The Martial Art of love

By Jumaliyahzein

7.8K 821 166

"Terkadang mimpi pun menjadi luka, mematahkan cinta.. Menghentikan asa yang membara.... Hingga kisahlah y... More

The MARTIAL ART OF LOVE #1
The Martial Art Of Love Part 2 #1
Part 3 #1 ( Pandeglang )
Part 3 #2
Part 4
Part 5 #1
Part 5 #second
Part 5 #Third
PART 6
PART 7 #only
Part 8
Part 9
The Martial Art of Love #10A
Jadwal Tayang
Part #10C
Part 11
Part 11 #B
part 12 #A
PART 12 #B
PART 12 #C
Part 12 #D
PART 13
Part 13 #B
Part 13 #C
Part 14
Part 14 (B)
Part 14 #C
Part 15
end story
Nada Cinta, Qisya

part #10B

247 30 0
By Jumaliyahzein



Suasana menjadi sedikit cengang. Aliani yang biasanya banyak bicara kini banyak diam. Dia bicara jika ditanya saja. Senyumnya seakan menghilang. Lusuh, pucat tiada kehidupan diwajahnya. Nara tidak sanggup melihatnya seperti ini lebih lama lagi.

Aliani kembali ketempat tidurnya setelah selesai menyuapi Nara. Aliani berbaring dan memalingkan wajahnya. Rasa bersalah menyelimuti hatinya. Hati pun tak karuan. Tiada tergambar seperti apa. Suram, sesak, semuanya berkecamuk menjadi satu. Nara yang memanggil perawat beberapa kali pun membuyarkan semua pikirannya.

" Mas mau apa? Bukan kah Mas baru saja selesai makan. Kenapa harus memanggil perawat?" tanya Aliani.

" haah? Aku, aku hanya sedikit bosan. Aku ingin minta pulang". Jawab Nara mengejutkannya.

" seperti anak kecil, tidak usah berteriak. Bahkan setelah tubuhmu lebih sehat tidak usah berteriak kau akan pulang" ucap Aliani sedikit jutek.

" kau ini, ucapanmu kasar sekali, tidak bisakah sebagai perempuan bicaramu lebih lembut lagi?" tutur Nara melototi Aliani.

Aliani hanya menghela nafas. Tidak lama kemudian perawat pun datang. Nara yang terus meminta untuk pulang diperiksa terlebih dahulu. Keadaannya yang tidak terlalu parah membuat pihak Puskesmas membiarkannya pulang. Dan menyiapkan taksi, karena Nara tidak mau menghubungi keluarganya yang sedang tidak ada dirumah. Aliani pun merapihkan pakaiannya dan bergegas pulang.

Mereka pun pulang. Nara di bopong Aliani saat naik ke mobil. Handphone Aliani tidak bisa menyala. Mugkin saja kehabisan baterai. Handphone itu telah ditemukan tergeletak dijalanan oleh seseorang yang menolong mereka. Aliani tetap menyimpan handphone itu, kemungkinan memang habis baterai. Meski sangat kecil kemungkinannya untuk hidup kembali. Handphonenya ditemukan jauh dari kantong, pastinya terjatuh.

Mereka duduk dibelakang. Aliani langsung memejamkan matanya. Mobil itu pun berangkat menuju rumah Nara. Nara mencoba berbicara dengan Aliani. Dia khawatir dengan keadaan Aliani saat ini.

" apa kamu mau diantar kerumah nenek?" tanya Nara ragu – ragu.

" tidak usah..." jawab Aliani dan memalingkan wajahnya.

" lalu kamu mau pulang ke ...." ucapnya terpotong.

" biarkan aku melunasi hutangku padamu" jawab Aliani dengan tegas.

" oh, baiklah" ucap Nara hanya memandangi Aliani dari samping.

Setelah 10 menit mereka pun tiba dirumah Nara. Klinik itu tidak trelalu jauh. Supir taxi pun membantu membuka gerbang dan pintu saat Aliani membantu Nara berjalan.

Aliani tidak ingin pulang kerumah nenek. Entahlah kenapa, rumah Ami tepat didepan rumah nenek. Mungkin saja Aliani belum siap melihat mereka. Ibu Nara belum pulang. Menyisakan mereka berdua dirumah.

" jika Mas butuh apa – apa panggil saja aku" ucap Aliani di depan pintu sebelum keluar kamar Nara.

" baiklah, kamu lebih baik istirahat terlebih dahulu," tutur Nara menyisakan senyuman bagi keduanya.

Mereka pun istirahat di kamar masing – masing. Aliani berusaha untuk memejamkan matanya. Dia berharap perasaan tidak enak di hatinya bisa sedikit hilang setelah dia bangun nanti. kenyataaannya tidak semudah itu. Aliani tetap saja tidak bisa tidur. Dia hanya menghela nafas dan memandangi langit. Hingga beberapa jam, Aliani hanya memandangi apa yang ada di sekeliling kamarnya.

Sementara Nara mencoba menghubungi Liani. Dia sms tapi tidak dibalas. Mungkin Aliani tidur, pikirnya. Nara juga mencoba menelpon tapi nomornya tidak aktif. Nara pun harus berusaha sendiri. Perutnya lapar. Dia berusaha berjalan keluar kamarnya. Nara berjalan keluar kamar dan membuka pintunya. Aliani yang mendengar suara langsung bergegas keluar. Dia pun terkejut melihat Nara yang sedang berdiri di depan pintu kamarnya.

" ya Allah, Mas ..." ujar Aliani tidak percaya. " mas mau kemana? Kan mas harus istirahat".

" kenapa kau keluar ?" tanya Nara.

" kenapa? Apa maksud Mas? Aku kan sudah bilang, kalau Mas butuh apa – apa tinggal panggil" Aliani menegaskan.

" tidak apa – apa, aku hanya tidak mau mengganggumu, istirahat saja, kembalilah kekamarmu" Nara mencoba memberi pengertian.

" mas ini, sudahlah duduk saja" ucap Aliani langsung membantu Nara ke kursi. " mas jangan terlalu banyak bergerak, badannya kan masih sakit".

" beneran, istiraht saja, aku tidak apa – apa Ian, aku bisa sendiri" ucap Nara terdiam menatap Aliani.

" diamlah, apa yang kau butuhkan sekarang? Apa kau mau susu? Kopi? teh manis atau ..." tanya Aliani melayani Nara.

Nara merekatkan jemari di kedua bibir Aliani. Mata Aliani seperti ingin mengatakan sesuatu yang dirasakan dalam hatinya. Jantungnya berdebar tak karuan. Aliani memutar bola matanya mengelilingi wajah Nara.

" aku lapar, aku hanya ingin makanan" ucapnya langsung menurunkan telunjuknya.

Tercengang mendengarnya, sulit menelan ludah. Aliani langsung menuju dapur " baiklah, tunggu sebentar".

Aliani mencari bahan makanan di kulkas. Ternyata semuanya sudah habis. Hanya ada beras yang masih bisa dimasak, ada dua lembar roti yang tersisa di kulkas. Aliani langsung mengambil dan memberikannya ke Nara. Agar perutnya tidak keroncongan selama menunggu nasi matang.

" makanlah, tidak ada makanan lagi dikulkas. Semoga ini cukup sampai menunggu nasi itu matang" Aliani langsung menyodorkan roti itu.

" terima kasih, duduklah" ucap Nara meminta pada Aliani.

Aliani pun duduk di samping Mas Nara. Mereka terdiam. Nara pun langsung menyodorkan satu roti yang ditangannya. " makanlah ini, kau juga pasti lapar".

Aliani mengambil dan langsung memakannya. Aliani terlihat diam meskipun sedang memakan roti itu. Kejadian kemaren masih menyisakan kesedihan di hatinya. Nara sangat ingin menghiburnya. Namun dia tidak tahu harus melakukan apa.

Setelah beberapa menit Aliani pun melihat nasi yang dimasaknya.

Nasinya sudah matang, Aliani langsung mengambil piring dan mendinginkan nasi untuk Nara. Namun dia bingung mau makan dengan apa. Telur dikulkas sudah habis. Tidak ada sayuran ataupun kerupuk. Hanya ada garam dan kecap di meja. Aliani pun mengambil botol kecap dan membawanya dengan satu piring nasi.

" ini..." unjuk Aliani menyimpan piringnya di meja. Nara terkejut melihat nasi dan sebotol kecap saja yang dia bawa. Nara merasa tidak enak kalau menyangkalnya. Dia khawatir Aliani akan tersinggung. Dia pun terdiam melihat sajian tersebut.

" maaf yah mas, hanya ada itu saja di dapur" ujarnya mengernyitkan dahi.

" iya..., tidak apa – apa" tuturnya menenangkan hati Aliani.

" sungguh? Apa mas akan memakannya?" tanya Aliani penasaran.

" tentu saja, ini pasti lebih enak rasanya dibandingkan dengan bubur di puskesmas kemaren" celoteh Nara menikmati makanannya.

" mas ini, bohong banget" ujar Aliani sedikit mual mendengar ucapan Nara.

" lucu..." ujar Nara melihat ekspresi Lian membuatnya tersenyum.

" apanya yang lucu ?" tanya Aliani dengan polos.

" sudahlah. Suapi aku makanan itu. Aku sangat lapar" cakapnya.

" baiklah..." jawab Aliani langsung mengambil piring nasi itu. Nara pun memakannya hanya dengan taburan kecap diatasnya. Namun dia merasa sangat senang. Meskipun tidak sengaja, ekspresi itu mengembalikan Lian yang dia kenal. Lian yang ceria. Tiba – tiba Aliani terlihat bingung dan murung kembali.

" kenapa kau seperti itu?" tanya Nara.

" tidak apa – apa, aku hanya memikirkan sesuatu aja" jawab Aliani.

" memikirkan apa?' tanyanya begitu penasaran.

" tidak, sudahlah" ucap Aliani. " makan lagi" mulut Aliani mengikuti arah nasi yang diberikannya.

" kau ini, menjawab saja sulit sekali" menerima suapan dari tangan mungilnya.

" dan kau ini, kepo sekali" ujar Aliani. "aku hanya memikirkan bagaimana nanti aku punya suami. Sekarang saja aku tidak bisa masak. Masa aku harus membiarkannya makan nasi dengan garam atau kecap saja. Sungguh mengerikan. Sepertinya tidak ada yang mau dengan aku ini, pantas saja..." ucapnya mengingat pernikahan Mas Ami.

" haha..." Nara terbahak geli mendengarnya ungkapannya. " sungguh aku tidak percaya kau memikirkan hal itu. Benar juga yah bagaimana suamimu nanti, kasihan sekali dia" tersenyum licik.

" Mas ini," Aliani mulai mengerucutkan bibirnya.

" maaf – maaf... mungkin saja ada, tapi kamu harus mencari yang jago masak tentunya. Setidaknya menu kalian berganti dalam satu hari, haha" tawanya menyeruak ke udara, Nara masih asyik meledeknya.

" Mas...." Aliani semakin menggeram kesal pada Nara, " awas saja nanti, aku pasti akan tunjukan suamiku yang hebat" ucap Aliani begitu yakin akan membanggakannya dengan gumpalan nasi di tangannya.

Biarkanlah Rasa ini seperti lilin

semakin menerangi, meski harus membakar diri



*boleh komen, apalagi kasih vote :D

Terimakasih sudah membaca

Continue Reading

You'll Also Like

30.9M 2M 103
COMPLETED! MASIH LENGKAP DI WATTPAD. DON'T COPY MY STORY! NO PLAGIAT!! (Beberapa bagian yang 18+ dipisah dari cerita, ada di cerita berjudul "Private...
2.5M 121K 55
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞
1.5M 73.2K 52
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...