Bridegroom(S)

By rashimaaa

43.7K 6.4K 854

Punya tiga pacar emang udah biasa. Tapi gimana kalau punya tiga calon suami dalam waktu yang bersamaan? Pasti... More

Part 1 - Love is?
Part 2 - Broken Dreams
Part 4 - New Beginning
Part 5 - First Impression
Part 6 - Ice Cold Man
Part 7 - The Second One
Part 8 - Under Circumstances
Part 9 - A Million Dollar Promises
Part 10 - Back At You
Part 11 - Acts of Random Kindness
Part 12 - Something to Realize
Part 13 - Commitment over love
Part 14 - Repetition
Part 15 - Untroubled Trouble
Part 16 - The Source of Pain
Part 17 - The First Pain
Part 18 - Love of the Common People
Part 19 - Love in Silence
Part 20 - In the Middle of Then and Now
Part 21 - Introduction to Love
Part 22 - Breakdown
Part 23 - Guardian Angel
Part 24 - Let Me Show You
Part 25 - I Find Peace In You
Part 26 - Hello and Goodbye, Love
Part 27 - Another Love is Gone, Again
Part 28 - Surprise Indeed
Part 29 - Will You Run Away With Me?
Part 30 - Broken Puzzle
Part 31 - Overlapping Yet Separated Story
Part 32 - Remedies
Part 33 - Bring Back the Love
Part 34 - Winter in August
Part 35 - Redamancy

Part 3 - The Proposal

1.7K 234 52
By rashimaaa

Suasana duka masih menyelimuti rumah Hito setelah semuanya kembali dari pemakaman. Bahkan langit pun juga ikut menitihkan air mata lewat hujannya yang tidak berhenti sejak Om Parlaungan pergi kemarin malam. Yuki mengantarkan secangkir teh hangat untuk Tante Rosa yang sedang di kamar bersama dengan Mamanya yang sudah tiba dari Surabaya pagi tadi bersama dengan Marcel. Mendengar kabar bahwa Om Parlaungan sudah berpulang, Mama Yuki buru-buru memesan tiket pesawat dan meninggalkan Surabaya pagi buta untuk menemani Tante Rosa yang dulu juga melakukan hal yang sama padanya ketika Papa Yuki meninggal.

"Tante," Yuki mengetuk pelan pintu kamar Tante Rosa yang setengah terbuka, setelah itu dia masuk ke dalam kamar dan meletakan cangkir berisi teh hangat itu di nakas sebelah kasur. "Diminum ya Tante tehnya."

Tante Rosa mengelus pipi Yuki dan tersenyum sendu. "Iya. Terima kasih ya, Anakku," ucapnya lembut dan dibalas Yuki dengan senyuman.

"La, tamu-tamu udah pulang? Apa masih ada orang diluar?" tanya mamanya.

"Udah pada pulang sih, Ma. Tinggal temen-temennya Sarah aja lagi pada di kamarnya Sarah." Yuki kemudian menatap mamanya Hito yang masih menangis sambil memeluk foto almarhum suaminya itu.

"Kalau Hito dimana, Yuki? Kasian dia belum tidur dari tiga hari yang lalu urus-urus pemakanan Bapaknya. Coba disuruh istirahat dulu dia, Nak. Kasian kali Tante lihat," kata Tante Rosa pada Yuki.

"Iya, Tante. Nanti Yuki ngomong sama Hito biar dia istirahat, ya. Yaudah kalau gitu Yuki keluar dulu ya, Tante, Ma, mau bantuin Nasya masak di dapur." Sepeninggalnya dari kamar Tante Rosa, Yuki menghampiri adiknya yang sedang duduk di ruang tamu sendirian dengan tablet PC-nya. Barusan dia sedang bersama dengan Hito, tapi sekarang Hito malah nggak ada. Dia kemudian menjitak kepala adiknya gemas.

"Lo ngapain? Situasi lagi berduka gini malah sempet-sempetnya mainan gadget. Enggak sopan!" tegur Yuki pada adiknya.

"Siapa yang main, sih? Gue lagi pesen tiket kereta bat besok kita pulang, tau. Kan Teteh sendiri yang nyuruh."

"Ooh gitu. Yaudah, sori, sori. Tapi Bang Hito mana, Cel?"

"Bang Hito ke teras. Lagi kasih makan Pino dan Lodi," ujar Marcel membuat Yuki mengangguk kemudian menepuk pundak Marcel sebelum meninggalkan adiknya menuju teras belakang. Di teras belakang, Yuki mendapati Hito duduk di teras belakang rumahnya sambil menemani kedua anjing kesayangannya yang sedang makan itu. Dia menatap langit yang hujan dengan wajah sendu. Kedua anjing kesayangannya bahkan tidak bisa mengobati hati Hito yang bersedih. Yuki menghela nafas panjang lalu menghampiri sahabatnya itu dan duduk disebelahnya.

"Hei," sapa Yuki membuat Hito mendongak.

"Hei," sahut Hito saat Yuki duduk disebelahnya.

"Kok sendirian, sih? Kedalem, yuk."

"Enggak, ah. Pengen disini dulu gue."

"Emang enggak laper?" tanya Yuki sambil ikut membelai Lodi, membuat Hito menggeleng kecil. "Nasya lagi masak, tuh. Enak, lho."

"Iya. Nanti gue masuk. Gue sekarang mau cari angin dulu disini, bentar aja."

"Gue temenin, ya?"

Hito tidak menjawab, namun Yuki tau kalau Hito memang ingin dia temani. Maka perlahan Yuki mendekati Hito dan merangkul lengannya dan menggamnya lalu menyenderkan kepalanya ke bahu Hito. Hito juga ikut menyenderkan kepalanya ke kepala Yuki dan mereka begitu dalam keheningan. Yuki tahu apa yang dirasakan Hito, dulu juga dia mengalami hal itu. Dan Hito juga selalu setia disampingnya seperti ini.

Kalau mau diingat-ingat, memang bukan Stefan yang selalu disampingnya, namun sahabat karibnya inilah yang terus menemani Yuki dari hari-kehari bahkan sampai rela menginap di rumah Yuki bersama Nasya untuk menemaninya ketika Papanya Yuki meninggal. Dan sekarang Hito sedang ada dalam posisinya dulu. Ini membuat Yuki menyadari kalau dia juga harus melakukan hal yang sama untuk Hito. Menemaninya dan mendampinginya hingga sahabatnya itu membaik.

"Bapak pasti udah senang disana ya, Yuk?" tanya Hito pada Yuki.

"Iya. Om Parlaungan pasti udah senang, To. Sekarang ini semua balik lagi ke elo. Lo harus kuat ya, To. Lo harus bisa jadi pengganti Bokap lo bagi Tante Rosa dan Sarah. Kita sekarang udah sama-sama enggak punya bapak. Udah sama-sama jadi penopang keluarga. Makanya kita harus kuat. Karena kalo kita enggak kuat, gimana nyokap sama adek kita? Iya, kan?"

Hito mengangguk. Bibirnya kembali bergetar seraya air mata kembali menetes dari pelupuk matanya. Melihat Hito seperti ini betul-betul membuat hati Yuki nelangsa. Hito yang selama ini selalu jadi pelindungnya, ceria, paling sering bercanda, dan selalu hadir dengan senyumnya yang manis disertai oleh dua lesung pipi dalam itu kini menangis didepan Yuki. Tidak sampai hati, Yuki memeluk Hito dan mengelus kepalanya dengan lembut.

"Jangan nangis lagi dong, To. Gue jadi sedih ngeliat lo begini. Udah, ya. Seenggaknya dua sobat karib itu udah kumpul lagi disana," ujar Yuki dengan suara serak karena dia juga mulai kembali menangis.

"Yuk..."

"Hm?"

Hito kemudian mengurai pelukannya pada Yuki. Dia mengambil kedua tangan Yuki dan menggenggam tangan gadis itu.

"Gue tau ini mendadak, dan gue enggak berharap lo terima. Gue udah mikirin ini masak-masak. Gue tau lo pasti akan kaget. Dan gue juga nggak maksa lo setuju atau minta lo jawab sekarang. Gini, lo tau kan keinginan kedua bokap kita waktu mereka masih ada?"

Yuki tidak menjawab, dia hanya menatap Hito dalam diam. Menunggu kelanjutan kalimat sahabatnya ini walaupun dia sudah mengira-ngira sendiri apa isinya.

"Gue pengen ngabulin permintaan bokap, Yuk. Gue pengen bikin dia seneng, ya walaupun udah terlambat." Hito lagi-lagi memotong kalimatnya, membuat Yuki semakin yakin kemana arah pembicaraan ini.

"Gue sayang sama lo, Yuk. Kita udah cukup bahkan lebih dari mengenal buat sama-sama. Dan kalau lo mau, buat nyenengin orang tua kita disana," Hito menatap Yuki dalam-dalam sebelum mengakhiri kalimatnya. "Kita nikah aja gimana?"

Beberapa detik terlewat bagi Yuki untuk mencerna ucapan Hito. Sampai akhirnya Yuki kembali ke kesadaran seutuhnya. Ini bukan bercanda. Yuki tau itu. Dia bisa membaca Hito dengan mudah, dan Hito sungguh-sungguh. Ini juga bukan waktu yang tepat untuk Yuki menjadikan ini sebagai bahan candaan. Dia menelan ludah hendak mencoba untuk bicara, namun tidak mengerti harus bicara apa. Jadi Yuki hanya bisa diam.

Dia sayang Hito. Hito adalah sahabat terbaiknya selama ini. Mungkin dia adalah laki-laki yang tidak pernah menyakiti Yuki setelah papanya. Yuki juga sudah mengenal Hito sampai hal terkecil. Dan Yuki tahu, Hito adalah laki-laki yang sangat baik. Wanita manapun pasti akan sangat beruntung bisa menjadi istrinya.

Namun Hito adalah sahabatnya. Mereka tidak pernah memiliki perasaan apapun yang lebih dari sayang antar sahabat atau sayang antar saudara. Yuki juga tidak pernah menganggap Hito lebih dari itu. Jadi, apa permintaan Hito masuk akal? Lagi pula, Yuki sudah punya rencana untuk ikut mamanya pulang ke Surabaya Minggu besok. Itu yang membuat Yuki makin bingung.

"Gue tau lo lagi trauma sama sebuah hubungan. Tapi gue enggak akan mengulang apa yang Stefan bikin sama lo, Yuk. Gue enggak akan pernah nyakitin lo. Lo pasti tau itu, Yuk." Lagi-lagi Yuki tidak bisa menjawab.

"Gue enggak minta lo jawab sekarang. Pikirin aja baik-baik, Yuk. Mungkin Tuhan nyatuin kita bukan lewat sepasang kekasih, tapi sebagai sepasang sahabat. Soulmate. Dan kalau memang ternyata iya, gue bersyukur banget kalau ternyata Tuhan kasih gue teman hidup yang juga adalah sahabat gue selama ini."

Hening. Hanya itu yang terjadi setelahnya. Yuki dan Hito larut dalam keheningan yang tercipta sampai Nasya memanggil keduanya untuk makan. Di meja makan pun keduanya sama-sama diam walaupun duduk bersebelahan. Untungnya suasananya duka yang masih menyelimuti semua orang membuat apa yang sedang terjadi diantara Hito dan Yuki tidak kentara karena semuanya juga larut dalam keheningan masing-masing.

Sampai malamnya, Yuki masih terjaga dalam tidurnya. Malam ini dia, Mamanya, dan Nasya tidur bersama di kamar Sarah. Sementara Sarah tidur di kamar Mamanya. Dan Marcel tidur di kamar Hito. Yuki masih terus memikirkan apa yang Hito katakan tadi sore. Dia juga memikirkan tentang rencana kepulangannya ke Surabaya besok malam bersama Mamanya dan Marcel. Sebelum Hito menanyakan hal itu, siangnya Yuki sudah membicarakan tentang rencananya untuk ikut pulang ke Surabaya bersama Mama dan adiknya. Bahkan Marcel sudah memesan tiket kereta api untuk mereka bertiga lewat internet. Namun tiba-tiba Hito bertanya pertanyaan kemarin dan membuat Yuki jadi kembali meragu.

Jujur, Yuki tidak sepenuhnya tidak setuju dengan ucapan Hito. Dia juga merasa bahagia mendengar lamaran Hito barusan. Dia memang tidak mencintai Hito, tapi siapapun wanita di dunia yang dilamar oleh seorang laki-laki yang baik dan sudah dikenalnya seumur hidup pasti sangatlah bahagia. Dan mencintai Hito bukanlah hal yang sulit. Dan itu membuat jawaban 'iya' sempat muncul di benak Yuki.

Namun, Yuki masih takut dengan cinta. Yuki masih takut terikat dengan sebuah hubungan. Hubungannya yang dulu sempat sangat serius dan terjalin dalam waktu yang cukup lama dengan Stefan saja bisa berakhir seperti itu. Lalu bagaimana dengan Hito? Hubungan yang berlandaskan cinta saja bisa kandas karena pengkhianatan, bagaimana dengan hubungan yang dimulai hanya karena obligation? Selain itu dia tidak pernah pacaran dengan Hito. Lamaran ini juga mendadak. Dan lebih dari ketakutannya akan kegalalan dalam hubungannya dengan Hito, Yuki lebih takut kehilangan Hito sebagai sahabat terbaiknya.

Menyadari akan ribetnya urusan ini, Yuki menggelengkan kepala frustasi. "Ih, gila, ih. Bikin pusing kepala aja nih semuanya. Ah, mending gue bikin teh," gumam Yuki kemudian meninggalkan kamar menuju dapur. Ketika Yuki sampai di dapur tida-tiba dia terkejut. Ternyata Hito juga sedang ada disana sambil menunggu air panas yang di masak di kettle listrik untuk kopinya sendiri.

"Elo, To?" tanya Yuki canggung. Entah kenapa ini baru pertama kalinya Yuki canggung melihat Hito. Hito juga sepertinya jadi salah tingkah melihat kehadiran Yuki.

"Belum tidur lo, Yuk?"

"Belom. Mau bikin teh dulu," ujar Yuki sambil mengambil mug teh dari lemari gelas. Lagi-lagi keduanya kembali diam. Hanya suara-suara dari benda-benda yang digerakkan yang mengisi suasana diantara mereka berdua. Yuki tidak mengerti harus bicara apa pada Hito. Begitu juga Hito pada Yuki. Dia sebetulnya ingin membicarakan soal tadi, cuma dia bingung. Apakah ini waktu yang tepat bagi mereka untuk membicarakannya.

Sampai akhirnya air panas matang. Hito langsung mengambil poci itu dan menuangkan air secukupnya pada gelasnya sendiri, kemudian dia meletakan poci itu disebelah Yuki.

"Air panas nih, Yuk."

"Iya. Thank you, To."

Setelah itu, Hito hendak meninggalkan Yuki. Namun tiba-tiba Yuki tidak bisa menahan dirinya udah tidak berbicara seperti ini dengan Hito. Dan dengan sendirinya mulutnya memanggil nama Hito. Membuat punggung yang sempat menjauh itu kembali berbalik.

"To."

"Kenapa, Yuk?" tanya Hito lembut. Yuki kemudian menghampiri Hito dan berdiri di hadapan laki-laki itu. Lampu ruang makan yang redup karena hanya diterangi chandelier membuat cahanya menyinari wajah Hito dengan sempurna, membuat Yuki sadar kalau sesuatu luput dari matanya selama ini. Hito memang enggak seganteng Stefan. Dia tidak putih dan mempunyai wajah blasteran seperti Stefan. Tapi wajah Hito itu manis banget dengan wajah khas Sumatera Utara dan lesung pipi yang sangat dalam. Kenapa Yuki baru sadar sekarang kalau dia hidup dan tumbuh besar bersama cowok seganteng itu?

"Kenapa, Yuk?"

Yuki seketika terkejap dan kembali dari lamunannya. "Hem... Oh, gue pengen ngomong sama lo. Lo belum mau tidur kan?"

Hito mengangguk kemudian mereka sama-sama duduk di meja makan. Beberapa menit lagi-lagi keheningan mendera keduanya sampai akhirnya Yuki memberanikan diri memulai berbicara karena ini dia yang meminta.

"Jadi gini, To, sebenernya gue pengen cerita sama lo tentang ini di hari Om Parlaungan meninggal."

"Apaan, Yuk?"

"Hem..." Yuki menggigit bibirnya, berpikir bagaimana cara untuk memulai. "Gue pengen ke Surabaya sama nyokap dan adik gue."

"Surabaya? Liburan?" Hito mengerutkan kening.

"Bukan. Beneran ke Surabaya untuk tinggal bareng mereka."

"Apa? Lo mau tinggal di Surabaya?" kali ini Hito benar-benar terperangah.

"Iya. Lo kan tau gue sekarang pengangguran, enggak punya penghasilan lagi kayak dulu. Sementara Nyokap sama adik gue butuh biaya tiap bulan. So, I guess, dari pada gue di sini luntang-lantung enggak produktif mendingan gue balik ke sana. Tinggal bareng mereka. Dan Nyokap gue udah setuju, To."

"Terus kalau lo disana lo mau ngapain?"

"Ya, cari kerja juga. Mungkin nasib gue agak bener disana dan bisa nemu kerjaan. Disana gue kan juga banyak sodara, mungkin gue bisa kerja sama mereka."

Hito menghela nafas panjang-panjang sambil mengusap wajahnya dengan kedua tangan frustasi. Dia juga sudah terus membantu mencarikan lowongan pekerjaan bagi Yuki di perusahaan arsitektur tempatnya bekerja, namun tetap nihil. Jadi dia juga tidak tahu harus membalas ucapan Yuki bagaimana.

"Terus kapan berangkatnya?"

"Besok."

"Besok?" lagi-lagi Hito berseru terkejut. "Kenapa besok sih, Yuk? Emang nggak bisa lo pikirin lagi? Jangan dong, Yuk. Gue nanti disini sama siapa?"

Hati Yuki terenyuh seketika mendengar Hito merajuk seperti itu. Yuki seperti melihat Hito kecil dihadapannya. Tapi ini sudah keputusannya bersama Mama. Jadi dia tetap harus pergi walaupun tidak tega. "You will be fine, To. Kan ada Nasya. Gue juga cuma di Surabaya, kok. Bukan di Antartika. Lo kan bisa main kesana. Jangan bikin gue makin berat pergi gini dong. Nasya juga kemarin begini."

Hito kali ini tidak menjawab. Namun Yuki bisa menebak dari air mukanya kalau Hito pasti sangat kecewa. Yuki kemudian mengamit tangan Hito dan menggenggam tangan sahabatnya itu erat-erat.

"Maafin gue ya, To. Buat pertanyaan lo yang barusan, gue enggak tahu mesti jawab apa. Gue enggak siap. Ini terlalu mendadak buat gue. Gue juga enggak mau lo nanti nyesel sama apa yang lo bilang ke gue disaat lo udah enggak sedih lagi. Jadi,"

Ucapan Yuki terhenti ketika Hito menarik Yuki kedalam pelukannya. Setelah dia mengurai pelukan itu, Hito mengelus pipi Yuki dengan lembut sambil tersenyum padanya.

"Gue ngerti," ucap Hito kemudian.

Dan dua kata itu akhirnya mengakhiri percakapan mereka malam ini. Keesokan harinya Yuki sudah tidak bertemu dengan Hito lagi karena Hito sudah berangkat ke kantornya pagi-pagi. Entah kenapa, Yuki ingin melihat Hito sebelum dia pergi ke Surabaya nanti malam. Tapi sepertinya itu tidak mungkin karena ketika Yuki mengirimkan pesan lewat ponsel Nasya karena ponselnya lowbat, Hito sudah mengirimkan pesan kalau dia tidak bisa mengantar Yuki ke Stasiun Gambir karena hari ini dia ada lembur di kantor. Segala sesuatu kembali terulang di kepala Yuki. Lamaran itu, persahabat mereka, dan pelukan Hito tadi malam. Dan sesuatu dalam hatinya tiba-tiba membuat Yuki jadi tercenung. Apakah memang sudah seharusnya dia pergi? Ataukah dia seharusnya tetap disini, merajut kembali cinta bersama Hito, sahabatnya?

-0-

Hito melompat turun setelah dia memarkirkan mobilnya. Stasiun Gambir masih terlihat penuh walaupun waktu sudah menunjukkan jam delapan malam. Dengan langkah cepat dan lebar Hito berjalan memasuki stasiun. Berulang kali dia mencoba menelepon ponsel Nasya namun tidak di angkat. Begitu juga ponsel Yuki yang kali ini justru non-aktif. Dia mencoba mencari Yuki di antrian para pembeli tiket di loket. Namun tidak ada. Setelah itu Hito juga mencoba mencari Yuki di antara orang-orang yang sedang menunggu di tengah stasiun. Tetap tidak ada.

Sampai akhirnya Hito melangkah gontai dan menyandarkan tubuhnya di salah satu mini market. Dia menghela nafas panjang-panjang. Kantornya yang lembur membuat Hito tidak bisa mengantar Yuki ke stasiun. Padahal dia ingin sekali memeluk sahabatnya itu sebelum mereka berpisah. Dia pasti rindu Yuki yang ceria. Yang selalu jadi teman bertengkarnya dari hari kehari. Hito juga pasti akan sangat merindukan cara makan Yuki yang mengalahkannya. Dan yang paling penting, Hito pasti akan merindukan kehadiran Yuki dalam hidupnya.

Sekarang mereka tidak akan bisa sesering dulu bertemu. Paling hanya beberapa bulan sekali, atau mungkin setahun sekali kalau keduanya punya waktu senggang. Dasar Yuki, dua puluh delapan tahun bersahabat dengannya dan tidak pernah jauh darinya benar-benar membuat Hito jadi tidak bisa...

"Hito?"

Hito tiba-tiba tersentak mendengar suara yang sangat dikenalinya. Dia dengan cepat menoleh dan terperangah melihat siapa yang berdiri disebelahnya. Yuki?!

"Yuki?" seru Hito kaget bercampur heran dan bingung. "Kok lo disini?"

"Abis beli deodorant sama shampoo. Sekalian sebelum balik." Jawab Yuki santai sambil keluar dari mini market. "Lah? Lo ngapain disini? Katanya lembur?"

Bukannya menjawab, Hito justru menatap koper besar yang kini ada di sebelah Yuki. "Lo enggak jadi ke Surabaya?"

Yuki akhirnya mengerti kenapa Hito ada disini dan Ia sontak tertawa. Yuki kemudian menepuk pundak Hito sambil menatap sahabatnya itu.

"Jadi lo ngejar gue, ya? Kayak sinetron-sinetron gitu?" tanya Yuki meledek.

"Hah?! Apaan sih, lo? Enggak! Gue cuma... cuma..."

"Cuma... cuma... cuma apaan?! Enggak usah bohong deh. Udah ketebak. Banyak di FTV-FTV tau."

Hito akhirnya tidak menjawab. Yuki kemudian tersenyum dan mencubit kedua pipi Hito gemas. "Aduh! Lucunya. Oke deh kalau gitu. Kebeneran lo ada disini, bawain koper gue dong. Berat. Oke? Ayo balik! Nasya udah nungguin di apartemen. Mobil lo diparkir dimana?"

"Persis di depan. Jadi, ni koper gue yang bawa nih?"

"Iyalah. Masa gue? Apa gunanya tuh otot-otot tangan lo kalau tidak dipergunakan dengan baik. Yuk, ah!"

Dengan memasang wajah kesal sebagai kamuflase untuk menutupi rasa senang dan lega, Hito akhirnya menarik koper Yuki dan mengikuti sahabatnya itu menuju mobil dan kemudian pulang ke apartemen Nasya. Didalam mobil yang berhenti akibat kemacetan, Hito dan Yuki kembali sama-sama diam. Tingkah Yuki yang meledeknya di stasiun barusan tidak terjadi lagi. Keduanya sama-sama canggung dan tidak tau harus mulai bicara apa.

Untuk memecah kesunyian, Hito menyalakan radio. Namun ternyata entah kebetulan atau memang sang penyiar punya indera ke-enam makanya dia bisa pasang lagu Ada Band yang berjudul 'Masih', kemudian 'Lucky' milik Jason Mraz, dan dilanjutkan dengan lagu Bruno Marz 'Marry you'. Keduanya jadi makin salah tingkah. Makanya Yuki buru-buru mematikan radio itu.

"Penyiarnya kenapa, sih!" kata Yuki ngedumel berbisik. Hito bisa mendengarnya, namun dia pura-pura tidak dengar.

"Kenapa dimatiin, Yuk?"

"Hem? Oh, lagunya enggak ada yang enak," ucap Yuki salah tingkah. "Eh, lo masih mau dengerin radio? Kalau masih mau biar gue nyalain lagi."

"Enggak. Enggak apa-apa, kok."

"Yaudah kalau gitu. Matiin aja, ya."

"Iya."

Setelah itu keduanya kembali diam. Sumpah! Ini keheningan terlama yang pernah terjadi diantara mereka selama mereka bersahabat. Selama ini kalau mereka sudah berdua pasti mereka selalu bersenda gurau atau berantem. Enggak pernah diem-dieman begini. Kalau mereka di mobil berdua dan terjebak macet total, pasti mereka menyalakan radio kuat-kuat dan berteriak-teriak menyanyikan setiap lagu yang diputar. Atau kalau mereka tidak menyalakan radio, mereka pasti akan saling berbagi cerita tentang hari masing-masing dan tertawa terbahak-bahak hingga sampai tujuan. Tapi sekarang terasa lain. Sesuatu berubah aneh dan sebuah jarak tiba-tiba terbentang diantara mereka. Dan ini sungguh tidak nyaman.

"Yuk," panggil Hito.

Yuki yang masih sibuk dengan lamunannya kembali terkejut mendengar panggilan Hito. Sekarang tiap Hito memanggilnya, tiba-tiba sesuatu seakan menyengat tubuh Yuki dan membuatnya tersentak.

"Apa?"

"Lo kenapa enggak jadi ke Surabaya?" pertanyaan yang diucapkan Hito dengan volume kecil itu terdengar jelas ditelinga Yuki. Dia kemudian menggigit bibir dan bergumam lebih dulu.

"Gue juga enggak tau. Kayaknya gue masih pengen disini."

"Kenapa lo masih pengen disini?"

"Karena... Nng... Karena..." kalimat Yuki terputus. Melihat itu, Hito buru-buru membelokan mobilnya ke salah satu belokan menuju perumahan yang sepi. Sepertinya ini tidak bisa dibicarakan sambil jalan. Hito kemudian mengubah posisinya menghadap Yuki yang masih menggigit bibir bingung.

"Kenapa, Yuk?" tanya Hito lagi. "Karena Stefan?"

"Bukan!" seru Yuki seketika, "Ya bukan karena dia, lah, To. Ketemu juga udah nggak pernah. Gue aja nggak tau dia masih idup atau enggak."

"Ya terus kenapa lo nggak jadi ke Surabaya, Yuki?"

Yuki kemudian menoleh dan menatap Hito. "Karena lo."

Seketika itu juga Hito terperangah. Yuki tidak jadi pergi karena dirinya? "Karena gue?" tanya Hito tak percaya.

"Gue juga enggak ngerti kenapa, cuman gue enggak bisa aja pergi terus enggak ketemu lo lagi dalam waktu yang lama," ujar Yuki dengan ucapan terjujurnya. "Ini semua gara-gara lamaran lo. Gue jadi kalut begini semua gara-gara omongan lo kemarin. Gue juga enggak tau kenapa, To. Bingung gue."

"Kalau gitu, nikah sama gue Yuk," ucap Hito tiba-tiba membuat Yuki kembali tertegun. "Nikah sama gue. Mungkin itu jawabannya."

"Tapi To, nikah tuh bukan hal yang main-main. Lo enggak bisa langsung ngelamar gue dan nikahin gue gitu aja. Nikah itu sekali seumur hidup. Enggak bisa seenaknya begini."

"Okay. Gue ngerti. Tapi lo juga enggak bisa bilang enggak ke gue kan, Yuk. Lo juga mau pernikahan ini kan? Mungkin ini jawaban semuanya. Gue sayang sama lo dan gue adalah laki-laki yang paling mengenal lo. Begitu juga lo ke gue. Iya, kan?"

Yuki tidak bisa memungkiri ucapan Hito. Didalam hatinya ada rasa kalau dia juga menginginkan pernikahan ini. Namun keraguannya lebih besar dari rasa inginnya. Yuki jadi tidak tahu harus berbuat apa.

"Gimana kalau ini ternyata kita salah, To?"

Hito kemudian menatap Yuki dan menarik Yuki mendekat. Dia lalu mencium bibir Yuki dengan lembut dan dalam. Yuki hanya bisa diam. Ciuman itu hambar, namun Yuki tidak membencinya.

"Bestfriend for life, Yuk. Gue sayang sama lo. Mungkin quotes itu berlaku sama kita dengan arti harafiahnya, kalau kita akan jadi sahabat seumur hidup, dalam pernikahan. Mau ya?"

Pernikahan. Sebuah hal yang sangat dinantikan oleh Yuki. Dulu ketika bersama Stefan, tidak pernah ada keraguan dalam dirinya ketika suatu saat Stefan melamar Yuki. Tapi kini ternyata Stefan sudah membuatnya percaya kalau tidak ada cinta yang benar-benar sempurna. Tapi dia menemukan Hito, laki-laki yang tidak sempurna tapi Yuki yakin dan percaya kalau cinta yang dia tawarkan suatu saat akan jadi sempurna. Jadi apa lagi yang harus dia ragukan? Menikah dan bahagia bukan ditentukan oleh seberapa lama mereka pacaran, kan? Maka perlahan senyum Yuki tersungging. Dia mengelus pipi Hito dan memberikannya kecupan di pipi. Membuat Hito juga tersenyum.

"Iya. Gue mau," jawab Yuki membuat Hito tersenyum dan mencium keningnya. Dan Yuki yakin, suatu saat dia pasti akan bisa mencintai sahabatnya ini. Sebagaimana dia mencintai Stefan dulu.

-0-

Hello  my dear readers! This is the new chapter for you, yaa. Semoga kalian suka. Makasih banget buat semua comment dan vote kalian di chapter sebelumnya. Aku harap kalian juga bisa kasih comment untuk chapter yang ini, ya. Buat yang nanya Al sama Stefan mana, ditunggu aja, oke? Nanti pasti keluar. Hehehe... Semoga chapter ini seru buat kalian ya guys. Maaf kalau ada typo or anything ^^ Jangan lupa vote juga, ya guys. So happy reading and  enjoy. Love, Ratu.

Continue Reading

You'll Also Like

1.3M 86.5K 43
• Obsession series • [ SELAMAT MEMBACA ] Romeo akan menghalalkan segala cara demi mendapati Evelyn, termasuk memanfaatkan kemiskinan dan keluguan gad...
688 119 3
Aku mencintaimu, tapi kau mencintainya, sekarang apa yang harus aku lakukan?
4.7M 59.4K 40
Cerita Dewasa! Warning 21+ Boy punya misi, setelah bertemu kembali dengan Baby ia berniat untuk membuat wanita itu bertekuk lutut padanya lalu setela...