Tentang dia (END)

Por meyriska667

23.1K 979 17

Dia seseorang yang aku kaitkan dengan hujan, dia seseorang yang mengajariku makna hujan yang bisa jatuh berka... Más

prolog
Kecelakaan maut
kamu siapa?
"Dengan nona Meira?"
Kenapa tuan hujan?
Kenapa nona pelangi?
Tentang dia
Gak rindu?
emang bahaya kalau merindu?
Kamu ke JannaNya sama siapa?
Aku rindu hujan
Kamu dimana?
kamu dimana? (2)
Meira, maaf
I Love You
I Love You To
Takkan Terpisah
Bayangan samar
Teka-teki simbok dan tante Elvi
Kecelakaan sebelumnya?
Janji hujan
Apa benar itu dia?
Epilog
Sayang kalian
Heiii
INFOOO Sequeelll!!!

aku, kamu, juga hujan

985 50 0
Por meyriska667

"Dengan nona Meira?"

Tanya orang yang memakai baju kaos dan celana jeans yang juga dipadukan dengan kupluknya didepanku itu. Mataku tak bisa berkedip menatapnya. "Kamu?" Ucapku tak bisa percaya. "Kenapa? Kenapa menatapku seperti itu? Kaget aku menjadi pengantar makanan?" Tanyanya, lagi-lagi pertanyaan berantai.

Aku menggeleng masih menatapnya. "Aku bukan pengantar makanan kok, aku cuman membantu pegawai restoran tadi, membantunya sukarela juga dan kamu kurasa tak perlu tahu kenapa aku ingin melakukannya. Kuharap tanpa kuberi tahu, kamu sudah mengetahuinya," tuturnya.

Aku menggeleng. "Kenapa? Kenapa kamu membantunya? Aku tak tahu alasanmu, dan mungkin aku perlu mengetahuinya," ujarku.

"aku hanya pelanggan tadi di restoran itu dan tanpa sengaja aku mendengar percakapanmu dengannya melalui telpon, jadi aku langsung menawarkan diri untuk mengantarnya meski awalnya dia tidak percaya padaku. Dan alasanku melakukannya itu karna kamu, karna kamu nona Meira." Jelasnya.

Dia tahu namaku? Dari mana ia tahu? "Maaf telat antarnya," ujarnya lagi. Aku menggeleng. "Ini karna aku menunggu turunnya hujan dulu," katanya lagi. Akhh! Orang itu, selalu saja terkait dengan hujan.

Aku menatap kantongan yang dijinjingnya saat merasakan perutku nyeri karna lapar. "Hmm kurasa kamu bisa masuk dulu berteduh, sambil aku makan," ajakku membukakannya pintu cukup lebar.

"Mari makan," ajakku setelah memindahkan makanan yang diantarnya kepiring. "Aku sudah tadi, kamu saja yang makan. Mukamu sudah menunjukkan kelaparan," ujarnya mengundang kekehan pelanku.

"Mukamu lebih segar dari pada waktu itu dan kamu makin indah dipandang dari hujan, kurasa begitu. Apalagi ketika  kamu lebih semangat lagi untuk hidup," tuturnya tiba-tiba membuatku berhenti menyuap makananku dan mengunya pelan yang ada didalam mulutku.

"Kamu memujiku atau bagaimana?" Tanyaku menyipit. "Itu bukan pujian, karna nyata adanya," sahutnya masih setia memandangiku yang lahap makan, namun entah mengapa tidak menbuatku risih ditatap seperti itu.

Setelahnya tak ada lagi perbincangan diantara kami. Sehabis makan aku membersihkan piring yang kupake tadi lalu menghampirinya dengan membawakan earphon yang dulu ia tinggalkan. "Ini erphonmu kurasa kamu melupakannya waktu itu," ucapku mengulurkan earphon berwarna hitam putih itu.

Dia menatapnya tanpa meraihnya. "Itu buat kamu," ucapnya. "Aku tak bisa menjamin kedepannya kalau kamu akan terus menyukai suara hujan. Simpanlah untuk jaga-jaga."

"Hampir saja aku membencinya lagi," ucapku. "Kenapa?" Tanyanya. "Karna kamu," jawabku menatapnya dengan napas yang naik-turun.

"Kenapa aku?" Kurasa aku sudah membuatnya bingun. "Karna kamu yang muncul ditengah hujan lalu tak pernah lagi kutemui meski hujan-nya sudah berkali-kali kutemui lagi," jelasku menatapnya nanar.

"Ahh, ternyata kamu menginginkan aku datang bersama hujan lagi. Untunglah tadi aku datang," ucapnya tersenyum kearahku.

Entah keberanian apa yang menghampiriku, aku tiba-tiba saja memeluknya sambil menangis didadanya. Dengan refleks dia membalas pelukanku dan mengusap bahuku, lalu dia mengecup kepalaku?

Tuhan dia siapa? Kenapa aku setenang ini berada dalam dekapannya? "Jika suatu hari nanti aku tak berada disisimu lagi, cukup kamu menungguiku dipinggir danau itu. Jika tiga hari kamu menungguiku, namun aku tak kunjung datang kurasa tak ada lagi yang perlu kau harapkan dariku," tuturnya tepat ditelingaku.

Lama. Lama aku memeluknya, rasanya aku tak ingin lepas darinya dan aku juga merasakan dia tidak berusaha melepaskan pelukanku. "Mau aku ajar bahagia bersama hujan? Dulu kamu bilang padaku mungkin lain kali, semoga kita bisa bertemu lagi dan sekarang kurasa itu waktunya," ujarnya membuatku mengingat dan yah memang aku ingin belajar bahagia bersama hujan juga bersamanya.

"Bahagia bersama hujan? Apa juga bersamamu?" Tanyaku. Dia melepas pelukanku lalu menangkup mukaku dan mengangguk. "Tentu! bersama hujan kita bahagia. aku, kamu juga hujan," ucapnya tersenyum kearahku membuatku ikut tersenyum lalu menautkan kening kami serta kedua tangan kami dan tertawa bersama.

***

Tuhan, inikah yang dinamakan bahagia? Kurasa ini yang disebut bahagia itu. Aku benar-benar merasakan kelegahan, dia mengajariku menari dibawa hujan, menari dibawah lebatnya hujan.

Aku tertawa bersamanya dan tiba-tiba ia menggendongku dari belakang membuatku berteriak lalu tertawa. "Turunin!" Teriakku meronta dengan tawa yang tak bisa kusembunyikan.

Setelah berhasil lolos dari gendongannya aku berlari dan menyipratkannya lumpur yang kebetulan ada didekat kami, dia pun tak mau kalah dia ikut menyipratkan lumpur itu kearahku membuatku berlari menghindarinya.

Aku terus saja berlari menghindarinya, saat ia hendak menangkapku aku menghindar lagi dan tak sengaja kakiku terkilir. "Awww," pekikku langsung terduduk direrumputan. "Sakit," ringisku saat ia mencoba mengurutnya.

Ia terlihat serius memijat kakiku yang tidak terlalu sakit, yang mungkin jika aku berdiri dan meluruskannya sudah sembuh. Aku menatapnya dengan serius sambil tersenyum, dia begitu tampang jika serius seperti ini dibawah air hujan. Akhh! Tentangnya memang hanya keseriusan. Karna ia selalu tampang dimataku, sejak pertama aku melihatnya.

Aku menatap kupluk yang dipakainya lalu kurebut kupluk itu dan memasangkannya dikepalaku. "Eh kok direbut?" Tanyanya langsung mendongak dari kakiku. "Hehe aku pinjam?" Pintaku terkekeh. "Ambil aja," ucapnya.

"Kamu jijik ya pake setelah aku memakainya?" Tanyaku pura-pura. Ia langsung mengernyit. "Oh tidak, kenapa harus jijik?" Ucapnya serius. "Aku akan memberimu yang kamu mau, tapi jika kamu tak ingin tak apa."

"Tidak. Aku hanya bercanda," ujarku tersenyum. Dia juga tersenyum kearahku. "Baiklah, kau ingin memakainya?" Tanyanya. "Aku ingin mengambilnya," jawabku terkekeh. "Hmm ok, masih mau aku kejar?" Tanyanya. Aku memanyunkan bibirku dan menatap kakiku. Dia menaikkan keningnya. "Kurasa ini kode untukku," ujarnya membelakangiku. "Ada apa?" Tanyaku polos meski kutahu apa tujuannya.

"Aku gendong?"

Tanpa ba bi bu lagi aku mengalungkan tanganku dilehernya lalu ia berdiri dan berlari menggendongku, seperti aku ringan sekali. Eh memang kata simbok aku tambah kurus kan? "Kamu ringan Ra," ucapnya. Dia memanggilku Ra? Haha biarlah kuanggap itu panggilan khususnya buatku. Orang-orang memanggilku bukan Ra tapi meneruskan namaku Meira atau nggak Mei.

"Jadi kamu bisa gendong aku sampe subuh nanti?" Tanyaku bercanda. "Selamanya juga boleh," jawabnya melirikku, sekarang jalannya pelan. Aku membuka tanganku dari lehernya sambil tersenyum lalu menumpukan kedua tanganku dibahunya disusul kepalaku yang kusandarkan. Sungguh aku sangat bahagia. Mungkin inilah yang dimaksud bahagia bersama hujan, juga bersamanya yang kumaksud.

"Aku benar-benar bodoh yah? Pernah membenci hujan," ucapku. Dia tak menjawab. "Semoga aku tak membencinya lagi karnamu," lanjutku. "Kamu gak akan membenci hujan, jika yang membuatmu membencinya adalah kehilanganku," katanya.

Perkataannya entah mengapa membuatku legah. "Aku percaya padamu," ucapku. "Aku serius denganmu," sahutnya lalu tak ada lagi percakapan diantara kami aku memeluknya erat dari belakang sambil menyandarkan kepalaku dipunggungnya, sungguh. Aku tak ingin waktu ini berlalu cepat.

Setelah merasa lama digendongnya aku menyuruhnya menurunkanku, meski awalnya ia menolak aku tetap saja bersikeras untuk turun dari gendongannya sampai ia mengalah.

"Kamu masih mau aku ajari cara lain menikmati hujan?" Tanyanya. Aku menatapnya dengan mata menyipit akibat hujan yang begitu deras lalu mengangguk. "Ikuti aku yah," pintanya lalu berbaring direrumputan setelah mendapat anggukan dariku.

Aku mengikutinya berbaring disampingnya. Ia meraih tangan kananku. "Coba deh tutup mata kamu dan rasain hujan itu terjatuh tepat diwajahmu." Aku mengikuti aba-abanya, menutup mataku dan membiarkan hujan itu menjatuhi mukaku. "Kamu ngerasain kesakitan gak?" Tanyanya. Aku hanya menjawabnya dengan anggukan kurasa ia tidak menutup matanya, memang yang kurasa agak sakit membuat aku mengerutkan mukaku.

"Tujuanmu untuk menikmatinya bukan?" Aku kembali mengangguk membenarkan pertanyaannya. "Kurasa hujan juga begitu, saat tujuannya ingin menenangkanmu waktu kamu rapuh kamu malah menyalahkannya," tuturnya membuatku membuka mataku perlahan dan mengusap mukaku. Lagi-lagi ia menjelaskanku makna hujan. Lagi-lagi ia mengajariku arti lukanya hujan yang bukan cuman tentangku.

Aku membalikkan badanku menghadapnya, tangan kami masih tertaut. Aku menatapnya dalam diapun juga begitu, dia menatapku dalam. Tak bisa aku percaya orang yang baru kutemui dua kali tiba-tiba aku tak mau kehilangannya. "Makasih," ucapku. "Makasih udah mengajariku bahagia kembali, makasih udah menjelaskanku arti hujan dengan caramu tanpa bertele-tele dan sedikitpun tak membuatku sakit malah membuatku legah. Makasih udah membuatku bersyukur dengan semuanya, bersyukur saat Tuhan membuatku menerima semuanya melaluimu."

Dia mengusap mukaku. "Makasih juga. Untukmu aku ingin hidup lebih lama lagi," ucapnya entah kenapa membuatku sesak. "Jangan khawatir akan banyak hal, hanya karna perkataan seseorang yang mengganjal dipikiranmu," tambahnya lagi. Aku meraih tangannya yang mengusap pipiku lalu menciumnya dan menutup mataku membiarkan air mataku jatuh bersama hujan.

_______________

Seguir leyendo

También te gustarán

13.6K 2.5K 73
SRHI (tamat) Garis kehidupan adalah takdir kita yang di berikan Tuhan. Kita tidak tau garisnya akan seperti apa, garisnya lurus atau garisnya rumit...
4.6K 598 72
"Cerita tanpa konflik maka tiada." Oktober 2017 - Agustus 2020
6.2M 265K 58
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
723K 52.4K 32
Aneta Almeera. Seorang penulis novel legendaris yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwany...