[Terbit] My Sexy Bra And Mr...

By SilviaPratidino

1.9M 100K 22.1K

Available on bookstore. Febuari 2018 Copyright © Silvia Pratidino. All Rights Reserved. More

THE SERIES
My Sexy Bra And Mr.Troublemaker
MR.TROUBLEMAKER PROLOG
Mr.Troublemaker - #1
Mr.Troublemaker - #2
Mr.Troublemaker - #4
Mr.Troublemaker - #5
mirror web !
Mr.Troublemaker - #6
Mr.Troublemaker - #7
Mr.Troublemaker - #8
Mr.Troublemaker - #9
Mr.Troublemaker - #10
Mr.Troublemaker - #11
Mr.Troublemaker - #12
Mr.Troublemaker - #13
Mr.Troublemaker - #14
Mr.Troublemaker - #15
Mr.Troublemaker - #16
Mr.Troublemaker - #17
Mr.Troublemaker - #18
❤️ Mr.Troublemaker - #18❤️ || SUDAH UPDATE
Mr.Troublemaker - #18 Full & Extra
Mr.Troublemaker - #19
Mr.Troublemaker - #20
Mr.Troublemaker - #21
Mr.Troublemaker - #22
Mr.Troublemaker - #23
Mr.Troublemaker - #24
Mr.Troublemaker - #25
OPEN PRE ORDER EXCLUSIVE

Mr.Troublemaker - #3

76.5K 4.6K 801
By SilviaPratidino

Pagi ini kebahagiaanku bertambah, karena saat aku keluar dari kamar, Miranda dan Zebra tidak berada di rumah. Mungkin mereka pergi. Pergi ke neraka hahaha. Aku dengan riang mengeluarkan beberapa cupcakes dari dalam pemanggangan. Aroma vanila langsung mengudara. menggugah aku untuk tidak sabar mencicipinya.

Dengan hati-hati aku memberikan krim putih dan hiasan bunga dari gula. Memasukkan ke dalam dus khusus kue. Tidak lupa, pita merah di atasnya. Saat melangkah menuju pintu, aku berkaca sebentar. Memastikan diriku sudah cukup rapi.

Kemarin selama di mobil. Angel sedikit bercerita mengenai dirinya. Ia seorang janda dengan satu anak. Bekerja di perusahaan keluarga yang bergerak di bidang ekspor-import. Aku suka saat ia bercerita. Aku suka nada suaranya. Terdengar sangat tenang, tapi juga ada keceriaan yang terasa. Mirip sekali seperti ibuku.

Aku dengan senyum terbahagiaku, menekan bel pintu rumahnya. Hanya melangkah ke samping. Aku pun baru tersadar, kalau jendela kamar rumahnya bersebelahan dengan jendela kamarku.

"Ella!" seru Angel dengan aura bahagia yang membuncah. "Masuk, Sayang!"

Aku memberikan kotak kue ku padanya dan melangkah masuk. Posisi dalam rumahnya sama dengan rumahku. Namanya juga perumahaan. Bedanya, rumahku bercat putih sedangkan rumah Angel, sedikit percampuran putih dan hijau muda. Interiornya jauh lebih modern. Mayoritas berwarna perak dan hitam. Kalau rumahku, lebih ke antik dan emas.

Aku mengikuti langkah Angel hingga ke dapur. Ia menaruh kotak kue di atas meja bar yang terbuat dari bata. "Ini buatanmu?" tanya Angel yang membuka kotak kue.

"Iya. Semoga anda suka!"

"Panggil saja Angel. Jangan kaku seperti itu. Anggap saja aku ibumu. Sejak dulu, aku ingin sekali punya anak perempuan." Angel berbicara sembari melangkah kesana kemari. Ia sibuk membuatkan teh melati hangat untukku. "Ini untuk teman kita mengobrol dan memakan kue lezatmu."

Baru saja aku ingin menimpali, seseorang memasuki dapur. "Halo, Beruang kecil. Sudah bangun?"

Aku menoleh ke belakang. Kembali senyumku lenyap tidak tersisa. Bahkan aku harus berpegangan dengan kursi agar tidak terjatuh. ROMEO?!

Bukan hanya aku yang terkejut. Romeo juga. Ia melipat kening sambil terus melangkah mendekat. Terlalu dekat, sampai aku ikut memundurkan langkah.

"Ehem!" Suara Angel menghentikan langkah Romeo. Fiuuh ... Kalau tidak. Mungkin tubuh Romeo akan menghimpitku di dinding. "Kalian kenapa?"

"Kenapa dia ada di sini?" tanya Romeo pada Angel, dengan satu jari menunjuk wajahku. Sungguh tidak sopan.

"Kamu kenal?"

Romeo beralih memandangku. Dari ujung kaki, hingga kepala. Lalu tersenyum nakal. "Tentu saja kenal. Anak baru incaranku!" Ia bersedekap dan menambahkan kedipan mata. membuatku mual.

Angel yang tidak paham apa maksud Romeo, hanya mengangkat kedua bahu, lalu sibuk kembali membuatkan teh. Sepertinya bertambah satu cangkir. Jangan bilang kalau itu untuk .... "Kalau begitu kita bertiga bisa bersantai bersama. Beruang, bantu aku untuk membawa teh ini ke halaman belakang!" Perintah Angel pada anaknya, Romeo. Si pembuat masalah nomor satu.

Aku menggigit bibir bawah. Ingin pergi, tapi tidak mungkin juga aku pamit secara tiba-tiba. Aku yang melangkah dengan sekuat tenaga, mengikuti ibu dan anak di depan itu menuju halaman belakang. Setelah Romeo menaruh nampan, ia menghempaskan tubuh di sofa hitam lebih dulu. Disusul Angel di depannya, dan aku .... "Sini!" Romeo menepuk sofa di sampingnya.

Menghela napas untuk menahan detak jantung. Aku terpaksa duduk di sana. Di samping pria yang baru aku sadari, ia tidak memakai baju. Maksudnya untuk apa dia tidak memakai baju? Pamer otot? Pamer tato yang menghiasi tubuhnya? Atau shape A di pinggangnya yang -- "Ella, kamu kenapa?" Suara Angel menghalau pikiran kotorku karena ... ah sudahlah.

Romeo mengambil satu kue, lalu menggigit kasar. "Wow, ini enak sekali. Beli dimana?" Entah dia bertanya pada siapa.

"Enak saja beli. Ini Ella yang buat." Angel yang menjawab.

"Ini!" Tiba-tiba, sebuah kue sudah berada di depan mataku. "Gigit!"

Aku berkedip bingung. "Sudah coba kue buatanmu ini?" tanya Romeo padaku.

Aku menggeleng. "Kalau begitu, gigit!" Maksudnya, aku makan dengan disuapi olehnya begitu?

Angel tertawa pelan. "Beruang, jangan seperti itu. Lihat wajah Ella sudah memerah."

Romeo tidak bergeming dari perintah Angel. Ia masih menyodorkan kue di depan bibirku. "Cepat gigit. Aku pegal." Dan saat tanganku ingin mengambil kue, ia menariknya. "Aku suapi, tidak apa-apa!"

Lord, pria ini benar-benar menyebalkan. Dia menyuapi seorang wanita di depan ibunya sendiri? "Sudah gigit saja, Ella!" ujar Angel.

Aku ragu sebentar. Malu-malu aku menggigit kecil kue buatanku. Membuat Romeo tersenyum puas. "Lagi." Pintanya.

Aku kembali menggigit. Kali ini sifat jahil Romeo mulai keluar. Ia dengan sengaja, mendorong kue yang tengah aku gigit. Hingga, krim putih mengenai bibir serta hidungku. Ia tertawa kencang. Seakan kejadian tersebut, membuatnya bahagia luar biasa.

"Romeo!" pekik Angel.

Ibunya itu mengambil tisu dan membersihkan mulutku. Aku yang panik, mengambil tisu dari tangannya dan membersihkannya sendiri. Sialan kau Romeo!!!

Saat Angel ingin memarahi Romeo, suara dering telepon menggagalkannya. "Aku tinggal sebentar!" Pamitnya yang terburu-buru.

Aku masih sibuk membersihkan krim di hidung, saat tanganku digenggam oleh Romeo. Terang saja aku menoleh. Lebih tepatnya memandang kesal dan siap dengan segala emosi yang akan aku berikan padanya.

Niat awal memang begitu, yang pada akhirnya justru aku kembali terdiam. Romeo dengan tisu di tangannya. Menarik daguku. Membersihkan krim dengan santainya.

Lord, aku hampir sempat kehilangan oksigen saat jarinya terhenti di bibirku. Mengusap dengan jemarinya lembut. Aku yang memandangnya tahu benar kalau tatapan Romeo justru terfokus pada bibirku. Aku bukan sleeping beauty. Atau aku bukan Belle, si Beauty yang jatuh cinta dengan Beast. Tolong Tuhan, aku tidak menginginkan kisah cinta seperti itu.

"Sudah bersih!" Suara serak itu, membuatku membuka kedua mata. Tunggu! Dengan alasan apa aku tadi justru memejamkan kedua mata? "Kamu lucu. Lebih lucu lagi tadi. Saat ada krim di wajahmu."

Aku menarik wajahku dari tangan Romeo. Memperlihatkan wajah kesalku. Wajah marahku. "Seandainya tidak ada Mommy. Mungkin aku sudah membersihkan krim di hidungmu dengan bibirku!!!"

Aku mendelik tajam. Jangan harap dia bisa berkelakuan kurang ajar denganku. Akan aku laporkan pada Nancy untuk menghajarnya nanti.

"Kamu memang pendiam seperti ini ya?"

Aku berdiri dan berpindah duduk. Sofa yang tadinya diduduki oleh Angel. Berusaha menjauhinya. Mendiamkannya. Berharap ia paham kalau aku marah dan tidak ingin didekatnya. Tapi dasar pembuat masalah. Dasar pria menyebalkan. Dia justru bangkit dan menghampiriku. Menundukkan tubuh dengan dua tangan berada di sisi tubuhku. Memenjarakanku hingga terhimpit di ujung sofa. "Ka ... Kamu!"

"Finally! Suaramu juga indah."

Aku meringis. Wajahku terlalu dekat dengan dadanya. Posisi berbahaya. Astaga, bagaimana kalau Angel melihatnya. Dia pasti salah sangka kalau — "Siang ini bagaimana kalau kita jalan-jalan? Tunggu aku di sini. Jangan pulang dulu. Aku hanya ke kamarku untuk memakai baju pastinya. Atau ... Kamu lebih suka aku tidak pakai baju saja?"

Aku menggeleng. "Aku tidak ingin pergi denganmu!"

"Oke kalau kamu setuju. Tunggu sebentar, Ella!"

"Aku bilang —" Romeo sudah berlari. Bahkan sepertinya, aku belum sempat menarik napas ia sudah menghilang dari balik pintu kaca.

Sayup-sayup aku bisa mendengar teriakkan Romeo pada Angel. "Mom, aku dan Ella ingin pergi."

Romeo sudah kembali ke depan pintu kaca. Sebenarnya dimana kamarnya. Cepat sekali ia sudah kembali. Aku baru saja berniat mengendap-endap pergi dari sini.

Angel datang dengan melempar kunci. Kunci mobil sepertinya.

"Hati-hati, sayang!" Bukan pada Romeo, namun padaku. Bahkan Angel mencium pipiku. Ia berkata, "Padahal aku masih kangen denganmu. Besok main lagi ke sini. Kita makan siang bersama bagaimana? Oke. Besok kita akan bahas foto-foto masa kecilnya Beruang. Maksudku, Romeo. Kamu tahu kenapa aku memanggilnya beruang?"

Selama Angel berkata, ia terus merangkulku dan melangkah hingga menuju pintu utama. Aku menggeleng dan berhenti sejenak untuk menunggu lanjutan kalimatnya, sebelum melangkah keluar. "Karena sejak kecil dia suka sekali dengan boneka beruang. Boneka itu masih ada di kamarnya. Katanya, dia tidak bisa tidur tanpa memeluk boneka itu." Angel berkata dengan berbisik padaku.

"Ella!" Teriak Romeo yang sudah berada di dalam mobil. Aku dan Angel jelas menoleh bersamaan.

"Angel, aku sebenarnya tidak ingin —" Kalimatku terhenti karena suara klakson yang cukup kencang. Siapa lagi kalau bukan si menyebalkan itu.

"Cepat sana!" Angel mendorong kedua bahuku. Tubuhku pun otomatis melangkah ke depan. Ia berhenti saat aku sudah di depan pintu mobil. "Nanti biar aku yang meminta izin pada ibumu. Sudah sana masuk."

Aku bingung. Aku panik. Aku memang tidak suka berada di rumah. Kali ini, aku justru ingin berlari ke dalam pintu berwarna coklat keemasan itu. Masuk ke dalam sana, bukan di dalam mobil bersama seorang pria yang tidak aku sukai. Lebih tepatnya pria berbahaya.

Angel paham aku hanya diam saja. Ia membukakan pintu mobil untukku. Menyerah. Aku memilih masuk.

Angel dengan senyum bahagia, merentangkan satu tangan padaku, yang sudah di dalam mobil yang siap keluar dari halaman. Aku membalasnya dengan kikuk.

Mobil bergerak. Meninggalkan gambaran bahagia seorang wanita paruh baya itu. Tergantikan dengan suasana mencengkam -bagiku-. "Oh ya, Ella. Kamu tahu kan sayembaran bra yang aku lakukan? Bagaimana kalau kamu membantuku untuk menemukan Cinderella?"

Aku ingin pingsan saja, Tuhan!!!

Continue Reading

You'll Also Like

4.5M 33K 29
REYNA LARASATI adalah seorang gadis yang memiliki kecantikan yang di idamkan oleh banyak pria ,, dia sangat santun , baik dan juga ramah kepada siap...
303K 28.5K 31
Arvi dan San adalah sepasang kekasih. Keduanya saling mencintai tapi kadang kala sikap San membuat Arvi ragu, jika sang dominan juga mencintainya. Sa...
829K 11K 32
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
579K 40K 61
Dokter Rony Mahendra Nainggolan tidak pernah tahu jalan hidupnya. Bisa saja hari ini ia punya kekasih kemudian besok ia menikah dengan yang lain. Set...