. "Ayo, jangan banyak bicara. Habiskan dulu makananmu," katanya seraya bersemangat menyuapiku.

Setelahnya tak ada lagi perbincangan diantara kami, hanya ada suara deru AC yang memenuhi ruangan hingga dia kembali mengangkat suara. "Kamu mau keluar jalan-jalan?" Tawarnya saat aku menghabiskan buburku. "Kemana?" Aku bertanya. "Ke taman rumah sakit, atau ke rooftop?" Dia memberiku pilihan. Aku berpikir sejenak. "Di taman saja," akhirnya kujawab.

Dia membawaku ketaman rumah sakit yang dihiasi lampu-lampu, tempatnya sepi hanya sedikit suster yang berlalu lalang di koridor sebrang. "Kamu suka?" Tanyanya. Aku mengangguk sambil mendongak dilangit yang dihiasi bintang. Sekarang kami duduk dibangku panjang yang terdapat ditaman. "Lihatlah bintang disana terlihat jauh," ucapku sambil meliriknya yang tampak serius memandang diatas sana.

"Diseblahnya ada juga bernama bulan, yang senantiasa mendampingi meski tak bisa memilikinya." Tambahnya.

"Tapi bulan bisa hilang suatu hari kan? Gak bisa menetap dilangit," aku menyahut. "Bintang juga, terkadang ada awan hitam menutupi. Membuatnya gak bisa bersinar lagi, tapi aku percaya setiap kali ia tertutupi oleh awan, pasti ia akan muncul kembali dan akan lebih cerah," tuturnya. Aku tersenyum meliriknya. "Aku percaya akan hal itu, sebab aku percaya jika seseorang melupakanku suatu hari ia akan mengingatku dengan perasaannya yang lebih dalam terhadapku," tambahnya.

Aku menatapnya yang masih setia memandang langit. Wajahnya begitu damai diterangi lampu-lampu. "Kamu terlihat tenang kalau begini." Mendengar penuturanku membuatnya menoleh dengan sedikit tertawa sambil berujar, "emang kalau tidak begini, aku kayak terburu-buru?"

Aku ikut tertawa mendengarnya. "Maksudku kamu terlihat tampan," ungkapku dengan senyuman membuat mataku menyipit. "Apakah itu pujian?" Dia menaikkan keningnya. "Fakta," sahutku. Dia mencubit pipiku karna mungkin greget sendiri haha. "Sakit tahu," keluhku. "Sakitan mana jika dilupakan?" Tanyanya dengan tatapan yang sulit ditebak.

Aku memutar bola mataku tidak tahu maksudnya. "Maksudmu?" Kutanya. "Apakah ada orang yang melukanmu?" Sambungku memperjelas pertanyaanku. Dia menggeleng lalu menjawab, "tidak. Dia tidak melupakanku, hanya saja dia tak mengenalku untuk beberapa saat saja."

Aku menghela napas lalu mengalihkan pandanganku dari kedua bola matanya kelangit, aku tidak tahu apa yang dibahasnya. "Kenapa?" Dia bertanya, mungkin dia merasakan perubahan sikapku. "Aku tidak mengerti apa yang kamu bahas," ucapku masih betah memandang langit.

"Kamu tidak perlu mengertinya," sahutnya. "Kenapa?" Aku menoleh dan menatapnya datar. "Hidupku sudah penuh dengan tebak-tebakan, jadi bisakah kamu tidak menambahnya lagi?"

"Aku tidak bermaksud membuatmu menebaknya," kejarnya, aku diam tak menyahut dan kembali memandang langit. "Ra? Tidak semua pertanyaan ada jawabannya, dan tidak semua jawaban yang kita mau bisa diberikan langsung oleh seseorang. Terkadang kita juga perlu berjuang untuk mencari jawaban dari pertanyaan yang memang kita butuhkan."

Aku menelan ludah, tuturannya benar, masuk diakalku. Aku hanya bisa menoleh dan memaksakan senyum untuknya. "Waktu terbuang sia-sia jika hanya memikirkan pernyataan orang lain yang tak dimengerti," ujarnya. "Jadi bisakah kamu tidak memikirkan pernyataanku tadi?"

Dia meraih tanganku dan menggenggamnya. "Ra, sungguh aku gak bermaksud membuatmu menebak atau memikirkan penuturanku tadi." Aku menatap matanya dalam dan perlahan aku membalas genggaman tangannya lalu menyandarkan kepalaku dibahunya. Mungkin yang dinyatakan tadi tentang lupa melupakan hanya pernyataan biasa, dan saat bersamaan aku sadar, aku tak punya hak untuk mengetahui lebih dalam kehidupannya.

"Tentang yang tadi itu tidak perlu untukku, yang aku perlukan kamu selalu ada disisiku," ucapku. Dia merangkul bahuku dan memelukku erat. "Aku gak akan berhenti mencintai kamu," katanya membuat hatiku legah, aku pun tak tahu mengapa demikian.

________________

Continue Reading

You'll Also Like

MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.3M 76.5K 53
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
508K 25.3K 73
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
2.5M 122K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Aku terlalu mengenal warna hitam, sampai kaget saat mengenal warna lain" Tapi ini bukan tentang warna_~zea~ ______________...
4M 311K 51
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...