Last Letter From God [END]

By sleepdragon_seo11

118K 9.6K 492

Kehidupan sempurna sangat diimpikan oleh banyak orang. Tak terkecuali namja bermarga Park, Park Jungkook. Tap... More

Me Always Wrong..
What's Wrong with Me?
Misterious Latter..
I Will Ok!
The Dream...
Misterious Letter (Again)
That Girl?
I'm Sick
Chingu.
I'm Not Felling Well.
Hospital
School
Accident
Done?
Critical Conditions
Days
Meet
Bad Reality
Come & Go
사라지다 (Lost)
마지막 (The Last)
The Gift
Pemberitahuan!!
Epilog

푸른 사막인가 (Blue Desert)

4.5K 347 46
By sleepdragon_seo11

Author pov.

Semilir angin berhembus begitu tenang. Menyapu bunga-bunga berwarna biru itu dengan lembut. Seakan membuatnya terlihat menari-nari dengan indah.

Disana, disebuah bangku panjang di hamparan bunga biru itu, terlihat dua sosok namja yang tengah duduk dengan tenang. Ya, setidaknya mereka hanya diam di tempatnya tanpa berniat beranjak dari tempat itu. Namun, siapa sangka jika dua namja itu tengah gusar. Mereka tak pernah tenang. Hanya perasaan bingung, gelisa dan takut yang menyelimuti mereka.

"Apa kita akan tetap disini, hyung?" Tanya namja yang lebih muda. Park Jimin.

"Mollayo, Jimin-ah. Kita sudah berada disini tanpa tau tempat apa ini. Aku tak yakin, jika kita bisa pergi dari sini." Sahut yang lebih tua. Park Seokjin.

Seokjin dan Jimin. Dua namja itu sudah lelah. Mereka lelah terus terjebak di tempat yang asing ini. Mereka ingin pergi dari sana. Tapi apa daya? Mereka sudah mencari jalan keluar, namun nihil. Hanya hamparan biru yang mereka temukan.

"Annyeong!"

Sapaan yang berasal dari belakang, membuat Seokjin dan Jimin menoleh bersamaan. Dan ketika netranya menangkap sosok namja yang tersenyum kearah mereka, seketika tempat mereka berubah menjadi sedikit berbeda. Seokjin dan Jimin bisa melihat komedi putar yang sudah usang namun masih berdiri kokoh disana.

"Tak perlu heran seperti itu." Ucap namja itu, yang mengalihkan perhatian Seokjin dan Jimin pada komedi putar.

"Nuguseo?" Tanya Seokjin dengan menatap namja itu dari atas sampai bawah.

"Nae ireum Byun Baekhyun imnida. Kalian pasti Seokjin dan Jimin, kan?" Ucap namja yang ternyata Baekhyun itu.

"Ne. Tapi, kami tak pernah mengenalmu sebelumnya." Ucap Seokjin dengan menatap tak mengerti.

"Kalian memang tak mengenalku. Tapi, Jungkook mengenalku dengan baik. Meski kami baru berteman satu hari."

"Kau mengenal Jungkook?" Kini giliran Jimin berkata dengan menatap Baekhyun.

"Ya, aku lebih tua darimu. Panggil aku hyung." Ucap Baekhyun sambil menunjuk kearah Jimin. Jimin hanya mendecih mendengar perkataan Baekhyun.

"Ah, aku menemui kalian karena aku ingin mengobrol. Setidaknya sebentar sebelum aku benar-benar pergi. Jadi, menurut kalian Jungkook bagaimana? Bukankah dia adik yang manis dan menyenangkan?" Tanya Baekhyun antusias.

"Cih, anak sialan itu manis dan menyenangkan? Aku tak pernah melihatnya. Yang ada dia itu perebut." Cibir Jimin dengan wajah kesalnya.

"Wae? Jungkook anak yang manis dan baik, seharusnya kalian senang karena memiliki adik seperti Jungkook." Ucap Baekhyun lagi.

"Akan lebih baik, jika Jungkook tidak hadir di keluargaku. Maka, eomma tak akan pilih kasih. Semenjak kehadiran bocah sialan itu, perhatian eomma hanya tercurah padanya. Kami? Seperti anak kandung yang tak dianggap sama sekali. Menyedihkan." Ucap Seokjin dengan pancaran mata yang penuh akan emosi.

Baekhyun menatap dua kakak beradik didepannya ini. Percakapan singkatnya, membuat ia tau apa yang di alami Jungkook. Dan hal itu, membuat Baekhyun tersenyum miris. Hatinya seakan di tohok oleh kenyataan.

Sikap Seokjin dan Jimin mengingatkan dirinya pada sikapnya dulu pada adiknya. Ia begitu membenci adiknya karena masalah yang sebenarnya dapat di maafkan. Tapi apa daya? Kebencian telah membutakan Baekhyun saat itu. Hingga akhirnya, ia kehilangan adiknya. Dan hal itu membuatnya menyesal.

"Sepertinya hubungan kalian dengan Jungkook tak begitu baik."

"Bukan tak begitu, memang tidak baik." Ralat Jimin. Baekhyun hanya tersenyum tipis melihat pancaran kebencian yang semakin kuat dari Jimin.

"Kalian tau, kalian sangat mirip denganku. Sikap kalian. Kebencian kalian pada adik kalian. Sama persis denganku. Aku juga membenci adikku karena satu alasan. Kebencianku mungkin lebih besar dari kalian. Aku tak pernah tinggal satu rumah dengannya. Aku selalu menghindarinya. Aku bahkan tak menganggapnya ada dalam hidupku." Baekhyun menundukkan kepalanya ketika ingatannya kembali pada masa lalunya.

"Dan akhirnya, kejadian itu merenggut nyawa adikku. Aku kehilangan adikku karena sebuah kecelakaan. Dan kalian tau yang paling mengerikan? Aku. Aku lah yang menabrak adikku sendiri hingga dia kehilangan nyawanya."

Perkataan Baekhyun membuat Seokjin dan Jimin terkejut. Mereka bahkan menatap satu sama lain lalu kembali menatap Baekhyun.

"Aku benar-benar menyesal. Rasa bersalah terus menggerogotiku ketika satu hal tentang adikku terungkap. Dulu, aku ingin sekali memiliki sebuah piano. Aku sangat menyukai musik dan akhirnya jatuh cinta pada piano. Aku selalu memainkan piano di studio musik yang tak jauh dari rumahku. Aku sangat ingin memiliki piano, tapi aku tak memiliki uang yang cukup untuk membelinya."

Baekhyun mendongakkan kepalanya, hingga terlihat jelas jika dirinya tengah menangis. Aliran air matanya tak henti-hentinya keluar membasahi pipinya.

"Dia, adikku.. membelikkanku piano. Dia bermaksud menghadiahkannya padaku ketika ulang tahunku. Tapi, sebelum dia memberikannya padaku, aku sudah menabrakkannya hingga meninggal. Piano itu datang ke apartementku setelah prosesi pemakaman adikku. Aku benar-benar hyung yang tak berguna. Aku membenci adikku dan aku membunuh adikku. Tapi, apa yang adikku lakukan? Dia tetap menyayangiku. Dia rela bekerja paruh waktu untuk mengumpulkan uang dan menghadiahkan piano padaku. Akan lebih baik jika adikku membenciku. Tapi tidak, dia bahkan sangat menyayangiku."

Baekhyun menghela nafas panjang setelah mengakhiri ceritanya. Bercerita dengan tenang dalam kondisi menangis itu sangat sulit. Tapi, Baekhyun bisa melakukannya dengan baik.

Seokjin dan Jimin terdiam setelah mendengar perkataan Baekhyun. Mereka seperti di lempar kembali pada masa-masa dimana mereka selalu memperlakukan Jungkook dengan buruk. Menjadikan Jungkook pembantu mereka. Seokjin dan Jimin selalu memberikan rasa sakit dan kebencian pada Jungkook. Tapi apa yang Jungkook lakukan? Jungkook menerima semua perlakuan buruk mereka dengan dengan senang hati. Menjalankan semua perintah mereka tanpa membantah. Dan selalu menampilkan senyuman meski di tatap penuh kebencian.

Seokjin dan Jimin seperti terhanyut kedalam masa lalunya dengan Jungkook. Hingga tak terasa setetes air mata mengalir dengan begitu mulusnya membasahi pipi keduanya. Seokjin dan Jimin menangis tanpa suara. Hanya aliran air mata yang menunjukkan jika mereka tengah menangis.

"Aku harap setelah ini, kalian bisa memperbaiki hubungan kalian dengan Jungkook. Dia terlalu baik dan manis untuk mendapatkan perlakuan yang buruk dari kalian. Ah, satu hal lagi. Aku adalah orang yang mendonorkan mataku untukmu."

"Kau yang mendonorkan mata untukku?" Tanya Seokjin dengan nada tak percaya.

"Ne. Semua itu aku lakukan karena aku kasihan pada Jungkook. Dia terpukul ketika mengetahui jika hyung tertuanya akan mengalami kebutaan permanen karena kecelakaan yang menimpanya. Jungkook sangat ingin mendonorkan matanya untukmu karena ia tau kalau kau akan sedih jika kau buta. Tapi dia tidak bisa. Ah, bukan tidak bisa, tapi tidak boleh. Jungkook tidak boleh mendonorkan matanya. Tak hanya matanya, seluruh organ dalam tubuhnya tak bisa ia donorkan. Untuk itu, Tuhan memberikan Jungkook pilihan melalui diriku. Aku mendonorkan mataku, karena hidupku tidak akan lama lagi. Akan lebih baik, jika bagian diriku berguna bagi orang lain." Ucap Baekhyun sambil tersenyum senang.

"Wae? Kenapa Jungkook tak bisa mendonorkan matanya?" Tanya Seokjin dengan wajah blanknya. Air matanya masih terus mengalir membasahi pipinya.

Baekhyun tak menjawabnya, ia hanya menampilkan senyumannya. Ia berjalan mendekat kearah Seokjin dan Jimin. Menepuk pundak dua namja itu dengan pelan.

"Aku harus pergi sekarang, masih ada orang lain yang perlu kutemui. Aku harap penyesalan tak datang pada kalian. Kalian harus segera bangun, jika kalian ingin memperbaiki hubungan kalian dengan Jungkook. Dia tak bisa menunggu kalian dalam waktu yang lama. Jadi, segeralah bangun dan temui Jungkook." Ucap Baekhyun dengan senyum di akhir kalimatnya.

"Tapi, bagaimana caranya kami bangun? Kami tak menemukan jalan keluar dari tempat ini." Ucap Jimin setelah diam cukup lama.

"Ada kereta yang akan membawa kalian kembali. Aku harus pergi sekarang."

Seokjin hendak membuka suara, namun Baekhyun melepaskan tangannya dari pundak Seokjin dan Jimin. Dan seketika tempat mereka berubah menjadi stasiun kereta.

Brugh!

Seokjin jatuh terduduk di peron kereta. Ia tak bisa menahan air matanya. Tangisnya pecah begitu saja. Keadaan yang sama juga dialami Jimin. Jimin tak henti-hentinya menangis. Bahkan ia menyandarkan tubuhnya di tiang penyangga.

"Hyungdeul.."

.

.

.

Jungkook pov.

Masih di tempat yang sama. Hanya saja, tak ada keberadaan Ai di sini. Entah berada dimana yeoja itu. Aku hanya duduk diam di atas hamparan rumput. Angin berhembus dengan pelan. Memainkan rambutku dengan lembut.

Puk!

Aku menoleh ketika merasakan tepukan ringan di bahuku. Dan sosok Baekhyun hyung terlihat berdiri di belakangku dengan mengukir sebuah senyuman.

"Oh, Baekhyun hyung? Kenapa hyung disini?"

"Menemuimu, tentu saja."

Baekhyun hyung mendudukkan dirinya di sampingku. Ia menatap lurus hamparan biru di depan sana.

"Aku hanya ingin berbicara denganmu, meski hanya sebentar." Ucap Baekhyun hyung tanpa mengalihkan pandangannya.

"Hyung bisa berbicara padaku sepuasnya hyung."

"Aniya. Waktuku tak banyak. Aku harus segera pergi, jadi mari kita berbicara."

Aku terdiam menatap Baekhyun hyung. Otakku mencerna apa yang di ucapkan Baekhyun hyung.

"Hyung ingin pergi kemana?"

"Ke Tuhan."

"Mwo?! Jangan bercanda, hyung." Ucapku dengan nada bergurau, namun tak bisa menutupi keterkejutanku.

"Untuk apa aku bercanda, Jungkook-ah? Lagi pula sudah saatnya aku kembali pada Tuhan."

"Wae? Apa karena hyung sakit? Itu hanya sakit perut, hyung. Tak mungkin membuat orang pergi menemui Tuhan dengan mudah."

"Mian, kalau aku berbohong padamu, Jungkook-ah."

Baekhyun hyung menoleh kearahku dengan tersenyum. Aku hanya menatap tak mengerti kearah Baekhyun hyung. Baekhyun hyung berbohong?

"Aku tidak sakit perut. Aku mengatakan itu karena aku ingin menghiburmu. Sakit perut yang kumaksud itu adalah kanker lambung. Aku sudah mengidapnya cukup lama. Itu alasannya aku dirawat di rumah sakit selama tiga bulan. Mian, aku sudah berbohong padamu."

Aku hanya terdiam mendengar perkataan Baekhyun hyung. Sifatnya yang ceria benar-benar menutup semuanya. Aku bahkan tak menyangka jika Baekhyun hyung mengidap penyakit itu.

"Ah, aku harus pergi sekarang. Gomawo sudah menemaniku dan mau berbicara denganku, Jungkook-ah."

"Hyung.. kau ingin pergi?" Tanyaku. Tak terasa jika air mataku kini sudah mengalir membasahi kedua pipiku.

"Kita akan bertemu lagi nanti. Ah, temui hyung-hyungmu. Mereka menunggumu."

Baekhyun hyung menepuk bahuku. Ia tersenyum sebelum akhirnya menghilang. Dan tempatku berdiri sudah berubah menjadi sebuah stasiun kereta.

Disana, di peron stasiun, aku melihat Jin hyung dan Jimin hyung.

"Hyungdeul.." panggilku dengan suara pelan.

Dan sepertinya mereka mendengarnya. Jin hyung dan Jimin hyung menoleh kearahku dengan mata sembab mereka. Mereka menangis?

"Jungkook-ah.."

Aku berjalan menghampiri mereka. Tanganku menggapai Jin hyung dan membantunya berdiri.

"Kenapa hyung duduk di lantai? Itu dingin hyung."

Aku membawa Jin hyung duduk di bangku yang ada disana. Aku menatap Jin hyung dan Jimin hyung bergantian.

"Kenapa hyungdeul menangis?" Tanyaku.

"Mianhae.. mianhae, Jungkook-ah.."

"Nado jeongmal mianhae, Jungkook-ah."

Aku menatap Jin hyung dan Jimin hyung yang menggenggam tanganku seraya mengucapkan kata maaf. Aku hanya tersenyum.

"Kalian tidak salah apapun padaku, hyung. Aku yang bersalah. Seharusnya, aku bisa menolong Jin hyung, tapi apa? Aku tak bisa melakukan apapun. Mian aku tak bisa menolongmu, hyung."

"Aniya, Jungkook-ah.. hyungdeul yang bersalah. Hyungdeul selalu memperlakukanmu dengan kasar. Hyungdeul tak pernah memperlakukanmu secara benar."

"Aniya. Aku senang melakukannya. Itu artinya, hyungdeul tak melakukan kesalahan. Jangan pernah menyalahkan diri kalian, hyungdeul. Kalian tau, aku menyayangi kalian bagaimanapun kalian memperlakukanku. Kalian adalah hyung yang begitu berharga untukku."

Jin hyung dan Jimin hyung semakin mengeratkan genggamannya. Aku hanya bisa tersenyum. Ingin rasanya aku menangis. Tapi, ini bukan saat yang tepat untukku menangis.

Dan tak lama kemudian, kereta datang. Berhenti tepat di stasiun. Dan pintu terbuka.

"Kereta kalian sudah sampai, hyung. Kalian harus segera naik."

"Dan meninggalkanmu disini? Jangan bodoh, Jungkook-ah. Kita pergi bersama."

Aku hanya tersenyum mendengar perkataan Jin hyung.

"Cepatlah naik, hyung. Aku akan menyusul kalian nanti."

"Tapi, Jungkook-ah.."

Aku mendorong pelan tubuh Jin hyung dan Jimin hyung kedalam kereta. Dan setelah mereka masuk, pintu kereta tertutup. Aku tersenyum ketika melihat kereta mulai kembali berjalan.

Aku menoleh kearah kiriku. Disana ada Ai yang menatapku dengan tersenyum. Tangannya terulur memberikan sebuah amplop merah padaku. Aku mengambilnya dan membukanya. Aku tersenyum membaca isinya.

Perjuangan dan pengorbanan kelinci kecil cukup sampai disini. Dia  harus kembali.

"Sudah selesai ternyata. Padahal aku masih ingin melakukan banyak hal."

Aku bahkan baru menyadari jika isi surat misterius itu adalah perjalanan diriku. Kelinci kecil itu diriku. Dan betapa bodohnya, aku baru menyadarinya sekarang.

Ai mengulurkan tangannya padaku. Aku menatapnya dan ia tersenyum padaku. Aku meraih tangannya dan Ai menggenggam tanganku.

"Aku akan mengantarmu." Ucap Ai.

Aku hanya mengikuti langkah Ai membawaku. Aku hanya bisa berharap dengan kepergianku semua akan baik-baik saja. Dan untuk hyungdeul, jaga eomma dan appa dengan baik. Semoga kalian bahagia tanpa adanya diriku.

.

.

.

Author pov.

Keheningan menyelimuti kamar rawat Jungkook. Yoongi terlihat duduk diam di sofa. Tak ada suara apapun selain bunyi berirama dari mesin kotak berwarna putih itu.

"Apa kau akan terus seperti ini, Jungkook-ah? Kau tak ingin membuka matamu?"

Yoongi menatap sendu kearah Jungkook yang masih menutup matanya. Ia berdiri dari duduknya dan berjalan mendekat ke ranjang Jungkook. Yoongi menggenggam tangan Jungkook. Mencoba untuk menyalurkan rasa khawatirnya pada dongsaeng sepupunya itu.

Dan sebuah keajaiban datang. Tangan Jungkook bergerak dalam genggaman  Yoongi. Yoongi terkejut dan menatap Jungkook yang perlahan membuka kedua matanya.

"Jungkook, kau sadar?"

"Hyung, aku.. ingin.. bertemu.. appa dan eomma."

TBC

Continue Reading

You'll Also Like

38.3K 1.8K 10
Dalam sebuah grup pasti ada suka dan duka nya mulai dari kejadian yang senang, sedih, kesal, bahkan sampai mengundang kemarahan. Tapi semua kejadian...
244K 36.6K 67
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
65.4K 5.9K 48
Sebuah cerita Alternate Universe dari tokoh jebolan idol yang banyak di shipper-kan.. Salma-Rony Bercerita mengenai sebuah kasus masa lalu yang diker...
1M 84.8K 29
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...