Pandora's 7 Trials

By E0nine

103K 5.8K 930

<<Banyak typo terutama di chapter awal (1-5)>> Life is never flat... Sebuah premis yang memiliki... More

C-1 : The Pulse
C-2 : Ranker
C-3 : The Boss <P1>
C-4 : The Boss <P2>
C-5 : The Princess <P1>
Not a Chapter 1 : Biodata 1
C-6 : The Princess <P2>
C-7 : The Princess <P3>
C-8 : The Song <P1>
C-9 : The Song <P2>
C-10 : The Song <P3>
C-11 : The Song <P4>
C-12 : Bloody Rose Group
C-13 : The Banquet <P1>
C-14: The Banquet <P2>
Not A Chapter 2 : Raid Team Formation
C-15 : Big Raid <P1>
C-16 : Big Raid <P2>
C-17 : Battle of Monsters
Not A Chapter 3 : Vote Result
C-18 : Black Princess and the White Eagle
C-19 : The Prodigy and The Genius
C-20 : Waves and Chains
C-21 : Fifth Member and Second Weapon
ANNOUNCEMENT (And Pandora's Fact)
C-22 : Betrayal and Giveaway
C-23 : Winner and Victor
C-24 : Friends and Comrades
C-25 : Payment and Interest
C-26 : Duellum
C-27 : Reunion
C-28 : Tournament
C-29 : Demon Continent
C-31 : Rescue
C-32 : Truth
C-33 : Zurück (Back)
After Story 1 : Everything
After Story 2 : New Beginning
Announcement

C-30 : Dunkelritter

858 77 33
By E0nine

*BOOOOM*

Sudah serangan kedelapan dilancarkan oleh Yuna. Tapi masih belum ada satupun serangannya yang berhasil mengenai Saka. 

"Ayolah, Nathan sayang... kau tidak ingin membiarkan wanita terus maju tanpa membalas, bukan?" Ucap Yuna mencoba untuk membuat Saka menyerangnya.

Sejauh ini, Saka benar benar tidak menyerang sama sekali. Ia hanya fokus untuk menghindar. Bukan karena ia tidak bisa membalas, tetapi karena ia ingin mengetahui sejauh mana Yuna sudah berkembang.

Sudah lama aku tidak melihat Yuna bertarung... dan sejujurnya aku juga belum pernah benar benar berhadapan dengannya di arena. Ada baiknya kalau aku mencari tahu dahulu kemampuannya... pikir Saka.

Sejauh ini, Yuna sendiri tidak menyerang menggunakan kemampuan yang tidak dikenali oleh Saka. Dia hanya menyerang dengan bola api energi yang merupakan sihir dasar. Meski dia melakukannya dengan level yang jauh berbeda dari orang kebanyakan. Saka sendiri yakin kalau satu bola api dari Yuna akan bisa membakar hutan ini jika saja Saka sendiri tidak mengurangi intensitasnya tepat sebelum menabrak pohon.

Untuk yang kesekian kalinya, Saka melompat ke pohon lain--tentu saja setelah menurunkan intensitas bola api tersebut--untuk menghindari serangan Yuna. Tapi kali ini lain. Yuna yang sedari tadi hanya terbang di udara dengan sayapnya--Saka tidak tahu darimana ia mendapatkannya, sekarang ia menerjang dengan kecepatan yang sangat tinggi menuju dirinya dan membalut tubuhnya dengan api.

Mau tidak mau, Saka menggunakan tangannya untuk menahan pukulan keras Yuna. Gadis itu sengaja membuat tangannya ditangkap oleh Saka. Tiba tiba saja gadis itu memeluk laki laki di hadapannya.

"He he... sekarang aku menangkapmu, Nathan sayang..." ucap gadis itu tanpa nada permusuhan sama sekali. "Kau tahu... untuk mengaktifkan cincin pertunangan itu hanya memerlukan sebuah ciuman... dan aku akan mendapatkannya--"

Sebelum gadis itu sempat menyelesaikan ucapannya, tubuh laki laki yang dipeluknya menghilang. 

"Sudah puas bermain main dengan klon-ku?" 

Yuna berbalik dan mendapati Saka sedang duduk di dahan sebuah pohon yang sangat tinggi. Laki laki itu menatapnya dengan tatapan tajam yang dingin.

"Cih... kau ini tidak romantis sekali..."

"Dan kau juga tidak pernah berubah..." Saka melompat dari pohon itu dan mendarat di dahan tempat Yuna berada sekarang. "Well... kau menginginkan ini?"

Dari saku celananya, Saka mengeluarkan sebuah cincin bertahtakan berlian. 

"Cincin itu..."

Saka mengambil tangan Yuna. Entah kenapa gadis itu merona saat Saka melakukannya. Dan Saka langsung memberikan cincin itu kenapa Yuna.

"Kau bisa mengambilnya kembali... aku sudah tidak membutuhkannya."

"Kenapa?"

"Hah?"

"KENAPA?" Yuna berteriak. "KENAPA KAU TIDAK PERNAH MENDENGARKAN APA YANG AKU INGINKAN?!"

Saka tidak bereaksi sama sekali dengan Yuna yang berteriak dengan histeris. Gadis itu mendekati Saka dan bersandar padanya.

"Aku benar benar menyukaimu, Saka... dulu, aku hanya bercanda saat aku bilang kepada teman temanku kalau aku menginginkanmu sebagai kekasihku untuk membuat seorang temanku patah hati... aku benar benar menyukaimu..." ucap gadis itu sambil terisak.

Saka hanya diam. Ia masih mempertahankan tatapan dinginnya. Berubah kembali menjadi seorang laki laki benar benar membuat Saka kembali mendapatkan kendali penuh atas perasaannya.

"Apa ini semua karena apa yang aku lakukan terhadap Lisa? Tidak bisakah aku membayar semua yang terjadi... aku benar benar tidak ingin kau mengabaikanku..." ucap gadis itu dengan nada yang sama.

Melihat Yuna meminta seperti itu padanya membuat Saka kembali teringat atas apa yang pernah terjadi padanya dan gadis yang ada di hadapannya ini.

Sebuah kejadian yang tidak akan pernah dilupakan oleh Saka. 

Sebuah kejadian yang membuat Saka berjuang keras untuk bisa menjadi lebih kuat dan lebih hebat dari siapapun.

Sehingga ia tidak akan pernah merasakan rasanya kehilangan lagi...

"Tidak... mungkin aku masih bisa memaafkanmu kalau aku adalah orang yang kau pilih kala itu. Tapi aku tidak akan pernah bisa memaafkanmu karena kau sudah memilih Lisa kala itu."

Yuna mulai menangis. Gadis itu membiarkan tubuhnya terjatuh dari dahan yang tinggi itu. Tentu saja Saka tidak membiarkannya. Saka masih menganggap Yuna sebagai temannya, dan sebagai orang yang pernah menjalin hubungan dengannya. Tapi ia masih belum bisa memaafkan gadis itu. Karena sebuah pilihan berat yang dilakukannya dua tahun yang lalu.

Saka mendarat di tanah beberapa saat lebih dulu dari Yuna. Ia menangkap tubuh Yuna dengan sempurna. 

Gadis itu memaksakan senyum dalam gendongan bridal Saka. "Sepertinya aku harus puas karena kau masih menganggapku ada..." Ucap gadis itu kemudian.

"SAKA!!!" 

"SAC-CHAN!!!"

Teriakan dua orang membuat Saka mengalihkan pandangannya. Seperti yang sudah diduga oleh Saka dari suara mereka, Fia dan Rain terlihat dengan seluruh perlengkapan bertarung mereka.

"Apa yang kau lakukan!?" Fia adalah orang pertama yang menyadari Yuna yang berada dalam gendongan Saka. Gadis itu segera menyarungkan pedangnya dan berjalan ke arah mereka.

Sebelum sampai, Yuna sudah bergerak. Gadis itu memegang bagian belakang leher Saka dan menarik kepala laki laki itu untuk menciumnya.

""SAKA!!"" Rain dan Fia berteriak.

"Tidak secepat itu, Yuna..." 

Tepat sebelum bibir mereka bertemu, Saka menggunakan tangan kanannya yang tadinya menahan leher Yuna untuk menutupi bibirnya. Alhasil, usaha Yuna gagal.

Yuna memberikan sebuah ekspresi kesal sebelum gadis itu berdiri di atas dua kakinya.

Tiba tiba saja, sebuah sabit raksasa berada tepat di leher Yuna. Gadis itu diam karena ia tidak ingin sabit raksasa itu melepas kepalanya dari tempatnya.

"Bisakah kau menjelaskan apa yang baru saja kau lakukan, Yuna?"

Rain benar benar marah... gadis itu bahkan tidak lagi menggunakan panggilan Senpai kepada Yuna. Ini pertama kalinya Saka melihat Rain semarah ini setelah sekian lama.

Yuna sendiri juga mulai ketakutan. Terlihat jelas perubahan raut wajah yang begitu signifikan tepat di wajah gadis itu. 

"Sudahlah, Ame-chan... biarkan saja dia..." 

"Tidak, Sac-chan... meski kau bisa memakluminya, aku tidak bisa membiarkannya melakukan hal yang memalukan seperti itu langsung tepat di depanku padamu... aku akan menghukumnya."

Tiba tiba saja, saat Rain baru saja menyelesaikan ucapannya, Yuki menggunakan Black Arts dan menghilang ke belakang Saka. Sepertinya gadis itu tidak bisa menggunakan Black Arts sehebat Saka sehingga ia hanya bisa berpindah menggunakan Black Arts dalam jarak yang cukup pendek.

Rain makin marah. Gadis itu mengangkat sabitnya lebih tinggi lagi. Ia sudah bersiap siap dengan salah satu jurus mematikannya.

"Minggir, Sac-chan... aku ingin menghukum orang itu." ucap Rain.

Saki mengenal Rain sebagai salah satu orang yang paling sopan terutama kepada orang yang lebih tua darinya. Jadi, begitu mendengar kalau Rain memanggil Yuna dengan sebutan 'Orang itu'... Ia tahu kalau Rain sudah mencapai batas kemarahannya.

Karenanya, Saka mengerahkan kemampuannya. Laki laki itu melakukan teleportasi tepat ke sebelah Rain. Kemampuan teleportasi yang dilakukannya persis sama dengan yang barusan dilakukan oleh Yuna. Ia langsung memeluk gadis itu dari belakang.

"Sudahlah, Rain..."

Dua kata sederhana yang diucapkan oleh Saka membuat Rain membeku. Ini adalah pertama kalinya Saka memeluknya. Kakinya lemas dan ia pun menjatuhkan sabitnya ke tanah. Ia memegang tangan Saka yang tengah memeluknya.

"Anak baik..." ucap Saka sebelum ia memberikan sebuah senyum hambar dan melepaskan pelukannya dari Rain.

Rain langsung memegangi kedua pipinya yang sangat merah sekarang. Ia tidak percaya kalau Saka baru saja memeluknya.

Setelah menenangkan gadis itu, Saka berjalan ke arah Yuna. Gadis itu hanya bisa berdiri tanpa bisa mengatakan apa apa. Untuk yang sekian kalinya, ia sudah ditolak barusan. Ia tahu kalau Rain pernah menjadi orang yang berhasil menembus tembok tebal hati Saka. Tapi ia tidak ingin mempercayai fakta kalau Saka bisa jadi masih memiliki rasa kepada gadis itu.

"Aku tidak akan mengulanginya lagi... aku tidak akan datang kepada kalian. Tujuanku untuk ke sini adalah untuk bisa menemukan cara untuk kembali ke tubuhku yang ini. Dan aku sudah menemukannya. Jadi aku tidak melihat adanya kepentingan lain yang membuatku masih harus berada di tempat ini."

"Memangnya bagaimana caramu bisa kembali ke wujud itu!?" Fia adalah orang yang menanyakan pertanyaan ini.

"Well..." 

Saka tidak ingin menjawabnya kalau bisa. Karena itu bisa membuat dua orang gadis sangat marah dan mungkin menggilasnya. 

"Dia mencuri ciumanku..."

Suara asing yang baru datang menjawabnya. Entah bagaimana caranya, seorang gadis berambut hitam panjang dan berwajah fotogenik muncul di sebelah Saka dan memeluk lengannya.

"Jisoo!" Saka membentak gadis itu karena memberitahukan hal yang tidak ingin diberitahukannya.

Gadis di sebelahnya hanya menjulurkan lidahnya untuk sedikit menggoda Saka.

"Saka... apa yang aku dengar itu benar?"

Saka menghela nafasnya. Hawa di sekitarnya sudah mulai dingin. Gejala yang ditimbulkan oleh Fia sebelum gadis itu marah sudah terlihat dengan sangat jelas. Ia tidak sedang dalam kondisi untuk menghadapi Fia yang marah. Ia hanya ingin kembali ke Nesoindia dan datang seolah olah tidak ada yang terjadi. 

Tapi sepertinya mau tidak mau ia harus melakukan sesuatu terhadap Fia.

Laki laki itu menghentakkan kakinya dan melangkah dengan dua langkah besar tepat ke hadapan Fia. Ia langsung memegang kening gadis itu.

"Maafkan aku, Fia..."

"Kau tidak akan berhasil, Saka..."

Saka mengerahkan kemampuannya. Ia menggunakan kemampuan Black Arts nya untuk menghapus ingatan Fia. Teknik ini bisa menghapus ingatan jangka pendek lawan dengan instan. Hanya ada dua cara untuk bisa mencegah jurus ini dari keberhasilan. Yaitu dengan mencegah sang pengguna jurus untuk menyentuh kening, atau yang satu lagi...

"Fia... jangan bilang kalau kau..."

Seakan seperti sebuah kaca yang pecah, sebuah efek terbentuk di tempat Saka menyentuh Fia dan memaksa laki laki itu untuk kembali menarik tangannya. Raut wajah tidak percaya sudah muncul di wajah Saka.

Sepertinya bukan hanya Saka yang kaget. Rain, Jisoo, dan Yuna juga menunjukkan ekspresi yang sama.

"Hei... apa yang baru saja aku lakukan di sini..." Rain bertanya pada dirinya sendiri.

"Saka? Rain? Fiana? Ada apa yang kalian lakukan di sini!? Bukankah ini..." Yuna juga bertanya tanya seperti orang bingung.

"Tunggu... sejak kapan aku bangun?" Jisoo tidak kalah heran.

Saka menatap Fia dengan tatapan khawatir. Laki laki itu menghiraukannya sebentar dan berbalik untuk menggunakan salah satu kemampuannya yang lain. Yuna, Rain, dan Jisoo langsung terjatuh dan tertidur. Ia bisa menggunakan kemampuan mental ini karena ketiga orang itu masih bingung dengan keadaan mereka sekarang.

Setelah ketiganya tertidur, Saka dibantu oleh Fia langsung memindahkan tubuh mereka ke bawah sebuah pohon yang cukup teduh. Setelahnya, Saka berdiri berhadapan dengan Fia.

"Kau punya sesuatu untuk dijelaskan kepadaku, Fia... kau tahu itu." Ucap Saka dengan nada yang sangat dingin.

Fia tersenyum sedikit sebelum gadis itu mengangguk. "Aku sudah belajar Black Arts. Dan itu tidak hanya terbatas pada Mystic Eyes."

"Kau tahu apa syarat untuk belajar lebih dari satu Black Arts?"

Sekali lagi, gadis itu mengangguk.

"Lalu, dengan siapa kau melakukan kontrak?"

"Denganku..."

Alih alih suara ringan nan tenang milik Fia, suara gadis lain terdengar di telinga Saka. Karena dekatnya suara tersebut dengan telinganya, Saka langsung berbalik dan menghunuskan pedangnya. Sayang sekali pedangnya tidak ada di belakang punggungnya.

"Naru..."

"Guten Morgen, mein früher Meister..." gadis itu menjawab dengan bahasa German.

"Halte den Mund! Du musst einen guten Grund dafür haben. Erzähl mir doch das!"

Saka menyuruh gadis itu menjelaskan semuanya padanya. Dan untuk melakukannya, gadis itu mendekati mantan Master nya itu dan berbicara sebuah kalimat di telinganya langsung. Fia tidak bisa mendengarnya. Tapi apapun yang dikatakannya, itu berhasil membuat Saka membelalakkan matanya.

Tepat setelah Naru menyelesaikan pembicaraan satu arah yang dilakukannya dengan Saka, Saka langsung berjalan menuju desa sambil membopong Yuki dan Rain.

"Fia... kita akan kembali ke Nesoindia... keadaan sangat berbahaya." 

"Maksudmu?" Fia langsung menyejajarkan langkahnya dengan Saka yang sudah berjalan dengan sangat cepat mendahuluinya. Naru tidak jauh mengikuti mereka berdua dari belakang.

"Jika memang benar apa yang dikatakan oleh Naru... berarti dugaan yang membuatku datang ke tempat ini benar."

Saka mengucapkannya dengan tatapan yang sangat tajam. Sebuah tatapan yang mengisyaratkan kalau laki laki itu tengah berpikir sangat keras. Fia lebih dari tahu kalau laki laki itu tidak suka diganggu kalau ia sedang berada dalam kondisi seperti itu. Sehingga ia hanya mengikutinya dalam diam.

Tidak lama kemudian, ketiganya sudah sampai ke perkampungan Hort. Wajah cantik berambut hitam panjang menyambut ketiganya begitu mereka sampai.

"Dari mana saja kau?" Jisoo bertanya tanpa banyak basa basi.

"Hanya sedikit jalan jalan pagi." Ucap Fia alih alih Saka.

"Dengan dua orang tidak dikenal?" 

Sebagai jawaban, Saka langsung menatap Jisoo dengan tatapan penuh arti. Fia mengartikannya sebagai sebuah tatapan "Ikuti aku..." entah apakah Jisoo akan mengerti atau tidak.

Ternyata gadis itu mengerti.

Saka menuntunnya ke tenda tempatnya tinggal semalam. Laki laki itu langsung meletakkan Yuna dan Rain yang masih tidak sadar di kasur sederhana di situ dan kembali berdiri dan menatap Jisoo.

"Aku tidak punya waktu untuk menjelaskan semuanya... tapi aku harus kembali ke Nesoindia."

"Nesoindia? Kerajaan manusia itu? Kenapa? Apakah kami tidak cukup baik di sini?' Tanya gadis itu seakan akan tidak mau menyerahkan Saka kembali kepada Manusia. 

"Bukan itu... ada masalah." Seakan akan teringat akan sesuatu... Saka langsung mengangkat tangannya dan memeriksa gelang hitamnya. "Lumia!!! Kau disana!?"

Tidak ada jawaban yang diterimanya. Dia dalam kepalanya, hanya bunyi statis yang menandakan ketidakadaan Lumia yang didengarnya. Dan itu bertanda kalau apa yang ditakutkannya terjadi.

"Saka! Jelaskan padaku apa yang terjadi! Apa yang baru saja Naru katakan?" Fia langsung memaksa Saka menghadap dirinya dan menatap laki laki itu tepat di matanya. Ia dengan berani melawan tatapan tajam nan membunuh Saka dengan tatapan dengan intensitas sama.

Saka menarik nafas panjang sebelum ia menjawabnya.

"Lumia ditangkap." 

"Lumia? Siapa itu?"

Saka menggeleng geleng kepalanya dengan cepat. "Maksudku Lucia." Saka mengucapkannya kembali. "Jika dugaanku benar, hilangnya diriku menjadi kedok bagi pihak Nesoindia untuk menangkap Lucia. Dan jika mereka melakukan pemeriksaan terhadap energi yang dimiliki oleh Lucia, sudah pasti mereka tahu kalau dia adalah seorang iblis."

"HAH!??!?! KAU PASTI BERCANDA!?" Fia mengatakannya dengan sangat keras sampai sampai Jisoo yang ada di dekat mereka kaget bukan main. 

"Maaf kalau aku tidak mengatakannya padamu. Itu bukan sesuatu yang seharusnya aku umbar begitu saja di hadapan musuhku. Tapi aku yakin sekarang keadaan kita berdua sama." Saka mengubah pandangannya kepada Jisoo. "Juga dengan kalian."

"Tunggu sebentar... aku belum mengerti... siapa sebenarnya Lucia itu!?" Fia bertanya kembali.

Saka menarik nafasnya. Ia menyesal karena ia mengira kalau Fia sudah mengetahui siapa Lucia sebenarnya. "Dia adalah Lumia. Kalian mengenalnya sebagai Country Girl." 

Bola mata Fia terlihat membesar. Itu adalah tanda kalau dia sangat tidak menduga hal ini.

"Pantas saja kami tidak bisa menemukan keberadaan Country Girl bahkan setelah kami mengetahui keberadaanmu!" Ucapnya.

Karena ia merasa sudah selesai menjelaskannya kepada Fia, gadis itu langsung beralih ke Jisoo. Dan entah kenapa, gadis itu terlihat lebih kaget lagi.

"Ada apa, Jisoo?"

"Lumia?" Jisoo bergumam. Tatapannya terlihat ketakutan.

Saka hanya diam menunggu lanjutan dari gadis tersebut.

"Maksudmu Carolle Eterana di Lumia!? Tuan putri kerajaan Iblis!?"

Kali ini, tidak hanya Fia yang kaget. Saka pun kaget. Meski keduanya kaget dengan hal yang berbeda. Tentu saja Fia kaget dengan kenyataan kalau Country Girl yang selama ini merupakan anak buah dari Saka sebagai ketua dari Bloody Rose ternyata adalah seorang anak dari Raja Iblis yang seharusnya mereka kalahkan untuk bisa keluar dari dunia ini dan kembali ke kenyataan mereka. 

"Tentu saja kau tahu siapa dia..." Saka lebih terkejut karena nama Lumia lebih terkenal daripada yang ia kira. 

Dengan cepat Fia langsung memegang tangan Saka dan memaksa laki laki itu menghadapnya kembali. Ia sadar seberapa kecil tubuhnya begitu ia mendongkak untuk menatap laki laki itu.

"Aku butuh penjelasan!" Ucapnya.

"Aku yakin apa yang kau duga semuanya benar. Lumia adalah orang pertama yang aku temui di dunia ini. Bahkan sebelum aku bertemu denganmu. Melalui serangkaian percakapan dan satu buah permainan otakku, dia memaksaku untuk membuat sebuah kontrak dengannya. Kontrak itu dinyatakan dengan gelang ini." Saka mengucapkannya sambil menunjukkan gelang yang ada di pergelangan tangannya. "Aku tidak bisa menjelaskan lebih panjang lagi karena--"

["--Sa..... Ka.....--"]

Sebuah suara familiar yang terdengar seakan akan melalui sambungan telepon di atas gunung tanpa sinyal. Saka segera menyadari suara siapa itu dan bertanya kembali.

"Lumia!? Dimana kau!?"

["Maafkan aku, Saka... aku tertangkap. Gadis rambut perak itu sudah menduga siapa aku... ia menaruh sebuah peralatan yang bisa merekam suara di kamarku. Dia mendengarku saat aku sedang berkomunikasi dengan Maria."]

Dia tidak pernah mengatakan padaku kalau ia masih berkomunikasi dengan pihak sini. Kurasa itu bukanlah sesuatu yang penting... tidak mungkin seorang tuan putri kebesaran Raja Iblis datang ke teritori manusia tanpa pengawasan. Pikir Saka. Ia bahkan sudah tidak lagi terkejut dengan fakta kalau ia membawa Lumia mengitari teritori manusia tanpa pikir panjang mengenai tujuan gadis itu berada di tempat tersebut.

["Heeh... kau tidak lagi terkejut... apa kau sudah menduganya?"] Tanya gadis itu lagi.

"Kurasa situasimu baik baik saja setelah mendengar kau masih bisa berbasa basi seperti ini. Jika kau ingin jawabannya, maka jawabannya tidak. Aku tidak begitu menduganya. Tapi aku sudah siap untuk kemungkinan seperti ini."

Gadis di seberang jembatan komunikasi telepati terkekeh. ["Kurasa aku memilih orang yang tepat."] Ucap gadis itu.

"Lupakan basa basinya. Dimana kau sekarang?"

["Penjara bawah tanah. Semua peserta Global Rounds dikerahkan untuk menangkapku. Aku tidak bisa kabur bahkan setelah mengeluarkan kemampuan penuhku. Karena kau tidak ada di sini."]

"Aku tidak terkejut. Seharusnya Yuki dan Tetsuya saja bisa mengalahkanmu. Mereka tidak serius?"

["Aku tidak tahu dimana mereka sekarang. Mereka tidak termasuk ke dalam orang orang yang melawanku."]

"Maksudmu?"

*****

Penjara bawah tanah, Kartaja, Nesoindia

["Maksudmu?"] Ia mendengar Saka dari ujung telepati.

Lumia susah payah mengerahkan konsentrasinya untuk bisa berkomunikasi telepati dengan Saka. Gelang yang ada di tangannya sudah diambil dengan paksa. Ia ditinggal dengan sebuah gaun sepaha tanpa lengan berbahan goni yang kasar. Dan tangannya diikat di tembok dengan posisi seperti orang yang disalib. Hanya saja ia masih diberi keringanan untuk bisa duduk di lantai.

"Aku tidak tahu kemana mereka. Tepat saat orang orang mengejarku, mereka menghilang begitu saja. Aku juga mendengar orang orang mencari mereka tapi mereka tidak menemukannya."

Lumia merasakan keberadaan seseorang yang akan memasuki area sel nya. Ia melepas sambungan telepatinya.

Seorang gadis berambut putih terlihat memasuki sel Lumia yang sangat sempit.

"Aku tidak menyangka kalau kau benar benar adalah seorang penyusup."

Lumia tidak membalas kalimat tersebut. Lumia hanya menatap Valeria dengan tatapan tajam.

Valeria berjalan mendekati gadis itu dan berjongkok supaya kepala mereka sejajar. Lalu ia menatap Lumia tepat di kedua bola matanya.

"Aku ingin bertanya sekali lagi... apa tujuanmu masuk ke teritori manusia?" Tanyanya.

Lumia memberikan sebuah senyum sinis sebelum ia menjawab, "aku tidak ingin mejawabnya. Meski kurasa kau sudah bisa menebak alasannya." 

"Kau ingin menggagalkan usaha kami dalam mengalahkan Raja Iblis?" Tanya Valeria kembali.

"Percuma saja kalau kau bertanya." Balas Lumia.

"Aku sudah mencoba untuk mencari anggota Bloody Rose yang lain untuk bisa kutanya. Tapi tidak ada satupun dari mereka yang bisa kutemui. Bahkan Julis-sama juga menghilang."

"Ara... kau sudah tahu siapa Lia sebenarnya?" 

"Tidak sulit menghubungkan hilangnya seorang putri dengan kemiripan tubuh." Valeria memegang dagu gadis di hadapannya dan memaksa gadis itu untuk menatapnya.

"Ini adalah kesempatan terakhir dariku... lebih baik kau menjawab sebelum aku kehilangan ketenanganku..." Valeria menarik nafasnya. "Aku tidak tahu bagaimana kau bisa menipu Saka-senpai tentang siapa kau sebenarnya... tapi aku tidak yakin Senpai bisa tertipu hanya dengan satu atau dua sihir pengendali pikiran. Apa yang kau lakukan padanya?"

Lumia tersenyum... ini bukanlah pertanyaan yang tidak seharusnya ia jawab. Jadi memang tidak ada salahnya kalau ia menjawab pertanyaan yang satu ini.

"Aku tidak mempengaruhinya. Aku hanya membuat kontrak dengannya setelah aku kalah dalam sebuah permainan dengannya. Lagipula, dia sudah tahu siapa aku sebenarnya."

Valeria menggenggam dagu Lumia dengan lebih keras. "Dia sudah tahu siapa kau tapi dia tetap membawamu kemanapun? Aku tidak bisa mempercayai hal itu."

Lumia memberikan sebuah senyum sinis. "Aku juga tidak tahu apa yang ada di dalam pikiran orang itu. Tapi aku sadar betul kalau aku adalah sebuah jaminan kalau sesuatu yang buruk ingin terjadi padanya. Lagipula..."

Semilir dingin menjalar melalui tengkuk Valeria. Gadis itu langsung mengambil satu langkah mundur ke belakang dan mempersiapkan diri untuk menarik pedangnya.

Sebuah aura hitam yang sangat pekat keluar dari tubuh Lumia. Gadis itu mengerahkan sebagian kekuatannya untuk bisa lepas dari rantai yang mengikatnya. Tapi ia gagal. Rantai yang mengikatnya menyala kuning terang sebelum kekuatannya diserap sepenuhnya.

"Aku ingin memberikan selamat kepada siapapun yang membuat borgol ini. Aku benar benar tidak bisa berbuat apa apa."

Valeria mengembalikan postura tubuhnya menjadi tegak. "Tetsuya adalah orang yang membuatnya." 

Setelah mengucapkannya, gadis itu membalikkan badannya menuju pintu keluar sel tersebut. 

"Aku merasa bodoh untuk berlama lama di sini dan memaksamu untuk berbicara. Biar kuberi tahu sesuatu..." Valeria menolehkan kepalanya untuk menatap Lumia. "Eksekusimu akan dilancarkan esok hari di alun alun kota. Jika kau memiliki keinginan terakhir, sebutkan sekarang." Ucapnya.

Lumia tidak mengucapkan apa apa. Ia hanya memberikan sebuah senyum misterius pada gadis itu.

"Baiklah kalau kau tidak memiliki keinginan terakhir. Kuharap kau memakan makananmu malam ini. Karena itu akan menjadi santap malam terkahirmu."

Setelahnya, Valeria langsung keluar dari sel tersebut. 

Lumia menghela nafasnya seakan akan sebuah beban diangkat dari pundaknya. Ia segera kembali berkonsentrasi untuk bisa menghubungkan dirinya dengan Saka.

"Saka... kau disana? Maaf aku terpaksa memutus sambungan."

["Aku melihat semuanya..."]

"Maksudmu?"

["Semuanya... percakapanmu dengan Valeria berusan. Aku tidak tahu kalau gadis itu benar benar sedang marah sekarang."]

"Heeh... kau menggunakan Mystic Eyes padaku?"

["Kuharap kau tidak keberatan... aku tidak punya pilihan lain."]

Lumia tersenyum sendiri. "Aku tidak keberatan. Itu menyimpan waktu untuk kita karena aku tidak harus lagi menjelaskan semuanya."

["Tenang, Lumia... kau tidak akan mati besok."]

Tepat setelah mengucapkan hal tersebut, Lumia merasakan kalau Saka sudah memutuskan hubungan telepatinya. 

Dalam kondisi normal, Lumia tidak pernah bergantung pada siapapun. Bahkan saat ia pergi ke seluruh penjuru dunia disebelah Saka pun, ia tidak pernah merasa bergantung pada laki laki itu. Tapi kondisi sekarang memaksanya untuk bergantung pada laki laki itu untuk yang pertama kalinya.

"Aku mempercayakan semuanya padamu, Saka..." ucapnya tanpa sadar.

*****

Seorang gadis pendek berambut merah diikat twin-tail melompat lompat dengan kecepatan tinggi dari satu pohon ke pohon yang lain. Meski gerakannya sangat cepat, gadis itu tidak menibulkan suara sama sekali. 

Karena kecepatannya yang sangat tinggi, ia sampai di tujuannya sekitar 10 menit kemudian. Yang menjadi tujuannya adalah sebuah rumah yang dibangun dengan kayu hitam yang cukup besar. Gadis itu langsung memanjat sampai ke atap rumah tersebut dan mengetuk atap tersebut tiga kali. Setelahnya, gadis itu mendengar pintu depan terbuka.

Dia tahu kalau meski pintu terbuka, tidak akan ada orang di sana, jadi ia langsung masuk ke dalam rumah tersebut dan menutup pintu di belakangnya. Setelah gadis itu menutup pintu di belakangnya, pintu itu menghilang.

Rumah tersebut dilengkapi dengan jendela yang tidak sedikit. Siapapun yang melihat dari luar pasti bisa melihat sendiri keadaan dalam rumah yang kosong dan tidak terawat. Tapi hal itu sangat berbeda dengan ruangan tempat sang gadis berada sekarang.

Ia tengah berada di sebuah ruangan yang luas dan besar. Bentuknya seperti sebuah ruangan rapat yang lengkap dengan dapur dan kamar mandi serta beberapa pintu yang ia tahu akan menuju ke beberapa ruangan tidur. Tepat di tengah ruangan besar tersebut terletak sebuah meja besar berbentuk lingkaran yang dikelilingi oleh beberapa kursi besar.

Dua dari enam kursi yang ada di sana sudah terisi. Satu terisi oleh seorang laki laki tinggi berambut merah yang sedang membaca beberapa lembaran yang tidak dikenalnya, dan satu lagi adalah seorang gadis berambut hitam yang mengenakan kimono biru muda bermotif bunga. Gadis itu tersenyum padanya seakan akan sudah menunggu nunggu kedatanyannya.

"Selamat datang kembali, Sakuraba..." ucap gadis tersebut dengan suaranya yang sangat lembut.

"Maaf terlambat, Yuki-san..."

"Tidak apa apa..." gadis itu beralih ke laki laki yang duduk di sebelahnya. "Tetsuya..."

"Ada apa?" laki laki itu menjawab tanpa mengubah pandangannya ke lembaran lembaran yang dibacanya.

"Sepertinya hanya kita bertiga yang bisa mencapai tempat ini... Lumia tertangkap dan Saka sedang berada di kontinen Iblis... Dan jujur saja... aku tidak yakin Lia akan bisa mencapai tempat ini."

Tepat setelah gadis itu mengucapkan hal tersebut, satu lagi seorang gadis masuk ke dalam ruangan tersebut. 

"Wow..." Sakuraba langsung terpana.

"Maaf aku terlambat..." ucap gadis tersebut.

"Kau tidak terlambat..." ucap Tetsuya. Sepertinya laki laki itu sudah selesai dengan apa yang dibaca olehnya tadi.

Dengan cepat Lia langsung duduk di kursi lainnya. Dengan begini, empat dari enam kursi sudah terisi.

"Well... apa kalian memastikan kalau tidak ada orang yang mengikuti kalian?" Yuki bertanya pada yang lainnya.

"Tentu saja..." ucap Sakuraba. 

Lia hanya mengangguk. "Aku menyamar beberapa kali dalam perjalananku."

"Bagus... aku tidak ingin tempat persembunyian terkahir kita hilang." 

"Sepertinya terlalu berlebihan untuk menyebut tempat ini sebagai sebuah persembunyian terakhir... lagipula kalau orang biasa masuk ke dalam tempat ini dengan cara biasa, orang tersebut hanya akan menemukan dirinya masuk ke dalam sebuah rumah kotor tak terawat." Jawab Tetsuya.

"Tetap saja kita tidak ingin kehilangan pintu inter-dimensional kita, bukan?" Ucap Yuki lagi. "Sudahlah... kita membuang buang waktu."

Sakuraba mengangguk. Gadis itu mengeluarkan sebuah gulungan entah dari mana dan membukanya.

"Aku mendapat info kalau eksekusi Lumia akan dilaksanakan pada esok hari tepat saat jam berdentang sepuluh kali."

"Well... mereka tidak ingin berlama lama." komentar Tetsuya.

"Tentu saja... makin lama mereka mengulur waktu, makin besar pula kemungkinan bagi kita--yang ingin menyelamatkannya, jika mereka menyadarinya-- untuk bisa mempersiapkan strategi kita."

"Meski aku juga tidak yakin semuanya akan berjalan lancar..." Lia mulai angkat suara. "Semua petarung terkuat dari penjuru kontinen ini sedang berkumpul di Nesoindia."

"Hanya sedikit yang bisa melawan kita. Mungkin Lia dan Sakuraba masih bisa mereka tangani... itupun aku tidak yakin mereka bisa menahan keduanya semudah itu." Ucap Tetsuya.

"Meski begitu, mereka berdua tidak akan bisa menang melawan Valeria." Ucap Yuki lagi.

"Hey, hey... aku sudah latihan! Jangan remehkan aku terus!" Sakuraba terlihat kesal.

"Aku juga sudah berlatih!" Lia tidak mau kalah.

Yuki dan Tetsuya menatap kedua gadis tersebut. Sebenarnya kemampuan mereka luar biasa dibandingkan dengan orang orang yang ada di Kartaja sekarang, tapi tetap saja itu tidak cukup untuk bisa membuat mereka bertahan di pertarungan nanti.

"Kalian masih tidak akan bisa bertahan. Aku tidak tahu seberapa kuat orang orang dari kerajaan lain, tapi yang aku tahu, kalian berdua akan sangat kesulitan jika kalian benar benar harus berhadapan dengan anggota dari Knights of Round."

Kedua perempuan itu terdiam karena ucapan dari Tetsuya. 

"Sepertinya kita memang harus menunggu lagi untuk bisa melaju ke tahap selanjutnya.

*****

"Ingat... jangan pernah menganggap Freya adalah seorang wanita biasa. Dia lebih keras daripada yang kau duga." Sudah tidak lagi terhitung berapa banyak kali Yuna memperingatkan Saka akan hal tersebut. 

Saka tidak menjawabnya sama sekali. Laki laki itu mempersiapkan tatapan dingin yang memang sudah menjadi ciri khas nya.

Dikarenakan kemunikasi dengan Lumia, Saka sudah mengetahui bagaimana situasi sekarang. Ia memutuskan untuk mencari tahu tentang gerbang teleportasi yang digunakan oleh dirinya untuk bisa sampai di tempat ini.

Ia bersama Yuna dan Fia serta Rain segera bergerak menuju ibukota kerajaan Iblis. Jaraknya tidak begitu jauh, mengingat keempat orang tersebut bisa bergerak dengan kecepatan yang sangat tinggi dengan kemampuan mereka.

Sekarang keempat orang tersebut berada di dalam kastil Raja iblis. Tentu saja Saka dan Fia mengubah penampilan mereka berdua. Saka sekarang mengenakan sebuah setelan jas lengkap dan ia membiarkan rambutnya seperti biasanya. Sedangkan Fia mengenakan sebuah pakaian Maid.

Fia sempat marah saat dibilang kalau ia harus mengenakan pakaian ini. Tapi Rain bersikeras kalau Freya tidak akan tinggal diam kalau gadis itu tetap mengenakan pakaiannya sebagai seorang Knight of Rounds. Lebih baik baginya untuk menyamar sebagai pelayan Saka.

Untuk Saka sendiri, ia menggunakan kemampuannya untuk membuat sebuah cincin yang persis sama seperti cincin yang diberikan Yuna padanya beberapa waktu lalu. Ia menggunakannya di jari tengah tangan kiri untuk menandakan sebuah pertunangan. 

Saka, Yuna, dan Fia sampai di salah satu pintu besar yang terletak di aula gedung tersebut. Rain tidak ikut dengan mereka karena ia harus berurusan dengan beberapa hal yang tidak ingin ia sebutkan. Ketiganya langsung masuk tanpa banyak basa basi.

Interior ruangan tersebut sangatlah mewah. Hampir mirip dengan lobby Rusakala Magic Academy, hanya saja gambar gambar yang ada di dinding tidak terlihat bersahabat sama sekali.

Ketigaya berhenti tepat di depan sebuah singgasana besar yang terletak di penghujung ruangan tersebut. Seorang perempuan yang berumur sekitar 24 tahun sedang duduk di atasnya. Gadis itu cantik, jika saja ia tidak menunjukkan raut wajah yang senantiasa kesal dan tidak bersahabat.

"Kau terlambat!" Freya mengucapkannya dengan nada tinggi. Jelas sekali kalau gadis itu sedang marah.

Yuna sepertinya sudah terbiasa menghadapi Freya. Gadis itu dengan tenang memberikan senyum sinisnya.

"Ini Sakamaki... atau kita lebih mengenalnya dengan sebutan Black Reaper." 

Freya turun dari singgasananya dan segera mendekati Saka. Gadis itu berjalan perlahan lahan... tidak terburu buru. Matanya mengunci Saka bagaikan seekor singa kelaparan yang sudah siap menyergap mangsanya. Tepat begitu jaraknya dengan Saka hanya sejauh lima langkah, gadis itu menghilang dan muncul kembali di depan Saka dan memukul wajah Saka dengan cepat.

Saka tidak bergerak. Bukan karena ia tidak sadar dan tidak bisa menghindarinya, tapi karena ia tahu kalau gadis itu tidak akan memukulnya tanpa sebab. Dan benar... Freya menghentikan pukulannya tepat satu milimeter di depan hidung Saka.

"Tidak buruk..." Freya mengembalikan posisinya tegak di depan Saka. Tingginya dan laki laki itu hanya berbeda setengah kepala. Saka menyimpulkan kalau ia sama tinggi dengan Yuna.

Mulut Saka masih terkunci. Ia masih menunggu waktu yang tepat untuk berbicara. 

"Orang sepertimu tidak mungkin datang begitu saja tanpa tujuan, bukan?" Freya kembali mundur dan duduk di singgasananya. "Sebutkan... sebelum aku berubah pikiran."

Saka tersenyum dingin. Senyum laki laki itu membuat Yuna sedikit merinding. Sudah lama sejak terakhir kalinya Saka menunjukkan senyum seperti itu.

"Aku memiliki sebuah penawaran yang tidak buruk untukmu." Saka tidak berbasa basi.

"Soal buruk atau tidaknya pe awaranmu, itu adalah urusanku untuk menentukannya. Jika kau memang memiliki sebuah proposal, sebutkan! Tergantung apa jenis proposalmu, mungkin aku tidak jadi membunuhmu." Ucap gadis itu dengan sebuah ancaman yang tidak main main.

Menanggapinya, Saka malah tersneyum lebar. Sebuah senyum yang lebih mirip dengan sebuah senyum seorang iblis daripada seorang senyum laki laki tampan yang sudah merebut hati banyak wanita.

"Tidak banyak... aku hanya ingin meinjam Yuna dan Rain."

Freya diam saja. Gadis itu menunjukkan gestur seolah olah gadis itu sudah memprediksi hal ini. Saka tidak heran.

"Kau punya waktu lima menit untuk menjelaskan alasannya."

"Menyelamatkan tuan putri mu, dan mengembalikan kita semua ke dunia kita sebelumnya...."

*****

Hello, Readers... Eonine's here...

I finally got some time after a test to get my college, and just realize that it have been so long since the last update of this story. So i decided to  continue writing despite of my business...

Seperti biasanya... terima kasih banyak sudah membaca dan saya minta maaf sedalam dalamnya karena sudah 1 bulan lebih tidak update. Doakan saya semoga cerita ini bisa berlanjut lebih cepat...

Not much more to say... Eonine's out~

Continue Reading

You'll Also Like

26K 1.2K 47
Kisah cinta rumit antara Ken Marcer dan Elina Birkin yang terhalang oleh pekerjaan yang membebani mereka. Mereka sama sama tidak bisa menolak perinta...
90.5K 3K 78
[COMPLETED] Hana, kelas 1 SMA, sering dibully, gak populer, gak punya temen. Tapi hidupnya berubah semenjak dia jadi trainee dan pindah ke Korea. Ber...
117K 5.2K 46
Untuk apa bertahan jika untuk dimanfaatkan? Untuk apa memberi senyuman jika untuk menyembunyikan perasaan? Untuk apa berbuat baik jika terus dikucilk...
980K 58.4K 58
Setelah menerima banyak luka dikehidupan sebelum nya, Fairy yang meninggal karena kecelakaan, kembali mengulang waktu menjadi Fairy gadis kecil berus...