Feeling✔

By Rintiaanjani

2.1K 184 25

[COMPLETED] Kolaborasi bersama @rosniawati. Perasaan tidak bisa ditebak dan kepada siapa dia jatuh. Perasaan... More

1. Meet Barbie idiot.
2. Hukuman.
3. Senjata makan tuan.
4. Dibandingkan.
5. Tetangga sebelah.
6. Tiang listrik menyebalkan.
7. Saran orang asing.
8. Thanks, Tiang listrik.
9. Alasan pindah.
11 rasa rindu
10. Keputusan sang Mama
12. Momen bersama Angga.
13. Pergi
14. Ketahuan.
15. Awal pagi yang buruk.
17. Kenyataan.
18. Cemburu.
19. Dia, membawa perasaan baru.
20. Perasaan.
21. AKHIRNYA?
EXTRA PART

16. Pergi tanpa pesan.

69 7 0
By Rintiaanjani

"GENTAAAAA,"

Genta berdecak malas seraya menghentikan laju langkahnya, laki-laki itu berbalik menatap malas sosok Hanny yang tengah berlari kecil menghampiri nya.

Hanny mengatur nafasnya ketika telah tiba di dekat Genta. "Gue panggil dari tadi baru ngeh lo, budeg emang!" Kesal Hanny dengan sisa nafas yang masih tak beraturan akibat berlari mengejar Genta tadi.

Genta berdecak malas seraya membetulkan posisi tas gendongnya yang tersempir di bahu kanan nya.

"Apa?"

"Lo bawa mobil kan?" Hanny malah balik bertanya.

Genta tersenyum miring. "Bilang aja mau nebeng pulang,  banyak basa-basi lo,  ngak usah terlalu gengsi jadi cewek."

Hanny mendengus, jika dia tidak memerlukan bantuan Genta mana mungkin juga dia rela memanggil laki-laki itu. Salahkan saja mamanya yang tidak pernah memberi izin Hanny untuk mengendarai mobil.

"Anterin gue ke rumah Angga," ujar Hanny tanpa basa-basi.

Genta berpikir sejenak. Setau dirinya juga hari ini Angga memang absen tidak masuk tanpa keterangan.

"Lo tau gak Angga kenapa gak masuk hari ini?" bukannya menjawab Genta justru malah balik bertanya.

Hanny berdecak dengan malas. "Gue kira lo tahu, lo kan temen sekelasnya."

"Hellow, gue pikir lo yang lebih tahu. Lo kan pacarnya," Genta membalikan perkataan Hanny barusan.

Hanny mendengus. "Ishh gue pikir lo tahu, gue juga nggak tahu, orang dari kemarin Angga nggak ngabarin gue makanya sekarang gue mau minta anterin lo buat ke rumah nya. Takut nya dia sakit lagi,"

Genta mengangguk dengan malas. Toh Angga juga teman baiknya, sekalian juga dia melihat keadaan Angga karena akhir-akhir ini juga Angga sering tidak masuk sekolah dengan keterangan yang tidak jelas.

"Ya udah ayok," ujar Genta seraya melenggang pergi. Tepat di langkah ketiga laki-laki itu kembali menghentikan langkahnya, kemudian membalikan tubuh untuk menatap Hanny yang masih berdiri di tempatnya.

''Woy barbie idiot ngapain masih berdiri di sana, ayok." seru Genta.

Hanny berdecak malas jika bukan karena ia tidak memerlukan bantuan Genta, dia tidak akan pernah sudi di atur-atur oleh laki-laki.

"Pulang dulu lah gue kan harus dandan dulu," kata Hanny. Perempuan itu bahkan mengibaskan rambutnya ke belakang kemudian berjalan mendahului Genta.

Genta memutar bola mata dengan malas. "Ishh, untung lo cewek kalo bukan udah gue tonjok tuh muka." kesal Genta.

***

"Kita ke rumah papa gue dulu, lo masih ingat kan jalan nya,"

Hanny dengan begitu tenangnya berujar menginterupsi Genta. Perempuan itu dengan duduk di kursi belakang mobil dengan telinga yang tersumpal earphone berwarna putih. Hal yang membuat Genta sangat jengkel, karena laki-laki itu merasa dirinya seperti supir. Dan lihat lah si barbie idiot itu bertingkah seolah-olah seperti majikan yang dengan seenak jidat menyuruh-nyuruh nya.

"Genta woy, budeg kali lo ya." Hanny jengkel ketika Genta sama sekali tidak menyahut ucapannya.

Genta melirik Hanny dari kaca spion,  tatapan mereka saling beradu.

"Bisa nggak ngomongnya pakek tolong,  karena gue bukan pembokat lo yang bisa lo suruh-suruh seenak nya." kata Genta dengan intonasi yang mulai kesal.

"Ah ribet lo! Iya-iya, Genta tolong anterin gue ke rumah papa gue dulu." ucap Hanny dengan nada yang di buat selembut mungkin.

"Ngapain?"

"Jemput Anin," jawab Hanny singkat dengan fokus yang sudah teralih dengan ponsel yang berada di genggamannya. Mencoba mendial nomor Angga berkali-kali walau pun hasilnya masih tetap sama. Nomor pacarnya itu tidak aktif dari semalam.

Genta mengerutkan keningnya ketika mendengar nama asing yang barusan Hanny sebutkan. "Siapa Anin?" tanyanya.

"Banyak tanya lo!"

Genta memilih tak menjawab perkataan Hanny. Dia sedang malas untuk berdebat lebih panjang lagi dengan perempuan itu. Sedangkan Hanny, perempuan itu sedari tadi masih sibuk dengan ponsel yang di pegangnya,  berbagai cara telah dia lakukan untuk menghubungi pacarnya namun hasil nya masih tetap sama Angga masih sangat sulit di hubungi sejak kemarin. Hal yang membuat semalaman Hanny tidak bisa tidur karena memikirkan itu.

Bersamaan dengan itu, sebuah notifikasi dari Anin masuk ke ponselnya.

Anin : kak maaf nggak bisa temenin kakak buat jengukin kak Angga. Fadel lagi sakit, dan aku di suruh jagain. Sekali lagi maaf ya kak.

Hanny menghela nafas berat sedikit kecewa juga karena sang adik membatal kan janjinya, dan itu artinya dia harus pergi berdua dengan si tiang listrik menyebalkan ini.

"Genta, putar arah nggak jadi ke rumah papa gue langsung ke rumah Angga aja." perintahnya, tanpa mempedulikan raut wajah Genta yang sudah terlihat jengkel karena tingkah laku so majikannya.

Genta menepikan mobilnya di pinggir jalan, laki-laki itu menoleh ke belakang memandang Hanny yang saat ini juga tengah memandangnya dengan tatapan kesal nan sebalnya.

"OMG, Genta gue nyuruh lo putar arah,  bukan berhenti." omel Hanny.

"Mending sekarang lo pindah, duduk di depan. Karena gue bukan sopir lo," tegas Genta.

Hanny mencebik sebal. "Nggak, lo pasti pengen cari-cari kesempatan buat deket-deket sama gue. Iya kan," tuduhnya.

Jika saja Hanny bukan pacar Angga,  jika saja Hanny bukan anak teman maminya, dan jika saja Hanny bukan perempuan, mungkin saat ini juga Genta sudah mengajaknya berduel secara jantan. Sayangnya, Hanny itu perempuan yang bukan tandingannya.

"Pindah atau gue turunin disini!" Genta geram.

Hanny memutar bola mata malas. "Fine!  Gue pindah ke depan bawel lo."

***

"Pergi? Pergi kemana bi?"

Hanny bertanya dengan ras keterkejutannya. Barusan bi Inem, pembantu yang bekerja di rumah kediamanan Angga mengatakan hal demikian ketika dia baru saja tiba di rumah kekasihnya itu.

Hanny masih terpaku dengan diamnya,  dia menyandarkan kepalanya di sofa dengan berbagai pikiran yang melayang entah kemana. Bi Inem mengatakan jika Angga dan keluarganya sudah pindah beberapa hari yang lalu, hal yang membuat Hanny semakin tidak mengerti dengan semua ini. Angga meninggalkannya tanpa sepatah kata pun. Angga meninggalkannya tanpa sebab alasan yang tidak jelas. Dan, Angga meninggalkannya dengan berbagai dugaan negatif yang Hanny tujukan kepada laki-laki itu.

Sungguh, demi apapun juga Hanny merasa ini bagaikan mimpi buruk yang tidak pernah diinginkannya. Dia merasa jika hubungannya dengan Angga berjalan mulus dan baik-baik saja,  mereka masih bisa tertawa lepas tanpa ada sedikit permasalahan yang membuat mereka bertengkar. Bahkan Hanny masih ingat betul ungkapan lembut dari bibir Angga tentang sebuah janji yang laki-laki itu ucapkan kepadanya.

Genta yang menyadari perubahan ekspresi dari gadis yang duduk di sebelahnya pun lantas mengulurkan tangan untuk menyentuh bahu Hanny yang mulai terasa gemetar. Dengan pelan dia mengusap lembut bahu Hanny seolah-olah memberi sedikit kekutatan untuk gadis itu. Dia paham betul betapa hancurnya perasaan Hanny, di tinggalkan tanpa sebab dan tanpa kata perpisahan sedikitpun.

Hal yang juga Genta tak mengerti sama sekali. Sebenarnya apa yang terjadi dengan Angga? Jikapun terjadi masalah temannya pasti akan berbagi dengan nya, tidak seperti saat ini.

"Mereka pindah kemana bi?" Hanny membuka suara lagi dengan suara yang bergetar.

Bi Imem menghela nafas kemudian menggeleng. "Bibi tidak tahu non, nyonya sama tuan juga nggak bilang apa-apa begitu pun juga den Angga. Mereka cuma bilang bahwa sebentar lagi rumah ini akan segera di jual," tutur bi Inem.

Ucapan itu sukses membuat air mata Hanny terjatuh.

Angga pergi, dan laki-laki itu sama sekali tidak mengatakan apa-apa kepadanya bahkan untuk mengatakan ucapan perpisahanpun tidak. Lantas bagaimana nasib hubungan keduanya?  Retak lah sudah semua harapannya.

Beginikah rasanya di permainkan?

Begini kah rasanya tidak di prioritaskan?

Dan, Tuhan beginikah rasanya sebuah karma?  Sakit, sesak dan sangat mengiris.

"Non, den Angga cuma menitipkan ini sama bibi." bi Inem mengulurkan sebuah kertas putih yang di lipat dua.

Dengan tangan bergetar Hanny menerima kertas itu kemudian membuka lipatan kertas itu,  terpangpang lah beberapa kalimat dari tulisan rapi Angga yang sudah sangat Hanny hafal betul.

KITA PUTUS.

Dan jangan tanya aku, apa alasannya. Sorry jika ini membuat kamu sakit. Aku jahat? IYA AKU MEMANG JAHAT! maka dari itu lupain aku dan jangan pernah buang-buang air mata kamu demi aku. Dan janji itu?  Lupakan, nggak penting. Dan,

jangan cari aku. Tenang aku bahagia kok dengan kehidupan baru aku.

Isak tangis mulai lolos dari bibir Hanny ketika usai membaca isi surat dari Angga,  hatinya retak dan hancur berkeping-keping. Dan benar-benar hancur. Apakah, Tuhan menghadirkan Angga di kehidupannya hanya untuk memberikan sebuah pelajaran? apakah Tuhan mendatangkan Angga ke kehidupannya hanya untuk membuat dia merasakan apa yang di namakan dengan karma?

Tuhan.. Semenyakitkan inikah rasanya di tinggalkan? 

Tuhan.. Sesakit inikah di tinggalkan dengan harap dan angan-angan yang semu.

Bayangan kebersamaan dirinya dengan Angga serta ucapan janji manis yang pernah laki-laki itu ucap kan, membuat hati Hanny semakin sakit ketika mengingat dan mengenangnya.

Hanny tak mampu untuk berucap apa-apa lagi, gadis itu beranjak dari duduknya kemudian berlari keluar dari rumah dengan air mata yang mengalir deras.

"Han, tunggu!" seru Genta kemudian mengejarnya.

***

Genta mendesah lelah, dia melirik Hanny yang duduk di sebelahnya dengan pandangan iba. Disepanjang perjalanan pulang gadis itu bungkam, hanya air mata dan isak tangis saja yang menunjukan jika gadis itu benar-benar sedang hancur dan terjatuh.

Genta akui Hanny memang lah type gadis centil yang menyebalkan, tapi tetap saja melihat seorang perempuan di perlakukan seperti ini Genta merasa ikut teriris.

Genta mengarahkan jari telunjuknya, menekan setelan radio di mobil untuk menepis suasana sunyi nan senyap selama perjalanan.

Perpaduan musik melow dari penyanyi cantik bernama Terry pun mulai mengalun. Lagu yang berjudul Janji manismu mengiringi mereka berdua selama perjalanan pulang, membuat air mata Hanny semakin turun dengan begitu derasnya. Lagupun seolah-olah mendukung apa yang sedang dirasakan hatinya saat ini.

Oh Dunia ini penuh kepalsuan..

Mungkin kah tiada keikhlasan..

Dunia memang penuh kepalsuan,  tentang sebuah janji manis dari laki-laki yang Hanny kira tulus. Semua itu hanyalah harapan kosong yang benar-benar menjerumuskannya kepada ambang kehancuran.

Apakah ini suatu pembalasan..
Tuk sadar kebesaran-Mu Tuhan..

Apakah ini yang di namakan dengan Karma? Hanny memang terbiasa mematahkan hati laki-laki dan kini Tuhan membalasnya melalui Angga.

Aku bagai seorang gembara jalanan..

Terombang-ambing di lautan gelora..

Mencari kebahagian dahan untuk menopang Kasih..

Mungkin kah suratan hidup kan selalu sendirian..

Apakah Tuhan benar-benar menghadirkan Angga hanya untuk membuat dirinya mengerti, bahwa karma itu ada. Bahwa perasaan sakit itu seperti ini. Apakah itu artinya dia akan kembali sendirian.

Hati membeku mengingatkan kata janji manis mu..

Ku di lambung angan-angan..

Belaian Kasih sayang suci dari mu..

Ohh. Kejam nya..

Lidah tidak bertulang..

Ucapan Cinta mengiris kalbu..

Ku kan pergi membawa diri, Cinta di hati terkubur lagi..

Dan kini Hanny benar-benar terhempas dari angan-angan, Angga benar-benar melambungkan nya dari setinggi angkasa menjadi sedatar pijakan tanah.

Terhempas, dan hancur berkeping-keping.

Jika ku pahami mengapa terjadi peristiwa pahit menggores hati..

Perjalanan hidup ini sudah tertulis..

Ku tempuhi dengan kesabaran..

Kusadari kebesaran-Mu Tuhan..

Dan Hanny sadar jika Tuhan benar-benar adil. Jika perasaan bukanlah untuk di permainkan.

Suasana sedih lagu yang di putar di radio mobil itu membuat Hanny semakin terhanyut, hingga tiba-tiba lagu itu berganti dengan lagu dangdut yang membuat suasana hening berganti ramai. Ditambah, suara kaleng rombeng Genta ikut bernyanyi menyanyikan lantunan lagu dangdut yang tadi di putar nya.

"KAWIN LAGI SUAMI KU ISTRI NYA BARU LAGI,  NANGIS LAGI AKU JADI NANGIS,"

suara Genta benar-benar membuat telinga siapapun akan terasa sakit jika mendengarnya.

Hanny mendengus, menatap Genta dengan sebal. "Ish, tiang listrik! Lo ngapain pindahin chanel radio nya,"

Genta menoleh, lalu nyengir kuda.

Rupanya upaya untuk membuat Hanny bersuara telah berhasil. Jujur dia lebih suka Hanny yang cerewet dan menyebalkan dari pada Hanny yang pendiam seperti tadi.

"Genta, ishh."

Genta memutar bola mata malas. "Abisnya udah galau ngapain dengerin lagu galau, tambah melow nanti lo."

"Ehh, lo yang nyalain radio?"

"Tapi kayaknya lo meresapi banget lagu nya. Bukannya terhibur eh malah nambah mewek," Genta berkata sekenanya. "Udah mending sekarang lo diem aja."

Hanny mendengus. "Matiin nggak lagu nya, gue nggak suka dangdut,"

Genta menjulurkan lidahnya. "Bodo,"

"GENTA IH,"

"Enggak ih,"

Genta semakin bertingkah menyebalkan. Anggap saja ini salah satu cara untuk mengalihkan Hanny dari kesedihannya,  walaupun hanya sebentar.

***

"Angga ayo kejar aku,"

Gadis itu berseru dengan girang, dia berlari kecil di sekitar bibir pantai. Kaki telanjangnya dengan lincah menari-nari di atas pasir.

Angga tersenyum cerah. Laki-laki itu berlari ikut mengejar Hanny, berusaha menjangkau tubuh mungil gadis yang sedari tadi berlarian.

Hingga tangan Angga berhasil memeluk tubuh ramping itu, membuat gadis itu tersenyum bahagia merasakan hangatnya tubuh sang kekasih yang memeluk tubuhnya dari belakang.

Hanny mendongkak dengan ceria menatap wajah Angga. "Angga,"

"Hm,"

Hanny mengusap tangan Angga yang melingkar di perutnya. "Tetap seperti ini ya sayang, rasanya nyaman banget."

Angga melepaskan tangannya dari perut Hanny, laki-laki itu membalikan tubuh Hanny untuk menghadap dirinya. "Aku janji bakal bahagiain kamu," Angga berujar dengan tulus. Dia menepis jarak antara dirinya dan Hanny, hembusan nafas beraroma wangi mint menerpa wajah Hanny. Gadis itu memejamkan matanya menunggu bibir Angga yang akan segera melumatnya.

"Hanny," Angga menyerukan namanya, mengisyaratkan Hanny untuk tetap membuka matanya.

Hanny menatap Angga dengan tatapan penuh harap, semakin wajah Angga mendekat semakin cepat pula ritme irama detak jantungnya kini.

Hingga raut bahagia diwajahnya sirna ketika tiba-tiba sosok Angga berubah menjadi sosok Genta.

"KYAAAAAAAAAAAAAA,"

Hanny membuka matanya dengan nafas yang memburu gadis itu mengedarkan pandangannya, hingga mata nya melirik Genta yang masih duduk di bangku kemudi dengan bingung menatap ke arahnya.

"Kenapa lo? Kayak abis mimpi buruk." kata Genta heran, laki-laki itu melepaskan seatbelt dari tubuhnya.

"Iyah mimpi gue buruk banget, banget. Gue mimpi ketemu setan dan setannya itu lo." ketus Hanny.

Genta memutar bola mata malas. "Serah lo deh, mending sekarang lo turun kita udah nyampe."

Hanny menurunkan kaca mobil, dahinya berkerut bingung ketika menyadari mobil Genta yang berhenti bukan di depan rumah melainkan di sebuah parkiran wisata pantai.

"Turun jangan kebanyakan nanya," seolah-olah tak ingin mendengar protesan dari Hanny Genta bergegas keluar dari mobil membiarkan Hanny mengikutinya dari belakang.

***

"Dulu kalo gue sedih gue selalu kesini,"

Hanny mendongak menatap Genta yang duduk di sebelah nya. Keduanya duduk di pasir yang menghadap langsung indahnya pantai. Memandang ombak yang menelan batu karang.

"Kok pantai ini sepi ya," Hanny mengedar kan pandangannya ke sekitar pesisir pantai yang memang nampak masih sangat sepi.

"Pantai ini biasa nya rame kalo pas malem,"

Dahi Hanny berkerut bingung. "Aneh," ucapnya.

Genta terkekeh. "Emang. Makanya pantai ini menarik menurut gue,"

"Terus apa maksudnya lo ngajak gue kesini?" tanya Hanny.

Genta menoleh menatap Hanny dengan lekat, sangat lekat. "Karena gue tau lo lagi sedih,"

Hanny terdiam. Kata-kata Genta mengingat kannya kembali tentang rasa sakit itu.

"Karena sekarang masih sepi mending lo nangis sekarang, nangis aja sepuas nya. Ombak dan pantai ini akan jadi saksi bahwa di sini lo melepaskan semua tangisan lo, membuangnya ke dasar laut, dan setelah ini lo nggak boleh nangis lagi."

"Lo kok jadi so peduli gitu sama gue,"

"Bawel lo, cepet ikutin saran gue. Setelah ini gue nggak mau liat lo nangis lagi,  apa lagi gara-gara Angga." ucap Genta.

Hanny di buat terkesima dengan ucapan laki-laki itu. Seperti bukan Genta yang biasanya.

Genta berdecak ketika melihat aksi diam Hanny, dengan terpaksa menyandarkan kepala Hanny di bahu kanannya.

"Nangis! Gue lagi baik nih minjemin bahu gue," walaupun terdengar menyebalkan tapi itu adalah bentuk kepedulian Genta.

Hanny memejamkan matanya,  sekelebat kenangan manis bersama Angga menari-nari di angannya membuat tetes demi tetes air mata mulai berjatuhan.

Ia menangis. Menangis dengan hati yang teriris di temani suara ombak yang menemani tangisannya.

Dan untuk pertama kalinya, Hanny menangis. Menangis di bahu Genta. Laki-laki yang kerap kali di panggil nya dengan sebutan tiang listrik.

Dan salah kah jika mulai sekarang Hanny sudah menganggap Genta temannya. Sebab dia tahu di balik sikap menyebalkan laki-laki itu terselip rasa peduli.

Dan, Hanny sadar jika Genta tidak seburuk yang dia kira.

Bersambung...

Jangan lupa vote dan komennya gaes,

Continue Reading

You'll Also Like

1.8M 84.4K 45
Di satukan oleh keponakan crush Kisah seorang gadis sederhana, yang telah lama menyukai salah satu cowo seangkatannya waktu sekolah dulu, hingga samp...
89.7K 3.2K 15
"siapa namamu?" "o-oline kakk"
142K 6.6K 40
°di mohon sebelumnya membaca lebih baik untuk follow terlebih dahulu ‼️ memang ada wanita yang beruntung dalam hal apapun? ada . azzura contoh nya...
224K 7.7K 57
Cerita Pendek Tanggal update tidak menentu seperti cerita yang lainnya. Berbagai tema dan juga kategori cerita akan masuk menjadi satu di dalamnya.