Number One (completed)

By Josephinejays

288K 16.9K 275

Apa pernah kalian menjadi nomor dua? No, kita tidak membicarakan nomor dua pada lomba lari atau peringkat di... More

Prolog - The Memory
Chapter One - Can't Forget
Chapter Two - Decision
Chapter Three - The Meeting
Chapter Four - Fate?
Chapter Five - Fate Again?
Chapter Six - Fluttered
Chapter Seven - One Morning
Chapter Eight - Walk to Remember
Chapter Nine - A Woman
Chapter Ten - First Mistake
Chapter Eleven - Second Mistake
Chapter Twelve - Blown Away
Chapter Thirteen - Dilemma
Chapter Fourteen - Great People
Chapter Fifteen - His Mind and Hers
Chapter Sixteen - Limit
Chapter Seventeen - Chance
Chapter Eighteen - Together
Chapter Nineteen - Help Me?
Chapter Twenty - The Unexpected
Chapter Twenty One - Spill
Chapter Twenty Two - Back Then
Chapter Twenty Three - Throwback pt. 1
Chapter Twenty Four - Throwback pt. 2
Chapter Twenty Five - Jerk
Chapter Twenty Six - Confusion
Chapter Twenty Seven - See Who's Coming
Chapter Twenty Eight - The Owl
Chapter Twenty Nine - Neverending Problem
Chapter Thirty - Cat and Dog
Chapter Thirty One - Too Soon and Too Late
Chapter Thirty Two - Face Off
Chapter Thirty Three - Defeated
Chapter Thirty Four - A Kiss
Chapter Thirty Five - Lightweight
Chapter Thirty Six- Five Years
Chapter Thirty Seven - The Dress(es)
Chapter Thirty Eight - Tears
Chapter Thirty Nine - Evil Plan
Chapter Forty - Powder Room Talk
Chapter Forty One - I do
bonus
C H A R A C T E R (UPDATED)
INSTAGRAM POST SCRAPBOOK-part 1
instagram post scrapbook-part 2
instagram post scrapbook - part 3
instagram post scrapbook - part 4
THANKYOU

Epilog

9.8K 293 6
By Josephinejays

Sepasang mata coklat menatap ke arah panggung besar yang berada di tengah-tengah ruangan ballroom megah itu.

Orang-orang berlalu lalang dengan senyuman di bibir mereka dan canda tawa yang dilemparkan satu sama lain, namun ia tetap bergeming di tempatnya tanpa memperhatikan hal lain selain kudua orang yang berdiri di tengah-tengah panggung tersebut.

Si pemilik mata coklat memperhatikan kedua mempelai yang berdiri di atas panggung dengan senyuman kecil di bibirnya, memperhatikan pasangan yang sesekali menjulurkan lidahnya satu sama lain, kemudian tertawa bersama.

"Kalau kamu liatin mereka kayak begitu, kamu bisa dikira mau menikah lagi, loh."

Suara yang sangat dikenal oleh telinganya mengalihkan perhatiannya dari panggung, senyumnya melebar ketika ia membalikan tubuhnya agar berhadapan dengan pemilik suara barusan.

"Well, mungkin....." balasnya usil.

Samuel James Sinaga melebarkan matanya mendengar jawaban istrinya, ia melipat kedua tangannya ke depan dada dan berpura-pura melemparkan tatapan curiga.

"Oh ya? Apa aku bakal dapat undangannya?"

Jace memutar kedua bola matanya sebelum melanjutkan dengan santai, "kita lihat nanti."

Sam menarik napas tajam dan memegang dadanya seperti ia baru saja ditusuk tepat di jantungnua, "Ouch. Setidaknya kamu harus mengundang suami pertama kamu, Jace."

"Siapa bilang kamu suami pertama aku?"

"Oke, ini mulai terdengar makin menyakitkan, Jace. Make it stop, please?"

Jace terkekeh pelan, "maksud aku, kamu itu bukan suami pertama aku, tapi satu-satunya suami aku. Makanya, jangan sensi duluan deh, Sam."

Laki-laki yang dibicarakan hanya tertawa dan membalas perkataan Jace dengan menarik wanita itu ke dalam pelukannya sebelum mengalihkan pandangannya ke arah panggung.

"Siapa sangka akhirnya dia berhasil man up dan ngelamar Brynn?"

Jace memukul dada Sam bercanda sebelum menatapnya dengan pandangan marah yang dibuat-buat, "he's man enough, Sam."

"Dia butuh waktu enam tahun buat ngelamar Brynn.." sanggah Sam sambil mengangkat kedua bahunya.

"Proses, Sam. Proses."

"Well, aku langsung ngelamar kamu tanpa berlama-lama. Baru kita nunggu setelah itu, proses juga kan?"

Jace mengerutkan dahinya sebelum menggeleng pelan dan berbisik, "dan itulah contoh proses yang terbalik, saudara-saudara."

"Aku dengar itu, Jace."

"Dengar apa?" sahut Jace sambil menunjukan senyum manisnya.

Sam terkekeh pelan saat Jace menyandarkan kepalanya pada dada bidangnya, namun wanita itu segera menarik kepalanya kembali dan menatap Sam dengan kerutan di dahinya.

"Di mana dia?"

Sam menaikan salah satu alisnya, "siapa di mana?"

"Freya," Jace memicingkan matanya pada Sam, "anak kita?"

"Oh..." jawab Sam seakan baru menyadari bahwa ia memiliki anak sebelum mengangguk kecil, "tadi aku titipin ke Aludra..."

Jace menepuk dahinya pelan sebelum kembali memelototi sam, "menurut kamu itu ide bagus? Kak Janice sudah punya dua orang anak yang harus dijaga dan dia masih harus jagain anak kita?"

"Itu dia, Aludra berpengalaman. I am simply leaving our dear Freya in an expert's hands.."

Sam meringis kecil saat Jace memukul lengannya keras sebelum akhirnya tersenyum lebar dan merangkul istrinya, "bercanda Jace, tuh lihat, mereka baik-baik aja kan?"

Jace merasakan tubuhnya diputar oleh Sam agar menghadap ke arah Janice yang sedang menggendong anak keduanya yang berumur tiga tahun, Nadiv.

Sebuah senyum kecil menghiasi bibir Jace dan dadanya menghangat ketika pandangannya jatuh kepada anak perempuannya yang berumur empat tahun sedang tertawa bersama anak pertama Janice, Marco.

Freya membalikan tubuhnya sehingga membelakangi anak laki-laki berumur tujuh tahun itu dan mengangkat kedua tangannya, meminta laki-laki tinggi yang berada di dekatnya untuk menggendongnya.

Jace baru saja akan membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu ketika suara Sam mendahuluinya.

"What is she doing with him?!"

"Apa?" Tanya Jace kepada Sam yang masih menatap anak perempuannya yang kini berada di gendongan laki-laki penuh tato itu.

Sam membalikan wajahnya dengan cepat ke arah Jace, sebelum menunjuk ke arah anak perempuannya dengan jari yang gemetar.

"Dia! Ngapain dia gendong-gendong Frey? Nggak, ngapain juga dia ada di sini?"

Jace memutar bola matanya, "Nggak usah drama, Sam. It's Bimo, no big deal."

Sam melebarkan kedua bola matanya, seakan tidak percaya ia baru saja mendengar kalimat itu keluar dari mulut Jace.

"It is big deal, Jace. Udah cukup Freya kita manggil dia Om Bimo, tapi nggak, dia harus nempel-nempel sama anak kita."

"Terus Frey harus manggil Bimo apa? Papa?"

Wajah Sam terlihat seperti ia baru saja disambar petir, dan Jace tidak bisa lagi menahan tawanya. Ia tertawa sangat keras dan harus memegangi lengan Sam agar tidak terguling ke depan.

Sam menggerutu melihat istrinya menertawakannya, wajahnya terlihat tersinggung -yang membuat Jace tertawa semakin keras akhirnya.

Tawa Jace mereda setelah beberapa saat, dan ketika ia menegakan tubuhnya sambil mengusap air mata yang keluar dari sudut matanya karena tertawa terlalu keras, ia harus menahan dirinya agar tidak kembali tertawa saat melihat ekspresi Sam.

Jace menggigit bibirnya sebelum berdeham kecil, "oh astaga, Sam. Aku cuma bercanda, dan Bimo di sini bareng Kak Janice. Inget?"

Sam mendengus pelan, "aku harus diskusi sama Aludra supaya dia nggak usah bawa-bawa orang itu ke acara yang ada Freya." ia kemudian melirik Jace, "atau kamu."

Jace menaikan salah satu alisnya, "seriously, Sam? Hampir tiga belas tahun dan kamu masih cemburu?"

"Aku nggak cemburu."

"Yap, pintu aja nggak bakal percaya sama omongan kamu barusan." ucap Jace pelan.

"Aku dengar itu juga, Jace."

"Dengar apa?"

Sam memutar bola matanya sebelum menarik Jace untuk berjalan ke arah Freya dan Bimo berdiri, tidak diragukan untuk mengambil Freya dari gendongan laki-laki bertato itu.

"Kita harus suruh Stef cepet-cepet punya anak, biar Freya nggak main di deket Si Bimo terus.." ucap Sam pelan, menekankan nama Bimo seakan lidahnya akan terbakar jika mengucapkan nama laki-laki itu.

"Kita?" sahut Jace tidak setuju.

"Oke, oke. Aku. Oh God, it takes nine months sampai mereka punya anak pula... lama banget." gerutu Sam.

Jace tersenyum kecil mendengar ini, "Well, lebih tepatnya sekitar lima bulan lagi sih..."

Langkah Sam terhenti dengan tiba-tiba, mengakibatkan Jace terkekeh pelan.

Laki-laki itu membalikan wajahnya ke arah istrinya sebelum akhirnya memutar tubuhnya agar bisa melihat adik laki-lakinya yang sedang berada di atas pelaminan bersama istrinya.

Mulut Sam terbuka untuk mengucapkan sesuatu sebelum akhirnya menutup kembali dan terbuka lagi, namun tidak ada suara yang keluar dari mulutnya.

Ia menunjuk ke arah adik laki-laki dan adik iparnya dengan mata terbelalak.

Jace mengangguk.

Kemudian ia menunjuk perutnya sendiri.

Jace mengangguk lagi.

Kali ini ia memeragakan perutnya yang membesar dengan kedua tangannya.

Jace mengangguk setelah memutar kedua bola matanya malas.

Sam kembali menunjuk ke arah adik laki-lakinya dan-

"Astaga Sam, iya!" potong Jace yang mulai tidak sabar.

Sam mengerjap beberapa kali, "Brynn lagi hamil....."

"Empat bulan, iya." jawab Jace setengah berbisik, mengakibatkan Sam melotot menatap adiknya.

"What?! That sneaky little ba-" Jace menaikan salah satu alisnya, menantang Sam menyelesaikan kalimat itu.

"-by. Baby. Sneaky little baby..." sambung Sam cepat dengan senyum polosnya.

"Baby? Ratusan kata lain dengan awalan 'ba' dan kamu milih baby? Really, Sam?"

Sam melebarkan senyumannya, menampilkan gigi-gigi putihnya yang berbaris dengan rapi, "Baby maker..."

Jace menyikut rusuk Sam dengan keras, mengakibatkan suaminya itu merintih kesakitan.

"Well, at least she took his last name..." ucap Sam pelan.

"Excuse me? Aku juga ngambil nama belakang kamu, tapi nggak ngilangin nama belakang aku. Joanne Jace Wijaya-Sinaga, kurang apalagi?"

Sam tersenyum ke arah istrinya sebelum mencium puncak kepalanya, "nothing, dear. It's perfect."

Jace membalas senyuman itu, dan ketika mereka baru saja akan melangkah menuju anak perempuan mereka, suara Stef terdengar dari speaker yang berada di seluruh ruangan.

"Tolong Bang Sam, Jace -PDA ya, PDA. Ingat ini tempat umum, my wedding to be exact. Keep your hands from each other, thank you."

Mereka membalikan tubuh mereka dengan cepat dan mendapati Stef tengah menyeringai ke arah mereka dari ats panggung, microphone berada di tangan kanannya, dan Brynn terlihat sedang menahan tawanya sambil menggeleng pelan -berusaha terlihat marah- dari sebelah suaminya itu.

Wajah Jace memerah sebelum ia meneriakan nama adik iparnya, diiringi oleh suara tawa Sam di sebelahnya dan gemuruh tawa dari orang-orang yang mengenal mereka di ruangan itu.

Dari kejauhan Bimo menatap Jace yang sedang berjalan cepat ke arah panggung untuk mengejar Stef yang sudah mulai berlari kecil meninggalkan panggung, di belakang Jace terlihat  Sam yang -masih tertawa- mencoba menenangkan istrinya.

Laki-laki dengan tato di sepanjang lengannya itu menggeleng kecil sambil terkekeh pelan, Janice yang menggendong Nadiv dengan salah satu tangannya dan menggandeng Marco dengan tangan lainnya tertawa terbahak-bahak menyaksikan adik sepupunya yang sedang berlarian mengejar sang mempelai pria, dan kakak iparnya yang sudah berhenti mencoba menenangkan istrinya dan alih-alih berdiri di atas panggung untuk menyaksikan istrinya mengejar adik laki-lakinya.

Sebuah tarikan kecil di kemeja depan Bimo menarik perhatiannya dari keributan di depan sana, ia menunduk untuk melihat pemilik tangan mungil yang menggenggam bagian depan kemejanya.

"Kenapa, Frey?" tanyanya lembut.

"Hide me, Om Bimo. Mama, Papa, sama Amang Uda Stef bikin ulah lagi." jawab Frey sambil menyembunyikan wajahnya di dada bidang Bimo.

Bimo tertawa mendengar jawaban keponakan perempuannya yang terdengar seperti orang dewasa. Ia bahkan tidak yakin bahwa gadis berumur lima tahun itu mengerti arti kata ' bikin ulah', namun ia tetap melingkarkan tangannya untuk memeluk Freya lebih erat.

"Okay, I will hide you Ms. Freya Rayna Sinaga, tapi jangan sampai Papa kamu liha-" mata Bimo melebar saat melihat Sam melemparkan tatapan tajam kepadanya dari atas panggung, jelas-jelas tidak terima Freya bersembunyi di pelukannya.

"Ah, nevermind." Ucap Bimo sambil menghela napas dan menyaksikan Sam yang berjalan ke arahnya dengan cepat.

"I swear Jace, you owe me so much, love." bisiknya pelan sambil menunggu suami sahabat baiknya itu sampai di hadapannya.

***

Aaaaaaaaaaaaaaaaaaand it's done!!!!!!!!!!!

Jace finally reach her last chapter of life -story, -idk!

tadinya masih mau ada satu part sebelum epilog, tapi karena terlalu bertele-tele (halah bahasa mu nak) akhirnya dihilangkan. mungkin setelah ini masih akan ada beberapa bonus chapter mengenai mereka, idk. tapi kalian mungkin bisa kasih ide mau bonus chapter tentang apa?

Oh ya, bagi yang bingung dengan janice, mungkin karena kalian belum baca the gamophobias. ingat, novel-novel ku ini saling bersinggungan (?) jadi, baca gamophobias juga ya supaya bisa ngerti.

And that's it.

Terima kasih atas dukungan kalian selama ini, you guys are amazing. i swear, you guys are the best.

Please keep on supporting me and my other babies through vote and comment!

Love,

Jays.

Continue Reading

You'll Also Like

45.2K 8.5K 30
you take away all my burdens, all the weights that tighten my chest--why don't you take my heart away, too? "yang bekerja keras akan kalah dari yang...
288K 16.9K 50
Apa pernah kalian menjadi nomor dua? No, kita tidak membicarakan nomor dua pada lomba lari atau peringkat di kelas. Tetapi nomor dua di hati seseoran...
34.1M 2M 75
[SUDAH TERBIT DI COCONUTBOOKS (Bintang Media)] Alaska Tahta Wardana, cowok jangkung berwajah tampan, pandai dalam hal adu fisik maupun otak, Bad boy...
55.1M 4.2M 58
Selamat membaca cerita SEPTIHAN: Septian Aidan Nugroho & Jihan Halana BAGIAN Ravispa II Spin Off Novel Galaksi | A Story Teen Fiction by PoppiPertiwi...